Pasal 77 Ayat (1) Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan tugas administrasi Kepabeanan berdasarkan undang-undang ini. Yang dimaksud dengan menegah barang adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya Kewajiban Pabean. Yang dimaksud dengan menegah sarana pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut. Ayat (2) Pasal 78 Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pasal 79 Pasal ini memuat ketentuan mengenai wewenang Menteri untuk menetapkan bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman sebagai pengganti segel yang dilakukan oleh pihak pabean di luar negeri atau pihak lain, dapat diterima.

Dapat diterima mengandung pengertian bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tersebut dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalam negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudahan demikian sudah tentu membantu kelancaran perdagangan Indonesia dengan pihak luar negeri. Apabila menurut pertimbangan Menteri, penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman yang telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau kurang aman, penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tidak dapat diterima.

Pasal 80

Pasal 81

Ayat (1) Penempatan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan apabila pengamanan dalam bentuk penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat dilakukan atau apabila atas pertimbangan tertentu, tindakan penjagaan oleh Pejabat Bea dan Cukai merupakan tindakan yang lebih tepat. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini memberikan kewajiban kepada pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan untuk memberikan bantuan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak tersedia akomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lain berupa tempat atau ruang kerja, akomodasi, serta makanan dan minuman yang cukup. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 82 Ayat (1) Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan. Pemeriksaan terhadap barang ekspor hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2). Pemeriksaan dilakukan secara selektif sesuai dengan tata cara yang diatur oleh Menteri. Hasil pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dasar yang digunakan untuk perhitungan Bea Masuk. Ayat (2)

Ayat (3)

Ayat (4)

Ayat (5)

Ayat (6)

Pasal 83 Rahasia surat yang dipercayakan kepada Pos atau perusahaan pengangkutan umum yang ditunjuknya tidak dapat diganggu gugat, kecuali dalam hal yang diuraikan dalam undang-undang ini. Dalam praktik menunjukan bahwa tidak jarang barang yang kecil ukurannya dikirimkan dalam surat. Sehubungan dengan itu, surat yang mungkin berisi barang harus dapat pula dibuka untuk keperluan pemeriksaan. Walaupun dapat dipertanggungjawabkan bahwa pembukaan surat itu untuk keperluan pemeriksaan barang di dalamnya tanpa membaca isinya dan tidak bertentangan dengan rahasia pos, pembukaan surat tersebut harus dilakukan bersama si alamat. Dalam hal si alamat tidak ditemukan, disyaratkan adanya surat perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan dilakukan bersama-sama petugas pos. Yang dimaksud dengan si alamat adalah penerima surat dalam hal Impor atau pengirim dalam hal Ekspor. Pasal 84 Ayat (1) Ayat ini memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk meminta kepada importir atau eksportir untuk: a. menyerahkan buku, catatan, dan surat menyurat yang berkaitan dengan: 1. pembelian,

2. penjualan,

3. impor,

4. ekspor,

5. persediaan, atau

6. pengiriman barang yang bersangkutan.

b. menyerahkan contoh barang untuk tujuan pemeriksaan pemberitahuan. Atas penyerahan yang dilakukan oleh importir atau eksportir sebagaimana dimaksud di atas, diberikan tanda bukti penerimaan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi Pejabat Bea dan Cukai akan melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan data yang ada, dan mungkin akan mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan. Segera setelah penelitian selesai, buku, catatan, surat-menyurat, dan/atau contoh barang dikembalikan kepada pemiliknya. Ayat (2) Pengambilan contoh barang atas permintaan importir diperlukan untuk pembuatan Pemberitahuan Pabean. Pasal 85

Pasal 86

Untuk memperlancar arus barang, pemeriksaan barang di Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin dengan menggunakan metode selektif. Untuk menjamin kebenaran Pemberitahuan Pabean dalam rangka mengamankan hak-hak negara dilakukan audit di bidang Kepabeanan setelah barang keluar dari Kawasan Pabean. Audit di bidang Kepabeanan dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan, surat-menyurat, serta sediaan barang yang bertalian dengan Impor atau Ekspor. Pasal 87 Ayat (1) Dilihat dari segi kepentingan pengamanan hak-hak negara, perlu dilakukan pengawasan terhadap barang, baik yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, di dalam Tempat Penimbunan Berikat atau di tempat usaha lain yang barangnya memperoleh pembebasan, keringanan, atau penangguhan Bea Masuk maupun di tempat yang mempunyai sediaan barang yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan.

Dalam rangka pengawasan tersebut di atas, ketentuan ini mengatur mengenai kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap bangunan dan tempat lain yang telah diberi izin pengoperasian berdasarkan peraturan perundang-undangan ini atau tempat lain yang berdasarkan pemberitahuan atau dokumen pabean terdapat barang wajib bea atau barang yang dikenai peraturan larangan atau pembatasan.

Ayat (2) Mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai ada kemungkinan barang oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan bangunan atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan, maka ditetapkan ketentuan ini. Berhubungan langsung dalam ayat ini dimaksudkan adalah hubungan secara fisik, sedangkan berhubungan tidak langsung adalah hubungan yang secara fisik tidak berhubungan secara langsung, tetapi secara operasional saling berhubungan. Dengan demikian, dapat dicegah usaha untuk menghindari pemeriksaan atau menyembunyikan barang. Pasal 88 Ayat (1) Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal yang dimaksud dalam ayat ini adalah bangunan yang dipakai bukan sebagai tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, misalnya bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan pendiriannya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha berdasarkan undang-undang ini. Apabila berdasarkan petunjuk yang ada bahwa di tempat tersebut terdapat barang yang tersangkut pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib Bea Masuk maupun yang dikenai peraturan larangan dan pembatasan, Direktur Jenderal dapat memerintahkan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan terhadap tempat tersebut. Ayat (2) Pasal 89 Ayat (1) Sebagai syarat untuk melakukan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai harus memiliki surat perintah dari Direktur Jenderal untuk melindungi hak-hak asasi manusia. Dalam pelaksanaannya, penerbitan surat perintah oleh Direktur Jenderal dapat didelegasikan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. Ayat (2)

Ayat (3)

Ayat (4)

Pasal 90 Ayat (1) Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang di atasnya hanya dilakukan secara selektif. Ayat (2)

Ayat (3)

Dalam melaksanakan pengawasan atas sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran barang impor, Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan pekerjaan tersebut jika ternyata barang yang dibongkar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh diimpor ke dalam Daerah Pabean. Ayat (4) Pasal 91 Ayat (1) Yang dimaksud dengan isyarat adalah tanda-tanda yang diberikan kepada nakhoda atau pengangkut, berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio, dan sebagainya yang lazim dipergunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut. Ayat (2) Untuk menghindari kesewenang-wenangan Pejabat Bea dan Cukai, biaya yang timbul akibat pemeriksaan tersebut dibebankan kepada yang bersalah. Ayat (3) Yang dimaksud dengan dokumen pengangkutan adalah semua dokumen yang disyaratkan baik oleh ketentuan pengangkutan nasional maupun internasional. Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 92 Ayat (1) Mengingat bahwa beberapa barang yang sedemikian kecil ukurannya sehingga dapat disembunyikan di dalam badan atau pakaian yang dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai perlu diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan badan. Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian rupa sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh karena itu, pemeriksaannya harus dilakukan di tempat tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Ayat (2) Pasal 93 Ayat (1) Ketentuan pada ayat ini ditujukan untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas keadilan yang memberikan hak kepada pengguna jasa kepabeanan untuk mengajukan keberatan atas keputusan Pejabat Bea dan Cukai. Waktu tiga puluh hari yang diberikan kepada pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup bagi yang bersangkutan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna pengajuan keberatan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan menjadi gugur dan penetapan dianggap disetujui. Ayat (2) Penetapan jangka waktu enam puluh hari kepada Direktur Jenderal untuk memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa kepabeanan ini merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang diajukan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ditolak oleh Direktur Jenderal adalah penolakan oleh Direktur Jenderal atas keberatan yang diajukan sehingga penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai menjadi tetap.

Penolakan oleh Direktur Jenderal ini dapat pula berupa penolakan sebagian atas keberatan yang diajukan, yang berarti bahwa Direktur Jenderal menetapkan lain dari penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai, dan penetapan ini dapat lebih besar atau lebih kecil daripada penetapan Pejabat Bea dan Cukai tersebut.

Ayat (4)

Ayat (5)

Pasal 94

Pasal 95

Badan peradilan pajak yang dimaksud dalam pasal ini adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 yang dibentuk khusus untuk memeriksa dan memutus permohonan banding di bidang fiskal (perpajakan).

Dalam pengertiannya, pajak terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung antara lain berupa pajak penghasilan, sedangkan yang termasuk dalam pajak tidak langsung antara lain pajak pertambahan nilai, Bea Masuk, dan cukai.

Untuk itu badan peradilan pajak yang akan dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 akan mengatur pula peradilan di bidang Bea Masuk dan cukai. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi badan peradilan di bidang fiskal sehingga dapat dihindarkan adanya dua badan peradilan di bidang fiskal yang harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri.

Pasal 96 Ayat (1) Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dibentuk, permohonan banding diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang Kepabeanan dan cukai dilakukan melalui suatu lembaga banding yang keputusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara sehingga tidak dapat diajukan banding kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Ayat (2)

Ayat (3)

Pasal 97 Ayat (1)

Ayat (2)

Ayat (3)

Meskipun anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai diangkat oleh Pemerintah, dalam memberikan keputusan atas permohonan banding, lembaga tersebut harus netral. Oleh karena itu susunan keanggotaannya tidak hanya terdiri dari kalangan Pemerintah, tetapi juga dari kalangan pengusaha swasta dan pakar. Pasal 98

Pasal 99

Ayat (1) Persidangan majelis untuk memeriksa dan memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup mengandung pengertian bahwa persidangan tersebut tidak terbuka untuk umum sehingga yang hadir dalam persidangan hanyalah anggota majelis itu sendiri. Untuk kepentingan pemeriksaan, majelis dapat meminta kehadiran pihak pemohon atau kuasanya Ayat (2)

Ayat (3)

Ayat (4)

Pasal 100 Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah lembaga netral yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang seobjektif mungkin. Oleh karena itu apabila dalam menyelesaikan atau memeriksa suatu permohonan banding ada anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai yang mempunyai kepentingan pribadi dengan pemohon, anggota yang bersangkutan tidak boleh memeriksa permohonan banding tersebut dan harus mengundurkan diri dari keanggotaan majelis.

Untuk kepentingan pemeriksaan permohonan banding tersebut, Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk anggota pengganti. Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, dan hubungan suami istri, meskipun sudah cerai, antara anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dan pemohon. Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh anggota yang lain dari unsur yang sama.

Pasal 101

Pasal 102

Undang-undang ini telah mengatur atau menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal seseorang mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang ini diancam dengan pidana berdasarkan pasal ini dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara dan denda. Yang dimaksud dengan tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang ini adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan undang-undang ini. Dengan demikian, apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang yang telah mengindahkan ketentuan undang-undang ini, walaupun tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan pasal ini. Pasal 103 Huruf a

Huruf b

Mengelakkan pembayaran Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor, dapat terjadi bukan hanya dalam hal yang bersangkutan telah mengajukan Pemberitahuan Pabean dan telah melakukan pembayaran namun mengelakkan pembayaran kekurangannya, tetapi juga karena sama sekali belum mengajukan Pemberitahuan Pabean dan belum membayar Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor.

Pungutan negara lainnya dalam rangka impor antara lain berupa cukai atas Barang Kena Cukai Impor dan Pajak Pertambahan Nilai atas barang kena pajak impor.

Huruf c

Huruf d

Ketentuan pidana ini berhubungan dengan keadaan di mana seseorang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana penyelundupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102. Jika barang tersebut ditemukan sebagai hasil dari pemeriksaan buku atau informasi intelijen, penyidik dapat menyita barang tersebut sesuai dengan wewenang berdasarkan Pasal 112 ayat (2) huruf k. Seseorang yang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan dapat dikenai pidana sesuai dengan pasal ini. Akan tetapi, jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan iktikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan bisa terjadi, pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat dituntut. Pasal 104 Huruf a

Huruf b

Huruf c

Huruf d

Ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya pemalsuan atau pemanipulasian data pada dokumen pelengkap pabean, misalnya invoice. Pasal 105

Pasal 106

Pasal 107

Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa kepabenan melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini dalam melaksanakan pekerjaan yang dikuasakan oleh importir atau eksportir, yang bersangkutan diancam dengan pidana yang sama dengan ancaman pidana terhadap importir atau eksportir. Misalnya, jika pengusaha pengurusan jasa kepabeanan memalsukan nilai pabean pada invoice yang diterima dari importir sehingga Pemberitahuan Pabean yang diajukan atas nama importir tersebut lebih rendah, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dikenai ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf c. Pasal 108 Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi karena dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-badan tersebut di atas. Oleh karena itu, selain badan tersebut, harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari badan tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan larangan yang diancam dengan pidana, seolah-olah mereka sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang bersangkutan dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana denda. Pasal 109
Secara umum, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh Penuntut Umum. Namun, barang impor atau ekspor yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara, berdasarkan undang-undang ini menjadi milik negara yang pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 110

    Cukup jelas

Pasal 111

Kedaluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang Kepabeanan dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum, baik kepada masyarakat usaha maupun penegak hukum.
Pasal 112

    Cukup jelas

Pasal 113

    Cukup jelas

Pasal 114

Ayat (1)
Pengenaan denda administrasi yang dihitung berdasarkan persentase Bea Masuk dirasa cukup memenuhi rasa keadilan karena besar kecilnya sanksi dapat diterapkan secara proporsional dengan berat ringannya pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian negara. Namun, dalam era globalisasi ekonomi, kebijaksanaan umum di bidang tarif ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif sehingga akan terdapat beberapa jenis barang yang tarif Bea Masuknya nol persen. Apabila demikian halnya, pengenaan sanksi administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari Bea Masuk tidak dapat lagi diterapkan secara proporsional, sedangkan pelanggaran yang timbul atas tidak dipenuhinya suatu ketentuan tetap harus diberikan sanksi. Oleh karena itu, pelanggaran ketentuan di bidang Kepabeanan yang dilakukan terhadap impor barang yang tarif atau tarif akhirnya nol persen, dikenai sanksi administrasi berdasarkan satuan jumlah dalam rupiah.
Ayat (2)
Penetapan penyesuaian besarnya sanksi administrasi dan besarnya bunga dengan Peraturan Pemerintah bertujuan untuk mengantisipasi adanya perubahan nilai mata uang.
Pasal 115

    Cukup jelas

Pasal 116

Huruf a.
Meskipun peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang lama telah dicabut dengan diundangkannya undang-undang ini, untuk menampung penyelesaian tagihan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya, demikian pula tagihan pihak yang berpiutang kepada negara berupa kelebihan pembayaran Bea Masuk dan pungutan lain yang pelaksanaannya masih berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang lama, maka undang-undang ini menentukan jangka waktu berlakunya peraturan perundang-undangan lama sampai dengan tanggal 1 April 1997.
Huruf b.

    Cukup jelas

Pasal 117

    Cukup jelas

Pasal 118

    Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3612