DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN
ATAS
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1995

TENTANG

CUKAI

UMUM
1. Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional dan bersumber pada kepentingan nasional dan bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan belum dibentuk undang-undang tentang cukai yang sesuai dengan perkembangan hukum nasional sebagai pengganti Ordonansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 27 Desember 1886, Stbl. 1886 No. 249), Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Pebruari 1898, Stbl. 1898 No. 90 en 92), Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie, Stbl. 1931 No. 488 en 489), Ordonansi Cukai Tembakau (Tabaksaccijns Ordonnantie Stbl. 1932 No. 517), dan Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie, Stbl. 1933 No. 351) beserta peraturan pelaksanaannya sehingga sampai pada saat ini produk-produk hukum tersebut masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta dalam rangka mendukung kesinambungan pembangunan nasional, diperlukan suatu undang-undang tentang cukai yang mampu menjawab tuntutan pembangunan dengan menempatkan kewajiban membayar cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan dan merupakan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan.
3. Peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam beberapa ordonansi di atas yang berlaku sampai pada saat ini,bersifat diskriminatif dalam pengenaan cukainya, yang tercermin pada pembebanan cukai atas impor Barang Kena Cukai, yaitu gula, hasil tembakau, dan minyak tanah dikenai cukai atas pengimporannya, sedangkan bir dan alkohol sulingan tidak dikenai cukai. Selain itu, peraturan perundang-undangan cukai tersebut objeknya terbatas, padahal pembangunan nasional memerlukan sumber pembiayaan, terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. Oleh karena itu, potensi yang ada masih dapat digali dengan memperluas objek cukai sehingga sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan. Dengan demikian, segala upaya perlu dikerahkan untuk menggali, meningkatkan dan mengembangkan semua sumber daya penerimaan negara dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat.
4. Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan penggunaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai. Oleh karena itu, materi Undang-undang ini, selain bertujuan membina dan mengatur, juga memperhatikan prinsip :
a. keadilan dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama;
b. pemberian insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional, yaitu berupa fasilitas pembebasan cukai;
c. pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan keamanan;
d. netral dalam pemungutan cukai yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian nasional;
e. kelayakan administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat dilaksanakan tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat;
f. kepentingan penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketetntuan dalam undang-undang ini dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional;
g. pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.


5. Dalam undang-undang ini diatur hal-hak baru yang tidak terdapat dalam kelima ordonansi cukai yang selama ini berlaku, antara lain ketentuan tentang sanksi administrasi, lembaga banding, audit dibidang cukai, dan penyidikan. Hal-hal yang baru tersebut dalam pelaksanaannya akan lebih menjamin perlindungan kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju pembangunan nasional.

Undang-undang ini juga mengatur, antara lain :

a. kemungkinan untuk memperluas objek cukai berdasarkan perkembangan keadaan;
b. pengawasan fisik dan administratif terhadap Barang Kena Cukai tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang berdampak negatif bagi kesehatan dan ketertiban umum.
c. saat pengenaan cukai dan pelunasan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dan yang diimpor;
d. pelunasan cukai dengan cara pembayaran atau pelekatan pita cukai.
6. Dengan mengacu pada politik hukum nasional, penyatuan materi yang diatur dalam undang-undang ini merupakan upaya penyederhanaan hukum di bidang cukai yang diharapkan dl pelaksanaannya dapat diterapkan secara praktis, efektif, dan efisien.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan "barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan" adalah barang-barang yang dalam pemakaiannya, antara lain perlu dibatasi atau diawasi.

Ayat (2)

    Cukup jelas

Pasal 3
Ayat (1)

    Penegasan saat pengenaan cukai atas suatu barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai adalah penting karena sejak saat itulah secara yuridis (karena Undang-undang) telah timbul utang cukai sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap barang tersebut sebab terhadapnya telah melekat hak-hak negara. Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, saat pengenaan cukai adalah pada saat selesai dibuat sehingga saat itulah terhadap barang tersebut dilakukan pengawasan. Yang dimaksud dengan "barang selesai dibuat" adalah saat proses pembuatan barang itu selesai dengan tujuan untuk dipakai. Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor, saat pengenaan cukai adalah pada saat memasuki Daerah Pabean.


Ayat (2)

    Memperhatikan pengertian tentang Pengusaha Pabrik dan Pengusaha Tempat Penyimpanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1, maka tanggung jawab cukai atas Barang Kena Cukai apabila masih berada dalam Pabrik terletak pada Pengusaha Pabrik, sedangkan apabila berada dalam Tempat Penyimpanan maka tanggung jawab beralih kepada Pengusaha Tempat Penyimpanan. Penegasan tentang tanggung jawab ini sehubungan dengan ketentuan tentang pelunasan cukai yang dilakukan pada saat Barang Kena Cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan. Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor mengingat pengertian secara yuridis saat pengenaan cukai adalah saat barang dan sarana pengangkut memasuki Daerah Pabean sebagaimana prinsip pengenaan bea dalam Undang-undang tentang Kepabeanan, sedangkan apabila barang tersebut saat memasuki Daerah Pabean belum dapat diketahui untuk tujuan dipakai, atau tujuan lainnya, dan belum juga diketahui pemiliknya, maka tanggung jawab cukai ata barang impor sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.

Ayat (3)

    Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang digunakan sebagai dokumen pelengkap dari dokumen cukai.

Pasal 4
Ayat (1)

    Huruf a

      Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH,yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.

    Huruf b

      Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etil alkohol" adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis.

      Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.

    Huruf c

      Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau yang dibuat dari te,bakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai , tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

      Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

      Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan.
      Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain daripada mesin.

      Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

      Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dl pembuatannya.

      Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

      Yang dimaksud dengan tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

      Yang dimaksud dengan hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Ayat (2) Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 5 Ayat (1) Penetapan tarif setingi-tingginya dua ratus lima puluh persen dari Harga Jual Pabrik atau lima puluh lima persen dari Harga Jual Eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila Barang Kena Cukai tertentu yang karena sifat atau karakteristik berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, seperti minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar tinggi (minuman keras) ingin dibatasi secara ketat produksi, peredaran, dan pemakaiannya, cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga Barang Kena Cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai maksimum. Peranan instrumen tarif di sini tidak berorientasi pada aspek, tetapi pada aspek pembatasan produksi dan konsumsi.


Ayat (2)

    Penetapan tarif setinggi-tingginya dua ratus lima puluh persen dari Nilai Pabean ditambah Bea Masuk atau lima puluh persen dari Harga Jual Eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila Barang Kena Cukai tertentu yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, seperti minuman yang mengandul etil alkohol dalam kadar tinggi (minuman keras) ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga Barang Kena Cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai maksimum. Peranan instrumen tarif di sini tidak berorientasi pada aspek penerimaan, tetapi pada aspek pembatasan impor dan konsumsi.


Ayat (3)

    Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena Cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem tersebut. Perubahan sistem tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi Barang Kena Cukai, dan untuk memudahkan atau pengawasan Barang Kena Cukai.

Ayat (4)...