PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1994
TENTANG
RUMAH NEGARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Parumahan dan Permukiman, perlu pengaturan mengenai pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pangalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara; |
|||||
|
|
b. |
bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu mengatur rumah yang dikuasai Negara dengan Peraturan Pemerintah; |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; |
|||||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-rumah Negeri kepada Pegawal Negeri sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 158); |
|||||
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 7043); |
|||||
|
|
4. |
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); |
|||||
|
|
5. |
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316); |
|||||
|
|
6. |
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); |
|||||
|
|
7. |
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); |
|||||
|
|
MEMUTUSKAN : |
||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUMAH NEGARA. |
||||||
|
BAB I
|
|||||||
|
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : |
||||||
|
|
1. |
Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri; |
|||||
|
|
2. |
Pegawai Negeri adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; |
|||||
|
|
3. |
Pejabat adalah pejabat negara atau pejabat pemerintah yang diangkat untuk menduduki jabatan tertentu; |
|||||
|
|
4. |
Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pekerjaan umum; |
|||||
|
|
5. |
Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut; |
|||||
|
|
6. |
Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara yang mempunyal hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu Instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh Pegawal Negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada Negara; |
|||||
|
|
7. |
Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya. |
|||||
|
Pasal 2 |
|||||||
|
|
Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi pengadaan, penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan hak atas Rumah Negara. |
||||||
|
BAB II
|
|||||||
|
|
Pengaturan Rumah Negara bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pengadaan, penghunian, pengelolaan, dan pengalihan status dan hak atas Rumah Negara. |
||||||
|
BAB III
|
|||||||
|
|
(1) |
Pengadaan Rumah Negara dapat dilakukan dengan cara pembangunan, pembelian, tukar menukar, tukar bangun atau hibah. |
|||||
|
|
(2) |
Pelaksanaan pengadaan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
|
Pasal 5 |
|||||||
|
|
(1) |
Pembangunan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diselenggarakan berdasarkan tipe dan kelas bangunan, pangkat dan golongan Pegawai Negeri pada suatu lokasi tertentu di atas tanah yang jelas status haknya. |
|||||
|
|
(2) |
Pembangunan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. |
|||||
|
|
(3) |
Pelaksanaan pembangunan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
|
Pasal 6 |
|||||||
|
|
(1) |
Pelaksanaan pengadaan Rumah Negara dengan cara pembelian, tukar menukar atau tukar bangun dan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dilakukan secara langsung dengan masyarakat atau badan usaha. |
|||||
|
|
(2) |
Pengadaan Rumah Negara dengan cara tukar menukar atau tukar bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. |
|||||
|
BAB IV P E N G H U N I A N
Pasal 7 |
|||||||
|
|
Penghunian Rumah Negara hanya dapat diberikan kepada Pejabat atau Pegawai Nageri. |
||||||
|
Pasal 8 |
|||||||
|
|
(1) |
Untuk dapat menghuni Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus memiliki Surat Izin Penghunian. |
|||||
|
|
(2) |
Surat Izin Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Pejabat yang berwenang pada instansi yang bersangkutan. |
|||||
|
|
(3) |
Pemilik Surat Izin Penghunian wajib menempati Rumah Negara selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak Surat Izin Penghunian diterima. |
|||||
|
|
(4) |
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|||||
|
Pasal 9 |
|||||||
|
|
(1) |
Suami dan istri yang masing-masing berstatus Pegawai Negeri, hanya dapat menghuni satu Rumah Negara. |
|||||
|
|
(2) |
Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan apabila suami dan istri tersebut bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang berlainan. |
|||||
|
|
(3) |
Pelaksanaan ketentuan sabagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|||||
|
Pasal 10 |
|||||||
|
|
(1) |
Penghuni Rumah Negara wajib : |
|||||
|
|
|
a. |
mambayar sewa rumah; |
||||
|
|
|
b. |
memelihara rumah dan memanfaatkan rumah sesuai dengan fungsinya. |
||||
|
|
(2) |
Penghuni Rumah Negara dilarang : |
|||||
|
|
|
a. |
menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain; |
||||
|
|
|
b. |
mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah; |
||||
|
|
|
c. |
menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya. |
||||
|
|
(3) |
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|||||
|
BAB V
|
|||||||
|
|
Pengelolaan Rumah Negara merupakan kegiatan yang meliputi penatapan status, pendaftaran dan penghapusan. |
||||||
|
Bagian Kedua
|
|||||||
|
|
(1) |
Untuk menentukan golongan Rumah Negara dilakukan penetapan status Rumah Negara sebagai Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, dan Rumah Negara Golongan III. |
|||||
|
|
(2) |
Penetapan status Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. |
|||||
|
|
(3) |
Penetapan status Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri. |
|||||
|
|
(4) |
Tata cara penetapan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. |
|||||
|
Bagian Ketiga Pendaftaran
Pasal 13 |
|||||||
|
|
(1) |
Setiap Rumah Negara wajib didaftarkan. |
|||||
|
|
(2) |
Pendaftaran Rumah Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan kepada Menteri. |
|||||
|
|
(3) |
Tata cara pendaftaran Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
|||||
|
Bagian Keempat
|
|||||||
|
|
(1) |
Penghapusan Rumah Negara dapat dilakukan antara lain karena : |
|||||
|
|
|
a. |
tidak layak huni; |
||||
|
|
|
b. |
terkena rencana tata ruang; |
||||
|
|
|
c. |
terkena bencana; |
||||
|
|
|
d. |
dialihkan haknya kepada penghuni. |
||||
|
|
(2) |
Penghapusan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
|
BAB VI
|
|||||||
|
|
(1) |
Rumah Negara yang dapat dialihkan statusnya hanya Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III. |
|||||
|
|
(2) |
Rumah Nagara Golongan II dapat ditetapkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan I untuk memenuhi kebutuhan Rumah Jabatan. |
|||||
|
|
(3) |
Rumah Negara Golongan II yang tidak dapat dialihkan statusnya manjadi Rumah Negara Golongan III adalah : |
|||||
|
|
|
a. |
Rumah Negara Golongan II yang berfungsi sebagai mess/asrama sipil dan ABRI; |
||||
|
|
|
b. |
Rumah Negara Golongan II yang mempunyai fungsi secara langsung melayani atau terletak dalam lingkungan suatu kantor instansi, rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, pelabuhan udara, pelabuhan laut dan laboratorium/balai penelitian. |
||||
|
|
(4) |
Apabila Rumah Negara Golongan II yang akan dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdiri di atas tanah pihak lain, pimpinan instansi yang bersangkutan harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemegang hak atas tanah. |
|||||
|
|
(5) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan status sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Kaputusan Presiden. |
|||||
|
Bagian
Kedua
|
|||||||
|
|
(1) |
Rumah Negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan III. |
|||||
|
|
(2) |
Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta atau tidak beserta tanahnya hanya dapat dialihkan haknya kepada penghuni atas permohonan panghuni. |
|||||
|
|
(3) |
Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berada dalam sengketa tidak dapat dialihkan haknya. |
|||||
|
|
(4) |
Suami
dan istri yang masing-masing mendapat izin untuk menghuni Rumah Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), pengalihan hak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan kepada salah satu dari suami
dan istri yang bersangkutan. |
|||||
|
Pasal 17 |
|||||||
|
|
(1) |
Penghuni Rumah Negara yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : |
|||||
|
|
|
1. |
Pegawal Negeri : |
||||
|
|
|
|
a. |
mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun; |
|||
|
|
|
|
b. |
memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; |
|||
|
|
|
|
c. |
belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/ membeli rumah dari Negara berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
|
|
2. |
Pensiunan Pegawai Negeri : |
||||
|
|
|
|
a. |
menerima pensiun dari Negara; |
|||
|
|
|
|
b. |
memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; |
|||
|
|
|
|
c. |
belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/ membeli rumah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
|||
|
|
|
3. |
Janda/Duda Pegawai Negeri : |
||||
|
|
|
|
a. |
masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara, yang : |
|||
|
|
|
|
|
1) |
almarhum suaminya/istrinya sekurang-kurangnya mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada Negara; atau |
||
|
|
|
|
|
2) |
masa kerja almarhum suaminya/istrinya ditambah dengan jangka waktu sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun; |
||
|
|
|
|
b. |
memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; |
|||
|
|
|
|
c. |
almarhum suaminya/istrinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
|||
|
|
|
4. |
Janda/Duda Pahlawan, yang suaminya/istrinya dinyatakan sebagai Pahlawan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku : |
||||
|
|
|
|
a. |
masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara; |
|||
|
|
|
|
b. |
memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; |
|||
|
|
|
|
c. |
almarhum suaminya/istrinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
|
|
5. |
Pejabat Negara atau Janda/Duda Pejabat Negara : |
||||
|
|
|
|
a. |
masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Negara; |
|||
|
|
|
|
b. |
memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; |
|||
|
|
|
|
c. |
almarhum suaminya/istrinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoloh/membeli rumah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
|
(2) |
Apabila penghuni Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak atas Rumah Negara dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang bersangkutan. |
|||||
|
Pasal 18 |
|||||||
|
|
Pengalihan hak atas Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 dilakukan dengan cara sewa beli. |
||||||
|
Pasal 19 |
|||||||
|
|
(1) |
Penghuni Rumah Negara yang telah dialihkan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dibebaskan dari kewajiban pembayaran sewa rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a. |
|||||
|
|
(2) |
Penghunian atas Rumah Negara yang sudah dialihkan haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain oleh penghuni, |
|||||
|
Bagian
Ketiga
|
|||||||
|
|
(1) |
Taksiran harga Rumah Negara Golongan III berpedoman pada nilai biaya yang digunakan untuk membangun rumah yang bersangkutan pada waktu penaksiran dikurangi penyusutan menurut umur bangunan. |
|||||
|
|
(2) |
Penetapan taksiran harga tanah berpedoman pada Nilai Jual Obyok Pajak pada waktu penaksiran. |
|||||
|
|
(3) |
Harga Rumah Negara Golongan III beserta atau tidak beserta harga tanahnya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia yang dibentuk Menteri. |
|||||
|
Pasal 21 |
|||||||
|
|
Harga Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) ditetapkan sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh panitia. |
||||||
|
Bagian Keempat
|
|||||||
|
|
(1) |
Pembayaran harga Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan secara angsuran. |
|||||
|
|
(2) |
Apabila rumah yang dialihkan haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terkena rencana tata ruang pembayarannya dapat dilakukan secara tunai. |
|||||
|
|
(3) |
Pembayaran angsuran pertama ditetapkan paling sedikit 5% (lima perseratus) dari harga rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan dibayar penuh pada saat perjanjian sewa beli ditandatangani sedang sisanya diangsur dalam jangka waktu paling cepat 5 (lima) tahun dan paling lambat 20 (dua puluh) tahun. |
|||||
|
|
(4) |
Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetor ke Rekaning Kas Negara pada Bank Pemerintah yang ditunjuk. |
|||||
|
Bagian Kelima
|
|||||||
|
|
(1) |
Penghuni yang telah membayar lunas harga rumah beserta harga tanahnya, memperoleh : |
|||||
|
|
|
a. |
penyerahan hak milik rumah; dan |
||||
|
|
|
b. |
pelepasan hak atas tanah. |
||||
|
|
(2) |
Penghuni yang telah membayar lunas harga rumah hanya memperoleh penyerahan hak milik rumah. |
|||||
|
|
(3) |
Penghuni yang telah memperoleh penyerahan hak milik rumah dan pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengajukan permohonan hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
|
BAB VII P E M B I N A A N
Pasal 24 |
|||||||
|
|
(1) |
Pembinaan terhadap Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan dan pembinaan terhadap Rumah Negara Golongan III dilakukan oleh Menteri. |
|||||
|
|
(2) |
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan pedoman, kriteria dan standar teknis yang ditetapkan oleh Menteri. |
|||||
|
BAB
VIII
|
|||||||
|
|
Setiap penyimpangan penghunian Rumah Negara dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan Surat Izin Penghunian. |
||||||
|
BAB IX
|
|||||||
|
|
(1) |
Terhitung sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, segala peraturan pelaksanaan di bidang Rumah Negara yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. |
|||||
|
|
(2) |
Semua peristilahan rumah negeri atau rumah dinas yang termuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dibaca Rumah Negara. |
|||||
|
BAB X
|
|||||||
|
|
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemarintah ini maka Burgerlijke Woning Regeling (BWR) Staatsblad 1934 Nomor 147 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 338 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Penjualan Rumah Negeri, dinyatakan tidak berlaku. |
||||||
|
Pasal 28 |
|||||||
|
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 9 Desember 1994 |
|
|
|
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
||||||||
SOEHARTO |
||||||||
|
|
Diundangkan di Jakarta |
|
|||||
|
|
pada tanggal 9 Desember 1994 |
|
|||||
|
|
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA |
|
|||||
REPUBLIK INDONESIA |
||||||||
|
||||||||
M 0 E R D 1 O N O |
||||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 69 |