PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 1964
TENTANG
PERATURAN LALU-LINTAS DEVISA
I. | UMUM | ||||||||
1. | Rezim devisa yang hingga kini berlaku ditanha air kita mulai diadakan pada pertengahan tahun 1940 oleh Pemerintah Hindia Belanda, dengan dikeluarkannya Deviezen Ordonantie 1940(Staatsblad 1940 No. 205, sebagaimana telah dirubah dan ditambah) serta Deviezen Verordening 1940( Staatsblad 1940 No. 291, sebagimana telah dirobah dan ditambah) pengalaman selama lebih dari 20 tahun menundjukkan bahwa kedua peraturan ini merupakan suatu sumber rintangan terhadap kelantjaran dan perkembangan lalu-lintas perdagangan dan lalu-lintas pembajaran anatara Indonesia dan luar negeri jang sangat merugikan dan menghambat pembangunan negara. | ||||||||
2. | Deviezen Ordonantiedan Deviezen Verordening pada hakekatnja
menetapkan tjara dan sistem untuk menguasai seluruh pengahsilan devisa
serta seluruh kekajaan devisa dari pada penduduk.
Tjara dan sistim ini memuntjak pada penguasaan dari segala usaha, segala kegiatan dan segal hubungan disegala lapangan jang dapat menimbulkan konsekwensi-konsekwensi finansiil terhadap luar negeri, dalam segala bentuknja dan segala detailnja. |
||||||||
3. | Meskipun tjita-tjita untuk menguasai seluruh penghasilan devisa untuk negara pada hakekatnja dan pada achirnja sesuai dengan tjita-tjita Sosialisme Indonesia, namun sistim dan tjara dari pada Deviezen Ordonantiedan Deviezen Verordening,jang bersifat tidak konkrit dan berbelit-belit, telah mentjiptakan chususnja bagi masyarakat jang bergerak dilapangan perdagangan internasional, suatu suasana jang penuh dengan perasaan takut dan kechawatiran.Djelaslah bahwa suasana demikian melemahkan penggerakan potensi dan kekuatan Rakjat, chususnja mematikan inisiatip dari pihak produsen-produsen dan pengusaha-pengusaha kita dari kegiatan jang djustru merupakan sumber-sumber bagi Negara untuk memupuk kekajaan devisa. | ||||||||
4. | Salah satu technik jang dipakai dalam Deviezen Ordonantiedan Deviezen Verordening jang tidak dapat dipertahankan adalah pembagian masjarakat Indonesia dalam dua golongan jaitu : | ||||||||
- | golongan "penduduk devisa" dan | ||||||||
- | golongan "bukan penduduk devisa" | ||||||||
Oleh karena penarikan garis oleh Deviezen Ordonantie
dan Deviezen Verordening dilakukan dengan tidak memandang kebangsaan atau
kewarganegaraan, maka sesama warganegara baik Indonesia maupun asing dapat
digolongkan sebagai "penduduk devisa" dan "bukan penduduk
devisa".
Dengan demikian Deviezen Ordonantie dan Deviezen Verordening mendjalankan penguasaan terhadap segala hubungan-hubungan keuangan antara "penduduk devisa" dan "bukan penduduk devisa".sehingga djuga untuk yransaksi-transaksi jang semata-mata bergerak didalam negeri dan tidak menjangkut soal-soal devisa biarpun dilakukan antara warga negara Indonesia harus dimintakan izin terlebih dahulu dari pembesar-pembesar devisa, djika salah satu pihak merupakan "bukan penduduk devisa". Pembagian masjarakt Indonesia dalam dua golongan . jaitu golongan "penduduk devisa" dan "bukan penduduk devisa". sudah terang merupakan rintangan untuk mentjiptakan ekonomi nasional jang sehat.Oleh karena itu dalam kehendak kita menjusun ekonomi jang sifatnja nasional dan demokrasi perlu pembagian masjarakat Indonesia dalam dua glongan dihapuskan.Untuk mentjapai maksud itu perludiambil kewarganegaraan sebagai kreterium, agar supaja kepentingan nasional dapat diperhatikan sepenuhnja dalam lalu-lintas perdagangan dengan luar negeri. |
|||||||||
5. | Selandjutnja sifat jang amat kaku dari Deviezen Ordonantie dan Deviezen Verordening sangat menghambat kelantjaran dalam melaksanakan hubungan finansiil antara Indonesia dan luar negeri. Sifat jang kaku ini jang pada hakekatnja melarang segalagalanja, terketjuali djika diizinkan setjara chusus atau umum, telah menimbulkan keharusan penetapan peraturan-peraturan penjelenggaraan jang djumlahnja demikian besarnja,sehingga kelselurah ketapan-ketetapan jang dikenal sebagai "peraturan-peraturan devisa" mendjadi sangat kompleks dan sangat ruwet. Banjaknja dan berbelitnja darpada pereaturan-peraturan itu telah menghambat kelantjaran dalam pembangunan Negara dibidang perekonomian. | ||||||||
6. | Dalam menghadapi masalah ekonomi, kita sadar bahwa sisa-sisa
kolonial dan sifat feodal dan demikian pula sifat-sifat hubungan ekonomi
dan perdagangan dengan dunia luar masih djuga memberikan rintangan dalam
pertumbuhan kearah sosialisme Indonesia.
Dalam Seklarasi Ekonomi setjara djelas dikemukakan hal-hal sebagai berikut : |
||||||||
a. | Aktivitas ekonomi Indonesia dewasa ini kurang lebih 80% sudah berada ditangan bangsa Indonesia. Dalam tahun 1950 boleh dikatakan aktivitas ekonomi Indonesia sebagian besar masih dikuasai oleh bangsa asing, sehingga baik pemerintah maupun rakjat, tidak dapat mengadakan perentjanaan setjara pokok bagi pertumbuhan ekonomi setjara revolusioner. | ||||||||
b. | Pada waktu-waktu belakangan ini Pemerintah sudam mulai dapat setjara aktif aktvitas ekonominja dalam arti konsepsional, organisatoris dan strukturil. | ||||||||
c. | Menskipun demikian kita belum dapt berkembang setjara mendalam
oleh karena perhatian Pemerintah dan kekuatan rakjat masih dititik beratkan
kepada penjusunan alat-alat Revolusi jang baru pada waktu sekarang ini
dapat dikatakan lengkap.
Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa baru sekarang kita dapat menggerakkan segala usha dan perhatian rakjat dan Pemerintah untuk menanggulangi persoalan ekonomi setjara konsepsioniil. organisatoris dan strukturil dalam arti keseluruhannja. |
||||||||
7. | Oleh karena itu maka diperlukan suatu approach jang relaistis dan ketentuan-ketentuan jang tegas dan sederhana dalam mengatur lalu-lintas devisa antara Indonesia dan luar negeri, dengabn memegang teguh pada prinsip-prinsip rasionalisasi selaras pula prinsip-prinsip demokrasi nasional.Dalam hal ini dapat dinjatakan bahwa disamping penguasaan dvisa dengan djalan mengharuskan penjetorannja dalam Dana Devisa dapat djuga dipakai penguasaan dengan menetapkan tjara pemakaiannja, suatu tjara jang dalam keadaan tertentu dapat berdjalan dengan efisien. | ||||||||
8. | Rasionalisasi berarti pula bahwa pengawasan harus ditudjukan
kepada sumber devisa jang terpenting. Bagi Negara kita, lalu-lintas perdagangan
merupakan komponen jang terpenting; lebih dari 90% dari volume lalu-lintas
pembajaran dengan luar negeri nerupakan lalu lintas perdagangan.
Berhubung dengan itu pengawasan lalu-lintas pembajaran bersarti terutama pengawasan terhadap lalu-lintas pembajaran dengan luar negeri.Dalam hungan ini harus diawasi bahwa penerimaan devisa dari ekspor jang diterima oleh negara memang mengalir kedalam kas Negara untuk merupakan Dana Devisa. Djumlah jang harus diterima ini harus ditentukan setjara kongkrit oleh Negara, supaja baik jang berwajib menjerahkan devisa (eksportir) maupun badan-badan pengawsana Pemerintah jang bersangkutan setjara mudah dan setjara mutlak dapat mengetahui tentang pemenuhan kewadjiban itu.Sjak wasangka dari pihak badan-badan pengawasan ataupun perasaan chawatir akan menjalahi peraturan-peraturan dari pihak eksportir, dengan demikian dapat ditiadakan. |
||||||||
9. | Pengeluaran devis atas beban Dana Devisa untuk empor hanja dapat dilakukan menurut tjara dan ketentuan jang ditetapkan oleh Pemerintah. Dal;am hubungan ini baik Pemerintah maupun badan Pemerintah jang ditugaskan harus menetapkan setjara konkrit nilai jang dipandang lajak olehnja bagi barang-barang jang diizinkna untuk dibeli dari luar negeri. | ||||||||
10. | Pengawsan terhadap penerimaan devisa dibidang djasa dibatasi pada pos-pos jang terpenting sadja. Pada umumnja dapat ditentukan bahwa devisa jang diterima dibidang djasa harus diserahkan kepada Negara, djika penerimaan devisa itu setjara langsung dimungkinkan karena peralatan atau fasilitas-fasilitas jsang dimiliki atau dikuasai Negara. seperti biaja pelabuhan jang harus dipenuhi oleh perusahaan perkapalan asing.Penerimaan devisa oleh perorangan berdasarkan djasa individuil tidak perlu diawasi. | ||||||||
11. | Pengawasan harus dilakukan terhadap pengeluaran devisa untuk djasa atas beban Dana Devisa, karena lajak atau tidak lajaknja pengeluaran itu seperti djuga hanja dengan impor barang haruis dipertimbangkan oleh Pemerintah dengan mengingat keperluan akan djasa itu dalam rangka kepentingan Negara dipelbagai bidang.. | ||||||||
12. | Pengawasan terhadap lalu-lintas modal perlu diadakan untuk menghindari pemindahan(pelarian) modal keluar negeri.Pemindahan(pelarian) modal keluar negeri dapat dilakukan dalam bentuk investasi dana-dana diluar negeri oleh warganegara Indonesia. | ||||||||
13. | Pendirian bahwa penerimaan devisa Negara meliputi djumlah-djumlah
jang memang setjara konkrit diwadjibkan oleh Pemerintah untuk diserahkan
kepada Dana Devisa, berarti bahwa pemilikan devisa tidak lagi terbatas
pada Negara sadja.Disamping devisa jang merupakan Dana Devisa terdapat
pula devisa jang dimiliki oleh masjarakat Indonesia, baik warga negara
Indonesia maupun warga negara asing, jang tidak diharuskan untuk diserahkan
langsung kepada Dana Devisa.
Dalam pada itu perlu pula diadakan penertiban tentang tjara penggunaan devisa jang termaksud dan penguasaannja oleh Negara letak pada tjara pemakiannnja seperti telah dinjatakan diatas sub 7. |
||||||||
14. | Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa prinsip -prinsip
jang dianut dalam Undang-undang ini findamentil sangat berlainan dengan
prinsip-prinsip jang diletakkan dalam Deviezen Ordonantie dan Deviezen
Verordening.
Sebagai konsekuensi jang logis daripada pertentangan ini, maka banjak hal-hal jang dalam Deviezen Ordonantie dan Deviezen Verordening merupakan larangan kini harus ditinggalkan. Dengan demikian, dalam sistim lalu-lintas devisa baru banjak perbuatan jang dengan sengadja tidak dilarang atau diharuskan memakai izin, misalnja : memiliki devisa, memiliki emas, mewakili warganegara Indonesia jang mendjadi "penduduk devisa", mempunjai rekening bank di luar negeri, mengadakan perdjandjian dengan "bukan penduduk devisa" untuk berkundjung ke luar negeri. |
||||||||
15. | Berhubung dengan uraian diatas berbagai perbuatan jang
dahulu semuanja merupakan tindak pidana kini sebagian dapat dikesampingkan
, hal mana akan mentjiptakan suatu suasana jang sehat guna perkembangan
ekonomi sosial kita.
Sebagian lain dari perbuatan jang dahulu dipandang bersifat pidana kini dianggap sebagai pelanggaran administratip, terketjuali djika pelanggaran itu denga njata megakibatkan kerugian terhadap Negara. |
||||||||
16. | Perlu ditgaskan , bahwa peraturan ini mewudjudkan struktur dari pada lalu-lintas devisa antara Indonesia dengan luar negeri, jang merupakan suatu landasan untuk suatu politik devisa Pemerintah. | ||||||||
17. | Achirnja perlu dijdelaskan, bahwa ketentuan dalam Undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan termaktub dalam perdjandjian karya antara perusahaan -perusahan minjak Negara dan perusahan-perusahan jang telah dishkan dengan Undang-undang. | ||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL | ||||||||
Pasal 1sub 1 dan 2 | |||||||||
Tjukup djelas | |||||||||
Pasal 1 sub 3 | |||||||||
Jang dimaksud dengan mata uang emas adalah mata uang emas jang menurut Undang-undang Keuangan jang berlaku dinegara jang bersangkutan merupakan uang emas jang sah.Djika tidak , maka barang jang berupa mata uang emas masuk golongan barang pakai atau barang perhiasan. | |||||||||
Pasal 1 sub 4 | |||||||||
Dengan sengadja bermatjam-matjam uang asing jang tidak dipakaiuntuk pembajaran internasioanal tidak dipandang devisa, seperti djuga halnja mata uang asing logam bukan emas. | |||||||||
Pasal 1 sub 5 s/d 8 | |||||||||
Tjukup djelas | |||||||||
Pasal 1 sub 9 | |||||||||
Arti ekspor dal;am kalimat kesatu diperluas dalam kalimat kedua. Pemerintah akan megadakan tindakan -tindakan agar pengluasan ini tidak menumbulkan ekses-ekses dalam pelaksnaannja. | |||||||||
Pasal 2
Jang dapat dikuasai oleh Negara republik Indonesia dengan sendirinja hanja devisa jang ada hubungannja dengan Negara atau rakjat kita.Djadi misalnja uang US$ jang dipegang oleh orang Amerika dinegaranja dari usahanja disana, atau uang US$ jang merupakan hasil ekspor dari Sudan, adalah diluar penguasaan negara kita. Inilah jang dimaksudkan dengan perumusan" jang berasal dari kekajaan alam dan usaha Indonesia ". Siapa jang megusahakan , bangsa asing atrau bangsa Indonesia untuk itu tidak dibedakan. Kedalam batas-batasnja mana jang dikuasai dirumuskan dengan lebih teliti dalam pasal-pasal selandjutnja . Harus diinsjafi bahwa "penguasaan" tidak perlu senantiasa bersifat"pemilikan". bahkan dalam banjak hal penguasaan setjara pengaturan pemakaiannja adalah lebih efisien dari pada pemilikan, dengan effek sosial jang sama. |
|||||||||
Pasal 3
Tjukup djelas |
|||||||||
Pasal 4
Dianggap perlu, bahwa pemupukan devisa negara jang diperlukan guna pemeliharaan ekonomi masjarakat, peninggian tingkat hidup rakjat serta pembangunan negara ditugaskan kepada instansi jang tinggi. Dalam hal ini tugas itu diberikan kepada Dewan jang terdiri Menteri-menteri, diketuai oleh Perdana Menteri/Wakil-wakil Perdana Menteri dan Mneteri Koordinator Kompartemen Keuangan sebagai wakil Ketua. Pada permulaan dalam masa transisi ini barangkali belum mungkin untuk menetapka dan mentaati suatu Anggaran Devisa jang rigid, akan tetapi kita harus berusaha keras untuk mentjapai taraf itu. Pasal 5 Tjukup djelas Pasal 6 Tjukup djelas Pasal 7 |
|||||||||
ayat (1) dan (2) | |||||||||
Denga pasal ini ditentukan setjara konkrit harga jang dikehendaki oleh
Negara dalam ekspor barang dari Indonesia. Dengan penetepan demikian eksportir
dapat mengetahui dengan djelas berapa besarnja djumlah devisa jang ia harus
serahkan kepada Dana Devisa, sebaliknja Pemerintah secara mudah dan setjara
mutlak dapat mengetahui tentang pemenuhan kewadjiban eksportir.
Dengan tjara penetapan harga demikian ekspor akan diperlantjar karena tidak tergantung lagi pada perumusan jang abstrak " de ter plaatse van levering geldende marrktwaarde" seperti ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) dari Deviezen verordening dahulu. |
|||||||||
Pasal 8
Tjukup djelas Pasal 9 Dokumen-dokumen jang dimaksud disini adalah antara lain : Konosemen, wesel, paktur Pasal 10 Lihat pendjelasan Umum Pasal 11 Tjukup djelas Pasal 12 Pelaksanaan impor atas beban Dewan Devisa diatur menurut rentjana impor jang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan ekonomi jang urgent dalam rangka penetapan Anggaran Devisa untuk melaksanakan prinsip berdiri diatas kaki sendiri dibidang ekonomi. Pasal 13 Tjukup djelas. Pasal 14 Tjukup djelas Pasal 15 Dalam Peraturan Pemerintah diatur tjara-tjara penguasaan jang lain dari pemasukan dalam Dana Devisa. Penguasaan ditudjukan pada pemakaiannja dan meliputi djuga overprice,discount, komisi dan sebagainja. Pasal 16 Kewadjiban ini telah ada dalam Deviezen verordering 1940. Barang siapa telah memenuhi kewadjiban ini berdasarkan peraturan lama tidak perlu mengulanginja. Pasal 17 Izin ini dapat berupa peraturan umum jang memperkenankan impor dan ekspor Rupiah dalam batas-batas tertentu dan dengan sjarat-sjarat tertentu, misalnja untuk memungkinkan melakukan pembajaran pada waktu masuk diwilajah Indonesia. Izin ini dapat bersifat chusus atau insidentil. Pasal 18 Sistim ini sangat berlainan dengan sistim jang dipakai dalam Deviezen ordonnantie 1940. Dalam Deviezen ordonnantie 1940 dinjatakan dapat dipidana semua perbuatan-perbuatan jang bertentangan dengan peraturan-peraturan jang dikeluarkan berdasarkan Deviezen ordonnantie 1940 tersebut (jang dimaksud adalah peraturan-peraturan dalam Deviezen verordening dan dalam surat-surat edaran L.A.A.P.L.N.) Ini jang disebut "blanket norm" . Sebelum dirumuskannja persis apa perbuatannja jang terlarang atau diharuskan, telah dinjatakan dapat dip[idana. Tidak dibedakan djuga apakah peraturan-peraturan itu bersifat penting dan essensiel ataukah hanja bersifat detail dan administratip sadja, misalnja berapa lembar dari suatu formulir harus dibuat dan sebagainja. Semua itu dapat dipidankan. Dalam sistim baru dinjatakan dengan djelas tindak mana jang diantjam dengan pidana dan dipandang "strafwaardig". Djika tidak dinjatakan bahwa suatu tindak bersifat pidana, maka tindak itu masuk lapangan hukum administratip cq perdata. Pasal 19 Sebagian besar dari hukum devisa merupakan hukum administratip jang dilaksankan diluar pengadilan pidana dan perdata. Dalam keadaan demikian dirasakan perlu bahwa interpretasi tertinggi dalam soal-soal devisa berada ditangan Dewan jang mempunjai tanggumg djawab dalam bidang tersebut dan djuga berada dalam posisi jang terbaik untuk mempertimbangkan seluruh aspek finansiil, moneter dan ekonomi dari perundang-undangan devisa. Ada kemungkinan sutu tindak pidana dalam lapangan devisa oleh pihak kejaksaan diberi arti jang berlebih-lebihan, djauh diluar proporsi kalau ditindjau dalam hubungan neratja pembajaran dan lau-lintas pembajaran luar negeri seluruhnja. Dewan dan alat-alatnja berada dalam posisi untuk menindjau hubungan dan "scope" ini lebih seksama. Djuga ada kemungkinan bahwa denga hukumnja suatu perbuatan timbul akibat-akibat lain dalam masjarakat(perdagangan) jang lebih merugikan bagi devisa Negara, sehingga menuntut berarti lebih merugikan dari pada tidak menuntut. Oleh karena itu kepada Dewan diberi wewenang untuk dalam hal-hal jang demikian mengusulkan kepada Menteri/Djaksa Agung untuk tidak menuntut. Pasal 20 Sesuai dengan sistim jang didjelaskan diatas mengenai pasal 18 maka dalam pasal 20 s/d 24 ditetapkan dengan teliti tindak mana jang dipandang tindak pidana , jaitu tindak jang paling merugikan sadja untu Negara dan masjarakat. Jang tertenting ialah jang biasa disebut smokkel (penjelundupan) dalam ekspor. Jaitu memngangkut barang ke luar Indonesia dari peredaran dengan tidak menghiraukan pasal-pasal 7, 8, dan 9 sehingga hasil devisanja sama sekali tidak dapat dikuasai oleh Negara . Kalau ini dialkukan dengan sengadja sedang kerugian jang dapat diderita oleh Negara besarnja melebihi suatu djumlah valuta asing jang merupakan nilai lawan 8886.71 gram emas murni , jaitu pada dewasa ini misalnja US $ 10.000, DM.40.000 atau pada umumnja Nilai Transaksi Rupiah (devisa) 2.500.000,- dipidana pendjara 10 tahun, atau denda Rp. 100 djuta . Kalau djumlahnja sama dengan nilai lawa88,8671gram emas murni (devisa ini Nilai Transaksi Rupuah 25.000,-) kebawah, maka tindaknja dipandang administaratip. Djika semau peraturan ekspor ditaati tetapi ekspornja sebagian atau seluruhnja tidak dilangsungkan atau suatu djangka waktu tidak sitepati, tindak ini hanja merupakan pelanggaran administratip oleh karena barang ekspornja tidak hilang dan masih tersedia untuk diekspor lagi. Pelanggaran dalam pemberian djasa keluar negeri, hanja mungkin kalau Dewan telah menetapkan djasa-djasa mana jang taripnja harus dibajar dalam devisa dan sampai mana jang hasilnja harus diserahkan kepada Dan Devisa. Dalam hal ini dapat ditjatat bahwa industri djasa-djasa kita belum begitu berkembang sehingga dapat menghasilkan djumlah-djumlah devisa jang besar. Pasal 21 Dalam hal impor, soalnja adalah berlainan . Kalu ekspor smokkel jang berhasil berarti kehilangan devisa untuk negara, maka impor setjara selindup tidak membebani Dana Devisa, sebab tanpa izin tidak mubngkin (diam-diam) devisa dikeluarkan dari dana Devisa. Mka dari itu pelanggaran pasal 13 hanja merupakan pelanggaran administratip. Djika peraturan-peraturan Bea dan Tjukai jang diselundupi dalam peraturan-peraturan itu sendiri telah tjukup peraturan-peraturan pidana jang mendjaganja. Pasal 22 Tjukup djelas Pasal 23 Tjukup djelas Pasal 24 Tjukup djelas Pasal 25 Peraturan-peraturan ini soal pertanggungan djawab djika suatu tindak dilakukan oleh suatu badan hukum. Pada umumnja peraturan-peraturan ini sesuai dengan peraturan-peraturan dalam Undang-undang tindak pidana ekonomi (Undang-undang No 7 Drt tahun 1955) Pasal 26 Tjukup djelas Pasal 27 Tjukup djelas Pasal 28 Mengadakan Perdjandjian atau membuat kontrak jang tidak atau belum disetudjui oleh Mnetri Urusan Bank Sentral cq. Biro Cq. Bank Indonesia tidak dengan sendirinja merupakan tindak pidana. Akibatnja bahwa dalam perkara perdata perdjandjian itu akan diabaikan oleh hakim dan djuga bahwa Dana Devisa dan Negara tidak terikat oleh perdjandjian sematjam itu. Pasal 29 Tjukup djelas Pasal 30 Tjukup djelas Pasal 31 |
|||||||||
ayat 1 | Tjukup djelas | ||||||||
ayat 2 | Tjukup djelas. selainnja dari itu perlu ditjatjat bahwa perbuatan -perbuatan jang membutuhkan izin adalah djauh lebih sedikit dari pada menurut Deviezen Ordonnantie. | ||||||||
ayat 3 | Pembebasan umum dapat berbentuk peraturan chusus jang menjimpang dari Undang-undang ini. Misalnja untukl pengeluarann atau pemasukan barang pindahan, barang hadiah dan sebaginja. Sekalipun formilnja djuga merupakan ekspor dan impor Dewan dapat mengeluarkan pereaturan chusus jang merupakan pembebasan -pembebasan. | ||||||||
ayat 4 | dalam prakteknja delegasi ini akan dialkukan keopada Menteri Urusan Bank Sentral jang dapat mendelegasikan lagi kepada Bank Indoneisa dan atau Biro. | ||||||||
Pasal 32 s/d 34
Tjukup djelas
Mohd Ichsan |