BAB III OBYEK PAJAK DAN KEWAJIBAN PENCATATAN
|
|||||||||||||||||||||||||||
1) | Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
|
||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dengan Peraturan Pemerintah :
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 5 |
|||||||||||||||||||||||||||
(1) | Di samping pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,
dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap :
|
||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor. | ||||||||||||||||||||||||||
Pasal 6 |
|||||||||||||||||||||||||||
(1) | Setiap Pengusaha Kena pajak diwajibkan mencatat semua jumlah harga
perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam pembukuan
perusahaan. |
||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah
dan jelas, jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang atau Jasa yang
terhutang pajak, yang tidak terhutang pajak, yang dikenakan tarif 0% (nol
persen) dan yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. |
||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
memilih dikenakan pajak dengan pedoman norma penghitungan, sepanjang terhutang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, wajib membuat catatan nilai peredaran bruto secara teratur, yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai itu. |
||||||||||||||||||||||||||
BAB IV TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PAJAK
|
|||||||||||||||||||||||||||
(1) | Tarif Pajak Pertambahan Nilai berjumlah 10% (sepuluh persen). | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Atas ekspor Barang dikenakan dengan tarif 0% (nol persen). | ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) dapat diubah menjadi serendah - rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen). | ||||||||||||||||||||||||||
Pasal 8 |
|||||||||||||||||||||||||||
(1) | Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah 10% (sepuluh persen) dan 20%(dua puluh persen). | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Atas ekspor Barang Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). | ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dengan Peraturan pemerintah tarif pajak sebagaimana ditentukan pada ayat (1) dapat diubah menjadi setinggi - tingginya 35% (tiga puluh lima persen). | ||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dengan peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). | ||||||||||||||||||||||||||
(5) | Macam dan jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah menurut ayat (4) diatur oleh Menteri keuangan. | ||||||||||||||||||||||||||
Pasal 9 |
|||||||||||||||||||||||||||
(1) | Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang dalam suatu Masa Pajak dihitung dengan mengalihkan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa yang sama. | ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan pajak yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||
(4) | Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan lebih besar dari
pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan-kelebihan pajak
yang dapat dikompensasikan dengan pajak terhutang dalam Masa Pajak berikutnya,
atau dapat dikembalikan. |
||||||||||||||||||||||||||
(5) | Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak disamping
melakukan penyerahan kena pajak juga melakukan penyerahan tidak kena pajak,
sepanjang bagian penyerahan kena pajak itu dapat diketahui dengan pasti
dari catatan dalam pembukuan, maka jumlah Pajak Masukan yang telah dibayar pada waktu perolehan atau pengimporan Barang Kena Pajak yang diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak, atau yang dipakai untuk menghasilkan Barang kena Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal bagian penyerahan kena pajak maupun bagian penyerahan
tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak dapat diketahui
dengan pasti, Menteri Keuangan dapat menetapkan suatu pedoman penghitungan
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk bagian penyerahan kena pajak. |
||||||||||||||||||||||||||
(7) | Pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
memilih dikenakan pajak dengan pedoman Norma perhitungan, sepanjang terhutang
Pajak Pertambahan Nilai, dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang telah dibayar
tehadap Pajak Keluaran yang harus dipungut, dengan mempergunakan pedoman penghitungan kredit Pajak Masukan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
||||||||||||||||||||||||||
(8) | Pajak masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur
dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 10 |
|||||||||||||||||||||||||||
(1) | Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terhutang dalam suatu Masa Pajak dihitung dengan mengalihkan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 8, dengan Dasar Pengenaan Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Mewah, tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 7. | ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pengusaha kena Pajak yang mengekspor Barang Mewah dapat meminta kembali pajak yang dibayar pada waktu perolehan Barang Mewah yang diekspor itu. |