UMUM
Penetapan harga barang impor guna perhitungan bea masuk merupakan salah
satu faktor yang penting dalam rangka peningkatan penerimaan Negara dalam
bidang impor. Oleh karena itu dipandang perlu untuk mengadakan ketentuan-ketentuan
terperinci tentang cara-cara penetapan harga tersebut dengan tujuan agar
sejauh mungkin dapat dihindarkan perselisihan-perselisihan pendapat antara
importir/Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL)/ Ekspedisi Muatan Kapal Udara
(EMKU) dengan Pejabat Bea dan Cukai dan dengan demikian akan membantu kelancaran
penyaluran barang-barang impor.
Menurut Pasal 19 Rechten Ordonnantie (Stbl. 1931 Nomor 471) maka Menteri
Keuangan setelah berunding dengan Dewan Niaga menetapkan daftar harga untuk
perhitungan bea masuk dan bea keluar bagi barang-barang yang menurut pendapatnya
dapat ditetapkan harganya menurut ukuran, timbangan, atau satuan penjualan
menurut kebiasaan perdagangan. Dengan perkataan lain dapatlah kiranya dikemukakan,
bahwa identitas sesuatu jenis barang dalam daftar harga harus diuraikan
sejelas mungkin untuk memudahkan penetapan harganya. Dalam pelaksanaan
ketentuan tersebut banyak dijumpai kesulitan untuk menerbitkan daftar harga
bersangkutan, antara lain karena jumlah dan jenis barang-barang impor selalu
berubah sesuai dengan perkembangan mode dan teknologi, sedangkan informasi
harga yang dapat diperoleh sangat sedikit dan sering terlambat. Demikian
pula selalu terdapat kelambatan dalam penyusunan rancangan, pencetakan,
pengiriman daftar harga dimaksud ke kantor-kantor Bea dan Cukai di daerah
sehingga daftar harga yang baru dikeluarkan mungkin sebahagian sudah tidak
sesuai lagi dengan harga-harga terakhir di pasaran luar negeri. Sehubungan
dengan kesulitan-kesulitan tersebut di atas, tidak dapat dihindarkan, bahwa
tidak banyak jenis barang-barang impor yang dapat dimasukkan dalam daftar
harga. Bagi barang-barang impor yang tidak tercantum dalam daftar harga
itu berlaku catatan harga yang yang ada pada masing-masing kantor Bea dan
Cukai, yang dengan sendirinya mungkin dapat berbeda satu dengan yang lain.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 yang kemudian diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973 antara lain disebutkan, bahwa bagi
barang-barang yang dikenakan bea masuk menurut harga, harus diberitahukan
harga Cost, Insurance dan Freight.
Pada hakekatnya penetapan harga dimaksud adalah merupakan pelaksanaan
ayat (2) Pasal 31 Reglemen A Rechten Ordonnantie (Stbl. 1931 Nomor 471)
yang antara lain menyebutkan, bahwa bagi barang-barang yang termasuk dalam
daftar harga harus diberitahukan harga menurut daftar harga bersangkutan,
sedangkan untuk barang-barang lainnya harus diberitahukan harga entrepot.
Meskipun Pasal 31 Reglemen A Rechten Ordonnantie (Stbl. 1931 Nomor
471) maupun perundang-undangan pabean yang berlaku tidak memberikan penjelasan
resmi tentang pengertian harga entrepot, namun yang dimaksud dengan istilah
tersebut adalah harga barang-barang impor yang paling akhir dapat ditawarkan
oleh tangan pertama di luar negeri sampai barang-barang tersebut berada
di gudang pelabuhan pada saat bea masuk wajib dibayar, dan merupakan akibat
suatu persetujuan jual-beli yang normal. Karena itu harga entrepot terdiri
dari harga barang (cost), asuransi (insurance), ongkos pengangkutan (freight),
komisi, dan ongkos bongkar.
|
|
|
|
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
|
|
|
|
|
Dalam penetapan harga guna perhitungan bea masuk kita kenal dua macam
konsep, yaitu konsep positip (positive concept) dan konsep hipotetis (national
concept).
Menurut konsep positip harga untuk perhitungan bea masuk adalah harga
sebenarnya sebagai akibat suatu persetujuan jual-beli, sedangkan menurut
konsep hipotetis harga pembelian sebenarnya belum tentu dapat diterima
sebagai harga untuk perhitungan bea masuk. Harga tersebut masih harus diteliti
apakah pada saat pembayaran bea masuk telah sesuai dengan harga barang-barang
yang sama ataupun yang serupa dari transaksi jual-beli yang lain, baik
dari negara yang sama maupun dari negara asal lainnya. Apabila pada penelitian
ternyata, bahwa harga pembelian sebenarnya lebih rendah daripada catatan
harga yang ada harus diadakan penyesuaian seperlunya.
Standar Penetapan Harga Indonesia (S.P.H.I.) menganut konsep hipotetis
sebagaimana tercantum dalam pasal ini. Harga barang untuk pemungutsn bea
masuk adalah harga normal, yaitu harga yang dapat dicapai pada saat bea
masuk wajib dibayar berdasarkan penjualan di pasaran bebas antara penjual
dan pembeli tanpa sesuatu ikatan khusus.
Jelaslah kiranya, bahwa harga normal sebagai dasar perhitungan bea
masuk belum tentu sama besar dengan harga pembelian sebenarnya di luar
negeri. Harga terakhir ini hanya dapat dijadikan dasar perhitungan bea
masuk apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1 dan
Pasal 2.
|
|
|
Pasal 2 |
|
|
|
|
a, b dan c. Cukup jelas. |
|
|
|
d. |
Adalah suatu kelaziman dalam bidang perdagangan, bahwa harga jual sesuatu
jenis barang ditentukan dengan mengingat jumlah barang bersangkutan. Oleh
karena itu menurut S.P.H.I. terdapat kemungkinan, bahwa harga untuk perhitungan
bea masuk sesuatu partai barang impor yang sama jenis dan mutunya, berbeda
karena berbeda jumlahnya. |
|
Pasal 3 |
|
|
|
|
Pada umumnya pemberitahuan pemasukan untuk dipakai
harus dilakukan secara tertulis. Dalam hal-hal tertentu pemberitahuan tersebut
dapat dilakukan secara lisan. Misalnya untuk barang-barang penumpang dan
barang-barang awak kapal selama tidak merupakan barang dagangan. |
|
|
Pasal 4 |
|
|
|
|
Tempat barang-barang impor dipindah-kapalkan
ataupun dibongkar yang pertama kali dianggap sebagai tempat pemasukan barang.
Jelaslah kiranya, bahwa tempat tersebut belum tentu merupakan tempat pemasukan
barang impor bersangkutan. Apabila barang-barang impor dibongkar pada tempat-tempat
yang tidak ditunjuk untuk keperluan dimaksud, maka tempat tersebut dianggap
sebagai tempat pemasukan barang, yaitu bilamana pembongkaran sedemikian
diketahui dan kemudian ditindak oleh petugas pabean. |
|
|
Pasal 5 |
|
|
|
|
Dalam pasal ini dengan jelas diperincikan semua
biaya yang telah dikeluarkan di luar negeri sehubungan dengan penyerahan
barang impor hingga di gudang pelabuhan di Indonesia. Apabila kita teliti
satu demi satu akan dapat kita ketahui, bahwa pada waktu yang lalu tidak
semua biaya yang tercantum dalam pasal ini telah termasuk dalam penetapan
harga guna perhitungan bea masuk. |
|
|
Pasal 6 |
|
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 7 |
|
|
|
|
Ikatan -ikatan khusus yang dimaksudkan disini ialah misalnya : ikatan
antara pusat perusahaan dan cabangnya; perusahaan yang menjual dan perusahaan
yang membeli adalah milik seseorang yang sama; pemilik perusahaan yang
menjual mempunyai hubungan keluarga dengan pemilik perusahaan yang membeli;
importir yang hanya bertindak sebagai agen penjualan maupun perwakilan
dari eksportir di luar negeri dan sebagainya. Hubungan-hubungan demikian
banyak terdapat dalam perdagangan antara Hongkong/Singapura dan Indonesia.
Dalam hal demikian maka harga yang dicantumkan dalam faktur harus diteliti
dengan lebih mendalam karena biasanya harga tersebut adalah lebih rendah
daripada harga yang terbentuk dalam penjualan di pasaran bebas.
|
|
|
Pasal 8 |
|
|
|
|
(1) |
Dalam bidang perdagangan internasional adalah lazim, bahwa ke dalam
harga jual sesuatu jenis barang yang penemuannya dilindungi hak paten atau
yang hak ciptanya dilindungi hukum serta yang memakai merek dagang asing,
termasuk juga nilai dari hak-hak tersebut; demikian pula termasuk nilai
semua hak yang timbul dari karya intelektuil (intellectual property) dan
penemuan perindustrian (industrial property) sehubungan dengan pembuatan
barang bersangkutan.
Meskipun begitu, pada waktu yang lalu nilai hak-hak sedemikian belum
dimasukkan dalam penetapan harga guna perhitungan bea masuk.
|
|
|
(2) |
Cukup jelas. |
|
Pasal 9 |
|
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 10 |
|
|
|
|
Meskipun pada waktu pemasukannya sesuatu jenis barang impor tidak menggunakan
merek dagang asing, akan tetapi apabila sesudah pemasukannya ke peredaran
bebas kemudian barang bersangkutan dikerjakan lebih lanjut, diolah dan
sebagainya dan kemudian dijual di dalam negeri dengan menggunakan merek
dagang asing, maka nilai merek dagang asing tersebut harus dimasukkan ke
dalam harga untuk perhitungan bea masuk.
Oleh karena pembayaran nilai hak-hak dimaksud pada umumnya dilakukan
secara terpisah, maka sulit diketahui pada saat pembayaran bea masuk. Dengan
dimungkinkan- nya pabean untuk memeriksa pembukuan importir maka nilai
hak-hak diatas akan lebih mudah diketahui.
|
|
|
Pasal 11 sampai dengan 15 |
|
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|
Pasal 16 |
|
|
|
|
Dalam menetapkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan
Peraturan Pemerintah ini Menteri Keuangan perlu mendengardan memperhatikan
saran dan pertimbangan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian. Untuk
itu diperlukan adanya sebuah team yang terdiri dari wakil-wakil Departemen
Keuangan, Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian yang bertugas
menghitung besarnya harga patokan barang impor dan merumuskan hal-hal yang
bersangkutan dengan ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini. |
|
|
Pasal 17 sampai dengan Pasal 18 |
|
|
|
|
Cukup jelas. |
|
|