DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 737/KMK.00/1991

TENTANG

TATALAKSANA PABEAN DI BIDANG IMPOR

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, perlu menyempurnakan ketentuan-ketentuan umum di bidang impor;
Mengingat :
1. Undang-undang Tarif (Indische Tariefwet Stbl. 1873 Nomor : 35);
2. Ordonansi Bea Tahun 1931 (Rechten Ordonantie, Staatsblad 1931 Nomor : 471) sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3. Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor : 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3263);
4. Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983, Nomor 51, tambahan Lembaran Negara Nomor : 2864);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor Dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor : 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3210);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 24 Tahun 1985 tentang Perubahan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor Dan Lalu Lintas Devisa;
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 64/M Tahun 1988.
Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATALAKSANA PABEAN DI BIDANG IMPOR.


          Pasal 1

Kewenangan pemeriksaan barang-barang impor berada pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai.


          Pasal 2

Kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan sebagai berikut :

a. barang yang akan di impor ke Indonesia dikenakan pemeriksaan pra-pengapalan (pre-shipment inspection) oleh Surveyor yang ditunjuk Pemerintah di negara (tempat) ekspor barang dilakukan,
b. hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud huruf a dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS);
c. LPS sebagaimana dimaksud huruf b merupakan dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan yang bersifat final.


          Pasal 3

(1). Barang-barang yang pengimporannya tidak dipersyaratkan pemeriksaan pra-pengapalan dan pemeriksaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1318/KMK.00/1990 adalah sebagai berikut :
a. barang dagangan yang nilai fob-nya kurang dari US $ 5.000;
b. barang pindahan;
c. barang diplomatik;
d. minyak mentah;
e. barang yang di impor berdasarkan Pasal 23 Ordonansi Bea yang perinciannya ditetapkan lebih lanjut;
f. senjata dan alat perlengkapan ABRI;
g. bantuan luar negeri yang bersifat hibah kepada Pemerintah Indonesia;
h. barang-barang impor dalam bentuk curah maupun dikemas secara sederhana untuk memudahkan pengangkutannya, berupa semen, batubara, pupuk, fosfor, dan sulfur;
i. minyak bumi olahan yang di impor dalam rangka crude processing deal;
j. kapal baru, pesawat terbang beserta bagian-bagiannya, dan lokomotif kereta api;
k. bahan baku dan bahan penolong serta komponen untuk keperluan produksi PT.IPTN, PT.PAL, PT. PINDAD dan PT. DAHANA;
l. permata, logam mulia, perhiasan yang terbuat dari permata dan logam mulia;
m. barang kesenian;
n. barang ekspor yang karena sesuatu hal diimpor kembali ke Indonesia.
(2). Dalam hal barang-barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), di impor dengan di lengkapi LPS, maka diberlakukan ketentuan impor barang yang dilengkapi LPS.


          Pasal 4

(1). Pemeriksaan pra-pengapalan oleh Surveyor di negara (tempat) ekspor, dilaksanakan setelah adanya intruksi pemeriksaan dari Kantor Surveyor di Jakarta.
(2). Instruksi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh Kantor Surveyor di Jakarta setelah menerima :
a. aplikasi L/C dari Bank Devisa dalam hal impor dilaksanakan dengan L/C; atau
b. Rencana Impor Barang (RIB) dari importir yang bersangkutan dalam hal impor dilakukan tanpa L/C; atau
c. permohonan penerbitan instruksi pemeriksaan dari Surveyor di luar negeri dengan pengiriman data elektronis atau Fax, dalam hal importir berada di luar negeri;
d. tembusan instruksi pemeriksaan yang diterbitkan Kantor Surveyor di Jakarta di kirimkan kepada importir.


          Pasal 5

(1). Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi :
a. jenis barang;
b. mutu/type barang;
c. jumlah barang;
d. harga satuan dan harga total barang;
e. biaya tambang (freight) dan asuransi;
f. Nomor Pos Tarip;
g. tarif bea masuk dan atau bea masuk tambahan;
h. tarip Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan atau Pajak Penghasilan pasal 22 (PPh), dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn.BM);
i. pemenuhan ketentuan dan peraturan tentang larangan atau pembatasan impor.
(2). Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini.


          Pasal 6

(1). LPS sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) dikirim oleh Surveyor kepada Kantor Surveyor di Jakarta dengan pengiriman data elektronis, Fax, atau melalui jasa pengiriman dokumen.
(2). LPS yang dikirim secara elektronis atau Fax di sahkan oleh Surveyor di Kantor Surveyor di Jakarta. LPS yang dikirim melalui Fax dibubuhi "Asli LPS" oleh Kantor Surveyor di Jakarta dan dalam segala hal berlaku sebagai yang asli.
(3). LPS di terbitkan dalam rangkap 9 (sembilan) untuk di bagikan dengan perincian sebagai berikut :
a. 5 (lima) lembar, masing-masing lembar di kirim dengan kurir kepada : - Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar; - Bapeksta Keuangan; - Bank Indonesia; - Biro Pusat Statistik; - Bank Devisa yang bersangkutan;
b. lembar asli di kirim kepada Bank Devisa yang bersangkutan dengan kurir dan di ambil oleh importir untuk melengkapi PIUD, yang selanjutnya menyerahkannya kepada kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk pengeluaran barang;
c. 1 (satu) lembar tembusan di kirim melalui pos kepada importir;
d. 2 (dua) lembar disimpan oleh Surveyor.
(4). 4) Pada saat diterimanya data LPS secara elektronis, Kantor Surveyor di Jakarta mengirim data LPS tersebut secara langsung kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai informasi pendahuluan untuk rencana pemeriksaan kembali apabila di perlukan.


          Pasal 7

(1). Berdasarkan LPS yang diterima dari Bank Devisa :
a. importir mengisi PIUD secara lengkap dan benar;
b. importir menyetor kepada Bank Devisa pembayaran Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh), dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn.BM);
(2). Pada waktu menerima pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya, Bank Devisa wajib memeriksa kebenaran pengisian dan perhitungan importir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b;
(3). Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah lengkap dan benar, Bank Devisa memberikan tanda terima pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya.


          Pasal 8

(1). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memeriksa kembali barang-barang yang di lindungi LPS hanya dalam hal-hal sebagai berikut :
a. segel yang dipasang oleh Surveyor pada peti kemas (container) di temukan rusak, atau pada peti kemas terdapat tanda-tanda bekas di buka atau terjadi penggatian identitas;
b. terdapat kebocoran atau kerusakan pada kemasan;
c. jumlah koli dan atau jenis kemasan yang dinyatakan dalam PIUD tidak cocok dengan yang tercantum dalam manifest/PU;
d. pemeriksaan dari segi luar kemasan menunjukkan barang-barang dalam kemasan tidak sesuai dengan uraian barang-barangnya;
e. diterimanya informasi dan atau intelijen mengenai pengapalaan/pengiriman tertentu;
f. Bea dan Cukai memiliki bukti nyata bahwa nilai barang yang dikapalkan berbeda jauh dari yang di beritahukan oleh Surveyor;
g. permohonan peninjauan kembali atas permohonan banding yang diajukan importir karena importir tidak setuju dengan LPS yang di terbitkan Surveyor.
(2). Pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menentukan adanya hal-hal sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d di lakukan pada saat pembongkaran dan penimbunan barang dari alat angkut.
(3). Hasil pengawasan sebagaimana di maksud dalam ayat (2) di tuangkan dalam laporan kepada Pejabat Hanggar dengan tembusan kepada Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan contoh dalam Lampiran II Keputusan ini.
(4). Tata cara pengawasan atas pembongkaran dan penimbunan barang dari alat angkut sebagaimana di maksud dalam ayat (2) dan ayat (3) di tempatkan dalam Lampiran III Keputusan ini.


          PASAL 9

(1). Pengeluaran barang impor dari daerah pabean (douane terrein), dilaksanakan sebagai berikut :
a. importir menyerahkan kepada Pejabat Hanggar Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cuaki di pelabuhan bongkar, PIUD yang telah diperiksa dan ditandasahkan Bank Devisa beserta LPS, B/L atau AWB, DO, bukti pembayaran dan dokumen impor lainnya yang terkait sepanjang di persyaratkan;
b. Pejabat Hanggar mencocokan dokumen yang di serahkan importir sebagaimana dimaksud huruf a dengan manifest/PU;
c. dalam hal hasil pencocokan adalah benar dan tidak di temukan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pejabat Hanggar segera memberikan persetujuan pengeluaran barang tanpa di lakukan pemriksaan fisik;
d. dalam hal hasil pencocokan tidak benar atau di temukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pejabat Hanggar dalam waktu 4 (empat) jam setelah dokumen di terima dan setelah pembongkaran, penimbunan selesai memberitahukan secara tertulis kepada importir bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisik oleh Direktur Jendreal Bea dan Cukai;
e. pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada huruf d harus di selesaikan dan hasilnya di sampaikan kepada importir paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak di mulainya pemeriksaan fisik;
f. batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e hanya dapat di lampaui dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium.
(2) Tata cara pengajuan PIUD dan periksaan fisik sebagaimana dimaksud ayat(1) di tempatkan dalam Lampiran IV Keputusan ini.


          PASAL 10

(1). Apabila hasil pemeriksaan fisik membuktikan bahwa :
a. barang yang di kirim ternyata benar,tidak ada tambahan bea masuk dan pungutan impor lainnya yang perlu di bayar dan tidak ada pelanggaran peraturan impor, Pejabat Hanggar harus segera memberikan persetujuan pengeluaran barang;
b. ditemukan kekeliruan dalam penggolongan Pos Tarip dan atau besarnya tarip sebagaimana tercantum dalam LPS :
1). Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan Nota Pembetulan kepada importir;
2). berdasarkan Nota Pembetulan tersebut, importir membayar bea masuk dan pungutan impor lainnya yang terhutang Bank Devisa;
3). setelah adanya bukti pembayaran, Pejabat Hanggar harus segera memberikan persetujuan pengeluaran barang;
4). Kepala Kantor Inspesi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan Copy Nota Pembetulan sebagaimana dimaksud butir (1) kepada Surveyor.
c. ditemukan adanya kekeliruan mengenai jumlah dan atau jenis dan atau harga, importir yang bersangkutan di ancam dengan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 25 IIc dan atau Pasal 26 b Ordonansi Bea.
(2). Tatacara penyelesaian hasil pemeriksaan fisik dan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di tempatkan dalam Lampiran V Keputusan ini.


          PASAL 11

Dalam hal PIUD belum disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, importir dapat mengajukan banding atas penetapan Surveyor dengan tatacara sebagai berikut :

a. apabila importir tidak setuju dengan pendapat Surveyor mengenai tarip sebagaimana tercantum dalam LPS, importir dapat menyampaikan keberatannya Kantor Surveyor di Jakarta;
b. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja Surveyor melakukan peninjauan ulang dan hasilnya di sampaikan secara tertulis kepada importir;
c. apabila menurut Surveyor, amandemen atas LPS tidak diperlukan, pengeluaran barang dilakukan sesuai dengan ketentuan importir barang dengan LPS;
d. apabila importir tidak puas dengan peninjauan ulang sebagaimana dimaksud huruf b, importir dapat menempuh upaya banding secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan tembusan kepada Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bersangkutan;
e. dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya keberatan (disertai)kelengkapannya, Direktur Jenderal Bea da Cukai harus sudah menerapkan keputusannya, kecuali dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium;
f. apabila setelah keputusan banding dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai terjadi perubahan atas tarip, yang digunakan adalah tarip yang tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
g. tembusan dari keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf e tersebut disampaikan kepada Surveyor.


          PASAL 12

(1). Dalam hal PIUD sudah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai :
a. bilamana importir tidak setuju dengan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh Kantor Inspeksi sebagaimana di atur dalam Pasal 8 huruf a, b, c, d, e atau f, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, sejak diterimanya hasil pemeriksaan fisik, importir dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Wilayah;
b. dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya keberatan dari importir, Kepala Kantor Wilayah sudah harus melakukan peninjauan ulang dan memberitahukan keputusannya secara tertulis kepada importir;
c. apabila setelah peninjauan ulang Kepala Kantor Wilayah, importir masih tidak puas, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya Keputusan Kepala Kantor Wilayah, importir dapat mengajukan banding kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
d. dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimannya keberatan dari importir, Direktur Jenderal Bea dan Cukai sudah harus menetapkan Keputusan mengenai keberatan tersebut.
(2). Dalam hal keberatan hanya menyangkut tarip, barang sudah dapat dikeluarkan setelah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang terhutang berdasarkan penetapan Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilunasi.
(3). Dalam hal keberatan menyangkut jumlah, dan atau jenis dan atau harga, barang impor tersebut tidak dapat di keluarkan sebelum di tetapkannya keputusan yang bersifat final.
(4). Tembusan dari Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud ayat (1), disampaikan kepada Surveyor.


          PASAL 13

(1). Dalam hal berdasarkan pemeriksaan administrasi atas dokumen impor sesudah barang di berikan persetujuan pengeluaran, terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, bea masuk tambahan, dan pungutan impor lainya, atas kekurangan tersebut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2). Tembusan Nota Pembetulan untuk penagihan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di sampaikan kepada Surveyor.


          PASAL 14

(1). Dalam hal terjadi transhipment barang-barang impor dengan menggunakan " through B/L" di pelabuhan transhipment, Surveyor harus memantau kewajaran transhipment.
(2). Dalam hal ditemukan penyimpangan, Surveyor menyampaikannya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai guna mengambil langkah-langkah yang diperlukan, dan kepada pemilik barang.
(3). Dalam hal B/L tidak merupakan "through B/L",dan karena itu mengakibatkan terjadinya "reshipment", pemeriksaan barang dan penerbitan LPS dilakukan di pelabuhan "reshipment" di luar negeri.


          PASAL 15

Barang-barang impor yang tidak dilindungi dengan LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a yang berdasarkan pemeriksaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ternyata nilai FOB nya US $ 5.000,- atau lebih diancam dengan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 26b Ordonansi Bea.


          PASAL 16

Barang-barang impor yang LKP-nya diterbitkan sebelum tanggal 1 Agustus 1991 dan tiba di Indonesia setelah berlakunya keputusan ini, LKP yang bersangkutan di perlukan sebagai LPS.


          PASAL 17

Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengawasi pelaksanaan Keputusan ini.


          PASAL 18

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1991. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


            Ditetapkan di : J A K A R T A
            Pada tanggal : 29 Juli 1991


            MENTERI KEUANGAN,


            J.B. SUMARLIN