Menimbang |
: |
Bahwa untuk melaksanakan Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 1991 tentang
Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi,
perlu menyempurnakan ketentuan-ketentuan umum di bidang impor; |
|
|
|
Mengingat |
: |
|
Memperhatikan |
: |
Instruksi Presiden Nomor : 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran
Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi. |
|
|
|
M E M U T U S K A N :
|
|
|
|
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATALAKSANA PABEAN
DI BIDANG IMPOR. |
|
|
|
|
|
Kewenangan pemeriksaan barang-barang impor berada pada Direktorat Jendral
Bea dan Cukai.
|
|
|
Kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 dilaksanakan sebagai berikut :
a. |
barang yang akan di impor ke Indonesia dikenakan pemeriksaan pra-pengapalan
(pre-shipment inspection) oleh Surveyor yang ditunjuk Pemerintah di negara
(tempat) ekspor barang dilakukan, |
b. |
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud huruf a dituangkan dalam Laporan
Pemeriksaan Surveyor (LPS); |
c. |
LPS sebagaimana dimaksud huruf b merupakan dasar bagi Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan yang bersifat final. |
|
|
|
(1). |
Barang-barang yang pengimporannya tidak dipersyaratkan pemeriksaan
pra-pengapalan dan pemeriksaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1318/KMK.00/1990
adalah sebagai berikut :
a. |
barang dagangan yang nilai fob-nya kurang dari US $ 5.000; |
b. |
barang pindahan; |
c. |
barang diplomatik; |
d. |
minyak mentah; |
e. |
barang yang di impor berdasarkan Pasal 23 Ordonansi Bea yang perinciannya
ditetapkan lebih lanjut; |
f. |
senjata dan alat perlengkapan ABRI; |
g. |
bantuan luar negeri yang bersifat hibah kepada Pemerintah Indonesia; |
h. |
barang-barang impor dalam bentuk curah maupun dikemas secara sederhana
untuk memudahkan pengangkutannya, berupa semen, batubara, pupuk, fosfor,
dan sulfur; |
i. |
minyak bumi olahan yang di impor dalam rangka crude processing deal;
|
j. |
kapal baru, pesawat terbang beserta bagian-bagiannya, dan lokomotif
kereta api; |
k. |
bahan baku dan bahan penolong serta komponen untuk keperluan produksi
PT.IPTN, PT.PAL, PT. PINDAD dan PT. DAHANA; |
l. |
permata, logam mulia, perhiasan yang terbuat dari permata dan logam
mulia; |
m. |
barang kesenian; |
n. |
barang ekspor yang karena sesuatu hal diimpor kembali ke Indonesia. |
|
(2). |
Dalam hal barang-barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), di impor
dengan di lengkapi LPS, maka diberlakukan ketentuan impor barang yang dilengkapi
LPS. |
|
|
|
(1). |
Pemeriksaan pra-pengapalan oleh Surveyor di negara (tempat) ekspor,
dilaksanakan setelah adanya intruksi pemeriksaan dari Kantor Surveyor di
Jakarta. |
(2). |
Instruksi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan
oleh Kantor Surveyor di Jakarta setelah menerima :
a. |
aplikasi L/C dari Bank Devisa dalam hal impor dilaksanakan dengan L/C;
atau |
b. |
Rencana Impor Barang (RIB) dari importir yang bersangkutan dalam hal
impor dilakukan tanpa L/C; atau |
c. |
permohonan penerbitan instruksi pemeriksaan dari Surveyor di luar negeri
dengan pengiriman data elektronis atau Fax, dalam hal importir berada di
luar negeri; |
d. |
tembusan instruksi pemeriksaan yang diterbitkan Kantor Surveyor di
Jakarta di kirimkan kepada importir. |
|
|
|
|
(1). |
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi :
a. |
jenis barang; |
b. |
mutu/type barang; |
c. |
jumlah barang; |
d. |
harga satuan dan harga total barang; |
e. |
biaya tambang (freight) dan asuransi; |
f. |
Nomor Pos Tarip; |
g. |
tarif bea masuk dan atau bea masuk tambahan; |
h. |
tarip Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan atau Pajak Penghasilan pasal
22 (PPh), dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn.BM); |
i. |
pemenuhan ketentuan dan peraturan tentang larangan atau pembatasan
impor. |
|
(2). |
Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam
Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) sebagaimana contoh dalam
Lampiran I
Keputusan ini. |
|
|
|
(1). |
LPS sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) dikirim oleh Surveyor kepada
Kantor Surveyor di Jakarta dengan pengiriman data elektronis, Fax, atau
melalui jasa pengiriman dokumen. |
(2). |
LPS yang dikirim secara elektronis atau Fax di sahkan oleh Surveyor
di Kantor Surveyor di Jakarta. LPS yang dikirim melalui Fax dibubuhi "Asli
LPS" oleh Kantor Surveyor di Jakarta dan dalam segala hal berlaku
sebagai yang asli. |
(3). |
LPS di terbitkan dalam rangkap 9 (sembilan) untuk di bagikan dengan
perincian sebagai berikut :
a. |
5 (lima) lembar, masing-masing lembar di kirim dengan kurir kepada
: - Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar;
- Bapeksta Keuangan; - Bank Indonesia; - Biro Pusat Statistik; - Bank Devisa
yang bersangkutan; |
b. |
lembar asli di kirim kepada Bank Devisa yang bersangkutan dengan kurir
dan di ambil oleh importir untuk melengkapi PIUD, yang selanjutnya menyerahkannya
kepada kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk pengeluaran
barang; |
c. |
1 (satu) lembar tembusan di kirim melalui pos kepada importir; |
d. |
2 (dua) lembar disimpan oleh Surveyor. |
|
(4). |
4) Pada saat diterimanya data LPS secara elektronis, Kantor Surveyor
di Jakarta mengirim data LPS tersebut secara langsung kepada Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai informasi pendahuluan untuk rencana
pemeriksaan kembali apabila di perlukan. |
|
|
|
(1). |
Berdasarkan LPS yang diterima dari Bank Devisa :
a. |
importir mengisi PIUD secara lengkap dan benar; |
b. |
importir menyetor kepada Bank Devisa pembayaran Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh),
dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn.BM); |
|
(2). |
Pada waktu menerima pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya,
Bank Devisa wajib memeriksa kebenaran pengisian dan perhitungan importir
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b; |
(3). |
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah lengkap
dan benar, Bank Devisa memberikan tanda terima pembayaran bea masuk dan
pungutan impor lainnya. |
|
|
|
(1). |
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memeriksa kembali barang-barang yang
di lindungi LPS hanya dalam hal-hal sebagai berikut :
a. |
segel yang dipasang oleh Surveyor pada peti kemas (container) di temukan
rusak, atau pada peti kemas terdapat tanda-tanda bekas di buka atau terjadi
penggatian identitas; |
b. |
terdapat kebocoran atau kerusakan pada kemasan; |
c. |
jumlah koli dan atau jenis kemasan yang dinyatakan dalam PIUD tidak
cocok dengan yang tercantum dalam manifest/PU; |
d. |
pemeriksaan dari segi luar kemasan menunjukkan barang-barang dalam
kemasan tidak sesuai dengan uraian barang-barangnya; |
e. |
diterimanya informasi dan atau intelijen mengenai pengapalaan/pengiriman
tertentu; |
f. |
Bea dan Cukai memiliki bukti nyata bahwa nilai barang yang dikapalkan
berbeda jauh dari yang di beritahukan oleh Surveyor; |
g. |
permohonan peninjauan kembali atas permohonan banding yang diajukan
importir karena importir tidak setuju dengan LPS yang di terbitkan Surveyor. |
|
(2). |
Pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menentukan
adanya hal-hal sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf d di lakukan pada saat pembongkaran dan penimbunan barang dari alat
angkut. |
(3). |
Hasil pengawasan sebagaimana di maksud dalam ayat (2) di tuangkan dalam
laporan kepada Pejabat Hanggar dengan tembusan kepada Kepala Kantor Inspeksi
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan contoh dalam
Lampiran II
Keputusan ini. |
(4). |
Tata cara pengawasan atas pembongkaran dan penimbunan barang dari alat
angkut sebagaimana di maksud dalam ayat (2) dan ayat (3) di tempatkan dalam
Lampiran III Keputusan ini. |
|
|
|
(1). |
Pengeluaran barang impor dari daerah pabean (douane terrein), dilaksanakan
sebagai berikut :
a. |
importir menyerahkan kepada Pejabat Hanggar Kantor Inspeksi Direktorat
Jenderal Bea dan Cuaki di pelabuhan bongkar, PIUD yang telah diperiksa
dan ditandasahkan Bank Devisa beserta LPS, B/L atau AWB, DO, bukti pembayaran
dan dokumen impor lainnya yang terkait sepanjang di persyaratkan; |
b. |
Pejabat Hanggar mencocokan dokumen yang di serahkan importir sebagaimana
dimaksud huruf a dengan manifest/PU; |
c. |
dalam hal hasil pencocokan adalah benar dan tidak di temukan hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pejabat Hanggar segera memberikan persetujuan
pengeluaran barang tanpa di lakukan pemriksaan fisik; |
d. |
dalam hal hasil pencocokan tidak benar atau di temukan hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pejabat Hanggar dalam waktu 4 (empat)
jam setelah dokumen di terima dan setelah pembongkaran, penimbunan selesai
memberitahukan secara tertulis kepada importir bahwa akan dilakukan pemeriksaan
fisik oleh Direktur Jendreal Bea dan Cukai; |
e. |
pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada huruf d harus di selesaikan
dan hasilnya di sampaikan kepada importir paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak di mulainya pemeriksaan fisik; |
f. |
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e hanya dapat di lampaui
dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium. |
|
(2) |
Tata cara pengajuan PIUD dan periksaan fisik sebagaimana dimaksud ayat(1)
di tempatkan dalam
Lampiran IV Keputusan ini. |
|
|
|
(1). |
Apabila hasil pemeriksaan fisik membuktikan bahwa :
a. |
barang yang di kirim ternyata benar,tidak ada tambahan bea masuk dan
pungutan impor lainnya yang perlu di bayar dan tidak ada pelanggaran peraturan
impor, Pejabat Hanggar harus segera memberikan persetujuan pengeluaran
barang; |
b. |
ditemukan kekeliruan dalam penggolongan Pos Tarip dan atau besarnya
tarip sebagaimana tercantum dalam LPS :
1). |
Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan
Nota Pembetulan kepada importir; |
2). |
berdasarkan Nota Pembetulan tersebut, importir membayar bea masuk
dan pungutan impor lainnya yang terhutang Bank Devisa; |
3). |
setelah adanya bukti pembayaran, Pejabat Hanggar harus segera memberikan
persetujuan pengeluaran barang; |
4). |
Kepala Kantor Inspesi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan
Copy Nota Pembetulan sebagaimana dimaksud butir (1) kepada Surveyor. |
|
c. |
ditemukan adanya kekeliruan mengenai jumlah dan atau jenis dan atau
harga, importir yang bersangkutan di ancam dengan sanksi berdasarkan ketentuan
Pasal 25 IIc dan atau Pasal 26 b Ordonansi Bea. |
|
(2). |
Tatacara penyelesaian hasil pemeriksaan fisik dan persetujuan pengeluaran
barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di tempatkan dalam
Lampiran V Keputusan ini. |
|
|
|
Dalam hal PIUD belum disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, importir dapat mengajukan banding atas penetapan Surveyor dengan
tatacara sebagai berikut :
a. |
apabila importir tidak setuju dengan pendapat Surveyor mengenai tarip
sebagaimana tercantum dalam LPS, importir dapat menyampaikan keberatannya
Kantor Surveyor di Jakarta; |
b. |
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja Surveyor melakukan
peninjauan ulang dan hasilnya di sampaikan secara tertulis kepada importir; |
c. |
apabila menurut Surveyor, amandemen atas LPS tidak diperlukan, pengeluaran
barang dilakukan sesuai dengan ketentuan importir barang dengan LPS; |
d. |
apabila importir tidak puas dengan peninjauan ulang sebagaimana dimaksud
huruf b, importir dapat menempuh upaya banding secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Bea dan Cukai dengan tembusan kepada Kepala Kantor Inspeksi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang bersangkutan; |
e. |
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah
diterimanya keberatan (disertai)kelengkapannya, Direktur Jenderal Bea da
Cukai harus sudah menerapkan keputusannya, kecuali dalam hal diperlukan
pemeriksaan laboratorium; |
f. |
apabila setelah keputusan banding dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai
terjadi perubahan atas tarip, yang digunakan adalah tarip yang tercantum
dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai; |
g. |
tembusan dari keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana
dimaksud dalam huruf e tersebut disampaikan kepada Surveyor. |
|
|
|
(1). |
Dalam hal PIUD sudah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai :
a. |
bilamana importir tidak setuju dengan hasil pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh Kantor Inspeksi sebagaimana di atur dalam Pasal 8 huruf
a, b, c, d, e atau f, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, sejak
diterimanya hasil pemeriksaan fisik, importir dapat mengajukan keberatan
kepada Kepala Kantor Wilayah; |
b. |
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah
diterimanya keberatan dari importir, Kepala Kantor Wilayah sudah harus
melakukan peninjauan ulang dan memberitahukan keputusannya secara tertulis
kepada importir; |
c. |
apabila setelah peninjauan ulang Kepala Kantor Wilayah, importir masih
tidak puas, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
Keputusan Kepala Kantor Wilayah, importir dapat mengajukan banding kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai; |
d. |
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah
diterimannya keberatan dari importir, Direktur Jenderal Bea dan Cukai sudah
harus menetapkan Keputusan mengenai keberatan tersebut. |
|
(2). |
Dalam hal keberatan hanya menyangkut tarip, barang sudah dapat dikeluarkan
setelah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang terhutang berdasarkan
penetapan Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilunasi. |
(3). |
Dalam hal keberatan menyangkut jumlah, dan atau jenis dan atau harga,
barang impor tersebut tidak dapat di keluarkan sebelum di tetapkannya keputusan
yang bersifat final. |
(4). |
Tembusan dari Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud ayat
(1), disampaikan kepada Surveyor. |
|
|
|
(1). |
Dalam hal berdasarkan pemeriksaan administrasi atas dokumen impor sesudah
barang di berikan persetujuan pengeluaran, terdapat kekurangan pembayaran
bea masuk, bea masuk tambahan, dan pungutan impor lainya, atas kekurangan
tersebut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan penagihan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. |
(2). |
Tembusan Nota Pembetulan untuk penagihan sebagaimana di maksud dalam
ayat (1) di sampaikan kepada Surveyor. |
|
|
|
(1). |
Dalam hal terjadi transhipment barang-barang impor dengan menggunakan
" through B/L" di pelabuhan transhipment, Surveyor harus memantau
kewajaran transhipment. |
(2). |
Dalam hal ditemukan penyimpangan, Surveyor menyampaikannya secara tertulis
kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai guna mengambil langkah-langkah
yang diperlukan, dan kepada pemilik barang. |
(3). |
Dalam hal B/L tidak merupakan "through B/L",dan karena itu
mengakibatkan terjadinya "reshipment", pemeriksaan barang dan
penerbitan LPS dilakukan di pelabuhan "reshipment" di luar negeri. |
|
|
|
Barang-barang impor yang tidak dilindungi dengan LPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a yang berdasarkan pemeriksaan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai ternyata nilai FOB nya US $ 5.000,- atau lebih diancam
dengan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 26b Ordonansi Bea.
|
|
|
Barang-barang impor yang LKP-nya diterbitkan sebelum tanggal 1 Agustus
1991 dan tiba di Indonesia setelah berlakunya keputusan ini, LKP yang bersangkutan
di perlukan sebagai LPS.
|
|
|
Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengawasi pelaksanaan Keputusan ini.
|
|
|
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1991. Agar setiap
orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di |
: |
J A K A R T A |
Pada tanggal |
: |
29 Juli 1991 |
|
|
|
MENTERI KEUANGAN,
|
|
|
|
|
|
|
J.B. SUMARLIN
|
|