PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2002
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 143 TAHUN 2000
TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA
TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan
keadilan bagi Wajib Pajak serta dalam rangka sinkronisasi peraturan
perundangan-undangan perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000; |
||||
Mengingat |
: |
1. |
||||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Nomor |
|||
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985); |
|||
|
|
4. |
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986); |
|||
|
|
5. |
Peraturan Pemerintah Nomor 143
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
259, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4061); |
|||
|
|
MEMUTUSKAN : |
||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2000. |
||||
|
|
Pasal I |
||||
|
|
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4061), |
||||
|
|
1. |
Ketentuan Pasal 1 angka 5 dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut: |
|||
|
|
|
"Pasal 1 |
|||
|
|
|
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: |
|||
|
|
|
1. |
Undang-undang PPN adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. |
||
|
|
|
2. |
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
||
3. |
Piutang adalah piutang dagang yang timbul karena penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. |
|||||
4. |
Persediaan Barang Kena Pajak adalah persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, persediaan barang setengah jadi, dan/atau persediaan barang jadi. |
|||||
5. |
Dihapus." |
|||||
2. |
Ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) diubah,
sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
"Pasal
4 |
||||||
(1) |
Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak yang terutang. |
|||||
(2) |
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas penyerahan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut. |
|||||
(3) |
Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha yang
menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar
Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah tersebut." |
|||||
3. |
Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut: |
|||||
"Pasal 9 |
||||||
(1) |
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dapat dihitung dengan menggunakan norma penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
|||||
(2) |
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan
usaha tertentu, dalam menghitung Pajak yang terutang, dapat memilih
menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan." |
|||||
4. |
Ketentuan Pasal 12 ditambah 1 (satu) ayat, yaitu
ayat (3), sehingga keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
"Pasal 12 |
||||||
(1) |
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. |
|||||
(2) |
Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat selain tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak ataupun secara jabatan. |
|||||
(3) |
Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang telah dibukukan
atau dicatat dalam pembukuan Pengusaha Kena Pajak, namun Faktur Pajaknya
belum atau terlambat diterima sehingga belum dapat dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak yang
bersangkutan, maka Pajak Masukan yang Faktur Pajaknya belum atau terlambat
diterima tersebut dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat
3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan." |
|||||
5. |
Ketentuan Pasal 13 ayat (8) diubah, sehingga
keseluruhan Pasal 13 berbunyi sebagai berikut: |
|||||
"Pasal 13 |
||||||
(1) |
Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan kepada juru kirim atau Pengusaha jasa angkutan. |
|||||
(2) |
Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli. |
|||||
(3) |
Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang
terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini: |
|||||
a. |
saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh Pengusaha Kena Pajak; |
|||||
b. |
saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak; |
|||||
c. |
saat harga penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak; atau |
|||||
d. |
saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal saat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c tidak diketahui. |
|||||
(4) |
Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. |
|||||
(5) |
Terutangnya Pajak atas impor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. |
|||||
(6) |
Terutangnya Pajak atas ekspor Barang Kena Pajak, terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean. |
|||||
(7) |
Terutangnya Pajak atas aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan dan/atau persediaan Barang Kena Pajak
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat
terjadi lebih dahulu diantara saat: |
|||||
a. |
ditandatanganinya akte pembubaran oleh Notaris; | |||||
b. |
berakhirnya jangka waktu berdirinya perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; | |||||
c. |
tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perseroan dibubarkan; atau d. | |||||
d. |
diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata
sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan
hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada. |
|||||
(8) |
Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak dalam rangka perubahan bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran
usaha, atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan
perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak tersebut, terjadi pada
saat yang disepakati atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham
yang tertuang dalam perjanjian perubahan bentuk usaha, penggabungan usaha,
pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan tersebut." |
|||||
Pasal II |
||||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2002. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. |
||||||
Ditetapkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI |
||||||
Diundangkan di Jakarta SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
BAMBANG KESOWO |
||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002
NOMOR 49 |