MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara Republik Indonesia

No. : XXIII / MPRS / 1966

tentang

Pembaharuan

Kebidjaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan

DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA,

MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

(a) Bahwa untuk menanggulangi penderitaan Rakjat jang makin meningkat akibat dari kemerosotan ekonomi Indonesia jang disebabkan oleh mismanagement, pemborosan, burokrasi, korupsi, dsb., ditambah dengan pemberontakan gerakan Kontra revolusi G.30.S/PKI dan penjelewengan-penjelewengan terhadap Undang-undang Dasar 1945, maka perlu diperbaharui kebidjaksanaan dibidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan;
(b) Bahwa langkah pertama kearah perbaikan ekonomi rakjat ialah penilaian kembali daripada semua landasan-landasan kebidjaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan, dengan maksud untuk memperoleh keseimbangan jang tepat antara upaja jang diusahakan dan tudjuan jang hendak ditjapai, jakni masjarakat Sosialis Indonesia berdasarkan Pantja Sila.
(c) Bahwa sadar akan hakekat daripada kemerosotan ekonomi, maka untuk melaksanakan sub (b) tersebut di atas adalah kembali kepelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 setjara murni dan konsekwen, karena Undang-undang Dasar 1945 pada dirinja mengandung djaminan- djaminan ketentuan atau garansi-garansi objektif jang memungkinkan dan bahkan mewadjibkan pengawasan jang effektif oleh Rakjat terhadap kebidjaksanaan Pemerintah melalui lembaga-lembaga perwakilan rakjat.

Mengingat :

(a) Ketentuan-ketentuan dan djiwa Undang-undang Dasar 1945, baik sebagai keseluruhan, chususnja fasal-fasal 23, 27, 33 dan 34 dengan pendjelasannja.
(b) Pidato Presiden "Nawaksara" dihadapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara pada tanggal 22 Djuni 1966, beserta seluruh lampiran-lampirannja.
(c) Isi dan djiwa dari bagian-bagian Dekon jang dapat memenuhi Tri-Tuntutan Rakjat dan Amanat Penderitaan Rakjat.
(d) Memorandum Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong tentang Pokok-pokok Pemikiran kearah pemetjahan Kesulitan dalam Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan tertanggal 9 Djuni 1966;
(e) Fungsi MPRS seperti tersebut dalam pasal 1 Peraturan Tata-tertib (Leputusan MPRS No. 1/MPRS/1966).

Mendengar :

a. Permusjawaratan dalam rapat-rapat Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara dari tanggal 20 Djuni sampai dengan tanggal 5 Djuli 1966.

M E M U T U S K A N

Menetapkan :

KETETAPAN TENTANG PEMBAHARUAN KEBIDJAKSANAAN LANDASAN EKONOMI KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN.

BAB I.

KEBIDJAKSANAAN LANDASAN EKONOMI, KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN.

Pasal 1.

Sadar akan kenjataan bahwa hakekat dari proses kemerosotan jang tjepat dari Ekonomi Indonesia selama beberapa tahun ini adalah penjelewengan dari pelaksanaan setjara murni daripada Undang-undang Dasar 1945, jang tertjermin dalam tidak adanja pengawasan jang effektif dari lembaga-lembaga perwakilan rakjat terhadap kebidjaksanaan ekonomi Pemerintah dan senantiasa kurang diserasikannja kepentingan politik dengan kepentingan ekonomi serta dikesampingkannja prinsip-prinsip ekonomi jang rasionil dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi, maka djalam keluarnja adalah kembali kepelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 setjara murni dan konsekwen.

Pasal 2.

Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 maka pengawasan jang efektif dari Rakjat terhadap kebidjaksanaan ekonomi Pemerintah harus berlangsung melalui kewenangan Dewan Perwakilan Rakjat dalam penentuan anggaran pendapatan dan belandja negara serta melalui kekuasaan pemeriksa-keuangan oleh badan diluar pemerintahan jang melaporkan hasil pemeriksaannja kepada Dewan Perwakilan Rakjat.

Pasal 3.

Dengan ditegakkannja pengawasan Rakjat jang effektif terhadap kebidjaksanaan ekonomi, maka sesuai dengan hakekat Tri-Tuntutan Rakjat dengan memperhatikan djuga pentingnja pembangunan dalam bidang spirituil dan keagamaan, kepada masalah perbaikan ekomomi Rakjat harus diberikan prioritas utama diantara soal-soal nasional, sedang tjara menghadapinja perlu didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi jang rasionil dan realistis.

Pasal 4.

Adapun landasan idiil dalam membina sistim ekonomi Indonesia dan jang senantiasa harus terjermin dalam setiap kebidjaksanaan ekonomi ialah Pantja Sila dan Undang-undang Dasar 1945, terutama pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34, berikut pendjelasan-pendjelasannja.

Pasal 5.

Hakekat daripada landasan idiil ini adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin berdasarkan Pantja Sila jang mendjamin berlangsungnja demokrasi ekonomi dan jang bertudjuan mentjiptakan masjarakat adil-makmur jang diridhoi oleh Tuhan Jang Maha Esa.

Pasal 6.

Demokrasi Ekonomi memiliki tjiri-tjiri positif, jakni:

(a) perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan dan karenanja tidak mengenal struktur pertentangan kelas;
(b) sumber-sumber ekajaan negara dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakjat, sedang pengawasan dari penggunaan ada pada lembaga-lembaga perwakilan rakjat pula;
(c) tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara dan jang menguasai hadjat hidup rakjat banjak dikuasai oleh Negara;
(d) kepada warga-negara diberi kebebasan dalam memilih perkerdjaan dan diberi hak akan pekerdjaan serta penghidupan jang lajak;
(e) hak-milik perorangan diakui dan dimanfaatkan guna kesedjahteraan masjarakat, dan karenanja tidak boleh didjadikan alat untuk mengeksploitasikan sesama manusia;
(f) potensi, inisiatif dan daja kreasi setiap warga-negara dapat diperkembangkan sepenuhnja dalam batas-batas jang tidak merugikan kepentingan umum;
(g) fakir miskin dan anak-anak terlantar berhak memperoleh djaminan sosial.

Pasal 7

Dalam demokrasi ekonomi tidak ada tempat bagi tjiri-tjiri negatif sebagai berikut:

(a) Sistim "free-fight liberalism" jang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain dan jang dalam sedjarahnja di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan strukturil dalam posisi Indonesia di-ekonomi dunia;
(b) sistim "etatisme" dalam mana Negara beserta apparatur ekonomi Negara berdominasi penuh dan mendesak serta mematikan potensi serta daja-kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor Negara;
(c) monopoli jang merugikan masjarakat.

BAB II.

KEKUATAN EKONOMI POTENSIIL.

Pasal 8.

Indonesia memiliki kekuatan ekonomi potensiil terdiri atas :

(1) potensi dan daja kreasi Rakjat, dan (2) kekajaan alam jang tersedia potensiil. Untuk membuat kekuatan ekonomi potensiil mendjadi kekuatan ekonomi riil, maka kekajaan alam harus digali, diolah dan dibina sedangkan melalui pendidikan dan latihan, maka daja kreasi dan kemampuan Rakjat dapat diperbesar.

Pasal 9.

Pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensiil mendjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman meodal, penggunaan tehnologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan management.

Pasal 10.

Penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan lebih landjut dari potensi ekonomi, harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan Rakjat Indonesia sendiri. Akan tetapi azas ini tidak boleh menimbulkan keseganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal, tehnologi dan skill jang tersedia dari luar negeri, selama segala bantuan itu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi Rakjat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.

BAB III

SKALA PRIOROTAS NASIONAL.

1. UMUM

Pasal 11.

Usaha menanggulangi kemerosotan ekonomi dewasa ini jang sekaligus akan memungkinkan pembangunan ekonomi setjara besar-besaran dihari depan harus menduduki, tempat utama dalam keseluruhan skala prioritas nasional, sehingga kepentingan dalam negeri, chususnja kepentingan ekonomi, harus tegas-tegas didahulukan daripada kepentingan politik luar-negeri.

Pasal 12.

Mengenai projek-projek ekonomi maka patokan utama dalam skala prioritas adalah projek-projek jang menghasilkan barang dan djasa jang sangat diperlukan bagi keperluan Rakjat banjak.

2. PEMBANGUNAN DJANGKA PENDEK.

Pasal 13.

Dalam bidang operasionil maka landasan bagi kebidjaksanaan ekonomi, keuangan dan pembangunan ialah pembedaan pengertian jang djelas antara program stabilisasi dan rehabilitasi dan program pembangunan. Dewasa ini segala potensi dan usaha harus ditjurahkan kepada berhasilnja stabilisasi dan rehabilitasi.

Pasal 14.

Pembangunan ekonomi harus disynchronisasikan dengan bertambahnja tenaga kerdja tiap-tiap tahun setjara effektif.

Pasal 15.

Program djangka pendek terdiri atas pengendalian inflasi (stabilisasi ekonomi) dan pemulihan produksi (rehabilitasi), dengan skala prioritas sebagai berikut :

(a) pengendalian inflasi,

(b) pentjukupan kebutuhan pangan,

(c) rehabilitasi prasarana ekonomi,

(d) peningkatan kegiatan ekspor,

(e) pentjukupan kebutuhan sandang.

Pasal 16.

Program djangka pendek diatas ini didahului oleh program penjelamatan dengan sasaran mengatasi dengan segera kematjetan dan kehantjuran dibidang produksi pangan, ekspor, sandang dan prasarana ekonomi jang menundjang bidang-bidang diatas dengan menjediakan bahan mentah/penolong/baku, spare-parts, dan modal dalam djumlah jang minimum.

Pasal 17.

Guna menganggulangi kemerosotan ekonomi, maka segera harus ditetapkan dan dilaksanakan suatu program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi jang kon-sisten dan jang benar-benar operasionil.

Pasal 18.

Komponen-komponen utama dari program stabilisasi dan rehabilitasi jang operasionil ialah:

(1) rentjana fisik, dan

(2) rentjana moneter.

Pasal 19.

Program rehabilitasi ekonomi harus tertjermin dalam rentjana fisik, jang sasaran utamanja adalah :

(1) pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi dibidang-bidang pangan, ekspor dan sandang ;
(2) pemulihan dan peningkatan prasarana ekonomi jang menundjang bidang-bidang tersebut diatas.

Pasal 20.

Untuk memulihkan kapasitas produksi diperlukan bahan baku, bahan penolong, spare-parts, modal, dan lain-lain dalam suatu djumlah minimum, kebutuhan minimum ini terdjamin dalam kebidjaksanaan impor jang tidak boleh berdiri sendiri melainkan harus merupakan bagian jang integral dari pada program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi.

Pasal 21.

Usaha rehabilitasi harus mengutamakan pemulihan kapasitas produksi disektor-sektor strategis atau sektor-sektor utama jang dapat membangkitkan potensi dan daja kreasi Rakjat atau jang dapat lebih tjepat meredakan tekanan inflasi.

Pasal 22.

Demi berhasilnja usaha rehabilitasi, maka mutlak diperlukan pendjebolan hambatan-hambatan birokrasi, antara lain dengan djalan pelaksanaan dekonsentrasi management kedaerah-daerah atau satuan-satuan produksi tanpa mengurangi kesatuan ekonomi dan kesatuan politik nasional.

Pasal 23.

Rentjana stabilisasi ekonomi harus tertjermin dalam rentjana moneter jang sasaran utamanja adalah:

(1) terdjaminnja pembiajaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rentjana fisik;
(2) pengendalian ladju inflasi menudju pada tingkat serta perimbangan harga jang relatif stabil sesuai dengan daja beli Rakjat.

Pasal 24.

Guna pelaksanaan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi harus diselenggarakan kebidjaksanaan integral jang mentjakup kebidjaksanaan budget, kebidjaksanaan fiskal, kebidjaksanaan moneter, kebidjaksanaan harga, kebidjakasanaan upah, kebidjaksanaan neratja pembajaran luar negeri, dan sebagainja, disertai dengan perombakan-perombakan institusionil.

3. PEMBANGUAN DJANGKA PANDJANG.

Pasal 25.

Untuk pembangunan ekonomi dalam djangka pandjang maka skala prioritas harus tersusun sebagai berikut :

(a) bidang pertanian,

(b) bidang prasarana

(c) bidang industri/pertambangan dan minjak.

Pasal 26.

Mengingat bahwa kegiatan ekonomi dewasa ini diarahkan pada pelaksanaan rentjana stabilisasi dan rehabilitasi, maka sisa Rentjana Pembangunan Nasional Semesta Berentjana 8 tahun harus didjadikan rentjana djangka pandjang seperti termaksud dalam pasal 25.

Pasal 27.

Dalam hubungan ini maka harus segera ditangguhkan semua projek-projek jang tidak ekonomis atau tidak produktif.

Pasal 28.

Selama pelaksanaan rentjana stabilisasi dan rehabilitasi belum selesai, maka tidak dibenarkan pembangunan projek-projek baru jang dapat mengganggu pelaksanaan program stabilisasi dan rehabilitasi.

4. PEMBANGUNAN DAERAH DAN PEMBANGUNAN MASJARAKAT DESA

Pasal 29.

Pembangunan ekonomi adalah pembangunan daripada potensi-potensi ekonomi (economic resources). Oleh karena potensi-potensi ekonomi terdapat didaerah-daerah maka pembangunan nasional adalah identik dengan pembangunan daerah.

Pasal 30.

Demi terlaksananja pembangunan daerah maka prioritas jang utama harus diberikan kepada rehabilitasi dan penjepurnaan sistim perhubungan (termasuk pelaksanaan Djalan Lintas Sumatera) dan pembangunan Masjarakat Desa.

Pasal 31.

Pelaksanaan transmigrasi perlu diperhebat dan penjelesaian landreform/landuse dipertjepat.

Pasal 32.

Perhatian chusus harus diberikan agar supaja segera dilaksanakan ketentuan-ketentuan mengenai :

(a) pemberian otonomi luas pada daerah,
(b) dekonsentrasi management pada daerah-daerah dalam kegiatan ekonomi dibawah koordinasi Pemerintah Daerah,
(c) perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Pasal 33.

Untuk mendjaga keserasian dalam perentjanaan nasional maka perentjanaan pembangunan daerah dan pembangunan Masjarakat Desa harus dikoordinasikan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 34.

Dalam mengusahakan pembangunan daerah maka harus senantiasa diingat bahwa pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah pada achirnja harus menudju pada integrasi ekonomi nasional. Antara lain hal ini berarti bahwa segala hambatan-hambatan jang mengganggu lalu-lintas barang antara daerah-daerah harus dilenjapkan.

Pasal 35.

Pelaksanaan pola pembangunan tiga tahun Daerah dapat diteruskan selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Ketetapan ini.

5. PEMBANGUNAN IRIAN BARAT.

Pasal 36.

Perhatian chusus perlu diberikan pada pembangunan daerah Irian Barat dalam semua bidang, demi untuk peningkatan taraf hidup dan keserasian tingkatan dengan daerah-daerah lain.

BAB IV.

PERANAN PEMERINTAH.

Pasal 37.

Baik dalam periode penanggulangan kemerosotan ekonomi maupun dalam masa pembangunan ekonomi, maka Pemerintah memegang peranan positif dengan bertolak kepada ketentuan serta djiwa Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 38.

Disamping menguasai dan melaksanakan sendiri berbagai kegiatan-kegiatan ekonomi, maka Pemerintah berkewadjiban untuk membimbing sektor non-Pemerintah dan memobilisasikan serta mengembangkan potensi dan daja kreasi Rakjat setjara maksimal.

Pasal 39.

Keseluruhan kegiatan Pemerintah, baik dalam kegiatan penguasaan serta pelaksanaan disektor negara maupun dalam kegiatan pembimbingan diluar sektor negara, harus merupakan kesatuan jang serasi jang tertjakup dan tertjermin dalam program ekonomi djangka pendek (stabilisasi dan rehabilitasi) dan djangka pandjang (pembangunan). Dari tahun ketahun program-program ini harus tertjermin dalam anggaran pendapatan dan belandja negara.

Pasal 40.

Dalam mendjalankan peranannja dibidang ekonomi, maka Pemerintah harus lebih menekankan pengawasan arah-kegiatan ekonomi dan bukan pada penguasaan jang sebanjak mungkin dari kegiatan-kegiatan ekonomi. Dalam rangka ini sangat perlu diselenggarakannja de-birokratisasi dari sistim pengawasan dan dekonsentrasi dalam management perusahaan-perusahaan negara.

Pasal 41.

Prinsip-prinsip effisiensi harus mendjadi patokan dalam kegiatan Pemerintah dibidang ekonomi, dengan pengertian bahwa penjimpangan dari prinsip-prinsip ini wadjib dikenakan sanksi.

BAB V

PERANAN KOPERASI

Pasal 42.

Unsur Koperasi merupakan apparatur jang penting dan wadjar dalam struktur organisasi ekonomi Indonesia berlandaskan azas kekeluargaan, dan adalah wadah untuk memperdjoangkan serta melindungi terutama kepentingan Rakjat ketjil.

Pasal 43.

Tugas koperasi adalah memberikan djasa, bergerak dibidang produksi dan bidang ekonomi lain serta harus dimampukan untuk mendjurus kearah pelaksanaan pasal 33 U.U.D. 1945 dengan pendjelasannja. Pemerintah berkewadjiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, fasilitas dan perlindungan terhadap Koperasi. Untuk itu perlu diadakan ketentuan-ketentuan jang ditetapkan dengan Undang-undang, jaitu Undang-undang Koperasi, Swasta Nasional dan Perusahaan Negara.

BAB VI.

PERANAN SWASTA NASIONAL

Pasal 44.

Sesuai dengan tugas Pemerintah untuk sedjauh mungkin megembangkan potensi dan daja kreasi Rakjat dalam bidang ekonomi, maka dalam batas-batas ketetapan dan djiwa Undang-undang Dasar 1945 golongan Swasta Nasional memiliki kebebasan untuk memilih bidang usaha masing-masing, jang tidak menguasai hadjat hidup Rakjat banjak dan tidak strategis.

Pasal 45.

Masing-masing kelompok dalam golongan Swasta Nasional berkewadjiban untuk mengembangkan ekonomi Indonesia sedangkan pengertian dan bidang kegiatannja diatur dengan Undang-undang.

Pasal 46.

Perkembangan usaha swasta tidak boleh menjimpang dari azas demokrasi ekonomi jang merupakan tjiri dari sistim ekonomi terpimpin berdasarkan Pantja Sila. Tanpa mengingkari prinsip-prinsip effiesiensi, maka organisasi usaha swasta harus memungkinkan perkembangan demokrasi ekonomi didalam lingkungannja. Untuk itu diperlukan pengawasan dari apparatur Pemerintah. Dilain pihak demi perkembangang kegiatannja, maka golongan Swasta Nasional berhak memperoleh pelajanan, pengajoman dan bantuan jang wadjar dari apparatur Pemerintah. Dalam hubungan ini perlu adanja satu forum swasta.

BAB VII

KEBIDJAKSANAAN PEMBIAJAAN

Pasal 47.

Dalam penjusunan anggaran pendapatan dan belandja negara harus diusahakan agar defisit dalam waktu jang singkat dapat dihapuskan sehingga dengan demikian sumber utama inflasi dapat ditiadakan.

Pasal 48.

Dalam penjusunan anggaran belandja harus tertjermin imbangan jang sehat antara pembiajaan dibidang materiil, spirituil dan politik.

Pasal 49.

Penerimaan negara jang berasal dari padjak langsung maupun tidak langsung berikut lain-lain penerimaan (terutama dari Perusahaan Negara) harus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan Rakjat, rasa keadilan serta kebutuhan pengeluaran negara, sedang effisiensi maupun intensifikasi dari pungutan-pungutan harus dipertinggi.

Pasal 50.

Pengeluaran negara harus diarahkan kepada :

(a) kebutuhan rentjana fisik, dan

(b) pengekangan ladju inflasi.

Pasal 51.

Penghematan jang sungguh-sungguh dan effektif harus segera diselenggarakan melalui suatu rentjana penghematan (austerity progam) jang drastis dan jang berlaku konsekwen baik bagi pengeluaran sipil maupun pengeluaran militer.

Pasal 52.

Ditetapkan bahwa anggaran Moneter hanja terdiri atas :

(a) anggaran routine,

(b) anggaran pembangunan,

(c) anggaran devisa,

(d) anggaran kredit.

Dengan demikian anggaran chusus dihapuskan dalam arti projek-projek jang selama ini dibiajai oleh anggaran tersebut harus diintegrasikan/disesuaikan dengan anggaran-anggaran routine, pembangunan dan devisa.

Pasal 53.

Anggaran pendapatan dan belandja negara harus ditetapkan dengan Undang-undang sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 dan harus selesai disusun sebelum tahun effektifnja berlaku.

Pasal 54.

Didalam memeriksa tanggung-djawab kekajaan negara, termasuk keuangan negara, maka Badan Pemeriksa Keuangan wadjib meningkatkan tindakan-tindakannja sesuai dengan wewenang jang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 55.

Dalam rangka pengamanan keuangan negara pada umumnja dan pengawasan serta penjehatan tata-perbankan pada chususnja, maka segera harus ditetapkan Undnag-undang pokok Perbankan dan Undang-undang Bank Sentral.

BAB VIII.

HUBUNGAN EKONOMI INTERNASIONAL.

Pasal 56.

Dalam menjelenggarakan hubungan ekonomi internasional sesuai dengan politik luar negeri jang bebas dan aktif, maka prinsip-prinsip kepentingan nasional harus senantiasa diutamakan. Ini antara lain berarti bahwa dalam penentuan transaksi-transaksi perdagangan luar-negeri prinsip-prinsip ekonomi harus dipegang teguh.

Pasal 57.

Oleh karena ekspor merupakan salah satu sumber utama bagi usaha penanggulangan kemerosotan ekonomi, maka segala usaha harus dikerahkan untuk meningkatkan ekspor Indonesia.

Pasal 58.

Kebidjaksanaan impor harus ditudjukan kepada pemasukan barang-barang jang langsung dapat mempertinggi produksi ataupun barang-barang jang sangat diperlukan oleh Rakjat banjak, sesuai dengan rentjana impor.

Pasal 59.

Penggunaan devisa negara jang diperoleh dari hasil ekspor ataupun dari hutang luar negeri harus benar-benar dilakukan setjara rasionil dan djudjur.

Pasal 60.

Untuk keperluan program stabilisasi dan rehabilitasi diperlukan kredit luar negeri. Kredit-kredit ini hanja dapat dibenarkan apabila benar-benar merupakan bagian jang integral dari rentjana stabilisasi dan rehabilitasi sebagai keseluruhan.

Pasal 61.

Besarnja kredit luar negeri jang masih dapat diterima tergantung kepada kemampuan untuk membajarnja kembali dikemudian hari tanpa menambah lagi beban Rakjat jang sudah berlebih-lebih.

Pasal 62.

Mengingat terbatasnja persediaan modal didalam negeri dibanding dengan kebutuhan pembangunan nasional, maka perlu segera ditetapkan Undang-undang mengenai modal asing, termasuk domestik asing.

Pasal 63.

Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 hendaknja diperbaharui dan ditingkatkan mendjadi Undang-undang.

Pasal 64.

Sungguhpun kredit luar negeri dan modal asing dapat dimanfaatkan (a.l. production sharing) dalam penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan ekonomi, namun harus ada tekad untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi dengan kekuatan sendiri serta tekad untuk membebaskan diri dari ketergantungan dari luar negeri.

Pasal 65.

Dengan segera diusahakan agar Indonesia kembali mendjadi anggota lembaga-lembaga ekonomi internasional, diantaranja International Monetary Fund, International Bank of Reconstruction and Development, dll.

BAB IX

PRASARAT PELAKSANAAN

Pasal 66.

Demi berhasilnja pelaksanaan bermatjam program, rentjana, kebidjaksanaan dll. tersebut diatas, maka perlu segera disempunakan Perangkat Pemerintahan jang mampu merealisasikan programnja, kepada siapa Rakjat meletakkan kepertjajaan dan harapannja, dan jang wibawanja terletak pada landasan tanggapan dari Rakjat sendiri.

Pasal 67.

Perangkat Pemerintahan tersebut diatas hendaknja merupakan suatu Team jang serasi jang masing-masing anggauta berdjiwa Pantja Sila dan pengemban Ampera, ahli, dipertjajai dan memperoleh dukungan dari Rakjat.

Pasal 68.

Struktur menurut Perangkat Pemerintah tersebut harus sederhana, effisien dan effektif, dengan pembatasan-pembatasan wewenang dan tanggung djawab jang djelas.

Pasal 69.

Para Menteri menurut Perangkat Pemerintahan tersebut harus ditempatkan pada hakekat jang sesungguhnja dari kemurnian Undang-undang Dasar 1945.

BAB X

P E N U T U P.

Pasal 70.

Segala ketetapan, peraturan dan ketentuan-ketentuan lain jang tidak sesuai dengan isi atau djiwa Ketetapan ini dinjatakan tidak berlaku.

Pasal 71.

Menugaskan pada Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong dan Pemerintah untuk melaksanakan Ketetapan ini.

MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

Ketua,

(Dr. A.H. Nasution)

Djenderal TNI

Wakil Ketua,

(Osa Maliki)

                    Wakil Ketua,

                    (H.M.Subcahn Z.E.).

Wakil Ketua,

(M. Siregar)

                    Wakil Ketua,

                    (Mashudi)

                    Brig.Djen. TNI.