P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 1992


TENTANG


P E L A Y A R A N

 

UMUM

Bahwa berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa Negara Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, di antara dua benua dan du samudera, oleh karena itu mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam hubungan antar bangsa.

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, trasportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor wilayah.

Transpotasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatun bangsa, dalam rangka memantapkan perwujudan wawasan nusantara dan meningkatkan ketahanan nasional, serta mempererat hubungan antar bangsa.

Pentingnya trasportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas manusia dan barang dalam negeri serta dari dan ke luar negeri.

Di samping itu, traspotarsi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.

Menyadari peran transportasi, maka pelayaran sebagai salah satu moda transpotasi, penyelenggaraan harus ditata dalam satu kesatua sistem transpotasi nasonal secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa trasportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efesien dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pelayaran yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dengan memperlihatakan sifatnya yang padat modal, sehingga mampu meningkatkan pelayanan yang lebih luas, baik didalam negeri maupun ke dan dari luar negeri.

Mengingat penting dan strategisnya peranan pelayaran yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pelayaran dikuasai oleh negara yang pembiayaannyadilakkanoleh Pemerintah.

Dalam kenyataannya berbagai peraturan perundang-undangan yang merupakan produk Pemerintah Hindia Belanda yang tebesar di berbagai bentuk peraturan antara lain di bidang kenavigasian, perkapalan, kepelabuhanan, dan angkutan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka disusunlah Undang-undang tentang Pelayaran, yang merupakan penyempurnaan dan kodifikasi, agar penyelenggaraan pelayaran dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara, memupuk dan mengembangkan jiwa bahari, dengan mengutamakan kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah serta antara instansi, sector, dan antar unsur terkait serta pertahanan keamanan negara.

Dengan diundangkannya Undang-undang tentang Pelayaran ini maka ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang lain yang berkaitan dengan pelayaran antara lain Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wet Boek Van Koophandell. Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 19960 tentang Perairan Indonesia, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convension on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum laut). Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Tahun 1939, merupakan Undang-undang yang mempunyai kaitan yang sangat erat dengan Undang-undang ini.

Di samping itu berbagai konvensi internasonal lainnya yang telah diartifikasi oleh Indonesia, merupakan ketentuan yang harus dilaksanakan sesuai dengan kepentingan nasional.

Dalam Undang-undang ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional akan diatur dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Pengertian tentang angkutan di perairan meliputi angkutan laut, angkutan sungai dan danau dan angkutan penyebrangan.

Angkutan laut meliputi angkutan laut dalam negeri termasuk pelayaran rakyat, dan angkutan laut dari dan ke luar negeri.

Angkutan sungai dan danau meliputi angkutan di waduk, rawa, banjir, kanal, dan terusan.

Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jarinan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan.

Dalam pengertian angkutan di perairan terdapat angkutan yang bersifat perintis.

Angka 2

Yang dimaksud dengan :

a.

kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir;

b.

kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar;

c.

kapal yang ditunda adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain;

d.

kendaraan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan di permukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnya jet foil, hidro foil, hovercraft, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria terentu;

e.

kendeaan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air;

f.

alat apung dan bangun terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu dan tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (acomodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit-unit pemboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu).

Angka 3

Yang dimaksud perairan daratan antara lain sungai, danau, waduk, kanal, dan terusan.

Angka 4

Cukup jelas

Angka 5

Alur pelayaran terdiri dari alur pelayaran di laut, Sungai dan danau. Dalampengertian alur pelayaran di sungai termasuk seluruh fasilitas antara lain berupa kolam pemindahan kapal (lock), bendung pengatur kedalaman alur (navigation barrage), dan bangunan untuk pengangkat kapal (ship lift).

Angka 6

Cukup jelas

Angka 7

Cukup jelas

Angka 8

Pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus misalnya penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air.

Pekerjaan pengerukan tidak temasuk pekerjaan bawah air.

Angka 9

Termasuk pengertian kerangka kapal adalah sebagian atau bagian dari kerangka kapal yang terpisah.

Angka 10

Yang dimaksud dengan keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, peresmian dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

Angka 11

Cukup jelas

Angka 12

Cukup jelas

Angka 13

Yang dimaksud jenis dan ukuran kapal tertentu adalah kapal dengan ukuran lebih kecil dari 100 M3 untuk kapal motor dan lebih kecil dari 300 M3 untuk kapal tanpa motor dengan konstruksi sederhana yang berlayar di perairan terbatas.

Kapal tersebut tidak perlu dipimpin oleh seorang nakhoda, namun cukup dipimpin oleh pemimpin kapal yang memiliki persyaratan yang lebih ringan dari keterampilan yang harus dimiliki oleh nakhoda.

Angka 14

Cukup jelas

Angka 15

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan perairan wajib pandu adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran isi kotor tertentu.

Yang dimaksud dengan perairan pandu luar biasa yaitu suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan.

Penggunaan fasilitas pemanduan dapat diberikan atas permintaan nakhoda atau pemimpin kapal.

Penetapan perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa bertitik tolak pada kondosi perairan yang bersangkutan yang dinilai berdasarkan pada kriteria/aspek yang dapat mempengaruhi keselamatan pelayaran, berupa kondisi cuaca, kondisi arus, rintangan alam lainnya, dan kondisi kepadatan lalu-lintas kapal yang menuju suatu daerah pelabuhan.

Ayat (2)

Pandu adalah petugas pelaksana pemanduan yaitu seorang pelaut nautis yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah.

Ayat (3)

Pelayaran pandu di atas kapal merupakan bantuan kepada nakhoda atau pemimpin kapal untuk dapat mengambil tindakan yang tepat dalam rangka menjamin keselamatan berlayar, dan keputusan akhir tetap berada di tangan nakhoda.

Petugas pandu bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pemanduan sehingga apbila melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugasnya dapat dikenakan tindakan administratif.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 17

Ayat (1)

Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi keselamatan pelayaran.

Ayat (2)

Pemberian tanda dan pengumuman dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat adanya kerangka kapal tersebut.

Biaya pengadaan dan pemasangan tanda kerangka kapal tersebut dibebankan kepada pemilik kapal.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Tanggung jawab dan kewajiban pemilik sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dikenakan kepada operator apabila hal tersebut jelas-jelas disebut dalam perjanjian antara operator dengan pemilik kapal.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Penguasaan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap kerangka kapal dan/atau muatannya yang tidak diketahui pemiliknya dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk melakukan tindakan pengangkatan guna menjamin keselamatan berlayar.

Ayat (5)

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur antara lain mengenai pemberian tanda, penetapan batas waktu, tata cara penyingkiran, pembebanan biaya, penguasaan kerangka kapal dan/atau muatannya.

Pasal 19

Ayat (1)

Kerangka kapal yang berada di alur pelayaran wajib di lakukan salvage, sedangkan kerangka kapal yang tidak berada di alur pelayaran apabila tidak merupakan bahaya bagi keselamatan berlayar tidak wajib dilakukan salvage tetapi harus diutamakan oleh instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi keselamatan pelayaran.

Termasuk kegiatan salvage menyangkut juga kegiatan pengangkatan kerangka kapal dan/atau muatannya yang tidak ditujukan untuk memelihara alur pelayaran, misalnya salvage untuk pengangkatan benda-benda berharga.

Ayat (2)

Pekerjaan bawah air antara lain berupa pembangunan, pemasangan konstruksi dan/atau instalasi yang dilakukan di bawah air.

Ayat (3)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain izin usaha, persyaratan pelaksanaan kegiatan salvage, persyaratan pekerjaan bawah air, dan persyaratan penyelaman.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pencabutan izin usaha pelayaran dilakukan sebagai upaya terakhir setelah melalui upaya pemberian peringatan-peringatan secara patut kepada yang bersangkutan.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Untuk menjamin kelancaran berbagai kegiatan dipelabuhan yang dilaksanakan berbagai pihak, maka diperlukan koordinasi yang meliputi kegiatan pemerintah dan kegiatan pelayanan jasa.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud pelabuhan umum dalam ketentuan ini meliputi pelabuhan untuk melayani angkutan laut, angkutan sungai dan danau dan angkutan penyeberangan.

Termasuk dalam pengertian ini adalah pelabuhan umum yang dipergunakan untuk membongkar dan memuat komoditi sejenis, misalnya pelabuhan umum batu bara, atau yang dipergunakan untuk melayai kapal sejenis misalnya pelabuhan untuk kapal pelayaran rakyat, pelabuhan marina, dan lain sebagainya.

Pelabuhan perikanan sebagai prasarana pengembangan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan dalam aspek keselamatan pelayaran diberlakukan ketentuan Undang-undang ini.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Ketentuan ini berlaku untuk setiap pelabuhan, baik pelabuhan umum maupun pelabuhan khusus.

Penggunaan suatu wilayah tertentu untuk pelabuhan harus dapat mewujudkan tatanan pelabuhan nasional yang mampu menunjang angkutan di perairan. Untuk itu dalam menetapkan persyaratan harus dipertimbangkan antara lain tata ruang, pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, keamanan dan keselamatan pelayaran.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Penyelenggaraan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pengusahaan , perawatan, pengawasan, dan pengendalian.

Yang dimaksud daerah lingkungan kerja pelabuhan adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.

Yang dimaksud daerah lingkungan kepentingan pelabuhan adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.

Ayat (2)

Daerah lingkungan kerja yang diberikan hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk wilayah daratan. Sesuai ketentuan yang berlaku, pemberian suatu hak atas tanah tergantung pada subyek dan rencana pemanfaatannya, antara lain jika tanah tersebut akan digunakan untuk pelabuhan yang dikelola oleh Pemerintah atau diusahakan oleh badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dikuasai oleh Pemerintah dapat diberikan hak pengelolaan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Yang dimaksud persyaratan teknis meliputi persyaratan yang berkaitan dengan konstruksi dermaga, pengaruh kondisi hidrografi, topografi, kondisi tanah, penempatan sarana bantu navigasi, alur dan kolam pelabuhan, serta tata letak peralatan dipelabuhan umum.

Ayat (2)

Persyaratan pengoperasian pelabuhan umum antara lain meliputi :

a.

dilakukan oleh Pemerintah atau bekerja sama dengan badan usaha milik negara;

b.

untuk kepentingan umum;

c.

menjamin kelancaran arus barang dan penumpang;

d.

menjamin keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran;

e.

menjamin kelestarian lingkungan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Pengertian penyelenggaraan pelabuhan umum oleh Pemerintah semata-mata berkaitan dengan tanggung jawab Pemerintah untuk melindungi kepentingan umum serta terwujudnya suatu tatanan pelabuhan nasional.

Ayat (2)

Keikutsertaan badan hukum Indonesia dalam bekerjasama dengan badan usaha milik negara dalam penyelengaraan pelabuhan umum antara lain tehadap kegiatan jasa unit terminal peti kemas di pelabuhan, lapangan penumpukan, penundaan, dan lain sebagainaya. Sedagkan kegiatan penyediaan jasa kolam pelabuhan dalam rangka keselamatan hanya dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Kegiatan penunjang pelabuhan adalah :

a.

tidak termasuk dalam kegiatan pokok pelabuhan;

b.

merupakan kegiatan yang menunjang kelancaran operasional pelabuhan, dan apabila kegiatan tersebut tidak ada, dalam keadaan tertentu akan mempengaruhi kelancaran operasional pelabuhan;

c.

merupakan kegiatan yang dapat membantu kelancaran operasioal pelabuhan tetapi jika tidak ada, tidak akan menggangu kelancaran operasional pelabuhan.

Usaha kegiatan dimaksud meliputi antara lain penampungan limbah (rception facilities) ,perkantoran, pertokoan, dan penyediaan fasilitas umum lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Suatu tempat tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan yang dimakud dalam ketentuan ini hanya memiliki wilayah daratan dan tidak memiliki wilayah perairan sebagai tempat untuk bertambat dan/atau berlabuh bagi kapal.

Terhadap tempat tersebut diberlakukan ketentuan-ketentuan atas hukum yang berlaku di pelabuhan antara lain mengenai tata laksana dan ketentuan umum tentang ekpor dan impor.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini antara lain meliputi kegiatan di bidang pertambangan, pertanian, dan pariwisata.

Pelabuhan khusus merupakan pelabuhan yang penyelenggaraannya tidak untuk memberikan pelayanan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan khusus merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berurutan dan memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, sehingga hasil pelaksanaan pembangunan akan menentukan pemberian izin operasi bagi pelabuhan khusus yang bersangkutan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 30

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah keadaan yang dipandang perlu oleh Pemerintah untuk memanfaatkan keberadaan pelabuhan khusus untuk melayani kepentingan umum, misalnya bencana alam, tidak berfungsiya pelabuhan umum terdekat.

Pasal 31

Ayat (1)

Pengertian perdagangan luar negeri dalam ketentuan ini meliputi segala kegiatan lalu lintas barang, jasa dan/atau penumpang.

Pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri meliputi pelabuhan umum dan pelabuhan khusus yang dapat disinggahi kapal-kapal berbendera Indonesia dan/atau asing yang berlayar dari atau ke luar negeri.

Ketentuan ini juga mengandung pengertian bahwa kapal-kapal berbendera asing dimaksud tidak melakukan angkutan antar pulau.

Ayat (2)

Kepentingan nasional lainnya meliputi antara lain pertahanan dan keamanan nasional.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 32

Dengan berdasarkan pada jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah, penyelenggara pelabuhan menetapkan tarif dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan untuk kelangsungan dan pengembangan usaha pelabuhan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan, dan kepentingan pengguna jasa pelabuhan.

Pasal 33

Ayat (1)

Apabila terjadi perselisihan, penyelesaian hukum terhadap tanggung jawab untuk menangani kerugian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, dilaksanakan melalui gugatan perdata sesuai ketentuan dalam Hukum Acara Perdata.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan pula untuk memungkinkan pemilik dan/atau operator kapal agar kegiatan operasi kapalnya tetap dapat berlangsung.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Apabila terjadi perselisihan, penyelesaian hukum terhadap tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dilaksanakan melalui gugatan perdata sesuai ketentuan dalam Hukum Acara Perdata.

Pasal 35

Ayat (1)

Pengadaan kapal adalah kegiatan memasukkan kapal dari luar negeri, baik kapal bekas maupun kapal bangunan baru untuk didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia.

Pembangunan kapal adalah pembutan kapal baru di dalam negeri maupun di luar negeri yang langsung berbendera Indonesia.

Pengerjaan kapal merupakan tahapan pekerjaan dan kegiatan pada saat dilakukan, perbaikan, dan perawatan kapal.

Perlengkapan kapal adalah bagian-bagian yang termasuk dalam perlengkapan navigasi, alat-alat penolong, penemu dan pemadam kebakaran, radio dan elektronika kapal, dan peta-peta serta publikasi mautik, serta perlengkapan pengamatan meteorology untuk kapal dengan ukuran dan daerah pelayaran tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Kapal yang telah diperiksa dan diuji dan apabila memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberikan sertifikat sebagai tanda bukti. Untuk kapal-kapal ukuran tertentu dan karena sifat pelayarannya tidak memerlukan sertifikat, tidak diberikan sertifikat.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan badan hukum Indonesia dalam ketentuan ini adalah badan klasifikasi.

Ayat (5)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai persyaratan dan tata cara pengadaan, pengembangan, pengerjaan, pemeriksaan, dan pengujian kapal, bentuk dan jenis sertifikat keselamatan kapal.

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan badan hukum Indonesia dalam ketentuan ini adalah badan hukum klasifikasi.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 40

Ayat (1) dan Ayat (2)

Kewenangan dan tanggung jawab syahbandar menurut Undang-undang ini terbatas pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal 40.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 41

Terdapat dua kemungkinan alasan penahanan atas kapal berdasarkan perintah pengadilan yaitu karena :

a.

kapal yang bersangkutan terkait dengan suatu perkara pidana;

b.

Kapal yang bersangkutan terkait dengan suatu perkara perdata.

Penahanan kapal karena suatu perkara pidana disebabkan adanya kecurigaan bahwa kapal tersebut digunakan untuk melaksanakan suatu tindak pidana. Sedangkan penahanan kapal karena perkara perdata dilakukan sebagai sita jaminan sehubungan dengan adanya suatu gugatan perdata terhadap pemilik dan/atau operator kapal yang bersangkutan.

Pejabat pemerintah yang berwenang melaksanakan penahanan tersebut berdasarkan perintah tertulis dari pengadilan sehingga tuntutan ganti rugi dari pemilik atau operator kapal yang mungkin timbul akibat penahanan kapal tersebut.

Pasal 42

Ayat (1)

Pemberian keringanan tersebut bersifat sementara dan diberikan atas pertimbangan khusus, antara lain untuk percobaan berlayar, kepentingan umum yang mendesak atau untuk berlayar menuju lokasi perbaikan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

Penentuan persyaratan kelaikan petikemas yang meliputi pengujian, pemeriksaan, sertifikasi, dan pemberian tanda lulus uji, dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, baik nasional maupun internasional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Pengukuran dilakukan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk menentukan tonase kapal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka penerbitan surat ukur kapal dan untuk menentukan aturan-aturan yang harus ditetapkan bagi kapal tersebut, seperti penentuan status hukum kapal tersebut sebagai barang bergerak atau barang tidak bergerak.

Ayat (2)

Pada dasarnya surat ukur hanya diterbitkan untuk pengukuran kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 M3 atau yang dinilai sama dengan ukuran ini, sedangkan pengukuran kapal kurang dari 20 M3 dipergunakan untuk penerbitan surat-surat kapal atau atas permintaan pemilik dapat diterbitkan surat ukur.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ayat ini secara khusus menegaskan bahwa sistem pendaftaran yang dianut di Indonesia adalah sistem pendaftaran tertutup yang menetapkan bahwa hanya kapal yang dimiliki oleh warga negara atau badan hukum Indonesia yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dapat didaftarkan di Indonesia.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan surat tanda pendaftaran kapal adalah grosse akte yang merupakan salinan pertama dari asli (minute) akte.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur antara lain ketentuan mengenai pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal, tata cara pendaftaran, bentuk surat tanda pendaftaran, pembuatan tanda pendaftaran, pemasangan tanda pendaftaran, penyampaian berita acara pemasangan tanda pendaftaran.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50

Ayat (1)

Tanda kebangsaan kapal dalam ketentuan ini menentukan hukum nasional yang berlaku di atas kapal di manapun kapal tersebut berada, yang diberikan sesuai dengan ukuran kapal.

Ayat (2)

Dalam peraturan pemerintah diatur antara lain mengenai tata cara penerbitan dan jenis surat tanda kebangsaan.

Pasal 51

Ayat (1)

Kapal negara yang digunakan untuk tugas pemerintahan adalah kapal yang diinginkan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas pemerintahan lainnya misalnya penelitian di laut, pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran, dan lain sebagainya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan identitas kapal adalah nama kapal dan pelabuhan tempat kapal didaftar yang dicantumkan pada badan kapal, berbendera kebangsaan yang dikibarkan pada buritan kapal sesuai dengan surat tanda kebangsaan yang diberikan oleh pemerintah negara yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh nakhoda dalam hal ini bersifat sementara dan terbatas dalam arti selama kapal berlayar dan terhadap tindakan-tindakan yang akan mengganggu keselamatan, keamanan, dan ketertiban di atas kapal.

Kewenangan penegakan hukum tersebut antara lain berupa tindakan memasukkan ke dalam sel dan lain-lain.

Yang dimaksud dengan pelayar adalah semua orang yang ada di atas kapal kecuali, nakhoda.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pelayar adalah semua orang yang ada di atas kapal, kecuali pemimpin kapal.

Ayat (3)

Catatan atau keterangan tentang kelahiran dan/atau kematian yang dibuat oleh nakhoda bersifat sementara yang selanjutnya akan merupakan dokumen untuk pembuatan akte yang asli sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan keadaan yang sangat memaksa dalam ketentuan ini adalah situasi darurat terancamnya jiwa dan keselamatan nakhod atau pemimpin kapal tanpa ada kemungkinan upaya lain untuk menyelamatkan. Dalam keadaan kecelakaan kapal, nakhoda atau pemimpin kapal hanya dapat meninggalkan kapal setelah melaksanakan seluruh kewajibannya dan merupakan orang terakhir yang meninggalkan kapal.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 58

Tugas nakhoda adalah membawa kapal dari tempat tolak ke tempat tujuan dengan aman dan selamat. Dalam hal dijumpai keadaan yang mungkin membahayakan keselamatan berlayar, nakhoda dapat menyimpang dari rute dan/atau garis-garis haluan (track) yang telah ditetapkan, walaupun tindakan tersebut akan menambah biaya operasional dan lama perjalanan.

Yang dimaksud dengan tindakan lainnya yang diperlukan adalah tindakan penyelamatan bagi kapal maupun jiwa manusia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 59

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan mualim I adalah perwira kapal yang bertugas di bidang navigasi kapal dengan pangkat paling tinggi setelah nakhoda.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan nakhoda berhalangan sementara adalah keadaan nakhoda yang secara fisik untuk sementara tidak mampu melaksnakan tugasnya selama berlayar.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan dewan kapal adalah suatu dewan yang dibentuk di atas kapal yang terdiri dari para perwira kapal, dengan tugas memberikan nasehat kepada nakhoda atau pengganti nakhoda sementara.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 60

Ayat (1)

Buku harian kapal adalah buku harian yang digunakan untuk mencatat hal-hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hal-hal lain yang dipandang perlu oleh nakhoda atau pemimpin kapal.

Buku harian terdiri dari sebuah buku atau lebih sesuai dengan ukuran kapal, antara lain buku harian dek, buku harian mesin, dan buku harian radio.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai pejabat pemerintah yang berwenang, jenis serta ukuran kapal yang harus memiliki dan menyelenggarakan buku harian, jenis, ukuran, dan bentuk buku harian, hal-hal yang dicatat dalam buku harian serta cara mencatatnya.

Pasal 61

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan disijil adalah dimasukkan ke dalam daftar awak kapal yang disebut buku sijil.

Buku sijil merupakan buku yang berisi daftar awak kapal yang bekerja di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang dinyatakan oleh pegawai pencaftaran awak kapal dan setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Yang dimaksud dengan memiliki kemampuan adalah memiliki sertifikat pelaut serta sertifikat pengukuhan (kewenangan untuk menduduki jabatan tertentu di atas kapal yang diberikan oleh Pemerintah ).

Yang dimaksud dengan memiliki dokumen pelaut adalah memiliki buku pelaut dan perjanjian kerja laut serta sertifikat keterampilan pelaut untuk anak buah kapal.

Ayat (2)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai sijil, persyaratan jabatan di atas kapal, pengukuhan, dan dokumen pelaut.

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan peaturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan bidang ketenagakerjaan dan perjanjian kerja laut serta perturan lainnya.

Ayat (4)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai pejabat pemerintah yang berwenang.

Pasal 63

Ayat (1)

Kewenangan nakhoda untuk mengenakan tindakan disiplin adalah untuk mengambil tindakan seketika yang sangat diperlukan demi tegaknya disiplin dan ketertiban di atas kapal.

Yang dimaksud dengan seseorang dalam butir f, adalah setiap orang yang berada di kapal.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan tidak menutup kemungkinan terhadap ketentuan di luar Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang mengatur mengenai masalah ini.

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 65

Ayat (1)

Pembuangan limbah atau bahan lain yang tidak memenuh persyaratan dapat terjadi antara lain, karena :

a.

melakukan pembuangan (dumping) tidak sesuai dengan perauran yang berlaku;

b.

melakukan pembuangan tanpa menggunakan peralatan pencegahan pencemaran;

c.

melakukan pembuangan muatan dengan sengaja;

d.

melakukan pembuangan dengan menggunakan peralatan pencegahan pencemaran yang tidak berfungi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)

Kewajiban untuk melengkapi peralatan pencegahan pencemaran di kapal disesuaikan dengan jenis dan ukuran kapal serta daerah operasional kapal yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain sanksi administrative terhadap nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau anak buah kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 67

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan wajib menanggulangi oleh nakhoda atau pemimpin kapal adalah melakukan penanggulangan dengan peralatan penanggulangan yang dimiliki oleh kapal tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 68

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tanggung jawab pemilik atau opertor kapal adalah tanggung jawab terhadap aspek perdata seperti penggantian kerugian atas kerusakan yang timbul akibat terjadinya pencemaran baik kerugian langsung maupun tidak langsung.

Mengenai pembebanan tanggung jawab tergantung pada perjanjian yang diadakan antara pemilik dengan operator kapal.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Usaha tersebut harus sungguh-sunguh mengutamakan kepentingan rakyat banyak.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 70

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan usaha tertentu adalah usaha diluar usaha angkutan di perairan seperti usaha di bidang industri, pertambangan, perikanan, serta kegiatan atau kepentingan khusus seperti penelitian, kegiatan sosial dan sebagainya. Kegiatan angkutan yang dilakukan tersebut merupakan bagian usaha dan hanya terbatas untuk menunjang kegiatan pokok dan tidak melayani kepentingan pihak ketiga.

Ayat (2)

Kegiatan angkutan yang dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan bagian dari tatanan angkutan di perairan secara nasional.

Berdasarkan hal tersebut maka penyelenggaraannya perlu diatur dan dikendalikan sehingga tetap merupakan satu kesatuan di dalam tatanan angkutan di perairan secara nasional.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 71

Ayat (1)

Usaha menunjang angkutan adalah usaha yang bersifat menunjang kelancaran proses perpindahan barang dari pengirim ke penerima barang antara lain ekspedisi muatan kapal laut, bongkar muat, angkutan Bandar dan lain sebagainya sesuai perkembangan teknologi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 72

Dalam penetapan jenis dan struktur tarif usaha penunjang bagi usaha atau kegiatan angkutan di perairan, Pemerintah mempertimbangkan kelancaran lalu lintas angkutan dan perkembangan serta kepentingan dunia usaha dan kesejahteraan tenaga kerja.

Yang dimaksud dengan jenis tarif adalah jenis tarif yang diberlakukan terhadap barang antara lain untuk barang-barang umum (general cargo), peti kemas, dan barang curah cair yang memerlukan penanganan dan peralatan khusus misalnya dengan konveyor, pipa.

Yang dimaksud dengan struktur tarif adalah komponen tarif yang diperhitungkan sebagai pedoman besaran tarif antara lain asuransi, produktivitas peralatan. Administrasi, kesejahteraan tenaga kerja, dan upah tenaga kerja.

Pasal 73

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dalam keadaan tertentu adalah belum terpenuhinya kebutuhan ruang kapal bagi angkutan laut dalam negeri dan jika dalam kurun waktu tertentu ruang kapal sudah terpenuhi maka angkutan laut dalam negeri dilaksanakan oleh kapal berbendera Indonesia.

Untuk mengatasi keadaan demikan maka Pemerintah dapat memberikan kelonggaran syarat bendera (dispensasi) penggunaan kapal asing yang dioperasikan secara nyata oleh badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) Pasal 70 ayat (2), dengan memperhatikan kepentingan kapal berbendera Indonesia.

Pasal 74

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 75

Dalam penetapan struktur dan golongan tarif penumpang angkutan laut dalam negeri, Pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan penyelenggara angkutan laut dalam negeri.

Pemerintah menetapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas, termasuk tarif untuk angkutan laut perintis.

Dengan berpedoman kepada struktur dan golongan tarif tersebut penyelenggara angkutan laut dalam negeri menetapkan tarif penumpang yang berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan laut dalam negeri dalam rangka meningkatkan mutu pelayaran.

Pasal 76

Ayat (1)

Sebagai konsekuensi dalam hubungan internasional, maka penyelenggaraan usaha angkutan laut dari dan ke luar negeri dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau perusahaan angkutan laut luar negeri (asing) baik melalui wadah kerja sama maupun secara sendiri-sendiri.

Ayat (2)

Meskipun angkutan laut dari dan ke luar negeri dapat dilaksanakan oleh perusahaan angkutan laut luar negeri (asing) , namun perlu diupayakan agar perusahaan angkutan laut nasional yaitu badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh pangsa muatan yang wajar dari angkutan tersebut.

Yang dimaksud dengan pangsa muatan yang wajar dalam ketentuan ini tidak selalu dalam arti memperoleh bagian pangsa sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perudang-undangan yang berlaku misalnya dalam perjanjian bilateral, konvensi internasional yang diartifikasi oleh Indonesia dan peraturan lainnya.

Khusus untuk barang-barang milik Pemerintah perlu diupayakan pengangkutannya dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran nasional.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 77

Ayat (1)

Pelayaran rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional untuk menyelenggarakan usaha angkutan di perairan dengan mempergunakan perahu layar dan/atau perahu layar bermotor dengan ukuran tertentu.

Sifat tradisional tersebut, mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya terdapat pada cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai hubungan kerja antar pemilik kapal dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan bentuk kapal yang digunakan. Hal-hal tersebut perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Usaha rakyat dalam ketentuan ini adalah usaha yang penyelenggaraannya dilakukan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan mendorong usaha-usaha yang bersifat koperatif.

Penyelenggaraan pelayaran rakyat tersebut dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia.

Yang dimaksud dengan karakteristik tersendiri yaitu antara lain sebagai berikut :

a.

ukuran kapal yang terbatas;

b.

tenaga penggeraknya angin dengan menggunakan layar atau mesin dengan tenaga yang terbatas;

c.

pengawakan yang mempunyai kualifikasi berbeda dengan kualifikasi yang ditetapkan bagi kapal-kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;

d.

lingkup operasinya dapat menjangkau daerh-daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas pelabuhan dan kedalaman air yang rendah serta negara-negara yang berbatasan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 78

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya memberikan pelindungan terhadap kelangsungan usaha pelayaran rakyat, tanpa mengurangi pembinaan terhadap unsur-unsur angkutan lainnya di perairan.

Ayat (2)

Pengembangan pelayaran rakyat dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk bimbingan, pelatihan, dan pengaturan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 80

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 81

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 82

Dalam menetapkan struktur dan golongan tarif angkutan penumpang dan/atau barang bagi angkutan sungai dan danau serta angkutan penumpang dan/atau kendaraan bagi angkutan penyeberangan, Pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan penyelenggara angkutan sungai dan danau, dan angkutan penyeberangan.

Pemerintah menetapkan tarif yang beorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas, termasuk tarif untuk angkutan penyeberangan perintis.

Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut penyelenggara angkutan tarif yang berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha angkutan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

Pasal 83

Ayat (1)

Pelayanan khusus bagi penumpang yang menyandang cacat atau orang sakit dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan baik.

Yang dimaksud pelayanan khusus dalam ketentuan ini dapat berupa penyediaan jalan khusus di pelabuhan dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari kapal, atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur.

Yang dimaksud dengan cacat dalam ketentuan ini misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, tuna netra dan sebagainaya.

Tidak termasuk dalam pengertian orang sakit dalam ketentuan ini adalah oang yang menderita penyakit menular sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 84

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan daerah terpencil dan belum berkembang yaitu daerah yang masih sulit dijangkau oleh sarana transportasi.

Penyelenggaraan angkutan ke dan dari daerah terpencil biasanya secara komersial kurang menguntungkan sehingga penyelenggara angkutan pada umumnya tidak tertarik untuk melayani rute-rute demikian.

Oleh sebab itu guna mengembangkan daerah daerah dan menembus isolasi, angkutan ke dan dari daerah-daerah demikian diselenggarakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan penyelenggara angkutan di perairan baik swasta maupun koperasi yang dapat diberi kemudahan tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 85

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan tidak membedakan perlakuan tehadap pengguna jasa angkutan sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi perjanjian pengangkutan yang disepakati.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 86

Ayat (1)

Huruf a

Tanggung jawab perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah kematian atau lukanya penumpang yang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Termasuk dalam pengertian lukanya penumpang adalah cacat fisik dan/atau cacat mental.

Huruf b

Tanggung jawab tersebut sesuai dengan perjanjian pengangkutan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf c

Tanggung jawab tersebut meliputi antara lain memberikan pelayanan alam batas-batas kelayakan sesuai kemampuan perusahaan angkutan di perairan kepada penumpang selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi kelambatan pemberangkatan karena kelalaian perusahaan angkutan tersebut.

Ketentuan ini perlu mempetimbangkan agar jangan sampai menghambat pengembanagn perusahan angkutan di perairan yang masih tergolong usaha ekonomi lemah.

Huruf d

Yang dimaksud pihak ketiga adalah orang atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengoperasian kapal tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian kapal.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 87

Ayat (1)

Barang khusus dan barang berbahaya adalah barang-barang yang karena sifatnya dapat mengancam keselamatan manusia, harta benda, dan lingkungan, sesuai yang tercantum dalam peraturan-peraturan yang berlaku antara lain :

a.

Safety of Life at Sea (SOLAS) 74;

b.

Code of Safe practise for buk cargoes;

c.

Gran regulator

d.

Code of Safe practice for ship carrying timber deck cargoes.

Yang dimaksud dengan barang khusus adalah jenis barang yang karena sifatnya dan ukurannya memerlukan penanganan khusus, misalnya kayu logs, barang curah, batangan rel, ternak, ikan beku, dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan barang khusus adalah jenis barang yang karena sifatnya dapat dikelompokkan sebagai barang berbahaya, misalnya barang yang mudah terbakar (BBM), bahan kimia, radio aktif dan sebagainya.

Pasal 88

Yang dimaksud dengan dibuktikan lain dalam ketentuan ini adalah nakhoda atau pemimpin kapal berdasarkan pembuktian telah melakukan upaya dan melaksanakan kewajiban berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 89

Ayat (1)

Kecelakaan di kapal adalah suatu kejadian di kapal yang bersangkutan yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia.

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti proses penanggulangan kecelakaan dan pelaporan selanjutnya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bahaya bagi keselamatan kapal adalah keadaan yang dapat membahayakan kapal yang sedang berlayar seperti antara lain cuaca buruk, kerangka kapal, sarana bantu navigasi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 90

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lembaga dalam ayat ini adalah lembaga pemerintah, bukan lembaga peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, Lembaga tersebut berwenang melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengambil keputusan atas kecelakaan kapal :

a.

kapal tenggelam;

b.

kapal terbakar;

c.

kapal tubrukan yang mengakibatkan kerusakan berat;

d.

kecelakaan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda;

e.

kapal kandas dan rusak berat.

Lembaga dimaksud bertugas terbatas pada menjatuhkan sanksi berupa hukuman administrative yang berkaitan dengan profesi kepelautan, yang pada saat Undang-undang ini ditetapkan disebut Mahkamah Pelayaran.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 94

Ayat (1)

Pencarian dan pertolongan (search and rescue) yang dilakukan Pemerintah yaitu segala daya dan upaya yang dapat diusahakan untuk menyelamatkan jiwa manusia di perairan Indonesia.

Ayat (2)

Kewajiban setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal atau pesawat udara dimaksudkan untuk membantu sebatas kemampuannya sebagai pensi search an rescue (SAR) guna keberhasilan operasi pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 95

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 96

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 97

Ayat (1)

Termasuk dalam pengertian pelaut Indnesia adalah tenaga-tenaga yang bekerja dalam bidang pelayaran.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 98

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 99

Ayat (1)

Penyidikan dan penyelesaian hukum selanjutnya atas penyidikan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil tertentu dan perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut tertentu, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 100

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 101

Cukup jelas

Pasal 102

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 103

Cukup jelas

Pasal 104

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 105

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 106

Cukup jelas

Pasal 107

Cukup jelas

Pasal 108

Cukup jelas

Pasal 109

Cukup jelas

Pasal 110

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 111

 

Cukup jelas

Pasal 112

Cukup jelas

Pasal 113

Cukup jelas

Pasal 114

Cukup jelas

Pasal 115

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 116

Cukup jelas

Pasal 117

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 118

Cukup jelas

Pasal 119

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 120

Cukup jelas

Pasal 121

Cukup jelas

Pasal 122

Cukup jelas

Pasal 123

Cukup jelas

Pasal 124

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 125

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 126

Cukup jelas

Pasal 127

Cukup jelas

Pasal 128

Cukup jelas

Pasal 129

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 130

Cukup jelas

Pasal 131

Cukup jelas

Pasal 132

Diberlakukannya Undang-undang ini 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada aparat Pemerintah dan penyelenggara pelayaran guna menyesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini serta memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk mengetahui Undang-undang ini.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3493