DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

L E M B A R A N - N E G A R A

R E P U B L I K - I N D O N E S I A


No. 71, 1985 FINEK. PAJAK. Agraria. Bangunan. Propinsi/Daerah Tingkat I. Kabupaten/Daerah Tingkat II. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3315).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 47 TAHUN 1985

TENTANG

PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dipandang perlu menetapkan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH.

Pasal 1

(1) Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan negara;
(2) 10% (sepuluh persen) dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian penerimaan untuk Pemerintah Pusat dan harus disetor sepenuhnya ke Kas Negara;
(3) 90% (sembilan puluh persen) dari hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian penerimaan untuk Pemerintah Daerah;
(4) Hasil penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) setelah dikurangi dengan biaya untuk melakukan pemungutan sebesar 10% (sepuluh persen), dibagi untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah
Daerah Tingkat II dengan imbangan sebagai berikut :
a. Pemerintah Daerah Tingkat I : 20% (dua puluh persen);
b. Pemerintah Daerah Tingkat II: 80% (delapan puluh persen).

Pasal 2

Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 3

Ketentuan mengenai pelaksanaan pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 4

Ketentuan Pelaksanaan yang berkaitan dengan biaya untuk melakukan pemungutan, diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 5

Pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan dan menteri Dalam Negeri sesuai bidang tugas masing-masing.

Pasal 6

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                  Ditetapkan di Jakarta
                  pada tanggal 27 Desember 1985

                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                  SOEHARTO

T A B A H A N

L E M B A R A N - N E G A R A R.I


N0. 3315 FINEK. PAJAK. Agraria. Bangunan. Propinsi/Daerah Tingkat I. Kabupaten/Daerah Tingkat II. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 71).

P E N J E L A S A N
A T A S
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 1985
TENTANG
PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

U M U M Dalam Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan disebutkan bahwa penggunaan hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan diarahkan kepada tujuan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya, sebagian besar hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah sebagai pendapatan daerah yang setiap tahun anggaran dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan demikian penggunaan hasil penerimaan pajak sebagaimana di atas diharapkan akan merangsang masyarakat di daerah letak obyek pajak untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak mereka, yang sekaligus mencerminkan sifat kegotong-royongan rakyat dalam pembiayaan pembangunan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas

------------