| dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai | |||
| Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta Barang Kena Cukai hanya dilakukan secara selektif didasarkan informasi adanya Barang Kena Cukai yang belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan Undang-undang ini. | |||
| Ayat (2) | |||
| Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai" pada ayat ini adalah semua dokumen yang diisyaratkan berdasarkan Undang-undang ini untuk melindungi pengangkutan Barang Kena Cukai | |||
| Ayat (3) | |||
| Cukup Jelas | |||
| Ayat (4) | |||
| Cukup Jelas |
|||
| Pasal 38 | |||
| Ayat (1) | |||
| Pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai, atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya, yang maksudnya adalah bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai hanya dapat dilakukan jika disertai dengan surat perintah dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. | |||
| Ayat (2) | |||
| Surat perintah tidak diperlukan jika Pejabat Bea dan Cukai melakukan
pengejaran terus-menerus atas orang yang patut diduga melanggar ketentuan
dalam Undang-undang ini dan melakukan pemeriksaan karena penunjukan secara
tetap untuk melakukan pengawasan atas objek yang diperiksa tersebut. |
|||
| Pasal 39 | |||
| Ayat (1) | |||
| Wewenang Pejabat Bea dan Cukai pada ayat ini sebagai konsekuensi dari pemberian kemudahan yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau orang yang kegiatannya berkaitan dengan pengusahaan Barang Kena Cukai. | |||
| Dalam hal pemeriksaan pembukuan perusahaan, dapat dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Pajak. | |||
| Ayat (2) | |||
| Cukup Jelas |
|||
| Pasal 40 | |||
| Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam pasal
ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik, dalam
rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan
secara terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai atau untuk mengamankan
barang-barang bukti karena ada dugaan kuat terjadinya pelanggaran. |
|||
| Pasal 41 | |||
| Pembatasan jangka waktu selama tiga puluh hari bagi Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan menggunakan hanya mengajukan keberatan atas hasil penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai yang dilakukan oleh Kantor yang membawahinya dan untuk menjamin adanya kepastian hukum. | |||
| Dalam hal batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan hasil penutupan dianggap diterima. | |||
| Direktur Jenderal diberikan waktu enam puluh hari untuk memutuskan kebertan yang diajukan; jika batas waktu ini dilewati tanpa adanya keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima. | |||
| Jaminan menurut pasal ini dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi. | |||
| Dalam pemberian bunga, jika waktunya kurang dari satu bulan,
dihitung satu bulan penuh. Misalnya, tujuh hari dihitung satu bulan penuh;
satu bulan tujuh hari, dihitung dua bulan penuh. |
|||
| Pasal 42 | |||
| Cukup Jelas. |
|||
| Pasal 43 | |||
| Cukup Jelas. |
|||
| Pasal 44 | |||
| Ayat (1) | |||
| Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dibentuk, permohonan banding diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang cukai dilakukan melalui lembaga banding yang putusannya bersifat final dan mengikat, baik bagi para pemohon banding maupun bagi pejabat administrasi dan atas putusannya tidak dapat diajukan gugatan kepada Peradilan Tata Usaha Negara. | |||
| Ayat (2) | |||
| Cukup jelas. | |||
| Ayat (3) | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 45 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 46 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 47 | |||
| Ayat (1) | |||
| Cukup jelas. | |||
| Ayat (2) | |||
| Cukup jelas. | |||
| Ayat (3) | |||
| Cukup jelas. | |||
| Ayat (4) | |||
| Pemberitahuan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal dilakukan
melalui Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan "empat belas hari" pada ayat ini adalah empat belas hari kerja. |
|||
| Pasal 48 | |||
| Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah lembaga netral
yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang objektif. Oleh karena itu,
dalam menyelesaikan atau memeriksa suatu permohonan banding, tidak diperbolehkan
anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai mempunyai kepentingan pribadi
dengan permasalahan yang diperiksa. Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya hubungan keluarga sedarah/semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami istri meskipun sudah cerai antara anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dan pemohon banding. Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh anggota yang lain dari unsur yang sama. |
|||
| Pasal 49 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 50 | |||
| Yang dimaksud dengan "kerugian negara" dalam
pasal ini adalah tidak diterimanya pungutan cukai yang seharusnya menjadi
hak negara. |
|||
| Pasal 51 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 52 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 53 | |||
| Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan
Pasal 19 adalah buku-buku yang diwajibkan berdasarkan Undang-undang ini
berupa : - Buku Persediaan; - Buku Rekening Barang Kena Cukai; - Buku Rekening Kredit. |
|||
| Pasal 54 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 55 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 56 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 57 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 58 | |||
| Pada prinsipnya pita cukai hanya bisa dilekatkan pada Barang
Kena Cukai yang diproduksi oleh pengusaha yang memesan pita cukai tersebut.
Oleh karena itu, apabila pita cukai yang telah dipesan dipindahtangankan
kepada pihak lain, perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak
pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh
kali nilai cukai dari pita cukai yang bersangkutan. |
|||
| Pasal 59 | |||
| Ayat (1) | |||
| Apabila pidana denda tidak dibayar seluruhnya atau sebagian, harta
milik pelaku tindak pidana dan/atau penghasilan yang sah yang diperolehnya
disita. Hasil pelelangan harta dan/atau penghasilan yang sah digunakan untuk melunasi pidana denda. Penyitaan dan pelelangan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
| Ayat (2) | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 60 | |||
| Cukup jelas. |
|||
| Pasal 61 | |||
| Ayat (1) | |||
| Ayat ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum,
perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, karena dalam
kenyataan dapat terjadi orang pribadi melakukan tindakan atas nama badan-badan
tersebut, dan.atau harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah
untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan atau
yang melalaikan pencegahannya sehingga tindak pidana tersebut terjadi. Tindak pidana dimaksud tidak harus berada pada satu orang, tetapi dapat pula berada pada lebih dari satu orang. Termasuk dalam pengertian "pimpinan" adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan, dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi. |
|||
| Ayat (2) | |||
| Yang dimaksud dengan "hubungan lain" pada ayat ini, antara lain, hubungan kepemilikan dan hubungan kemitraan. | |||
| Ayat (3) | |||
| Yang dimaksud dengan "orang lain" adalah kuasa hukum atau orang pribadi lainnya di luar badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang secara sah menerima kuasa dari pengurus untuk bertindak untuk, dan atas nama pengurus. | |||
| Ayat (4) | |||
| Ayat ini memberikan penegasan bahwa terhadap nadan hukum, perseroan,
perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi hanya dapat dikenai pidana
denda. Oleh karena itu, tindak pidana yang dilakukan badan hukum, perseroan,
perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, yang diancam dengan pidana
penjara, pidana yang dijatuhkan digantikan pidana denda. Pergantian tersebut
tidak menghapuskan pidana denda yang dijatuhkan. |
|||
| Pasal 62 | |||
| Ayat (1) | |||
| Cukup jelas. | |||
| Ayat (2) | |||
| Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-barang
yang berkaitan langsung dengan Barang Kena Cukai, seperti sarana pengangkut
yang digunakan untuk mengangkut Barang Kena Cukai, peralatan atau mesin
yang digunakan untuk membuat Barang Kena Cukai, peralatan atau mesin yang
digunakan untuk membuat Barang Kena Cukai. Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana dimaksud. |
|||
| Ayat (3) | |||
| Terhadap Barang Kena Cukai dan barang-barang lain yang berdasarkan
putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara, berdasarkan Undang-undang
ini menjadi kekayaan negara. Penyelesaian lebih lanjut atas barang-barang
tersebut akan ditetapkan oleh Menteri. |
|||
| Pasal 63 | ||||||
| Ayat (1) | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Ayat (2) | ||||||
| Huruf a | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf b | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf c | ||||||
| Penangkapan dan penahanan sebagaimana dimaksud dalam huruf ini dilakukan terutama dalam hal tertangkap tangan. | ||||||
| Huruf d | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf e | ||||||
| Yang dimaksud dengan "pembukuan lainnya" adalah pembukuan perusahaan dan catatan lainnya yang tidak diwajibkan menurut Undang-undang ini, yang diduga mempunyai kaitan dengan tindak pidana yang disidik. | ||||||
| Huruf f | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf g | ||||||
| Penggeledahan rumah tinggal dilakukan dengan izin ketua pengadilan negeri setempat. | ||||||
| Huruf h | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf i | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf j | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf k | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf l | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Huruf m | ||||||
| Penghentian penyidikan harus diberitahukan kepada penyidik polisi negara Republik Indonesia dan Penutut Umum. | ||||||
| Huruf n | ||||||
| Cukup jelas. | ||||||
| Ayat (3) | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 64 | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 65 | ||||||
| Pasal ini menetapkan bahwa tanggung jawab atas perbuatan
yang dilakukan oleh wakil atau kuasa yang ditunjuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha
Tempat Penyimpanan, atau Importir yang bersangkutan tetap menjadi tanggung
jawab Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir kecuali
dapat dibuktikan olehnya bahwa perbutan wakil atau kuasa tersebut diluar
dari kuasa yang diberikan. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang ini. |
||||||
| Pasal 66 | ||||||
| Ayat (1) | ||||||
| Yang dimaksud dengan " penlanggar yang tidak dikenal"
adalah orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan cukai,
baik ketentuan administrasi maupun ketentuan pidana, yang tidak diketahui. Dalam keadaan demikian, terhadap Barang Kena Cukai dan barang lain yang ersangkut dalam pelanggaran tersebut dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak diketahui. |
||||||
| Ayat (2) | ||||||
| Cukup jelas | ||||||
| Ayat (3) | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 67 | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 68 | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 69 | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 70 | ||||||
| Walaupun peraturan perundang-undangan cukai yang lama telah
dicabut dengan berlakunya Undang-undang ini, namum terhadap semua urusan
cukai yang belum selesai, misalnya pesanan pita cukai, utang cukai, pengembalian
cukai, dan sebagainya, untuk penyelesaiannya diberlakukan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang paling meringankan bagi setiap orang. |
||||||
| Pasal 71 | ||||||
| Cukup jelas. |
||||||
| Pasal 72 | ||||||
| Cuku jelas. | ||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3613