PASAL DEMI PASAL

Pasal 1


Modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktip dari masjarakat Indonesia jang dapat dipergunakan bagi pembangunan ekonomi pada umumnja. Modal dalam negeri adalah modal jang merupakan bagian dari kekajaan masjarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda (bergerak dan tidak bergerak), jang dapat disisihkan/disediakan untuk mendjalankan suatu usaha/Perusahaan. (Tjontoh dari kekajaan termaksud adalah : tanah bangunan, kaju dihutan, dan lain-lain). Kekajaan tersebut dapat dimiliki oleh Negara (Pemerintah) dan swasta. Kekajaan
jang dimiliki oleh pihak swasta selandjutnja dapat dibagi lagi mendjadi :

a. jang dimiliki oleh swasta nasional (warga negara Indonesia), baik perorangan
maupun badan hukum, termasuk koperasi;
b. jang dimiliki oleh swasta asing (warga negara asing), baik perorangan maupun
badan hukum.

Disamping itu alat-alat pembajaran luar negeri jang dimiliki oleh Negara dan swasta nasional jang disisihkan/disediakan untuk mendjalankan usahanja di Indonesia termasuk pula sebagai modal dalam negeri.


Pasal 2


Jang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri ialah penggunaan modal tersebut dalam pasal 1 bagi usaha-usaha jang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnja. Penanaman tersebut dapat dilakukan setjara langsung, jakni oleh pemiliknja sendiri, atau tidak langsung, jakni melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat kertas perbendaharaan negara, emisi-emisi lainnja
(saham-saham) jang dikeluarkan oleh Perusahaan serta deposito dan tabungan jang berdjangka sekurang-kurangnja satu tahun.


Pasal 3


Perusahaan jang menggunakan modal dalam negeri dapat dibedakan antara perusahaan nasional dan perusahaan asing.
Perusahaan Nasional dapat dimiliki seluruhnja oleh Negara dan/atau swasta nasional, ataupun sebagai usaha gabungan antara Negara dan/atau swasta nasional dengan swasta asing, dengan pengertian bahwa sekurang-kurangnja 51% dari modalnja dimiliki oleh Negara dan/atau swasta
nasional. Djumlah 51% ini sudah dianggap tjukup mengingat kesanggupan dari swasta nasional pada dewasa ini. Dimaksudkan bahwa djumlah jang dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional setjara bertahap mendjadi lebih besar, jakni bahwa pada tanggal 1 Djanuari 1974 persentase modal tersebut tidak boleh kurang dari 75%.

Djika perusahaan itu berbentuk Perseroan Terbatas persentase ini adalah terhadap modal jang ditempatkan. Pembuktian bahwa sekurang-kurangnja 51% dari modal jang ditanam adalah milik Negara dan/atau swasta nasional, dilakukan dengan menundjukkan antara lain saham atas nama, akte-akte notaris, dan sebagainja. Apabila pembuktiannja tidak tjukup, maka perusahaan termaksud ditetapkan sebagai perusahaan asing.

Dalam hal kerdja-sama seperti tersebut diatas sejoggjanja usaha itu didjalankan dalam bentuk Perseroan Terbatas. Alasan untuk tidak mengharuskan semua saham dikeluarkan atas nama, adalah untuk memperluas pasaran modal, dan dengan demikian memperbesar kemungkinan pihak nasional untuk memperkuat modal dan usahanja.


Pasal 4


Pemberian kebebasan bagi swasta untuk berusaha disemua sektor perekonomian ini, ketjuali dibidang-biddang jang menguasai hadjat hidup rakjat banjak dan strategis, pada prinsipnja adalah untuk merangsang dan mengarahkan daja kreatip dan dinamik masjarakat kepada usaha-usaha produktip jang dapat mempertjepat pembangunan ekonomi Indonesia.

Dalam usaha mengatur penanaman modal dalam negeri, perlu dipakai sebagai landasan pokok Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebidjaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, dimana dalam demokrasi ekonomi tidak dikenal sistim "free-fight liberalism", sistim "etatisme", dan monopoli jang merugikan masjarakat.

Berhubung dengan itu maka tiap penanaman modal tidak boleh membatasi bertumbuhnja potensi, inisiatip dan daja kreasi rakjat, misalnja dengan timbulnja berbagai matjam monopoli jang merugikan masjarakat, baik itu datangnja dari Negara maupun dari pihak swasta. Pasal 46 Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 mengatakan : perkembangan usaha swasta tidak boleh menjimpang
dari azas demokrasi ekonomi jang merupakan tjiri dari sistim ekonomi terpimpin berdasarkan Pantjasila. Tanpa mengingkari prinsip-prinsip effisiensi, maka organisasi usaha swasta harus memungkinkan perkembangan demokrasi ekonomi didalam lingkungannja. Untuk ini diperlukan pengawasan dari aparatur Pemerintah. Dilain pihak demi perkembangan kegiatannja, maka golongan swasta nasional berhak memperoleh pelajanan, pengajoman dan bantuan jang wadjar dari
aparatur Pemerintah. Dalam hubungan ini perlu adanja satu forum swasta.

Bidang-bidang usaha Negara jang wadjib dilaksanakan oleh Pemerintah adalah bidang-bidang usaha seperti jang dimaksudkan oleh pasal 33 ajat 2 Undang-undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPRS jang mengharuskannja.


Pasal 5

Izin usaha pada umumnja diatur oleh Pemerintah, akan tetapi ada jang diatur oleh Undang-undang, misalnja "kuasa pertambangan", jang diatur dalam Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan. Pemberian izin usaha kepada perusahaan asing dilakukan oleh atau atas nama Menteri jang bersangkutan. Berdasarkan atas usul Kepala Pemerintahan jang bersangkutan maka Menteri dapat menutup sesuatu bidang usaha bagi perusahaan-perusahaan asing sebelum batas waktu jang tertjantum dalam pasal 6. Menteri djuga dapat mengeluarkan keputusan, setelah mendengar pendapat Kepala Pemerintahan jang bersangkutan, untuk menutup sesuatu daerah terhadap kegiatan perdagangan orang-orang atau perusahaan-perusahaan asing. Jang sedemikian itu adalah dalam rangka memberi arti jang lebih positip terhadap penampungan inti materi PP No. 10 tahun 1959.


Pasal 6


Dalam perekonomian Indonesia ada kenjataan bahwa modal dalam negeri untuk bagian jang sangat penting dikuasai oleh orang asing. Keadaan ini jang telah berlangsung berabad-abad, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Sebaliknja tidak pula boleh diabaikan kenjataan bahwa keadaan tersebut tidak bisa diachiri dalam waktu jang singkat. Untuk menghilangkan dominasi asing atas modal dan
perekonomian Indonesia, mulai sekarang sudah harus diadakan persiapan-persiapan. Persiapan-persiapan tersebut adalah kewadjiban masjarakat Indonesia, baik swasta nasional maupun Pemerintah, jang harus djelas memberikan fasilitas-fasilitas untuk mendjamin kelantjaran peralihan kekuasaan dalam perekonomian dari orang asing kepada pihak nasional. Karena itu pada prinsipnja orang asing tidak diperbolehkan berusaha dengan modal dalam negeri, akan tetapi mengingat perkembangan tersebut diatas, orang asing masih diperbolehkan berusaha dengan
batas waktu, jaitu antara 10 tahun untuk perdagangan dan 30 tahun untuk industri. Tidak ditentukannja batas waktu jang lebih pendek, adalah karena mengingat kepentingan kelantjaran djalannja perekonomian, sedangkan kemampuan-kemampuan sesungguhnja dari pihak nasional masih sangat terbatas dalam segala bidang.

Dalam bidang-bidang lain, termasuk djasa-djasa jang sangat diperlukan bagi rakjat banjak, Pemerintah dapat menentukan batas waktu antara 10 tahun dan 30 tahun. Ini tidak berarti bahwa sebelum berachirnja batas waktu itu tidak dapat diadakan peralihan kekuasaan atas modal. Batas-batas waktu tersebut berlaku untuk semua perusahaan asing, baik jang baru maupun jang lama.


Pasal 7


Ketentuan-ketentuan ini mengandung dua maksud :
Pertama, supaja modal dalam negeri pada umumnja dan jang dimiliki oleh orang asing chususnja tidak terlalu tertarik kepada bidang perdagangan atau lain-lain bidang jang kurang penting bagi perkembangan ekonomi. Dengan begini modal akan lebih diberi perangsang untuk ditanam dalam bidang produksi umumnja dan industri chususnja.


Kedua, supaja modal jang dikuasai oleh orang asing diberi perangsang untuk kerdjasama dengan swasta nasional dan memperkuat usaha nasional.

Dengan penjelesaian setjara bertahap maka dominasi modal dalam negeri oleh orang asing dapat diachiri tanpa menghambat kelantjaran berkembangnja perekonomian Indonesia.


Pasal 8


Sedjak beberapa tahun Pemerintah maupun swasta nasional mendjalankan berbagai usaha untuk mengachiri dominasi modal dan perekonomian Indonesia oleh orang asing.

Bahkan berbagai Peraturan-peraturan Pemerintah dan tindakan-tindakan/kebidjaksanaan penguasa-penguasa didaerah telah dikeluarkan dan dilaksanakan untuk mengambil alih kekuasaan dalam ekonomi, akan tetapi semua itu tidak atau belum membawa hasil jang memuaskan. Tiap kali ternjata bahwa persiapan-persiapan tidak ada sehingga tindakan-tindakan tersebut lebih banjak menimbulkan kegontjangan (kemunduran-kemunduran) daripada kemadjuan. Untuk ini memang perlu diadakan tindakan-tindakan persiapan jang konkrit dan memerlukan tjukup waktu. Dalam persiapan-persiapan ini Pemerintah memegang peranan dan tanggungdjawab untuk mempersiapkan pihak nasional setjara tegas dan berentjana. Pihak nasional, baik Pemerintah maupun swasta, harus telah siap dengan kemampuan jang tjukup baik setjara ekonomis (keuangan dan lain-lain fasilitas) maupun mental (mangement, orrganisasi dan lain-lain) djika waktunja telah datang untuk mengachiri dominasi ekonomi Indonesia oleh orang asing.


Pasal 9


Disamping untuk pembangunan baru, dianggap perlu untuk memberi perangsang dibidang perpadjakan kepada usaha-usaha rehabbilitasi, pembaharuan dan perluasan dari kapasitas produksi jang sudah ada, karena usaha termaksud dapat dilaksanakan dalam waktu jang agak singkat dan dengan biaja jang lebih rendah daripada pembangunan baru. Modal baru jang ditanam dalaam bidang-bidang jang disebut dalam pasal ini diberikan fasilitas dalam bidang perpadjakan, jang lazim
disebut "pemutihan" modal, jakni tidak diadakan pengusutan oleh istansi padjak terhadap asal-usulnja serta tidak dikenakan padjak. Djangka waktu lima tahun sedjak berlakunja Undang-undang ini dimaksud agar proses penanaman modal dipertjepat. Modal jang diputihkan menurut ketentuan-ketentuan ini dikemudian hari tetap tidak diusut akan asal-usulnja serta tidak dikenakan padjak. Modal jang ditanam dalam bidang perdagangan tidak diberi kelonggaran ini karena tidak perlu diberi perangsang lagi.


Pasal 10


Maksud dari ketentuan dalam pasal ini adalah untuk lebih mengarahkan penanaman modal kebidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ajat 1. Deposito dan tabungan jang sekurang-kurangnja berdjangka satu tahun dianggap tjukup lama untuk dimanfaatkan oleh bank sebagai pemupukan modal. Dengan bank dimaksud semua bank, baik jang milik Negara maupun jang milik swasta, jang didirikan berdasarkan Undang-undang jang berlaku.


Pasal 11


Seperti dalam pasal sebelumnja maksudnja adalah untuk tidak membebani modal jang ditanam dalam usaha-usaha dibidang-bidang jang produktip.


Pasal 12

Pembebasan padjak (tax holiday) jang dimaksud adalah pembebasan dari pengenaan Padjak Perseroan jang dikenakan atas laba dari Perusahaan, baik jang berbentuk Perseroan Terbatas maupun perseroan-perseroan lain, serta daripada Padjak Dividend atas bagian laba jang dibajarkan kepada pemegang saham.
Pembebasan padjak termaksud diberikan untuk sekurang-kurangnja dua tahun dan untuk selama-lamanja 6 tahun tergantung dari dipenuhinja ketentuan-ketentuan untuk memperoleh tambahan seperti tertjantum dalam ajat 2,3,4 dan 5 pasal ini.

Pembebasan padjak termaksud merupakan hak dari jang bersangkutan

Jang dimaksud dengan pembebasan padjak termaksud diatas adalah mengenai bagian laba berdasarkan keseimbangan antara modal baru jang ditanam dan modal lama.


Pasal 13

Keringan Padjak Perseroan dapat berbentuk tarip selektip, sistim penjusutan jang bermanfaat bagi perusahaan, dan lain-lain.


Pasal 14


Maksud dari pasal ini selain untuk memberi perangsang bagi penanaman modal dalam usaha-usaha dibidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ajat (1) adalah djuga untuk memberi imbangan terhadap fasilitas jang diberikan dalam pasal 9, dengan ketjualikan bagian laba perusahaan jang ditanam (kembali) dalam perhitungan laba jang dikenakan padjak.

Jang diartikan dengan pengetjualian dalam perhitungan laba termasuk adalah pengurangan djumlah seluruh laba dengan bagian laba jang ditanam (kembali). Dalam hal ini perhitungan pendapatan perorangan jang dikenakan Padjak Pendapatan, diperlukan sama dengan laba perusahaan jang dikenakan Padjak Perseroan sebagaimana diuraikan tersebut diatas.


Pasal 15


Departemen jang bersangkutan harus mendjamin bahwa alat-alat itu digunakan untuk pembangunan baru atau rehabilitasi dalam bidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ajat (1) untuk mentjegah penjalahgunaan.
Keringanan Bea Masuk ditentukan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri jang bersangkutan. Menteri Keuangan menentukan djumlah keringanan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.


Pasal 16

Dalam hal koperasi diperkenankan mengadakan kerdjasama dengan modal asing seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967, dalam bentuk usaha gabungan, maka baginjapun diperlakukan ketentuan pasal 16.


Pasal 17


Tjukup djelas


Pasal 18


Sewadjarnya pemilik modal mempunjai wewenang untuk menentukan direksinja, karena pemilik modal ingin menjerahkan pengusutan modalnja kepada orang jang dipertjajainja.


Pasal 19


Ketentuan-ketentuan Pemerintah itu dilandaskan kepada ketentuan-ketentuan
perundangan jang berlaku.


Pasal 20

Tjukup djelas.


Pasal 21


Maksud pelaporan ini adalah agar perobahan status dari perusahaan seperti disebut dalam pasal 3, dapat diketahui.


Pasal 22

Pendaftaran termaksud merupakan bahan penting bagi berbagai aktifitas Pemerintahan, antara lain penjusunan rentjana pembangunan, sehingga perlu dilaksanakan setelah Pemerintah selesai dengan mempersiapkan aparatur jang diperlukan.


Pasal 23


(1) Maksud pasal ini adalah untuk mengerahkan supaja modal dalam negeri milik orang asing bekerdjasama dengan perusahaan nasional, sebaliknja supaja modal asing jang dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967 hanja melakukan usaha gabungan dengan perusahaan nasional.

(2) Perusahaan jang pada waktu jang lalu statusnja perusahaan asing berdasarkan peraturan- peraturan jang berlaku diantaranja jang pernah dikuasai Pemerintah, tetap didjamin hak-hak chusus berdasarkan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan jang berlaku bagi mereka.


Pasal 24


Materie Undang-undang No. 26 dan 27 tahun 1964 sudah ditampung dalam
Undang-undang ini.


Pasal 25


Tjukup djelas.

(Termasuk Lembaran Negara tahun 1968 No. 33)

____________