MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

                                                         NOMOR 74/PMK.02/2005        

TENTANG

 TATA CARA PENCAIRAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

DANA PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM BIDANG ANGKUTAN LAUT PENUMPANG KELAS EKONOMI DAN BIDANG POS

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (public service obligation) yang ditetapkan oleh Pemerintah, terhadap pelayanan umum bidang angkutan laut penumpang kelas ekonomi dan bidang pos, telah dianggarkan subsidi/bantuan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

 

 

b.

bahwa  dalam rangka penggunaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum, perlu menetapkan tata cara pencairan dan pertanggungjawaban dana dimaksud;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Angkutan Laut Penumpang Kelas Ekonomi dan Bidang Pos;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

 

 

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang  Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

 

 

3.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang  Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

 

 

4.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4512);

 

 

5.

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);

 

 

6.

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4330) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 36);

 

 

7.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.06/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004;

 

 

8.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 571/PMK.06/2004 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2005;

 

 

9.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 606/PMK.06/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005;

 

 

10.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN  MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENCAIRAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM BIDANG ANGKUTAN LAUT PENUMPANG KELAS EKONOMI DAN BIDANG POS.

 

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Angkutan Laut Penumpang Kelas Ekonomi adalah kewajiban pelayanan umum bidang angkutan laut penumpang kelas ekonomi sebagaimama diatur oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

2.

Kewajiban Pelayanan Umum Bidang Pos adalah kewajiban pelayanan umum bidang pos sebagaimana diatur oleh Menteri Komunikasi dan Informatika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

3.

Direktur Jenderal Teknis adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada Departemen Perhubungan untuk pelayanan umum bidang angkutan laut penumpang kelas ekonomi dan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi pada Departemen Komunikasi dan Informatika untuk pelayanan umum bidang Pos.

 

 

4.

Badan Penyelenggara adalah Badan Usaha Milik Negara yang melakukan penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum, yaitu PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk bidang angkutan laut penumpang kelas ekonomi dan PT. Pos Indonesia (Persero) untuk bidang Pos.

 

 

Pasal 2

 

 

(1)

Alokasi dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun anggaran bersangkutan dan diberitahukan oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Teknis.

 

 

(2)

Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Teknis mengajukan permintaan penyediaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

 

 

(3)

Dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum disediakan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang diterbitkan sekaligus sesuai dengan pagu dana yang ditetapkan dalam APBN.

 

 

(4)

DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(5)

DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sebagai dasar pencairan dana yang permintaannya diajukan per triwulan.

 

 

Pasal 3

 

 

(1)

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Direktur Jenderal Teknis membuat Perjanjian Kerja dengan Badan Penyelenggara.

 

 

(2)

Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Teknis dan Direktur Utama Badan Penyelenggara.

 

 

(3)

Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat ketentuan sebagai berikut :

 

 

 

a.

Pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan;

 

 

 

b.

Hak dan kewajiban para pihak yang terkait dalam perjanjian;

 

 

 

c.

Nilai atau kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran;

 

 

 

d.

Persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci;

 

 

 

e.

Tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadwal penyelesaian / penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya;

 

 

 

f.

Ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya; dan

 

 

 

g.

Penyelesaian perselisihan.

 

 

Pasal 4

 

 

(1)

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Jenderal Teknis sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.

 

 

(2)

Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk :

 

 

 

a.

Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/penanggungjawab kegiatan/pembuat komitmen;

 

 

 

b.

Pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani SPM.

 

 

(3)

Tembusan surat keputusan penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharana c.q Direktur Pengelolaan Kas Negara.

 

 

Pasal 5

 

 

(1)

Permintaan pencairan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) diajukan oleh Direktur Jenderal Teknis setelah dilakukan verifikasi terhadap penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum triwulan bersangkutan.

 

 

(2)

Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Teknis yang beranggotakan wakil dari Direktorat Jenderal Teknis, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

 

 

(3)

Hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi.

 

 

(4)

Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya bersifat administratif dan tidak membebaskan Badan Penyelenggara untuk diaudit oleh instansi yang berwenang untuk melakukan audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

Pasal 6

 

 

(1)

Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara dengan dilampiri :

 

 

 

a.

Dokumen Perjanjian Kerja (diajukan sekali pada permintaan triwulan I);

b.

Berita Acara Verifikasi;

c.

Kuitansi Pembayaran;

d.

Surat Pernyataan kesanggupan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan akhir tahun anggaran (khusus permintaan triwulan IV).

 

 

(2)

Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk untung rekening Badan Penyelenggara pada bank yang ditunjuk.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Badan Penyelenggara menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum kepada Direktur Jenderal Teknis.

 

 

(2)

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Teknis menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan tembusannya kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.

 

 

Pasal 8

 

 

(1)

Direktur Jenderal Teknis selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Badan Penyelenggara bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penggunaan dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

(2)

Terhadap penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan audit oleh instansi yang berwenang untuk melakukan audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

 

(3)

Apabila hasil audit yang dilakukan oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyatakan jumlah dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara lebih kecil dari jumlah yang telah dibayarkan Pemerintah pada satu tahun anggaran, kelebihan pembayaran dana dimaksud harus disetorkan oleh Badan Penyelenggara ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

 

 

(4)

Apabila hasil audit yang dilakukan oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyatakan jumlah dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara lebih besar dari jumlah yang telah dibayarkan Pemerintah pada satu tahun anggaran, kekurangan pembayaran dana dimaksud tidak dapat ditagihkan kepada negara.

 

 

Pasal 9

 

 

Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan atau Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

 

Pasal 10

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sepanjang subsidi dana penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum masih dianggarkan/ disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

 

Pasal 11

 

 

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 396/KMK.02/2004 tentang Tatacara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Umum Bidang Angkutan Laut Penumpang Kelas Ekonomi dan Bidang Pos dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

Pasal 12

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari  2005.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 22 Agustus  2005

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK NDONESIA,

                    

                   

JUSUF ANWAR