PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
| c. | mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk
dijual, atau mengimpor pita cukai yang sudah dipakai, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun
dan denda paling banyak dua puluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambilkan dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama enam
bulan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 60
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Jika suatu tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan oleh atau
atas nama suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan,
atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Tindak pidana menurut Undang-undang ini dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang-orang itu masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (3) | Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada waktu penuntun diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil tersebut dapat diwakili oleh orang lain. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (4) | Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan,
atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok
yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp.300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana
penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut
diancam dengan pidana penjara dan pidana denda. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 62 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Barang Kena Cukai yang terangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dirampas untuk negara. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (3) | Ketentuan tentang penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh
Menteri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
BAB XIII PENYIDIKAN
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Pejabat Pegawai Negeri SIpil tertentudi lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang cukai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kewajibannya berwenang
:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (3) | Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hadil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai
dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 64 |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Jaksa Agung dapat menghentikan penyidik tindak pidana di bidang cukai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi cukai
yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi
berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang tidak dan/atau kurang
dibayar. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 65 Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir Barang
Kena Cukai bertanggung jawab atas perbuatan orang yang dipekerjakan atau
yang ditunjuknya sebagai wakil atau sebagai kuasa yang berhubungan dengan
pekerjaan mereka dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ini.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Barang Kena Cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui, Barang Kena Cukai dan barang lain tersebut menjadi milik negara. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Barang Kena Cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya, Barang Kena Cukai tersebut menjadi milik negara. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (3) | Ketentuan tentang penyelesaian Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 67
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (1) | Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua izin yang telah ada dan ditentukan batas waktunya dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya, sedangkan bagi izin yang tidak ditentukan masa berlakunya dinyatakan tetap berlaku selama satu tahun sejak berlakunya Undang-undang ini. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (2) | Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila telah berakhir masa berlakunya, harus diperbaharui berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| (3) | Terhadap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang sebelum
berlakunya Undang-undang ini telah menjalankan usahanya yang karena peraturan
perundang-undang cukai yang lama tidak diwajibkan memiliki izin sebagaimana
diatur dalam Undang-undang ini, dalam jangka waktu tiga bulan sejak berlakunya
Undang-undang ini harus sudah memiliki izin. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 70
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 71
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 1 | Ordonasi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantic Van 27 Desembde 1886 Stbl. 1886 No. 249 dan Ordonnantic Van 11Mai 1908 Stbl. 1908 No. 361), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-undnag Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 2 | Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Februari 1898 Stbl. 1898 No. 90 on 92 dan Ordonnantie Van 10 Juli 1923 Stbl. 1923 No. 344), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 3. | Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie Stbl. 1931 No. 3\488 en 489), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir denganPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 4. | Ordonansi Cukai Tembakau (Tabacsaccijns Ordonnantie Stbl. 1932 no. 517) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| 5. | Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie Stbl. 1933 No. 351)
sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan
Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1965 Nomor 121). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal 72
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
S O E H A R T O |