PENJELASAN

ATAS

PERATURAN  PEMERINTAH  REPUBLIK  INDONESIA

NOMOR 36 TAHUN 2004

TENTANG

KEGIATAN  USAHA HILIR  MINYAK  DAN  GAS  BUMI

 

UMUM

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 23 Nopember 2001 merupakan tonggak sejarah dalam memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi yang terdiri dari Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir.

Kegiatan Usaha Hilir dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam pengusahaan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi bertujuan antara lain untuk mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Dalam rangka menciptakan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi yang mandiri, handal, transparan, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional, perlu diberikan landasan hukum bagi Kegiatan Usaha Hilir yang terdiri dari Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga berdasarkan mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

Bertitik tolak dari landasan perlunya dasar hukum dalam pengusahaan Kegiatan Usaha Hilir, maka diperlukan pengaturan dalam suatu Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkannya. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yang antara lain meliputi pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasannya, mekanisme pemberian Izin Usaha, kegiatan Pengolahan, Pengangkutan termasuk Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, Penyimpanan dan Niaga, Cadangan Strategis Minyak Bumi, Cadangan Bahan Bakar Nasional, Standar dan Mutu, ketersediaan dan pendistribusian jenis Bahan Bakar Minyak tertentu, Harga Bahan Bakar Minyak dan Harga Gas Bumi, Penyaluran Bahan Bakar Minyak pada Daerah Terpencil, Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pengembangan Masyarakat Setempat, Pemanfaatan Barang, Jasa, dan Kemampuan Rekayasa dan Rancang Bangun Dalam Negeri serta Penggunaan Tenaga Kerja dan Sanksi dalam Kegiatan Usaha Hilir.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan Izin Usaha dan hanya diberikan kepada Badan Usaha setelah memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang diperlukan.

Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir dan Badan Usaha Hilir tidak dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu kecuali dengan membentuk badan hukum yang terpisah atau secara Holding Company.

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Yang dimaksud dengan jenis Bahan Bakar Minyak tertentu antara lain Bensin, Minyak Solar dan Minyak Tanah dan/atau Bahan Bakar Minyak jenis lain.

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Pengaturan dan penetapan dimaksudkan agar Badan Usaha memberikan kesempatan pemanfaatan bersama tersebut dan Badan Pengatur wajib memperhatikan dan mempertimbangkan segi teknis dan ekonomis sehingga Badan Usaha yang memiliki dan/atau menguasai fasilitas penyimpanan dan pengangkutan Bahan Bakar Minyak tidak terganggu kegiatan operasinya.

Huruf e

Yang dimaksud dengan iuran adalah sejumlah dana yang wajib dibayarkan oleh Badan Usaha yang melakukan kegiatan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak.

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (2)

Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang ditangani oleh Badan Pengatur dikarenakan letak Badan Pengatur yang saat ini hanya ada di Jakarta.

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Agar tidak merugikan dan memberatkan Badan Usaha dan konsumen, maka dalam menetapkan Tarif, Badan Pengatur wajib memperhatikan kepentingan pemilik Gas Bumi, pemilik pipa dan konsumen.

Huruf d

Penetapan harga Gas Bumi hanya diberlakukan untuk rumah tangga dan pelanggan kecil yang menggunakan Gas Bumi dengan skala konsumsi tertentu.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Yang dimaksud dengan iuran adalah sejumlah dana yang wajib dibayarkan oleh Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (2)

Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang ditangani oleh Badan Pengatur dikarenakan letak Badan Pengatur yang saat ini hanya ada di Jakarta.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pemberian pertimbangan tertulis tersebut antara lain memuat pelanggaran­pelanggaran yang dilakukan Badan Usaha, dampak/kajian dari segi teknis dan keekonomian serta usulan jenis sanksi yang akan diberikan.

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pelimpahan wewenang pemberian Izin Usaha untuk kegiatan tertentu adalah dimaksudkan untuk lebih memudahkan pelaku usaha dan dalam rangka efisiensi guna menghindari ekonomi biaya tinggi serta dengan memperhatikan kapasitas dan kemampuan pelaku usaha termasuk di dalamnya dengan memperhatikan kepemilikan saham asing dan/atau pemanfaatan fasilitas penanaman modal. Pelimpahan wewenang pemberian Izin Usaha untuk kegiatan tertentu dapat dilakukan kepada Pemerintah Daerah, instansi terkait, dan/atau badan tertentu yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi penanaman modal.

Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa melaksanakan kegiatan usahanya dengan prinsip usaha terpisah (unbundling) dan hanya dapat diberikan Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi tertentu. Hal ini untuk mendorong persaingan usaha yang wajar dan sehat serta untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana serta mutu pelayanan.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Badan Usaha yang melakukan kegiatan usaha Niaga Gas Bumi melalui pipa melaksanakan kegiatan usahanya dengan prinsip usaha terpisah (unbundling) dan hanya dapat diberikan Wilayah Jaringan Distribusi tertentu. Hal ini untuk mendorong persaingan usaha yang wajar dan sehat serta untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana serta mutu pelayanan. Pembagian wilayah Niaga dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis, keamanan dan keselamatan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Persyaratan dan pedoman pelaksanaan Izin Usaha ditetapkan dalam suatu Keputusan Menteri yang antara lain memuat :

a.

Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang telah mendapat pengesahan instansi yang berwenang;

b.

profil perusahaan (company profile);

c.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d.

surat tanda daftar perusahaan (TDP);

e.

surat keterangan domisili perusahaan;

f.

surat informasi sumber pendanaan;

g.

surat pernyataan tertulis kesanggupan memenuhi aspek keselamatan operasi dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan;

h.

surat pernyataan tertulis kesanggupan memenuhi kewajiban sesuai

dengan peraturan yang berlaku;

i.

persetujuan prinsip dari Pemerintah Daerah mengenai lokasi yang memerlukan pembangunan fasilitas dan sarana.

Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kelanjutan kegiatan usaha Pengolahannya adalah bahwa Badan Usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga merupakan kegiatan yang menunjang dan terkait langsung dengan kegiatan usaha Pengolahannya serta tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pertimbangan teknis adalah bahwa terhadap fasilitas Pengolahan yang mempunyai kapasitas lebih dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa mengganggu kegiatan operasional pemilik fasilitas.

Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomis adalah bahwa pihak lain yang akan memanfaatkan fasilitas Pengolahan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keekonomian pemilik fasilitas antara lain mengenai tingkat pengembalian investasi (rate of return).

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Berdasarkan ketentuan ini, untuk bidang pelumas diberlakukan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu bahwa berkaitan dengan pemberian izin usaha pabrikasi (blending) pelumas dan/atau pengolahan pelumas bekas diberikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari Menteri. Sedangkan mengenai penetapan standar dan mutu pelumas serta pembinaan dan pengawasannya dilakukan oleh Menteri.

Pasal 26

Yang dimaksudkan dengan Izin Usaha Pengangkutan dari Menteri adalah Izin Usaha yang diberikan Menteri kepada Badan Usaha untuk melakukan kegiatan pemindahan, penyaluran dan/atau pendistribusian Minyak Bumi, Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain dan/atau Hasil Olahan baik melalui darat, air dan/atau udara termasuk Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan komersial mengingat bahwa komoditas tersebut mempunyai sifat strategis dan vital yang mempunyai dampak secara langsung terhadap kepentingan masyarakat banyak. Terhadap Badan Usaha yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk melengkapi perizinan usahanya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi.

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Pengangkutan yang dapat dilaksanakan oleh koperasi, usaha kecil dan/atau badan usaha swasta nasional adalah pengangkutan yang menggunakan sarana angkutan darat di luar kereta api, dengan tujuan memberdayakan kemampuan koperasi, usaha kecil dan/atau badan usaha swasta nasional untuk ikut serta dalam kegiatan pengangkutan Bahan Bakar Minyak ditingkat pengecer yang penunjukannya dilaksanakan oleh Badan Usaha melalui seleksi. Dalam melakukan seleksi dan menentukan kriteria badan usaha swasta nasional didasarkan pada perusahaan lokal, setempat atau perseorangan dengan keseluruhan kepemilikan modal atau sahamnya adalah dalam negeri 100% (seratus per seratus).

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pertimbangan teknis adalah bahwa terhadap fasilitas Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa yang mempunyai kapasitas lebih dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa mengganggu kegiatan operasional pemilik fasilitas.

Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomis adalah bahwa pihak lain yang akan memanfaatkan fasilitas Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keekonomian pemilik fasilitas antara lain mengenai tingkat pengembalian investasi (rate of return).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

 

Ayat (1)

 

 

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pertimbangan teknis adalah bahwa terhadap fasilitas Penyimpanan yang mempunyai kapasitas lebih dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa mengganggu kegiatan operasional pemilik fasilitas

 

 

Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomis adalah bahwa pihak lain yang akan memanfaatkan fasilitas Penyimpanan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keekonomian pemilik fasilitas antara lain mengenai tingkat pengembalian investasi (rate of return).

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Cukup jelas

Pasal 41

 

Cukup jelas

Pasal 42

 

Cukup jelas

Pasal 43

Ketentuan wajib memiliki Izin Usaha juga berlaku terhadap Badan Usaha yang ditunjuk untuk menjual Minyak Bumi dan Gas Bumi bagian Pemerintah yang bukan merupakan kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu dan tidak terkait dengan Kontrak Kerja Sama.

Pasal 44

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan harga jual Bahan Bakar Minyak pada tingkat yang wajar adalah harga jual Bahan Bakar Minyak yang sesuai dengan keekonomiannya dengan mempertimbangkan keuntungan yang layak bagi Badan Usaha dan tidak memberatkan konsumen.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Izin Usaha wajib dimiliki oleh Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan usaha Niaga Terbatas (Trading) yang tidak mempunyai fasilitas dan sarana Niaga. Persyaratan untuk mendapatkan Izin Usaha Niaga Terbatas (Trading) dibedakan dengan persyaratan untuk mendapatkan Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) yang mempunyai fasilitas dan sarana Niaga.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan penetapan kapasitas dalam ketentuan ini adalah fasilitas penyimpanan minimum yang harus disediakan Badan Usaha untuk kegiatannya dengan mengacu pada kewajiban kapasitas fasilitas penyimpanan minimum Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Tanggung jawab atas standar dan mutu tidak hanya dibebankan pada Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) tetapi secara tanggung renteng juga merupakan tanggung jawab penyalur sampai ke tingkat konsumen.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan pengoperasian oleh koperasi, usaha kecil dan/atau badan usaha swasta nasional adalah bahwa pengoperasiannya dilaksanakan melalui seleksi dan terintegrasi dengan Badan Usaha Niaga skala besar yang telah mempunyai Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale).

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan penugasan untuk menyediakan Cadangan Strategis Minyak Bumi hanya dapat ditugaskan atau diwajibkan terhadap Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan usaha Pengolahan yang memiliki dan/atau menguasai fasilitas dan sarana kilang.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan jenis Cadangan Bahan Bakar Minyak adalah Bahan Bakar Minyak yang selalu tersedia dalam jumlah dan jenis tertentu yang dapat digunakan setiap saat dan apabila tidak tersedia dan/atau terlambat digunakan akan mengakibatkan gangguan dan sangat mempengaruhi perekonomian Nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan dan untuk melindungi konsumen Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain dan/atau Hasil Olahan, Pemerintah melalui Menteri mengatur dan menetapkan standar dan mutunya termasuk tatacara pengawasannya. Menteri dalam menetapkan standar dan mutu juga memperhatikan perkembangan teknologi permesinan serta standar dan mutu internasional.

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pengaturan secara bertahap dalam Keputusan Presiden ini adalah aturan mengenai pentahapan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu meliputi perencanaan penjualan Badan Usaha yang didasarkan pada kebutuhan tahunan setiap Wilayah Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak dan mekanisme pengalihan hak penjualan kepada Badan Usaha lain serta ketentuan tatacara ekspor dan impor termasuk rekomendasinya dengan memperhatikan kepentingan masyarakat konsumen.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan perencanaan penjualan adalah jumlah jenis Bahan Bakar Minyak tertentu yang diajukan untuk diusahakan Badan Usaha dalam penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak di Wilayah Usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu dan mendapat penetapan dan persetujuan Badan Pengatur.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Wilayah Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak adalah wilayah tertentu berdasarkan batasan geografis yang diberikan kepada Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian jenis Bahan Bakar Minyak tertentu.

Ayat (2)

Dalam menetapkan pembagian Wilayah Usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu didasarkan pada pertimbangan kebutuhan, lokasi, kesiapan pembentukan pasar dan nilai strategis dari wilayah yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Ayat (1)

Ketentuan terhadap harga Bahan Bakar Gas jenis LPG diserahkan pada mekanisme pasar dilakukan setelah adanya persaingan/terbentuknya dalam pasar LPG atau sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) Badan Usaha/pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan usaha Niaga LPG.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pengawasan atas harga jual Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi berpedoman pada tingkat harga yang wajar, harga yang sesuai dengan keekonomiannya dengan mempertimbangkan keuntungan yang layak bagi Badan Usaha dan tidak memberatkan konsumen.

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Ayat (1)

Dalam mengutamakan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri tetap harus mempertimbangkan persyaratan teknis, kualitas, ketepatan pengiriman dan harga.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Yang dimaksud dengan penetapan oleh Menteri adalah ketentuan yang berkaitan dengan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan serta pemeriksaan teknis sistem alat ukur.

Pasal 96

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tindakan Menteri adalah cara dan/atau langkah untuk mengatasi keadaan Kelangkaan Bahan Bakar Minyak melalui pelepasan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional yang dimiliki oleh Badan Usaha atau melalui peningkatan impor Bahan Bakar Minyak dengan pemberian kemudahan  dan insentif yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Badan Pengatur.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tindakan Pemerintah adalah cara atau langkah untuk menstabilkan harga Bahan Bakar Minyak melalui penetapan harga jual eceran tertinggi yang ditetapkan bersama Menteri dan menteri terkait setelah berkonsultasi dengan Presiden.

Pasal 97

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4436