DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 22 TAHUN 1986

TENTANG
KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang :



a.



bahwa untuk mengembangkan perdagangan luar negeri dan dalam negeri serta mengembangkan produksi dalam negeri dalamn rangka meningkatkan kegiatan ekonomi, dipandang perlu untuk mengadakan pengaturan di bidang Kawasan (Berikat Bonded Zone);
b.





bahwa untuk pendayagunaan fungsi dan kegiatan dimaksud, perlu menetapkan ketentuan tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1972 tentang Bonded Warehouse sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1977;

Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.

Indische Tariefwet 1873 (Staatsblad Tahun 1873, Nomor 35) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah;
3.

Hinder-Ordonantie 1926 (Staatsblad Tahun 1926, Nomor 226) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah;
4.

Rechten-Ordonnantie 1931 (Staatsblad Tahun 1931, Nomor 471) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah;
5.

Bedrijfsreglementerings-Ordonnantie Tahun 1938, Nomor 86) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah;
6.


Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
7.





Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3291)tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3219).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE).

BAB I
KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

Pasal 1

(1).






Kawasan Berikat (Bonded Zone) ialah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang pabean, yaitu terhadap berang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor, atau re-ekspor.
(2).



Dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan pengolahan (processing) dan/atau penyimpanan barang (warehousing).

BAB II
WILAYAH USAHA KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

Pasal 2
Suatu wilayah pabean Indonesia dapat ditetapkan sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone), apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.


mempunyai atau menyediakan sarana dan presarana untuk dapat melakukan fungsi Kawasan Berikta (Bonded Zone) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1;
b.

merupakan wilayah yang memiliki batas yang tertentu dan jelas.

Pasal 3

(1)


Penetapan suatu wilayah sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone) dan setiap perubahannya, termasuk perluasannya, ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2)


Batas-batas Kawasan Berikat (Bonded Zone) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan secara jelas dalam Keputusan Presiden.

Pasal 4

Kawasan yang ditunjuk dan ditetapkan sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone) berdasarkan ketentuan Pasal 3, setelah dibebaskan dari hak-hak pihak lain, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberikan oleh menteri dalam Negeri, atau pejabat lain yang ditunjuk.

BAB III
PENGUSAHAAN KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

Pasal 5

Pengusahaan Kawasan Berikat (Bonded Zone) diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero yang khusus dibentuk untuk maksud tersebut.

Pasal 6

Pengusaha Kawasan berikat (Bonded Zone) bertanggung jawab atas dipenuhinya oleh para pengusaha di dalam Kawasan tersebut tersebut segala ketentuan umum yang berlaku sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan usahanya di dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone).

Pasal 7

(1)


Di dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) dapat diselenggarakan pengolahan segala jenis barang oleh perusahaan pengolahan di dalam kawasan tersebut.
(2)


Perusahaan pengolahan dapat memperkerjakan tenaga ahli asing sesuai kebutuhan.

Pasal 8

(1)

Tanah yang digunakan sebagai lokasi usaha perusahaan pengolahan disewa dari Pengusaha Kawasan Berikat (Bonded Zone).
(2)


Hak sewa yang berhubungan dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dijadikan jaminan.

Pasal 9

(1)


Izin usaha dan izin lain bagi kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan oleh Pengusaha Kawasan Berikat (Bonded Zone) atas nama Menteri/Pimpinan Instansi yang bersangkutan.
(2)




Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Gangguan bagi perusahaan yang melakukan kegiatan di Kawasan Berikat (Bonded Zone) diberikan oleh Pengusaha Kawasan berikat (Bonded Zone) atas nama kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 10

(1)

Setiap jenis barang dapat dimasukkan, diterima, dan disimpan di dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone), diatur sebagai berikut :
a.
yang berasal dari luar daerah pabean Indonesia :
1).



tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara lainnya sampai barang-barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor ke daerah pebean Indonesia lainnya.
2).


tanpa dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara lainnya, jika barang-barang tersebut dikeluarkan dengan tujuan re-ekspor tanpa diolah.
3).


tanpa dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara lainnya, jika barang-barang tersebut dikeluarkan dengan tujuan ekspor setelah diolah di dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone).
b.



yang berasal dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai dan/atau pungutan negara lainnya sampai barang-barang tersebut dikeluarkan dari Kawasan Berikat (Bonded Zone).
(2)

Barang yang dimasukkan ke dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) tidak terkena pengaturan tata niaga impor.
(3)



Barang yang berasal dari luar negeri dapat dikeluarkan dari Kawasan Berikat (Bonded Zone) untuk tujuan ke luar daerah pabean Indonesia (re-ekspor) tanpa dikenakan bea, cukai, dan/atau pungutan negara lainnya.

Pasal 11
Ketentuana mengenai pemasukan dan pengeluaran barang serta pemindahan barang ke dan dari Kawasan Berikat (Bonded Zone), baik untuk tujuan ekspor maupon impor dari dan ke daerah pabean Indonesia lainnya ditetapkan oleh menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Gubernur Bank Indonesia secara bersama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Pasal 12

Pengusaha Kawasan Berikat (Bonded Zone) dilarang melakukan kegiatan pengolahan dan perdagangan barang yang berada dalam penguasaannya, baik langsung maupun tidak langsung, untuk kepentingan badan usahanya.

Pasal 13

Pengusaha kawasan Berikat (Bonded Zone) tidak bertanggung jawab atas mutu atau hal-hal lain mengenai barang hasil pengolahan termasuk pengemasan yang dilakukan oleh perusahaan di dalam kawasan tersebut.

BAB IV
SURAT BUKTI PENYIMPANAN BARANG

Pasal 14
(1)


Pengusaha Kawasan Berikat (Bonded Zone) mengeluarkan Surat Bukti Penyimpanan Barang (Warehouse Receipt) sebagai tanda penerimaan barang di gudang miliknya.
(2)
Surat Bukti Penyimpanan Barang dapat dipindah-tangankan, atau dijaminkan.
(3)



Syarat dan tata cara yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan ayat (2) ditetapkan secara bersama oleh Menteri Perdagangan, menteri Keuangan, dan Gubernur Bank Indonesia.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1972 tentang Bonded Warehouse (Lemabaran negara tahun 1972 Nomor 28, Tambahan lambaran Negara Nomor 2985) sebagaimana diubah dengan peraturan pemerintah Nomor 31 tahun 1977 (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 46, Tambahan lembaran Negara Nomor 3110) dan keputusan Presiden Nomor 21 tahun 1978 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya, dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan yang selama ini berlaku khusus untuk Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam dan pulau-pulau di sekitarnya yang dinyatakan sebagai Kawasan berikat (Bonded Zone).

Pasal 16

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agas setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Mei 1986

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


S O E H A R T 0