PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2013
TENTANG
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), dan Pasal 84 serta dalam rangka memberikan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mulai dari pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4445);

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI.

 

 

BAB I

 

 

KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

 

 

1.

Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

 

 

2.

Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

 

 

3.

Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.

 

 

4.

Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam rangka memberikan dan meningkatkan perlindungan TKI di luar negeri.

 

 

5.

Asuransi Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang selanjutnya disebut Asuransi TKI adalah suatu bentuk perlindungan bagi TKI dalam bentuk santunan berupa uang sebagai akibat resiko yang dialami TKI sebelum, selama dan sesudah bekerja di luar negeri.

 

 

6.

Pembekalan Akhir Pemberangkatan yang selanjutnya disingkat PAP adalah kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada calon TKI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri agar calon TKI mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi.

 

 

7.

Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internasional.

 

 

8.

Atase Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil pada kementerian yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik tertentu yang proses penugasannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan tugas di bidang ketenagakerjaan.

 

 

9.

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut BNP2TKI adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

 

 

10.

Pelaksana Penempatan TKI Swasta yang selanjutnya disebut PPTKIS adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.

 

 

11.

Dinas Kabupaten/Kota adalah instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

 

 

12.

Dinas Provinsi adalah instansi pemerintah provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

 

 

13.

Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

 

 

Pasal 2

 

 

Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:

 

 

a.

perlindungan TKI mulai dari pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan;

 

 

b.

perlindungan TKI melalui penghentian dan pelarangan penempatan TKI; dan

 

 

c.

program pembinaan dan perlindungan TKI.

 

 

Pasal 3

 

 

Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada calon TKI/TKI yang ditempatkan oleh BNP2TKI, PPTKIS, perusahaan yang menempatkan TKI untuk kepentingan sendiri, dan TKI yang bekerja secara perseorangan.

 

 

Pasal 4

 

 

Pemerintah bersama pihak terkait dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, wajib memberikan perlindungan secara penuh dan tanpa diskriminasi kepada calon TKI/TKI.

 

 

BAB II

 

 

PERLINDUNGAN TKI PRA PENEMPATAN, MASA PENEMPATAN,
DAN PURNA PENEMPATAN

 

 

Bagian Kesatu

 

 

Perlindungan Pra Penempatan

 

 

Pasal 5

 

 

Perlindungan calon TKI pada pra penempatan meliputi:

 

 

a.

perlindungan administratif; dan

 

 

b.

perlindungan teknis.

 

 

Pasal 6

 

 

Perlindungan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:

 

 

a.

pemenuhan dokumen penempatan;

 

 

b.

penetapan biaya penempatan; dan

 

 

c.

penetapan kondisi dan syarat kerja.

 

 

Pasal 7

 

 

Pemenuhan dokumen penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:

 

 

a.

Kartu Tanda Penduduk, ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran, atau surat keterangan kenal lahir;

 

 

b.

sertifikat kompetensi kerja;

 

 

c.

surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi dan pemeriksaan kesehatan;

 

 

d.

paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;

 

 

e.

visa kerja;

 

 

f.

Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); dan

 

 

g.

dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Penetapan biaya penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan berdasarkan:

 

 

 

a.

negara tujuan penempatan; dan

 

 

 

b.

sektor jabatan.

 

 

(2)

Penetapan biaya penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dan dapat ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan.

 

 

Pasal 9

 

 

Penetapan kondisi dan syarat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi jam kerja, upah dan tata cara pembayaran, hak cuti dan waktu istirahat, fasilitas, dan jaminan sosial.

 

 

Pasal 10

 

 

Perlindungan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:

 

 

a.

sosialisasi dan diseminasi informasi;

 

 

b.

peningkatan kualitas calon TKI;

 

 

c.

pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI; dan

 

 

d.

pembinaan dan pengawasan.

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Sosialisasi dan diseminasi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dilakukan dalam bentuk penyuluhan dan kampanye peningkatan pemahaman cara bekerja di luar negeri.

 

 

(2)

Sosialisasi dan diseminasi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui media cetak dan/atau elektronik.

 

 

(3)

Sosialisasi dan diseminasi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait yang dikoordinasikan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

 

 

Pasal 12

 

 

Peningkatan kualitas calon TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, meliputi:

 

 

a.

pelatihan;

 

 

b.

uji kompetensi; dan

 

 

c.

PAP.

 

 

Pasal 13

 

 

Pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, dilakukan dalam hal calon TKI meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI, tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan atau pelecehan seksual.

 

 

Pasal 14

 

 

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, dilakukan terhadap pelaksana penempatan dan pihak terkait lainnya.

 

 

Bagian Kedua

 

 

Perlindungan Masa Penempatan

 

 

Pasal 15

 

 

Perlindungan TKI masa penempatan dimulai sejak TKI tiba di bandara/pelabuhan negara tujuan penempatan, selama bekerja, sampai kembali ke bandara debarkasi Indonesia.

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Perlindungan masa penempatan diberikan oleh Perwakilan.

 

 

(2)

Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum negara setempat, serta hukum dan kebiasaan internasional dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait.

 

 

Pasal 17

 

 

Perlindungan masa penempatan TKI di luar negeri meliputi:

 

 

a.

pembinaan dan pengawasan;

 

 

b.

bantuan dan perlindungan kekonsuleran;

 

 

c.

pemberian bantuan hukum;

 

 

d.

pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI;

 

 

e.

perlindungan dan bantuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional; dan

 

 

f.

upaya diplomatik.

 

 

Pasal 18

 

 

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, meliputi:

 

 

a.

pembinaan dan pengawasan terhadap TKI, perwakilan PPTKIS, mitra usaha, dan pengguna;

 

 

b.

memberikan bimbingan dan advokasi kepada TKI;

 

 

c.

fasilitasi penyelesaian perselisihan atau sengketa TKI dengan pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI;

 

 

d.

menyusun dan mengumumkan daftar mitra usaha dan pengguna tidak bermasalah dan bermasalah secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

 

 

e.

melakukan kerja sama internasional dalam rangka perlindungan TKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Pasal 19

 

 

Bantuan dan perlindungan kekonsuleran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, meliputi:

 

 

a.

pengurusan TKI sakit, kecelakaan, meninggal dunia;

 

 

b.

akses komunikasi antara Perwakilan dan TKI; dan

 

 

c.

akses informasi kepada negara penerima mengenai TKI yang mendapat masalah hukum.

 

 

Pasal 20

 

 

Pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, meliputi:

 

 

a.

pemberian mediasi;

 

 

b.

pemberian advokasi;

 

 

c.

pendampingan terhadap TKI yang menghadapi masalah hukum;

 

 

d.

penanganan masalah TKI yang mengalami tindak kekerasan fisik dan pelecehan seksual; dan

 

 

e.

penyediaan advokat/pengacara.

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, meliputi:

 

 

 

a.

memanggil pihak yang tidak memenuhi hak-hak TKI;

 

 

 

b.

melaporkan kepada otoritas yang berwenang;

 

 

 

c.

menuntut pemenuhan hak-hak TKI;

 

 

 

d.

memperkarakan pihak yang tidak memenuhi hak-hak TKI;

 

 

 

e.

bantuan terhadap TKI yang dipindahkan ke tempat lain/majikan lain yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja;

 

 

 

f.

penanganan terhadap TKI yang dipekerjakan tidak sesuai dengan perjanjian kerja; dan

 

 

 

g.

penyelesaian tuntutan dan/atau perselisihan TKI dengan pengguna jasa TKI dan/atau mitra usaha.

 

 

(2)

Hak-hak TKI yang dibela sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi hak-hak TKI yang diatur dalam perjanjian kerja, hukum nasional, hukum perburuhan setempat, dan konvensi internasional.

 

 

Pasal 22

 

 

Perlindungan dan bantuan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e, paling sedikit:

 

 

a.

menyediakan penerjemah bahasa;

 

 

b.

pemulangan TKI; dan

 

 

c.

pendekatan untuk mendapatkan pengampunan hukuman/pidana.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Upaya diplomatik dalam perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f dilakukan melalui saluran diplomatik dengan cara damai dan dapat diterima oleh kedua belah pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.

 

 

(2)

Upaya diplomatik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri.

 

 

Pasal 24

 

 

Menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri dan Menteri melakukan koordinasi dalam pembinaan dan perlindungan TKI selama masa penempatan.

 

 

Pasal 25

 

 

PPTKIS wajib membantu Perwakilan dalam memberikan perlindungan dan bantuan hukum selama masa penempatan.

 

 

Bagian Ketiga

 

 

Perlindungan Purna Penempatan

 

 

Pasal 26

 

 

Perlindungan TKI purna penempatan diberikan dalam bentuk:

 

 

a.

pemberian kemudahan atau fasilitas kepulangan TKI;

 

 

b.

pemberian upaya perlindungan terhadap TKI dari kemungkinan adanya tindakan pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam kepulangan dari negara tujuan, di debarkasi, dan dalam perjalanan sampai ke daerah asal;

 

 

c.

fasilitasi pengurusan klaim asuransi;

 

 

d.

fasilitasi kepulangan TKI berupa pelayanan transportasi, jasa keuangan, dan jasa pengurusan barang;

 

 

e.

pemantauan kepulangan TKI sampai ke daerah asal;

 

 

f.

fasilitasi TKI bermasalah berupa fasilitasi hak-hak TKI; dan

 

 

g.

penanganan TKI sakit berupa fasilitasi perawatan kesehatan dan rehabilitasi fisik dan mental.

   

Pasal 27

   

Perlindungan TKI purna penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dapat juga dilakukan dalam bentuk bantuan pemulangan oleh Perwakilan.

   

Pasal 28

   

(1)

Dalam situasi khusus, perlindungan TKI dapat juga diberikan dalam bentuk evakuasi.

   

(2)

Situasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

     

a.

terjadi bencana alam, wabah penyakit, perang;

     

b.

pendeportasian besar-besaran; dan

     

c.

negara penempatan tidak lagi menjamin keselamatan TKI.

 

 

(3)

Evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang paling memungkinkan ke negara terdekat yang dianggap aman atau dipulangkan ke Indonesia.

 

 

(4)

Evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri, berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait di tingkat nasional maupun internasional.

 

 

Bagian Keempat

 

 

Tata Cara Pemberian Perlindungan Calon TKI/TKI

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

Dinas Kabupaten/Kota melakukan perlindungan kepada calon TKI/TKI dengan cara:

 

 

 

a.

melakukan penyuluhan dan rekrut bersama-sama dengan BNP2TKI dan PPTKIS sesuai dengan Surat Izin Pengerahan dan/atau Surat Pengantar Rekrut;

 

 

 

b.

melakukan verifikasi keabsahan dokumen;

 

 

 

c.

melakukan penelitian terhadap perjanjian penempatan yang akan ditandatangani oleh PPTKIS dan calon TKI;

 

 

 

d.

melakukan pendataan; dan

 

 

 

e.

penerbitan rekomendasi paspor.

 

 

(2)

Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

 

 

 

a.

Kartu Tanda Penduduk, ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran, atau surat keterangan kenal lahir;

 

 

 

b.

surat keterangan status perkawinan;

 

 

 

c.

surat keterangan izin dari:

 

 

 

 

1.

suami/istri bagi calon TKI yang menikah;

 

 

 

 

2.

orang tua bagi calon TKI yang belum menikah, janda/duda; atau

 

 

 

 

3.

wali bagi calon TKI yang orang tua, suami/istrinya sudah meninggal atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum;

 

 

 

d.

surat keterangan sehat; dan

 

 

 

e.

Kartu Peserta Asuransi TKI.

 

 

Pasal 30

 

 

Dinas Provinsi memberikan perlindungan kepada calon TKI/TKI dengan cara melakukan:

 

 

a.

penelitian terhadap kebenaran laporan hasil seleksi yang disampaikan oleh PPTKIS;

 

 

b.

penelitian terhadap perjanjian kerja antara pengguna dan TKI sebelum ditandatangani oleh TKI;

 

 

c.

fasilitasi penyelenggaraan PAP; dan

 

 

d.

penelitian terhadap kebenaran KTKLN.

 

 

Pasal 31

 

 

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenakerjaan memberikan perlindungan kepada calon TKI/TKI dengan cara melakukan:

 

 

a.

penelitian terhadap perjanjian penempatan yang telah disetujui oleh Perwakilan;

 

 

b.

penelitian terhadap kebenaran laporan hasil seleksi yang disampaikan oleh PPTKIS; dan

 

 

c.

penelitian terhadap perjanjian kerja antara pengguna dan TKI sebelum ditandatangani oleh TKI.

 

 

Pasal 32

 

 

(1)

Kepala Perwakilan di negara tujuan penempatan, melalui Atase Ketenagakerjaan melakukan perlindungan kepada TKI selama penempatan dengan cara:

 

 

 

a.

melakukan penelitian terhadap perjanjian kerja sama penempatan, surat permintaan TKI, dan rancangan perjanjian kerja;

 

 

 

b.

pemantauan legalisasi perjanjian kerja sama penempatan antara PPTKIS dengan mitra usaha atau pengguna, perjanjian penempatan TKI antara PPTKIS dengan calon TKI, dan perjanjian kerja antara TKI dengan pengguna;

 

 

 

c.

pendataan kedatangan dan keberadaan TKI selama di negara penempatan serta kepulangan TKI ke tanah air;

 

 

 

d.

penyusunan data dan informasi mitra usaha dan pengguna jasa TKI di negara penempatan;

 

 

 

e.

pemantauan keberadaan perwakilan PPTKIS di negara penempatan;

 

 

 

f.

fasilitasi dan mediasi penyelesaian perselisihan atau sengketa antara TKI dan pengguna di negara penempatan;

 

 

 

g.

fasilitasi advokasi kepada TKI berdasarkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara penempatan dan kebiasaan internasional;

 

 

 

h.

verifikasi, penilaian dan legalisasi dokumen ketenagakerjaan;

 

 

 

i.

koordinasi dengan instansi teknis terkait di negara penempatan sesuai misi Perwakilan;

 

 

 

j.

sosialisasi dan desiminasi kebijakan ketenagakerjaan kepada TKI dan para pemangku kepentingan di negara penempatan; dan/atau

 

 

 

k.

pemberian pelayanan kepada calon tenaga kerja negara penempatan yang akan bekerja di Indonesia.

 

 

(2)

Dalam hal negara penempatan tidak memiliki Atase Ketenagakerjaan maka tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Perwakilan.

 

 

BAB III

 

 

PERLINDUNGAN MELALUI PENGHENTIAN DAN
PELARANGAN PENEMPATAN TKI

 

 

Pasal 33

 

 

Penghentian dan pelarangan penempatan TKI dapat dilakukan dengan alasan antara lain:

 

 

a.

pemerataan kesempatan kerja;

 

 

b.

kepentingan ketersediaan tenaga kerja nasional;

 

 

c.

keselamatan TKI; dan/atau

 

 

d.

jabatan/pekerjaan tertentu yang tidak sesuai dengan kemanusiaan dan kesusilaan.

 

 

Pasal 34

 

 

(1)

Penghentian dan pelarangan penempatan TKI karena keselamatan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c dilakukan apabila negara penempatan mengalami wabah penyakit, perang, dan/atau bencana alam.

 

 

(2)

Dalam hal TKI yang telah bekerja di negara penempatan dan negara yang bersangkutan ternyata telah dilarang/diberhentikan oleh Menteri, maka TKI yang bersangkutan dievakuasi.

 

 

Pasal 35

 

 

Jabatan/pekerjaan tertentu yang tidak sesuai dengan kemanusiaan dan kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d antara lain:

 

 

a.

pelacur;

 

 

b.

penari erotis;

 

 

c.

milisi atau tentara bayaran; atau

 

 

d.

jabatan/pekerjaan yang dilarang di negara penerima.

 

 

Pasal 36

 

 

(1)

Penetapan penghentian dan pelarangan penempatan TKI ditetapkan oleh Menteri.

 

 

(2)

Sebelum menetapkan larangan penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memperhatikan saran dan pertimbangan dari BNP2TKI dan/atau kementerian/lembaga terkait.

 

 

Pasal 37

 

 

Dalam hal TKI yang telah bekerja di negara penempatan dan negara yang bersangkutan telah dihentikan/dilarang oleh Menteri, maka TKI yang bersangkutan tetap bekerja sampai berakhirnya perjanjian kerja.

 

 

Pasal 38

 

 

Pengakhiran penghentian dan pelarangan penempatan TKI ditetapkan oleh Menteri.

 

 

BAB IV

 

 

PROGRAM PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN TKI

 

 

Pasal 39

 

 

Setiap calon TKI/TKI yang bekerja di luar negeri wajib mengikuti program pembinaan dan perlindungan TKI.

 

 

Pasal 40

 

 

(1)

Program pembinaan dan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, diselenggarakan oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, BNP2TKI, dan Perwakilan di negara penempatan.

 

 

(2)

Penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan kementerian/lembaga terkait, dan/atau pemangku kepentingan terkait.

 

 

(3)

Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.

 

 

Pasal 41

 

 

Pembinaan dan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan melalui:

 

 

a.

pembinaan mental kerohanian;

 

 

b.

pembinaan fisik, disiplin, dan kepribadian;

 

 

c.

sosialisasi budaya, adat istiadat, dan kondisi negara tujuan;

 

 

d.

pelaksanaan pelatihan calon TKI;

 

 

e.

pelayanan pemberangkatan dan kepulangan;

 

 

f.

pemberian pemahaman terhadap tugas dan fungsi Perwakilan;

 

 

g.

pemberian pemahaman mengenai hak dan kewajiban TKI;

 

 

h.

pemberian pemahaman mengenai hak dan kewajiban PPTKIS;

 

 

i.

penyelesaian perselisihan calon TKI/TKI; dan

 

 

j.

pelayanan pemulangan TKI bermasalah.

 

 

BAB V

 

 

PELAPORAN

   

Pasal 42

 

 

(1)

Dinas Kabupaten/Kota melaporkan pelaksanaan program pembinaan dan perlindungan TKI di luar negeri kepada Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Menteri.

 

 

(2)

Dinas Provinsi melaporkan pelaksanaan program pembinaan dan perlindungan TKI di luar negeri kepada Menteri.

 

 

(3)

BNP2TKI melaporkan pelaksanaan program pembinaan dan perlindungan TKI di luar negeri kepada Menteri.

   

(4)

Perwakilan melaporkan pelaksanaan program pembinaan dan perlindungan TKI di luar negeri kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.

   

BAB VI

 

 

KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 43

   

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya pada Lembaran Negara Republik Indonesia.

               
             

Ditetapkan di Jakarta

             

pada tanggal 2 Januari 2013

             

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             

                          ttd.

             

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

               

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Januari 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK HASASI MANUSIA
                   REPUBLIK INDONESIA,

                                  ttd.

                       AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 3

Penjelasan.......................