PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1989
TENTANG
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa tenaga listrik mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta kegiatan ekonomi;

 

 

b.

bahwa untuk itu perlu menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, merata, dan dengan mutu serta keandalan yang baik;

 

 

c.

bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b dan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan perlu mengatur penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

 

 

2.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Ketenagalistrikan, Tenaga Listrik, Penyediaan Tenaga Listrik, Pemanfaatan Tenaga Listrik, Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, Izin Usaha Ketenagalistrikan, dan Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dilaksanakan berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.

 

 

(2)

Presiden menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Lima Tahun di bidang ketenagalistrikan.     

 

 

BAB II

USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

 

 

Bagian Pertama

Kuasa Usaha

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Usaha penyediaan tenaga listrik pada dasarnya dilakukan oleh Negara.

 

 

(2)

Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan badan usaha milik negara sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan apabila dipandang perlu Menteri dapat memberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik.   

 

 

Pasal 4

 

 

Dalam hal tertentu, Menteri dapat menetapkan usaha distribusi tenaga listrik di suatu daerah usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk diusahakan oleh  Koperasi sebagai Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan.

 

 

Bagian Kedua

Rencana Usaha

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Rencana Usaha Penyediaan tenaga listrik disusun berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.

 

 

(2)

Rencana Usaha Penyediaan tenaga listrik  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penyediaan tenaga listrik bagi Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan. 

 

 

(3)

Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib  membuat rencana usaha penyediaan tenaga listrik untuk disahkan oleh Menteri. 

 

 

(4)

Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan wajib membuat rencana penyediaan tenaga listrik untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan serta digunakan sebagai sarana pengawasan berkala atas pelaksanaan kegiatan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan yang bersangkutan.

 

 

Bagian Ketiga

Izin Usaha

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Menteri mengatur pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan kepada :

 

 

 

a.

Koperasi atau swasta untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum;

 

 

 

b.

Koperasi, swasta, dan badan usaha milik negara atau lembaga negara lainnya untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.

 

 

(2)

Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya dapat diberikan di suatu daerah usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau daerah usaha Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum, bila Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum   tersebut nyata-nyata belum dapat menyediakan tenaga listrik dengan mutu dan keandalan yang baik, atau belum dapat menjangkau seluruh daerah usahanya.

 

 

(3)

Izin Usaha Ketenagalistrikan dari badan-badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dialihkan kepada pihak lain sesudah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri pada kegiatan

pembangkitan tenaga listrik dapat dilakukan tanpa izin, bila jumlah kapasitas tenaga listrik yang dibangkitkan tidak melebihi 200 kVA.

 

 

(2)

Batas kapasitas tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditinjau oleh Menteri sesuai dengan perkembangan keadaan dan tingkat kebutuhan.

 

 

Pasal 8

 

 

Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat meliputi jenis usaha :

 

 

a.

pembangkitan tenaga listrik;

 

 

b.

transmisi tenaga listrik;

 

 

c.

distribusi tenaga listrik.

 

 

Pasal 9

 

 

Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk melakukan kegiatan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri diberikan menurut sifat penggunaannya :

 

 

a.

penggunaan utama;

 

 

b.

penggunaan cadangan;

 

 

c.

penggunaan darurat;

 

 

d.

penggunaan sementara.

 

 

Pasal 10

 

 

Menteri menetapkan daerah usaha Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

 

 

Pasal 11

 

 

Koperasi atau swasta yang memperoleh Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat melakukan kerjasama dengan badan usaha lain setelah mendapat persetujuan Menteri.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Swasta yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum harus berbentuk badan hukum Indonesia.

 

 

(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diberlakukan bagi usaha penyediaan tenaga listrik yang diselenggarakan berdasarkan swadaya masyarakat yang berdiam atau bertempat tinggal di daerah terpencil.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

 

 

Pasal 13

 

 

Dalam hal koperasi, swasta, dan badan usaha milik negara atau lembaga negara lainnya selaku Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai kelebihan tenaga listrik, badan-badan tersebut dapat menjual kelebihan tenaga listriknya hanya kepada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.

 

 

Bagian Keempat

Syarat-syarat Penyediaan

 

 

Pasal 14

 

 

Penyediaan tenaga listrik harus dilakukan dengan memperhatikan :

 

 

a.

keseimbangan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup serta pengaruh lingkungan.

 

 

b.

persyaratan bagi keamanan instalasi dan kemampuan pelaksanaannya.

 

 

Bagian Kelima

Syarat-syarat Pengusahaan

 

 

Pasal 15

 

 

(1)

Tenaga listrik yang disediakan untuk kepentingan umum, wajib diberikan dengan standar mutu dan keandalan yang baik.

 

 

(2)

Ketentuan tentang standar mutu dan keandalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, berdasarkan persetujuan Dewan Standardisasi Nasional.

Pasal 16

(1)

Tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib disediakan secara terus menerus.

(2)

Penyediaan tenaga listrik hanya dapat dihentikan untuk sementara jika memenuhi salah satu atau lebih ketentuan dibawah ini :

 

 

 

a.

diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;

b.

terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan;

c.

terjadi keadaan yang dianggap membahayakan keselamatan umum;

d.

atas perintah yang berwajib dan/atau pengadilan.

(3)

Pelaksanaan ketentuan ayat (2) huruf a terlebih dahulu diberitahukan  kepada masyarakat selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum penghentian penyediaan tenaga listrik.

(4)

Penghentian penyediaan tenaga listrik untuk sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak memberikan hak untuk penuntutan ganti rugi.

BAB III

PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK

Pasal 17

Tenaga listrik dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.

Pasal 18

(1)

Menteri menetapkan prioritas pemanfaatan tenaga listrik.

(2)

Prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditinjau secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 19

Pemanfaatan tenaga listrik yang menyimpang dari prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 20

(1)

Pemanfaatan tenaga listrik hanya dilakukan sesuai dengan peruntukan- nya.

(2)

Pemanfaatan tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan ternyata menimbulkan kerugian pada pihak lain sepenuhnya menjadi tanggungjawab. pihak yang menimbulkan kerugian itu.

BAB IV
INSTALASI DAN STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN

Bagian Pertama
Instalasi Ketenagalistrikan

Pasal 21

(1)

Pekerjaan instalasi ketenagalistrikan untuk penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus dikerjakan oleh badan usaha penunjang tenaga listrik.

(2)

Pengecualian terhadap ketentuan ayat (1) dapat diberikan dalam hal di suatu daerah belum terdapat badan usaha penunjang tenaga listrik.

(3)

Pelaksanaan lebih lanjut atas ketentuan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 22

Instalasi ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) harus sesuai dengan Standar Ketenagalistrikan Indonesia.

Pasal 23

Perencanaan, pemasangan, pengamanan, pemeriksaan, dan pengujian instalasi ketenagalistrikan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Kedua

Standardisasi Ketenagalistrikan

Pasal 24

(1)

Menteri menetapkan Standar Ketenagalistrikan Indonesia berdasarkan persetujuan Dewan Standardisasi Nasional.

(2)

Standar Ketenagalistrikan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku secara nasional dan dapat diberlakukan sebagai standar wajib.

BAB V

HUBUNGAN PEMEGANG KUASA USAHA KETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANG IZIN  USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN MASYARAKAT

Bagian Pertama

Hak dan Kewajiban Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan

dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum

Dalam Penyediaan Tenaga Listrik

Pasal 25

(1)

Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik diberi hak untuk :

a.

memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat, baik  sebelum maupun sesudah mendapat sambungan tenaga listrik;

b.

mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik oleh pemakai;

c.

mengambil tindakan penertiban atas pemakaian tenaga listrik secara tidak sah.

(2)

Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum tidak bertanggung jawab atas bahaya terhadap kesehatan, nyawa, dan barang yang timbul karena penggunaan tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya atau salah dalam pemanfaatannya.

(3)

Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum  dalam menyediakan tenaga listrik wajib :

a.

memberikan pelayanan yang baik;

b.

menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;

c.

memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik.

d.

bertanggung jawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa, kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaiannya.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Dalam Pemanfaatan Tenaga Listrik

Pasal 26

(1)

Masyarakat di daerah usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum berhak mendapat tenaga listrik yang disediakan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang bersangkutan.

(2)

Masyarakat yang telah mendapat tenaga listrik mempunyai hak untuk :

a.

mendapat pelayanan yang baik;

b.

mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;

c.

mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik.

(3)

Masyarakat yang telah mendapat tenaga listrik mempunyai kewajiban :  

a.

melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik;

b.

menjaga dan memelihara keamanan instalasi ketenagalistrikan;

c.

menggunakan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya.

(4)

Masyarakat yang telah mendapat tenaga listrik bertanggung jawab karena kesalahannya mengakibatkan kerugian bagi Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum.

Pasal 27

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 diatur lebih lanjut oleh Menteri dan digunakan sebagai pedoman untuk membuat perjanjian tertulis antara masyarakat dengan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum.

Pasal 28

Masyarakat yang memanfaatkan tenaga listrik wajib mentaati persyaratan  teknis di bidang ketenagalistrikan yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Persyaratan Penyambungan Tenaga Listrik

Pasal 29

(1)

Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum wajib memberikan sambungan tenaga listrik kepada masyarakat di daerah usahanya setelah dipenuhinya persyaratan penyambungan tenaga listrik.

(2)

Persyaratan penyambungan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan mengenai instalasi ketenagalistrikan.

Pasal 30

(1)

Biaya penyambungan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dibebankan kepada masyarakat yang memerlukan tenaga listrik.

(2)

Ketentuan mengenai biaya penyambungan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 31

Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum diberi hak mengambil tindakan termasuk memutuskan sambungan tenaga listrik tanpa ganti rugi :

a.

dalam hal terjadi bencana alam atau keadaan tertentu lainnya, sehingga pemanfaatan tenaga listrik akan membahayakan keselamatan umum;

b.

apabila instalasi tidak aman dan dapat menimbulkan bahaya dan/atau mengganggu pemanfaatan tenaga listrik.

BAB VI
HARGA JUAL TENAGA LISTRIK

Pasal 32

(1)

Harga jual tenaga listrik ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usul Menteri.

(2)

Dalam mengusulkan harga jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri memperhatikan hal-hal sebagai berikut :     

a.

kepentingan rakyat dan kemampuan dari masyarakat;

b.

kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat;

c.

biaya produksi;

d.

efisiensi pengusahaan;

e.

kelangkaan sumber energi primer yang digunakan;

f.

skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang dipakai;

g.

tersedianya sumber dana untuk investasi.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 33

Menteri melakukan pembinaan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik.

Pasal 34

(1)

Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Menteri menetapkan :

a.

pedoman pelaksanaan yang meliputi keselamatan kerja dan keselamatan umum;

b.

pedoman pelaksanaan yang berkaitan dengan penyediaan, pelayanan, dan pengembangan usaha. 

(2)

Penetapan pedoman pelaksanaan yang meliputi keselamatan kerja dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 35

Menteri melakukan pengawasan umum terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik.

Pasal 36

(1)

Dalam melakukan pengawasan umum, Menteri melakukan pemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat keselamatan kerja dan keselamatan umum baik oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan maupun pemanfaat tenaga listrik.

(2)

Sejauh mengenai pemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat keselamatan kerja, Menteri memperhatikan pertimbangan Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 37

Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Menteri mengadakan koordinasi dengan Menteri lain yang bidang tugasnya berkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1979 tentang Pengusahaan Kelistrikan, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1979 tentang Pengusahaan Kelistrikan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 25 Juli 1989

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 25 Juli 1989

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

 

 

M O E R D I O N O

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1989 NOMOR 24