Angka 27 Pasal 32

Ayat (1)

Dalam Undang-undang ini ditentukan siapa yang menjadi wakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terhadap badan, badan dalam pembubaran, warisan yang belum dibagi, dan anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya, oleh karena mereka tidak dapat atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.

Ayat (2)

Ayat ini menegaskan bahwa wakil dari Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-undang ini bertanggung jawab secara pribadi atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang. Pengecualian dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila wakil Wajib Pajak dapat membuktikan dan meyakinkan bahwa dalam kedudukannya, menurut kewajaran dan kepatuhan tidak mungkin dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atau secara renteng.

Ayat (3)

Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk minta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan meteriil serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Ayat (4)

Orang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cheque, dan sebagainya, walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus.

Angka 28 Pasal 34

Ayat (1)

Ayat (2)

Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara dan sebagainya yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan Undang-undang perpajakan, adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat (3)

Untuk kepentingan negara, misalnya dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Dalam surat izin yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat atau ahli atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Menteri Keuangan.

Ayat (4)

Untuk melaksanakan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan Menteri Keuangan memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak termasuk pejabat pajak yang ditugaskan dalam badan peradilan pajak atau Majelis Pertimbangan Pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), atas permintaan tertulis Hakim ketua sidang.

Ayat (5)

Maksud dari ayat ini adalah merupakan pembatasan dan penegasan, bahwa keterangan perpajakan yang diminta tersebut adalah hanya mengenai perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau perisitiwa yang menyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan.

Pasal 35

Ayat (1)

Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik, harus memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta pejabat Direktorat Jenderal Pajak.

Ayat (2) Angka 30 Pasal 38 Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan, dikenakan sanksi pidana. Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi tetapi merupakan tindak pidana.

Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Angka 31 Pasal 39

Ayat (1)

Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenakan sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.

Ayat (2)

Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, maka bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana lebih berat, ialah dilipatkan dua dari ancaman pidana yang diatur pada ayat (1).

Ayat (3)

Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak yang tidak benar, sangat merugikan negara. Oleh karena itu percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan detik tersendiri.

Angka 32 Pasal 41

Ayat (1)

Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan undang-undang perpajakan, maka perlu adanya sanksi pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pengungkapan kerahasiaan tersebut. Pengungkapan kerahasiaan menurut ayat ini adalah dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan, sehingga kewajiban untuk merahasiakan, keterangan, atau bukti-bukti yang ada pada wajib pajak yang dilindungi oleh Undang-undang perpajakan, dilanggar. Atas kealpaan tersebut dihukum dengan hukuman yang setimpal.

Ayat (2)

Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenakan sanksi yang lebih berat dibanding dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan, agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak.

Ayat (3)

Tuntutan pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya, adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.

Angka 33 Pasal 41A

Agar pihak ketiga memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 35 maka perlu adanya sanksi bagi pihak ketiga yang melakukan perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.

Pasal 41B

Seseorang yang melakukan perbuatan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan misalnya menghalangi Penyidik melakukan penggeledahan, menyembunyikan bahan bukti dan sebagainya sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dikenakan sanski pidana.

Angka 34 Pasal 42 Angka 35 Pasal 43

Ayat (1)

Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, atau pegawai Wajib Pajak, namun juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Ayat (2)

Angka 36 Pasal 44

Ayat (1)

Penyidik di bidang perpajakan adalah pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan peraturan pelaksanaannya.

Ayat (2)

Ayat (3)

Angka 37 Pasal 44A

Dalam hal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan kecuali karena peristiwanya telah daluwarsa, maka surat ketetapan pajak tetap dapat diterbitkan.

Pasal 44B

Ayat (1)

Ayat (2)

Angka 38 Pasal 47

Ketentuan pasal ini dihapuskan, karena secara substantif merupakan materi dari Undang-undang tentang Pajak Penghasilan dan telah diatur dalam Undang-undang tersebut.

Pasal II

Pasal III

Pasal IV

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3566 - 21