PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 55 TAHUN 1996
TENTANG
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ,
Menimbang: |
a. | bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai diatur mengenai Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai | ||||||
b. | bahwa guna melaksanakan ketentuan di atas, dipandang perlu mengatur Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Kepabeanan dan Cukai dengan Peraturan Pemerintah; | |||||||
Mengingat | : | 1. | Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; | |||||
2. | Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); | |||||||
3. | Undang-undallg Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612); | |||||||
4. | Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613 ); | |||||||
5. | Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); | |||||||
MEMUTUSKAN: |
||||||||
Menetapkan | : | PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYIDIKAN TINDAK
PIDANA DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI.
Pasal 1 |
||||||
(1) | Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | |||||||
(2) | Dalam situasi lertenlu penyidikan terhadap lindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai dapat dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. | |||||||
Pasal 2 |
||||||||
(1) | Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul Menteri Keuangan. | |||||||
(2) | Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai oleh Menteri Kehakiman dilakukan setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. | |||||||
(3) | Pejabat Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diangkat sebagai penyidik sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat (lI/b) atau yang disamakan dengan itu. | |||||||
(4) | Sebelum memangku jabatan sebagai penyidik, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diambil sumpahnya oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk. | |||||||
Pasal 3 |
||||||||
(1) | Barangsiapa selain Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengetahui atau menerima laporan tentang adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai, wajib melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | |||||||
(2) | Barangsiapa yang mengetahui adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai dalam situasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), wajib melaporkan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. | |||||||
Pasal 4 Penyidikan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat perintah
penyidikan dari atasan penyidik. Pasal 5 |
||||||||
(1) | Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberitahukan dimulainya penyidikan da menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum | |||||||
(2) | Tembusan pemberitahuan dimulainya penyidikan dan tembusan hasil penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. | |||||||
Pasal 6 Penghentian penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberitahukan kepada Penuntut Umum dan tembusannya disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia . Pasal 7 |
||||||||
(1) | Untuk kepentingan penerinlaan Negara, Jaksa Agung dapat meng- hentikan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai atas permintaan Menteri Keuangan. | |||||||
(2) | Tata cara penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan bersama Jaksa Agung | |||||||
(3) | Penghenlian penyidikan oleh Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Penuntut Umum dan tembusannya disampaikan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesla. | |||||||
Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Diundangkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd S O E H A R TO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 85 |
PEJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 55 TAHUN 1996
TENTANG
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
UMUM
Dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan
dan Cukai. Tindak pidana di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah tindak pidana
fiskal. Untuk menghadapi perkembangan dalam tindak pidana fiskal yang makin
meningkat dari segi kuantitas maupun kualitasnya, diperlukan profesionalisme
dalam penyidikan tindak pidana di bidang fiskal. Hal ini hanya dapat diwujudkan
apabila dilaksanakan oleh pejabat yang secara khusus diberikan tugas untuk
melakukan penyidikan. Guna mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan
penyidikan tindak pidana tersebut, penyidikannya dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai sebagai aparat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan
Undang-undang Nomor l l Tahun 1995 tentang Cukai.
PASAL DEMi PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dalam situasi tertentu". adalah keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena hambatan geografis, keterbatasan sarana, atau tertangkap tangan oleh pejabat polisi negara Republik Indonesia untuk barang-barang yang dikeluarkan di luar Kawasan Pabean.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (I)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3651