PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 58 TAHUN 2013


TENTANG


BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN
PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;

       

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5336);

 

MEMUTUSKAN:

     

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

   

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.

   

2.

Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.

   

3.

Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang selanjutnya disingkat PTN Badan Hukum adalah Perguruan Tinggi negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.

   

4.

Subsidi yang selanjutnya disebut Bantuan Operasional PTN Badan Hukum adalah bantuan Pemerintah untuk biaya operasional, biaya Dosen dan tenaga kependidikan.

   

5.

Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan Pendidikan Tinggi oleh PTN Badan Hukum.

   

6.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

 

Pasal 2

   

Pengaturan tentang bentuk dan mekanisme Pendanaan PTN Badan Hukum bertujuan agar PTN Badan Hukum mampu menyelenggarakan Pendidikan Tinggi yang bermutu tinggi dan terjangkau oleh masyarakat.

 

BAB II
SUMBER DANA DAN BENTUK PENDANAAN


Pasal 3

   

(1)

Pemerintah menyediakan dana untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi pada PTN Badan Hukum yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.

   

(2)

Selain dialokasikan dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pendanaan penyelenggaraan Pendidikan Tinggi oleh PTN Badan Hukum juga dapat bersumber dari:

     

a.

masyarakat;

     

b.

biaya pendidikan;

     

c.

pengelolaan dana abadi dan usaha-usaha PTN Badan Hukum;

     

d.

kerja sama Tridharma;

     

e.

pengelolaan kekayaan negara yang diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah untuk kepentingan pengembangan Pendidikan Tinggi; dan/atau;

     

f.

sumber lain yang sah.

   

(3)

Sumber pendanaan PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan PTN Badan Hukum yang dikelola secara otonom.

   

(4)

Pendapatan PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan penerimaan negara bukan pajak.

   

(5)

Pendanaan PTN Badan Hukum yang dialokasikan dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari 20% (dua puluh persen) alokasi anggaran fungsi pendidikan.

   

(6)

Selain Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) PTN Badan Hukum dapat menerima pendanaan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah.

 

Pasal 4

   

(1)

Pendanaan PTN Badan Hukum yang disediakan  dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diberikan dalam bentuk Bantuan Operasional PTN Badan Hukum yang dialokasikan pada bagian anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

   

(2)

Selain Bantuan Operasional PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat memberikan Pendanaan PTN Badan Hukum dalam bentuk lain berupa pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal negara untuk investasi dan pengembangan PTN Badan Hukum.

   

(3)

Pemberian pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 5

   

(1)

Bantuan operasional PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) diberikan berdasarkan perhitungan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan:

     

a.

perhitungan satuan biaya operasional Perguruan Tinggi PTN Badan Hukum;

     

b.

penerimaan PTN Badan Hukum; dan

     

c.

efisiensi dan mutu Perguruan Tinggi.

   

(2)

Menteri dalam menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi mempertimbangkan:

     

a.

capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi;

     

b.

jenis program studi; dan

     

c.

indeks kemahalan wilayah.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 6

   

(1)

PTN Badan Hukum menetapkan tarif biaya pendidikan berdasarkan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan Menteri.

   

(2)

Dalam menetapkan tarif biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PTN Badan Hukum wajib berkonsultasi dengan Menteri.

   

(3)

Tarif biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi:

     

a.

mahasiswa;

     

b.

orang tua mahasiswa; atau

     

c.

pihak lain yang membiayai mahasiswa.

 

Pasal 7

   

(1)

Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan kepada PTN Badan Hukum.

   

(2)

Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bantuan dana maupun bantuan barang.

   

(3)

Pelaksanaan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

 

Pasal 8

   

(1)

Masyarakat dapat memberikan bantuan kepada PTN Badan Hukum.

   

(2)

Bentuk bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

     

a.

hibah;

     

b.

wakaf;

     

c.

zakat;

     

d.

persembahan kasih;

     

e.

kolekte;

     

f.

dana punia;

     

g.

sumbangan individu dan/atau perusahaan;

     

h.

dana abadi Pendidikan Tinggi; dan/atau

     

i.

bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.

   

(3)

Bantuan yang diperoleh dari masyarakat dimasukkan dalam kekayaan PTN Badan Hukum.

 

Pasal 9

   

(1)

PTN Badan Hukum dapat memungut uang kuliah dari mahasiswa.

   

(2)

PTN Badan Hukum dapat memberikan:

     

a.

bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi; dan/ atau

     

b.

beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi.

 

Pasal 10

   

(1)

PTN Badan Hukum dapat memperoleh dana dari kegiatan usaha dengan mendirikan dan/ atau memiliki badan usaha, pengelolaan dana abadi, dan pengelolaan hak kekayaan negara yang hak pengelolaannya diberikan oleh Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

   

(2)

Kegiatan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan layanan penunjang Tridharma Perguruan Tinggi.

 

BAB III
MEKANISME PENDANAAN


Pasal 11

   

(1)

PTN Badan Hukum menyampaikan usulan alokasi dana Bantuan Operasional PTN Badan Hukum kepada Menteri sesuai dengan jadwal dan tahapan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara.

   

(2)

Usulan alokasi dana Bantuan Operasional PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

     

a.

target kinerja;

     

b.

kebutuhan biaya operasional Tridharma Perguruan Tinggi di luar gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil pada PTN Badan Hukum; dan

     

c.

perhitungan satuan biaya operasional Perguruan Tinggi dan rencana penerimaan PTN Badan Hukum.

   

(3)

Menteri bersama PTN Badan Hukum membahas usulan alokasi dana Bantuan Operasional PTN Badan Hukum yang akan diberikan kepada PTN Badan Hukum.

   

(4)

Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menyetujui besaran usulan alokasi dana Bantuan Operasional PTN Badan Hukum untuk diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

   

(5)

Pengajuan besaran usulan alokasi dana Bantuan Operasional PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan tahapan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara.

 

Pasal 12

   

(1)

PTN Badan Hukum menyusun rencana kerja dan anggaran dengan memuat besaran Bantuan Operasional PTN Badan Hukum yang telah ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber Pendanaan lainnya untuk ditetapkan oleh majelis wali amanat setelah pengesahan anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

   

(2)

Rencana kerja dan anggaran beserta dokumen pendukung lainnya digunakan untuk menyusun kontrak kinerja PTN Badan Hukum dengan Menteri.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran beserta dokumen pendukung lainnya ditetapkan oleh PTN Badan Hukum.

 

Pasal 13

   

(1)

Pemberian Bantuan Operasional PTN Badan Hukum kepada PTN Badan Hukum didasarkan pada besaran Bantuan Operasional PTN Badan Hukum dan kontrak kinerja yang telah ditetapkan.

   

(2)

PTN Badan Hukum menggunakan dana Bantuan Operasional PTN Badan Hukum sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran.

   

(3)

Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan pemberian Bantuan Operasional PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

 

Pasal 14

   

(1)

Semua aset yang diperoleh oleh PTN Badan Hukum harus dicatat dalam daftar inventaris barang milik PTN Badan Hukum.

   

(2)

Aset negara yang dipisahkan dikelola oleh PTN Badan Hukum secara tertib dan akuntabel sesuai dengan prinsip pengelolaan aset yang sehat.

   

(3)

Aset berupa tanah yang berada dalam penguasaan PTN Badan Hukum yang diperoleh dari APBN merupakan barang milik negara.

   

(4)

Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus ditetapkan status penggunaannya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

   

(4)

Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dan ditatausahakan dalam daftar barang milik negara.

   

(5)

Mekanisme pengelolaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh PTN Badan Hukum.

 

BAB IV
AKUNTABILITAS PTN BADAN HUKUM


Pasal 15

   

(1)

Rektor menyusun laporan kinerja dan laporan keuangan PTN Badan Hukum pada setiap tahun anggaran untuk disampaikan kepada majelis wali amanat, Menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

   

(2)

Laporan kinerja PTN Badan Hukum disusun secara sistematis, akurat, handal, dan akuntabel.

   

(3)

Laporan keuangan PTN Badan Hukum disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

   

(4)

Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

     

a.

laporan posisi keuangan (neraca);

     

b.

laporan aktivitas;

     

c.

laporan arus kas; dan

     

d.

catatan atas laporan keuangan.

 

BAB V
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 16

   

Penyesuaian bentuk dan mekanisme Pendanaan PTN Badan Hukum berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan paling lambat tanggal 10 Agustus 2014.

 

Pasal 17

   

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

     
           

Ditetapkan di Jakarta

           

pada tanggal 22 Agustus 2013

           

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             
           

                           ttd.

             
           

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Agustus 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,

 

                              ttd.

 

                  AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 142



PENJELASAN


ATAS


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 58 TAHUN 2013


TENTANG


BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN
PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

 

I.

UMUM

 

Misi utama Pendidikan Tinggi adalah bertujuan mencari, menemukan, mendiseminasikan, dan menjunjung tinggi kebenaran. Agar misi tersebut dapat diwujudkan, maka Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara Pendidikan Tinggi harus bebas dari pengaruh, tekanan, dan kontaminasi apapun seperti kekuatan politik dan/atau kekuatan ekonomi, sehingga Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, atau pengabdian kepada masyarakat, dapat dilaksanakan berdasarkan kebebasan akademik dan otonomi keilmuan. Oleh karena itu, secara kodrati Perguruan Tinggi memiliki otonomi atau kemandirian, baik secara akademik dan non akademik.

 

Jika otonomi Perguruan Tinggi merupakan kodrat perguruan tinggi, maka Negara bertanggungjawab melindungi dan menjamin kodrat tersebut melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain adalah Peraturan Pemerintah tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum.

 

Peraturan Pemerintah tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum merupakan amanat dari Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai bentuk dan mekanisme Pendanaan pada PTN Badan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Untuk melaksanakan amanat tersebut, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

 

 

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

   

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 9

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 15

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Cukup jelas.

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5438