PENJELASAN


ATAS


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 52 TAHUN 2012


TENTANG


SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI USAHA
DI BIDANG PARIWISATA

I.

UMUM

 

Pembangunan kepariwisataan merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan dari seluruh pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Tujuan pembangunan kepariwisataan antara lain meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata, mengkomunikasikan destinasi pariwisata Indonesia dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggungjawab, mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional, dan mengembangkan lembaga kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. Kompetensi sumber daya manusia merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam pembangunan kepariwisataan.

 

Kepariwisataan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan cinta tanah air, citra bangsa, dan memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional melalui penyerapan Tenaga Kerja, pemerataan kesempatan berusaha, meningkatkan penerimaan devisa negara serta berperan dalam mengentaskan kemiskinan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

 

Pembangunan kepariwisataan perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkompeten dalam rangka memberikan pelayanan prima bagi wisatawan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengamanatkan bahwa Tenaga Kerja di bidang kepariwisataan wajib memiliki standar Kompetensi melalui sertifikasi. Sertifikasi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan Tenaga Kerja tingkat nasional maupun internasional.

 

Sektor pariwisata, yang telah berperan sebagai penyumbang devisa yang cukup besar selain minyak dan gas bumi, menjadi industri atau sektor penting yang diandalkan pemerintah ke depan untuk menjadi pilar utama pembangunan ekonomi nasional, maka pengembangan sektor pariwisata harus dilaksanakan secara serius, terarah, dan profesional agar pengembangan dan pemanfaatan aset-aset pariwisata dapat memberi kontribusi signifikan dalam mewujudkan peran sektor pariwisata sebagai andalan pembangunan di masa depan.

 

Pengembangan sektor pariwisata harus diikuti dengan adanya standar usaha di bidang pariwisata yang dibuktikan dengan sertifikasi terhadap usaha yang sudah ada. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa produk, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha. Sertifikasi Usaha Pariwisata sangat diperlukan dan dibutuhkan untuk mendukung pengembangan kegiatan kepariwisataan nasional dalam menghadapi persaingan globalisasi dan liberalisasi sektor jasa baik di tingkat regional dan internasional.

 

Sesuai amanat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan untuk menjawab tantangan ke depan, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata dengan lingkup pengaturan:

 

a.

Ketentuan umum

 

b.

Pengembangan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata;

 

c.

Pengembangan Sertifikasi Usaha Pariwisata;

 

d.

Pembiayaan;

 

e.

Pengawasan;

 

f.

Sanksi Administratif; dan

 

g.

Ketentuan Penutup.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 2

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 3

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 5

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 6

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 7

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 8

   

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "standar khusus" adalah standar kompetensi kerja yang dikembangkan dan digunakan oleh organisasi untuk memenuhi tujuan internal organisasinya sendiri dan/atau untuk memenuhi kebutuhan organisasi lain yang memiliki ikatan kerja sama dengan organisasi yang bersangkutan atau organisasi lain yang memerlukan.

 

Pasal 9

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kualifikasi okupasi nasional" adalah skema sertifikasi untuk berbagai okupasi nasional sesuai Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia berbasis SKKNI dan/atau standar lain sesuai dengan tuntutan industri/okupasi/profesi terkait dan tuntutan pasar.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "skema sertifikasi kelompok (duster)" adalah skema sertifikasi yang berisi unit-unit kompetensi sesuai dengan kelompok spesifik industri.     

 

 

 

Yang dimaksud dengan "profisiensi" adalah uji keberterimaan (acceptance) kompetensi yang dilakukan dengan cara evaluasi atau ujian (examination) dengan mengujikan indikator kuat (norma) suatu kompetensi yang dibandingkan dengan suatu besaran statistik untuk menentukan suatu kompetensi masih terpelihara (in layer) atau tidak terpelihara (out layer).

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

     

Cukup jelas.

 

Pasal 10

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 11

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 12

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 13

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Huruf a

 

 

 

 

LSP pihak pertama industri merupakan LSP yang dibentuk oleh suatu organisasi/perusahaan yang melakukan sertifikasi kompetensi terhadap karyawannya sendiri, dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar khusus, dan/atau standar internasional.

 

 

 

 

LSP pihak pertama pendidikan vokasi merupakan LSP yang dibentuk oleh pendidikan vokasi yang melakukan sertifikasi kompetensi terhadap peserta didik sendiri selama belajar di lembaga pendidikan tersebut dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar khusus, dan/atau standar internasional.

 

 

 

Huruf b

 

 

 

 

LSP pihak kedua merupakan LSP yang dibentuk oleh suatu organisasi/perusahaan yang melakukan sertifikasi kompetensi terhadap karyawan perusahaan lain yang menjadi supplier atau agen dari organisasi/perusahaan dimaksud dalam rangka menjamin mutu supply barang atau jasa dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar khusus, dan/atau standar internasional.

 

 

 

Huruf c

 

 

 

 

LSP pihak ketiga merupakan LSP yang dibentuk dan mendapat dukungan dari suatu asosiasi industri, asosiasi profesi dan instansi teknis yang telah mendapat lisensi dari BNSP yang melakukan sertifikasi kompetensi terhadap Tenaga Kerja dalam rangka menjamin mutu kompetensi secara nasional dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar khusus, dan/atau standar internasional.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 14

 

 

Yang dimaksud dengan "pelaksanaan sertifikasi pada saat proses pembelajaran" adalah uji kompetensi yang dilaksanakan pada saat yang bersangkutan masih berada pada lembaga pendidikan.

 

 

Yang dimaksud dengan "pelaksanaan sertifikasi pada saat hasil pembelajaran" adalah proses pengakuan capaian pembelajaran dan/atau capaian kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan nonformal, informal, dan pelatihan.

 

 

Yang dimaksud dengan "pelaksanaan sertifikasi hasil pengalaman kerja" adalah pengakuan terhadap pengalaman kerja Tenaga Kerja yang bersangkutan pada profesi yang sama.

 

 

Yang dimaksud dengan "pengalaman kerja" adalah akumulasi melakukan pekerjaan secara intensif pada jangka waktu tertentu di suatu bidang tertentu yang menghasilkan peningkatan kompetensi.

 

Pasal 15

   

Ayat (1)

 

 

 

Harmonisasi ditujukan untuk mencapai kesepahaman dan saling pengakuan baik lintas sektor, lintas sistem standardisasi, lintas negara maupun multilateral, untuk mengembangkan kerja sama bilateral maupun multilateral.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 16

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 17

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

a.

Bidang usaha daya tarik wisata meliputi jenis usaha pengelolaan daya tarik wisata dan subjenis usaha meliputi:

 

 

 

1)

pengelolaan pemandian air panas alami;

 

 

 

2)

pengelolaan gua;

 

 

 

3)

pengelolaan peninggalan sejarah dan purbakala berupa candi, keraton, prasasti, pertilasan, dan bangunan kuno;

 

 

 

4)

pengelolaan museum;

 

 

 

5)

pengelolaan permukiman dan/atau lingkungan adat;

 

 

 

6)

pengelolaan objek ziarah; dan

 

 

 

7)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha pengelolaan daya tarik wisata yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota dan/atau Gubernur.

 

 

b.

Bidang usaha kawasan pariwisata belum memiliki jenis maupun subjenis usaha.

 

 

c.

Bidang usaha jasa transportasi wisata meliputi jenis usaha:

 

 

 

1)

angkutan jalan wisata;

 

 

 

2)

angkutan kereta api wisata;

 

 

 

3)

angkutan sungai dan danau wisata;

     

4)

angkutan laut domestik wisata; dan

     

5)

angkutan laut internasional wisata.

   

d.

Bidang usaha jasa perjalanan wisata meliputi jenis usaha:

 

 

 

1)

biro perjalanan wisata; dan

 

 

 

2)

agen perjalanan wisata.

 

 

e.

Bidang usaha jasa makanan dan minuman meliputi jenis usaha:

 

 

 

1)

restoran;

 

 

 

2)

rumah makan;

 

 

 

3)

bar/rumah minum;

 

 

 

4)

kafe;

 

 

 

5)

jasa boga;

 

 

 

6)

pusat penjualan makanan; dan

 

 

 

7)

jenis usaha lain bidang usaha jasa makanan dan minuman yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota dan/atau Gubernur.

 

 

f.

Bidang usaha jasa penyediaan akomodasi meliputi jenis usaha:

 

 

 

1)

hotel meliputi subjenis:

 

 

 

 

a)

hotel bintang; dan

 

 

 

 

b)

hotel nonbintang.

 

 

 

2)

bumi perkemahan;

 

 

 

3)

persinggahan karavan;

 

 

 

4)

vila;

 

 

 

5)

pondok wisata;

 

 

 

6)

akomodasi lain meliputi:

 

 

 

 

a)

motel; dan

 

 

 

 

b)

jenis usaha lain bidang usaha jasa penyediaan akomodasi yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota dan/atau Gubernur.

 

 

g.

Bidang usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi meliputi jenis usaha:

 

 

 

1)

gelanggang olahraga, yang meliputi subjenis usaha:

 

 

 

 

a)

lapangan golf;

 

 

 

 

b)

rumah bilyar;

 

 

 

 

c)

gelanggang renang;

 

 

 

 

d)

lapangan tenis;

 

 

 

 

e)

gelanggang bowling; dan

 

 

 

 

f)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha gelanggang olahraga yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

 

2)

gelanggang seni, yang meliputi subjenis:

 

 

 

 

a)

sanggar seni;

 

 

 

 

b)

galeri seni;

 

 

 

 

c)

gedung pertunjukan seni; dan

 

 

 

 

d)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha gelanggang seni yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

 

3)

arena permainan, yang meliputi subjenis usaha:

 

 

 

 

a)

arena permainan; dan

 

 

 

 

b)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha arena permainan yang ditetapkan oleh oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

 

4)

hiburan malam, yang meliputi subjenis usaha:

 

 

 

 

a)

kelab malam;

 

 

 

 

b)

diskotek;

 

 

 

 

c)

pub; dan

 

 

 

 

d)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha hiburan malam yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

 

5)

panti pijat, yang meliputi subjenis usaha:

       

a)

panti pijat; dan

       

b)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha panti pijat yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

     

6)

taman rekreasi, yang meliputi subjenis usaha:

 

 

 

 

a)

taman rekreasi;

 

 

 

 

b)

taman bertema; dan

 

 

 

 

c)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha taman rekreasi yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

 

7)

karaoke, yang meliputi subjenis usaha karaoke.

 

 

 

8)

jasa impresariat/promotor, yang meliputi subjenis usaha jasa impresariat/promotor.

 

 

h.

Bidang usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran meliputi jenis usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran.

 

 

i.

Bidang usaha jasa informasi pariwisata belum memiliki jenis maupun subjenis usaha.

 

 

j.

Bidang usaha jasa konsultan pariwisata belum memiliki jenis maupun subjenis usaha.

 

 

k.

Bidang usaha jasa pramuwisata belum memiliki jenis maupun subjenis usaha.

 

 

1.

Bidang usaha wisata tirta, meliputi jenis usaha:

 

 

 

1)

wisata bahari, yang meliputi subjenis usaha:

 

 

 

 

a)

wisata selam;

 

 

 

 

b)

wisata perahu layar;

 

 

 

 

c)

wisata memancing;

 

 

 

 

d)

wisata selancar;

 

 

 

 

e)

dermaga bahari; dan

 

 

 

 

f)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha wisata bahari yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

 

2)

wisata sungai, danau, dan waduk, yang meliputi subjenis usaha:

 

 

 

 

a)

wisata arung jeram;

 

 

 

 

b)

wisata dayung; dan

 

 

 

 

c)

subjenis usaha lainnya dari jenis usaha wisata sungai, danau, dan waduk yang ditetapkan oleh Bupati, Walikota, dan/atau Gubernur.

 

 

m.

Bidang usaha spa belum memiliki jenis maupun subjenis usaha.

 

 

 

 

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

 

 

Ayat (4)

 

 

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 18

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 19

 

 

Ayat (1)

     

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "lembaga mandiri" adalah bahwa LSU Bidang Pariwisata harus dapat bertindak sendiri, tidak terpengaruh oleh berbagai kepentingan dan pembiayaan operasionalnya tidak bergantung dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 20

 

 

Huruf a

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Huruf b

 

 

 

Yang dimaksud dengan perangkat kerja antara lain:

 

 

 

1.

materi Audit Usaha Pariwisata;

 

 

 

2.

pedoman pelaksanaan Audit Usaha Pariwisata; dan

 

 

 

3.

panduan mutu.

 

 

Huruf c

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 21

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 22

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 23

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "transparan" adalah setiap proses pelaksanaan Sertifikasi Usaha Pariwisata harus dapat diketahui oleh banyak pihak.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "objektif" adalah proses pelaksanaan sertifikasi tidak memihak.

 

 

 

Yang dimaksud dengan "kredibel" adalah mengumumkan hasil penilaian kepada publik.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 24

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 25

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 26

 

 

Ayat (1)

 

 

 

Yang dimaksud dengan "uji kompetensi" adalah proses penilaian yang dilakukan oleh asesor kompetensi untuk membuat keputusan bahwa suatu kompetensi telah dapat dipenuhi.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Fasilitasi pelaksanaan sertifikasi oleh Pengusaha Pariwisata antara lain penyediaan tempat uji kompetensi, bahan-bahan dan peralatan praktik.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Fasilitasi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata antara lain penyusunan dan pemutakhiran standar Kompetensi, diseminasi standar, pendidikan dan pelatihan asesi, bimbingan teknis, pelatihan asesor, pembuatan materi uji kompetensi, dan membantu pembiayaan uji kompetensi.

 

Pasal 27

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 28

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 29

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 30

   

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (2)

 

 

 

Cukup jelas.

 

 

Ayat (3)

 

 

 

Pembatasan kegiatan usaha tersebut dapat berupa:

 

 

 

1.

membatasi kegiatan usaha di salah satu atau beberapa lokasi (bagi pengusaha yang memiliki kegiatan di beberapa lokasi); dan/atau

 

 

 

2.

membatasi lingkup jenis dan/atau subjenis usaha.

 

 

Ayat (4)

 

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 31

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 32

 

 

Cukup jelas.

 

Pasal 33

 

 

Cukup jelas.

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5311