MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 222/PMK.05/2014

TENTANG

DANA PERHITUNGAN FIHAK KETIGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas serta memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan penyetoran dan pembayaran dana yang berasal dari iuran wajib pegawai, iuran jaminan kesehatan pegawai pemerintah non pegawai negeri, iuran pemerintah daerah, serta tabungan perumahan pegawai negeri sipil pusat/daerah kepada pihak ketiga, perlu mengatur ketentuan mengenai dana perhitungan fihak ketiga;

   

b.

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 17B ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur mengenai tata cara penyetoran iuran dari rekening kas negara kepada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan dan tata cara penyetoran iuran jaminan kesehatan dari pegawai negeri, pegawai pemerintah non pegawai negeri, dan pemerintah daerah;

   

c.

bahwa sesuai Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;

   

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Dana Perhitungan Fihak Ketiga;

       

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

   

2.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

   

3.

Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-Iuran yang Dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1977;

   

4.

Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1982 tentang Tunjangan Pangan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun, Penyediaan Pangan bagi Pegawai Perusahaan dan untuk Keperluan Khusus serta Operasi Pasar;

   

5.

Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993 tentang Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1994;

   

6.

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 255);

   

7.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

MEMUTUSKAN:

     

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG DANA PERHITUNGAN FIHAK KETIGA.

 

BAB I


KETENTUAN UMUM


Pasal 1

   

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Dana Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disebut Dana PFK adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pemotongan gaji/penghasilan tetap bulanan pejabat negara, pegawai negeri sipil pusat/daerah, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), atau Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat/Daerah dan sejumlah dana yang disetorkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk dibayarkan kepada pihak ketiga.

   

2.

Surat Keputusan Pembayaran Dana PFK yang selanjutnya disebut SKP-PFK adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) sebagai ketetapan pembayaran Dana PFK bulanan yang berlaku sebagai dokumen pelaksanaan anggaran.

   

3.

Surat Keputusan Pembayaran Dana PFK Rampung yang selanjutnya disebut SKP-PFK Rampung adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran BUN sebagai ketetapan pembayaran Dana PFK rampung yang berlaku sebagai dokumen pelaksanaan anggaran.

   

4.

Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.

   

5.

Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pajabat penandatangan SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA.

   

6.

Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan SPM.

   

7.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.

   

8.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

   

9.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

   

10.

Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.

   

11.

Pejabat Penandatangan SPM yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.

   

12.

Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

   

13.

Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-Undang.

   

14.

Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat yang selanjutnya disebut PPNPN Pusat adalah pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus, dan pegawai lain yang dibayarkan atas beban APBN.

   

15.

Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Daerah yang selanjutnya disebut PPNPN Daerah adalah pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus, dan pegawai lain yang dibayarkan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

   

16.

Pegawai Negeri Sipil Pusat yang selanjutnya disebut PNS Pusat adalah Calon PNS dan PNS yang gajinya dibebankan pada APBN.

   

17.

Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PNS Daerah adalah Calon PNS dan PNS yang gajinya dibebankan pada APBD.

   

18.

Iuran Wajib Pegawai adalah iuran dari gaji pokok dan tunjangan keluarga PNS Pusat/PNS Daerah, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan PNS Kementerian Pertahanan/Polri untuk iuran pensiun, iuran tabungan hari tua, dan iuran jaminan kesehatan.

   

19.

Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga atau unit organisasi Pemda yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.

   

20.

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada Pemda selaku pengguna anggaran/barang.

   

21.

Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan wajib pajak/wajib bayar/wajib setor.

 

Pasal 2

   

(1)

Dana PFK merupakan sejumlah dana yang dihimpun dari:

     

a.

Iuran Wajib Pegawai;

     

b.

iuran Pemda;

     

c.

Iuran tabungan perumahan;

     

d.

iuran jaminan kesehatan PPNPN Pusat/PPNPN Daerah; dan

     

e.

iuran beras Bulog,

     

untuk dibayarkan kepada pihak ketiga.

   

(2)

Iuran Wajib Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

     

a.

Iuran dana pensiun Pejabat Negara, PNS Pusat/PNS Daerah, dan anggota TNI/Polri;

     

b.

Tabungan hari tua Pejabat Negara, PNS Pusat/PNS Daerah, dan anggota TNI/Polri; dan

     

c.

Iuran jaminan kesehatan Pejabat Negara/PNS Pusat/PNS Daerah dan anggota TNI/Polri.

   

(3)

Iuran Pemda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sejumlah dana yang diberikan setiap bulan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota selaku pemberi kerja PNS Daerah dan PPNPN Daerah untuk penyelenggaraan iuran jaminan kesehatan bagi PNS Daerah dan PPNPN Daerah.

 

Pasal 3

   

Dana PFK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan dana yang dibebankan pada bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga tertentu.

 

BAB II


PEMOTONGAN DAN PENYETORAN GAJI/PENGHASILAN TETAP BULANAN UNTUK

DANA PFK


Bagian Kesatu
Pemotongan Gaji/Penghasilan Tetap Bulanan untuk Dana PFK


Pasal 4

   

(1)

Iuran Wajib Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a merupakan sejumlah dana yang dipotong dari gaji:

     

a.

Pejabat Negara, PNS Pusat, anggota TNI/PNS Kementerian Pertahanan, dan anggota Polri/PNS Polri; dan

     

b.

PNS Daerah,

     

untuk dibayarkan kepada pihak ketiga.

   

(2)

Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada Pejabat Negara, PNS Pusat, anggota TNI/PNS Kementerian Pertahanan, dan anggota Polri/PNS Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran Iuran Wajib Pegawai sebagai potongan dalam daftar gaji.

   

(4)

Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji kepada PNS Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

(5)

Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mencantumkan besaran Iuran Wajib Pegawai PNS Daerah sebagai potongan dalam daftar gaji.

 

Pasal 5

   

(1)

Iuran tabungan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c merupakan sejumlah dana yang dipotong dari gaji:

     

a.

PNS Pusat; dan

     

b.

PNS Daerah,

     

untuk tabungan perumahan.

   

(2)

Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada PNS Pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran tabungan perumahan sebagai potongan dalam daftar gaji.

   

(4)

Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipotong oleh SKPD yang membayarkan gaji kepada PNS Daerah.

   

(5)

Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran tabungan perumahan sebagai potongan dalam daftar gaji.

 

Pasal 6

   

(1)

Iuran jaminan kesehatan PPNPN Pusat/PPNPN Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d merupakan sejumlah dana yang dipotong dari penghasilan tetap bulanan PPNPN Pusat/PPNPN Daerah untuk pembayaran iuran jaminan kesehatan.

   

(2)

Penghasilan tetap bulanan PPNPN Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh Satker yang membayarkan penghasilan tetap bulanan kepada PPNPN Pusat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Penghasilan tetap bulanan PPNPN Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh SKPD yang membayarkan penghasilan tetap bulanan kepada PPNPN Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

(4)

Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan mencantumkan besaran jaminan kesehatan sebagai potongan dalam daftar pembayaran penghasilan tetap bulanan.

   

(5)

Daftar pembayaran penghasilan tetap bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 7

   

(1)

Iuran beras Bulog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e merupakan sejumlah dana yang dipotong dari gaji PNS Pusat, anggota Polri/PNS Polri dan anggota TNI/PNS Kementerian Pertahanan yang dibayarkan kepada Perum Bulog.

   

(2)

Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong oleh Satker yang membayarkan gaji kepada PNS Pusat, Anggota Polri/PNS Polri, dan anggota TNI/PNS Kementerian Pertahanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan besaran iuran beras Bulog sebagai potongan dalam daftar gaji.

 

Bagian Kedua


Penyetoran Pemotongan Gaji/Penghasilan Tetap Bulanan untuk Dana PFK


Pasal 8

   

(1)

Iuran Wajib Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan iuran tabungan perumahan PNS Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, disetorkan ke kas negara melalui potongan SPM gaji.

   

(2)

Iuran Wajib Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan iuran tabungan perumahan PNS Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, disetorkan ke kas negara melalui bank/pos persepsi menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau Kode Billing yang berlaku pada sistem penerimaan negara secara elektronik.

 

Pasal 9

   

Iuran Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, disetorkan ke kas negara melalui bank/pos persepsi menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau Kode Billing yang berlaku pada sistem penerimaan negara secara elektronik.

 

Pasal 10

   

(1)

Iuran jaminan kesehatan PPNPN Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) disetorkan melalui mekanisme pembayaran Langsung (LS) atau Uang Persediaan (UP).

   

(2)

Iuran jaminan kesehatan PPNPN Pusat yang disetorkan melalui mekanisme Pembayaran Langsung (LS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicantumkan dalam potongan SPM.

   

(3)

Iuran jaminan kesehatan PPNPN Pusat yang disetorkan melalui mekanisme UP, dipungut oleh Bendahara Pengeluaran dan disetorkan ke kas negara melalui bank/pos persepsi menggunakan SSBP atau Kode Billing yang berlaku pada sistem penerimaan negara secara elektronik.

   

(4)

Iuran jaminan kesehatan PPNPN Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), disetorkan ke kas negara melalui bank/pos persepsi menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) atau Kode Billing yang berlaku pada sistem penerimaan negara secara elektronik

 

Pasal 11

   

SSBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 9, dan Pasal 10 ayat (4) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

BAB III


TATA CARA PEMBAYARAN DANA PFK


Bagian Kesatu


Pihak Ketiga Yang Menerima Dana PFK


Pasal 12

   

Pihak ketiga yang berhak mendapatkan pembayaran dan penerimaan Dana PFK terdiri atas:

   

a.

PT Taspen (Persero);

   

b.

PT Asabri (Persero);

   

c.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;

   

d.

Pelaksana Sekretariat Tetap Bapertarum-PNS; dan

   

e.

Perum Bulog.

 

Pasal 13

   

(1)

Dana PFK yang dibayarkan kepada PT. Taspen (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, terdiri atas:

     

a.

Iuran dana pensiun PNS Pusat/PNS Daerah; dan

     

b.

Tabungan hari tua PNS Pusat/PNS Daerah.

   

(2)

Dana PFK yang dibayarkan kepada PT. Asabri (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b terdiri atas:

     

a.

Iuran dana pensiun anggota Polri/PNS Polri;

     

b.

Tabungan hari tua anggota Polri/PNS Polri;

     

c.

Iuran dana pensiun anggota TNI dan PNS Kementerian Pertahanan; dan

     

d.

Tabungan hari tua anggota TNI dan PNS Kementerian Pertahanan.

   

(3)

Dana PFK yang dibayarkan kepada BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, terdiri atas:

     

a.

Iuran jaminan kesehatan Pejabat Negara;

     

b.

Iuran jaminan kesehatan PNS Pusat/PNS Daerah;

     

c.

Iuran jaminan kesehatan anggota Polri/PNS Polri;

     

d.

Iuran jaminan kesehatan anggota TNI dan PNS Kementerian Pertahanan;

     

e.

Iuran jaminan kesehatan Pemda provinsi;

     

f.

Iuran jaminan kesehatan Pemda kabupaten/kota; dan

     

g.

Iuran jaminan kesehatan PPNPN Pusat/PPNPN Daerah.

   

(4)

Dana PFK yang dibayarkan kepada Pelaksana Sekretariat Tetap Bapertarum-PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d, terdiri atas:

     

a.

Iuran Tabungan perumahan PNS Pusat; dan

     

b.

Iuran Tabungan perumahan PNS Daerah.

   

(5)

Dana PFK yang dibayarkan kepada Perum Bulog sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e, terdiri atas:

     

a.

Iuran beras Bulog PNS Pusat;

     

b.

Iuran beras Bulog anggota Polri dan PNS Polri; dan

     

c.

Iuran beras Bulog anggota TNI dan PNS Kementerian Pertahanan.

 

Bagian Kedua


Pejabat Perbendaharaan


Pasal 14

   

(1)

Menteri Keuangan selaku BUN adalah PA bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

   

(2)

Menteri Keuangan selaku PA menunjuk pejabat eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai KPA atas penerimaan dan pembayaran Dana PFK.

   

(3)

Penunjukkan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat ex-officio.

   

(4)

KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kewenangan meliputi:

     

a.

Menerbitkan SKP-PFK;

     

b.

Menerbitkan SKP-PFK Rampung;

     

c.

Menetapkan PPK; dan

     

d.

Menetapkan PPSPM.

 

Pasal 15

   

(1)

Penetapan PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf c dilakukan dalam rangka mengajukan permintaan pembayaran Dana PFK.

   

(2)

Penetapan PPK tidak terikat tahun anggaran.

 

Pasal 16

   

(1)

Penetapan PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf d dilakukan dalam rangka melakukan pengujian permintaan pembayaran, pembebanan, dan penerbitan perintah pembayaran Dana PFK.

   

(2)

Penetapan PPSPM tidak terikat tahun anggaran.

 

Bagian Ketiga

 

Penerbitan SPP, SPM, dan SP2D


Pasal 17

   

(1)

Pembayaran Dana PFK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan setiap bulan.

   

(2)

Pembayaran Dana PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada bulan berkenaan berdasarkan data realisasi penerimaan PFK.

   

(3)

Besarnya Dana PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan berdasarkan data realisasi penerimaan PFK sampai dengan tanggal 5 bulan berkenaan dikurangi dengan pembayaran penerimaan Dana PFK periode sebelumnya dalam 1 (satu) tahun anggaran.

   

(4)

Berdasarkan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA menerbitkan SKP-PFK.

   

(5)

SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada:

     

a.

Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;

     

b.

PPK;

     

c.

PPSPM; dan

     

d.

KPPN Jakarta II.

   

(6)

SKP-PFK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 18

   

(1)

Berdasarkan SKP-PFK, pihak ketiga mengajukan tagihan/permintaan pembayaran Dana PFK kepada PPK.

   

(2)

PPK menerbitkan SPP atas pembayaran Dana PFK berdasarkan SKP-PFK dan tagihan/permintaan pembayaran dari pihak ketiga.

   

(3)

SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada PPSPM dilampiri SKP-PFK.

   

(4)

Berdasarkan SPP yang disampaikan PPK, PPSPM melakukan pemeriksaan dan pengujian atas SPP pembayaran Dana PFK.

   

(5)

Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan SPM pembayaran Dana PFK.

   

(6)

SPM sebagaimana dimaksud ayat (5) disampaikan kepada:

     

a.

Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN; dan

     

b.

Lembar ke-3 sebagai pertinggal.

   

(7)

Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP tidak sesuai dengan ketentuan, PPSPM mengembalikan SPP kepada PPK untuk diperbaiki atau dilengkapi.

   

(8)

PPSPM menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada KPPN dilampiri dengan SKP-PFK.

 

Pasal 19

   

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (8) dan SKP-PFK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

BAB IV


REKONSILIASI DAN PEMUTAKHIRAN DATA DANA PFK


Pasal 20

   

(1)

Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat melakukan rekonsiliasi dan pemutakhiran atas data penerimaan PFK setiap triwulan dengan KPPN dan Pemda.

   

(2)

Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

   

(3)

Hasil rekonsiliasi yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk meningkatkan validitas atas kebenaran data penerimaan PFK.

 

BAB V


PERHITUNGAN DAN PEMBAYARAN DANA PFK RAMPUNG


Pasal 21

   

(1)

Setelah berakhirnya tahun anggaran, unit eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang pejabatnya ditunjuk sebagai KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) bersama pihak ketiga melakukan perhitungan selisih kurang/lebih pembayaran Dana PFK selama 1 (satu) tahun anggaran berkenaan.

   

(2)

Perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah ditetapkan Laporan Arus Kas dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat audited.

   

(3)

Hasil perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam suatu Berita Acara sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

   

(4)

Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penerbitan SKP-PFK Rampung mengenai perhitungan selisih kurang/lebih pembayaran Dana PFK tahunan.

   

(5)

SKP-PFK Rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan kepada:

     

a.

Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;

     

b.

PPK;

     

c.

PPSPM; dan

     

d.

KPPN Jakarta II.

   

(6)

SKP-PFK Rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

   

(7)

Dalam hal terdapat selisih kurang/lebih pembayaran berdasarkan SKP-PFK Rampung, kekurangan/kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan pada pembayaran Dana PFK berikutnya.

 

Pasal 22

   

(1)

Berdasarkan SKP-PFK Rampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5), pihak ketiga mengajukan tagihan pembayaran Dana PFK rampung kepada PPK.

   

(2)

Penyelesaian atas tagihan pembayaran Dana PFK rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan SPP, SPM, dan SP2D.

   

(3)

Tata cara penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19.

 

BAB VI


KETENTUAN PENUTUP


Pasal 23

   

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai mekanisme pengelolaan Dana PFK yang berlaku sebelum Peraturan Menteri ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 24

   

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

         
           

Ditetapkan di Jakarta

           

pada tanggal 9 Desember 2014

           

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

             
           

                               ttd.

             
           

            BAMBANG P.S. BRODJONEGORO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Desember 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA

 

                            ttd.

 

                YASONNA H. LAOLY

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1898

Lampiran.......................................