MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 162/PMK.07/2011


TENTANG


TATA CARA PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU
DANA BAGI HASIL BAGI DAERAH INDUK/PROVINSI YANG TIDAK MEMENUHI
KEWAJIBAN HIBAH/BANTUAN PENDANAAN
KEPADA DAERAH OTONOM BARU


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, Pemerintah melakukan fasilitasi terhadap Daerah Otonom Baru berupa pemberian hibah dari daerah induk dan pemberian bantuan dari provinsi;

   

b.

bahwa berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai pembentukan Daerah Otonom Baru, Pemerintah mengenakan sanksi pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil bagi Daerah Induk/Provinsi yang tidak melaksanakan kewajiban hibah/ bantuan pendanaan kepada Daerah Otonom Baru;

   

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil bagi Daerah Induk/Provinsi yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

   

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);

   

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4791);

   

4.

Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

   

MEMUTUSKAN:

menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL BAGI DAERAH INDUK/PROVINSI YANG TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN HIBAH/BANTUAN PENDANAAN KEPADA DAERAH OTONOM BARU.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal1

   

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

   

1.

Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wiIayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

   

2.

Provinsi/Kabupaten/Kota Induk, yang selanjutnya disebut Daerah Induk adalah Daerah Otonom yang membentuk Daerah Otonom Baru.

   

3.

Daerah Otonom Baru adalah Daerah Otonom yang berusia sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak diresmikan.

   

4.

Menteri Keuangan adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan keuangan negara dan sebagai Bendahara Umum Negara.

   

5.

Menteri Dalam Negeri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pemerintahan dalam negeri.

   

6.

Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

   

7.

Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

   

8.

Hibah/Bantuan Pendanaan adalah bantuan keuangan dari Daerah Induk/Provinsi yang diberikan kepada Daerah Otonom Baru sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang pembentukannya.

   

9.

Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disebut PA Transfer ke Daerah, adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian Keuangan.

   

10.

Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disebut KPA Transfer ke Daerah, adalah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas kuasa dari Menteri Keuangan yang bertanggung jawab atas pengelolaan Anggaran Transfer ke Daerah.

   

11.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

   

12.

Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disingkat SPP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan transfer dan disampaikan kepada pejabat penguji Surat Permintaan Pembayaran/penanda tangan Surat Perintah Membayar.

   

13.

Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan alokasi dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.

   

14.

Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disingkat SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.

 

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

   

(1)

Pemotongan DAU dapat dikenakan terhadap Daerah Induk dan/atau Provinsi yang tidak memenuhi kewajiban hibah dan/atau bantuan pendanaan kepada Daerah Otonom Baru.

   

(2)

Pemotongan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan jika diamanatkan dalam Undang-Undang mengenai pembentukan Daerah Otonom Baru yang bersangkutan.

 

Pasal 3

   

Dalam hal DAU Daerah Induk/Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak mencukupi, pemotongan dilakukan terhadap DBH.

 

BAB III
BESARAN PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM
DAN/ATAU DANA BAGI HASIL


Pasal 4

   

(1)

Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH diperhitungkan sebesar jumlah kewajiban hibah/bantuan pendanaan yang belum dibayarkan.

   

(2)

Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun ditetapkan dalam persentase tertentu dari DAU dan/atau DBH yang akan disalurkan pada tahun berkenaan.

 

Pasal 5

   

(1)

Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah maksimal sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah DAU dan/atau DBH yang akan disalurkan untuk Daerah bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan.

   

(2)

Persentase pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) memperhatikan Kapasitas Fiskal Daerah.

   

(3)

Kapasitas Fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan secara berkala oleh Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Peta Kapasitas Fiskal Daerah.

 

Pasal 6

   

(1)

Dalam hal jumlah kewajiban yang harus dibayarkan lebih besar dari besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun yang dihitung
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan secara bertahap untuk beberapa tahun sampai dengan seluruh kewajiban terselesaikan.

   

(2)

Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tahun berikutnya dihitung berdasarkan indeks Kapasitas Fiskal Daerah dan jumlah DAU dan/atau DBH yang akan disalurkan untuk Daerah yang bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan.

 

BAB IV
PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM
DAN/ATAU DANA BAGI HASIL


Bagian Pertama
Permintaan Pemotongan DAU dan/atau DBH


Pasal 7

   

(1)

Kepala Daerah Otonom Baru menyampaikan Surat Permintaan Penyelesaian Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Daerah Induk dan/ atau Provinsi kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Otonomi Daerah.

   

(2)

Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:

     

a.

besarnya tunggakan kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan;

     

b.

bukti realisasi pembayaran Hibah/Bantuan Pendanaan yang telah dilaksanakan; dan

     

c.

permintaan pemotongan DAU dau/atau DBH Daerah Induk dan/atau Provinsi.

   

(3)

Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan meminta pertimbangan penyelesaian kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Otonomi Daerah.

   

(4)

Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:

     

a.

jumlah tunggakan kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan yang harus diselesaikan; dan

     

b.

persetujuan/penolakan permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH Daerah Induk dan/atau Provinsi.

   

(5)

Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemotongan DAU dan/atau DBH dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

 

Pasal 8

   

(1)

Menteri Dalam Negeri menyampaikan pertimbangan penyelesaian kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan kepada Menteri Keuangan dalam kurun waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan pertimbangan.

   

(2)

Dalam hal Menteri Dalam Negeri tidak menyampaikan pertimbangan dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat melakukan pemotongan DAUdan/atau DBH.

 

Bagian Kedua
Prosedur Pemotongan DAU dan/atau DBH


Pasal 9

   

(1)

Berdasarkan Surat Permintaan Penyelesaian Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan dan pertimbangan Menteri Dalam Negeri, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah melakukan perhitungan besaran pemotongan DAU dan/ atau DBH.

   

(2)

Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan per periode transfer dengan memperhatikan besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

   

(3)

Berdasarkan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Ketetapan Pemotongan DAU dan/atau DBH.

   

(4)

Surat Ketetapan Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar pelaksanaan pemotongan DAU dan/ atau DBH.

 

Pasal 10

   

(1)

Berdasarkan Surat Ketetapan Pemotongan DAU dan/atau DBH, KPA Transfer ke Daerah atau pejabat penerbit SPP melaksanakan pemotongan DAU dan/atau DBH dengan mencantumkan pada Lampiran SPP DAU dan/atau DBH.

   

(2)

Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA Transfer ke Daerah atau pejabat penguji SPP dan penanda tangan SPM melaksanakan pemotongan DAU dan/atau DBH dengan mencantumkan pada Lampiran SPM DAU dan/atau DBH.

   

(3)

SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II.

 

Pasal 11

   

(1)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II menerbitkan SP2D sebagai dasar pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

   

(2)

Tata cara penerbitan SP2D, pembukuan dana pemotongan DAU dan/atau DBH dan mekanisme penyalurannya kepada Daerah Otonom Baru dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Direktur Jenderal Perbendaharaan, dan Kepala Daerah Otonom Baru melakukan rekonsiliasi data 1 (satu) bulan setelah diterbitkannya SP2D Pemotongan DAU dan/atau DBH.

 

BABV
PENATAUSAHAAN, AKUNTANSI, DAN PELAPORAN

Pasal 12

   

Untuk setiap pelaksanaan pemotongan DAU dan/atau DBH, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menyampaikan tembusan Surat Ketetapan Pemotongan DAU dan/atau DBH kepada Menteri Dalam Negeri, Kepala Daerah Otonom Baru, dan Kepala Daerah Induk dan/atau Povinsi.

 

Pasal 13

   

(1)

Berdasarkan surat ketetapan pemotongan DAU dan/atau DBH, SPM, dan SP2D, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA Transfer ke Daerah melakukan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan pemotongan DAU dan/atau DBH.

   

(2)

Tata cara penatausahaan dan akuntansi transfer ke daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB VI
PENUTUP

Pasal 14

   

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

           
         

Ditetapkan di Jakarta

         

pada tanggal 5 Oktober 2011

         

MENTERI KEUANGAN,

           
          ttd.
           
          AGUS D.W. MARTOWARDOJO
           

Diundangkan di Jakarta

 

pada tanggal 5 Oktober 2011

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

 
   
ttd.  
   
PATRIALIS AKBAR  
   
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 620