PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1497
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK
|
UMUM |
|||||
|
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara antara lain menegaskan bahwa perkembangan dunia yang mengandung peluang yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sesuai dengan arahan Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut, maka segala perkembangan, perubahan, dan kecenderungan global yang diperkirakan akan dapat mempengaruhi stabilitas nasional serta pencapaian tujuan nasional perlu pula diikuti dengan seksama, sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk mengantisipasinya. |
|||||
|
Salah satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh perhatian seksama dalam masa 10 (sepuluh) tahun terakhir dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Di bidang perdagangan, terutama karena perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor ini meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. |
|||||
|
Dengan memperhatikan kenyataan dan kecenderungan seperti itu, maka menjadi hal yang dapat dipahami adanya tuntutan kebutuhan bagi pengaturan dalam rangka perlindungan hukum yang lebih memadai. Apalagi beberapa negara yang semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangan atas produk-produk barang dan jasa yang berkualitas sebagai hasil kemampuan intelektualita manusia. |
|||||
|
Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade/GATT) yang merupakan perjanjian perdagangan multilateral pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas, perlakuan yang sama, dan membantu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia. |
|||||
|
|
|||||
|
.................................................... |
|||||
|
|
|||||
|
|
|||||
|
|
|||||
|
|
|||||
|
|
|
d. |
Sanksi Pidana. |
||
|
|
|
|
Penyempurnaan pada dasarnya menyangkut rumusan dalam ketentuan pidana yang semula tertulis "setiap orang" diubah menjadi "barangsiapa". Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari penafsiran yang keliru bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan yang diancam dengan sanksi pidana tersebut. Di samping itu untuk konsistensi dengan lingkup perlindungan merek, yaitu terbatas pada barang dan atau jasa yang sejenis, maka dalam ketentuan pidana konsepsi ini dipertegas. |
||
|
2. |
Penambahan. |
||||
|
|
Lingkup Pengaturan Perlindungan. |
||||
|
|
Selain perlindungan terhadap merek barang dan jasa, dalam Undang-undang ini diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. |
||||
|
|
Disamping itu diatur pula perlindungan terhadap indikasi asal, yaitu tanda yang hampir serupa dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungan diberikan tanpa harus didaftarkan. |
||||
|
3. |
Perubahan. |
||||
|
|
Pengalihan Merek Jasa Terdaftar. |
||||
|
|
Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat kaitannya dengan kemampuan atau keterampilan pribadi seseorang, dapat dialihkan maupun dilisensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek tersebut. Semula pengalihan tersebut tidak dapat dilakukan. Dalam Undang-undang ini selanjutnya ditentukan bahwa pengalihan untuk merek jasa serupa itu hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan bahwa kualitas jasa yang diperdagangkan memang sama. Hal ini perlu ditegaskan untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen. |
||||
|
PASAL DEMI PASAL |
|||||
|
Angka 1 |
|||||
|
|
Penolakan oleh Kantor Merek dilakukan terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama baik pada pokoknya maupun pada keseluruhan untuk barang dan atau jasa. |
||||
|
|
Adapun mengenai kriteria merek terkenal, selain memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, penentuannya juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang diperoleh karena promosi yang dilakukan oleh pemiliknya yang disertai dengan bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara (jika ada). Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, maka hakim dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri (independen) untuk melakukan survai guna memperoleh kesimpulan, mengenai terkenal atau tidaknya merek yang bersangkutan. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 6 lama ayat (2) huruf a. |
||||
|
Angka 2 |
|||||
|
|
Pada dasarnya, pendaftaran merek dapat dimintakan untuk lebih dari satu kelas barang dan atau jasa Hal itu diserahkan kepada pertimbangan pemilik merek. Dalam hal pemilik merek akan menggunakan mereknya untuk beberapa barang dan atau jasa yang termasuk dalam beberapa kelas, semestinya tidak perlu direpotkan dengan prosedur administrasi yang mengharuskannya mengajukan permintaan pendaftaran merek secara terpisah bagi setiap kelas barang dan atau jasa yang dimaksud. Oleh karena itu, dengan perubahan ini, prosedur pendaftaran merek menjadi lebih sederhana. Selain untuk penyederhanaan administrasi, dimungkinkannya pengajuan satu permintaan pendaftaran merek untuk lebih dari satu kelas barang dan atau jasa akan menyederhanakan penanganan pemeriksaannya. Namun demikian, kewajiban pembayaran biaya pendaftaran merek serupa itu tetap dikenakan sesuai dengan jumlah kelas barang dan atau jasa yang dimintakan pendaftarannya, disamping itu, kemudahan administrasi tidak bertentangan dengan esensi Pasal 6 ayat (1), yaitu bahwa perlindungan hukum diberikan untuk barang dan atau jasa yang berada pada jenis yang bersangkutan. |
||||
|
Dalam kerangka perjanjian, multilateral tersebut, pada bulan April 1994 di Marakesh, Maroko, telah berhasil disepakati satu paket hasil perundingan perdagangan yang paling lengkap yang pernah dihasilkan oleh GATT Perundingan yang telah dimulai sejak tahun 1986 di Puntadel Este, Uruguay, yang dikenal dengan Putaran Uruguay (Uruguay Round) antara; lain memuat Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property RightslTRIPs). |
|||||
|
Persetujuan TRIPs memuat norma-norma dan standar perlindungan bagi karya intelektualita manusia dan menempatkan perjanjian internasional di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai dasar. Disamping itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan pelaksanaan penegakkan Hukum di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual secara ketat. |
|||||
|
Sebagai dasar pihak penandatangan persetujuan Putaran Uruguay (Uruguay Round), Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing The Wolrd Trade Organization). Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka untuk dapat mendukung kegiatan pembangunan nasional, terutama dengan memperhatikan berbagai perkembangan dan perubahan, Indonesia yang sejak tahun 1961 telah memiliki Undang-undang tentang Merek Perusahaan dan Merek perniagaan Nasional yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, perlu melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap Undang-undang tersebut. |
|||||
|
Selain penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan yang dirasakan kurang memberi perlindungan hukum bagi pemilik merek, dirasakan perlu pula melakukan penyesuaian dengan persetujuan TRIPs. Tujuannya, untuk menghapuskan berbagai hambatan terutama untuk memberikan fasilitas yang mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan baik nasional maupun internasional. |
|||||
|
Sebagai konsekuensi dari telah diratifikasinya Persetujuan Putaran Uruguay, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan atau penyempurnaan pada Undang-undang tentang Merek. Perubahan pada dasarnya diarahkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) Tahun 1883 sebagaimana telah beberapa kali diubah, dan penyempurnaan terhadap kekurangan atas beberapa ketentuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan praktek-praktek internasional, termasuk penyesuaian dengan Persetujuan TRIPs. |
|||||
|
Dengan latar belakang dan pertimbangan di atas, maka secara umum bidang dan arah penyempurnaan yang dilakukan terhadap Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek meliputi antara lain : |
|||||
|
1. |
Penyempurnaan |
||||
|
|
a. |
Tata Cara Pendaftaran Merek |
|||
|
|
|
Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, Undang-undang Merek ini menganut prinsip bahwa satu permintaan pendaftaran merek dapat diajukan untuk lebih dari satu kelas barang dan atau jasa. Perubahan ini dilakukan terutama untuk menyederhanakan administrasi permintaan pendaftaran merek. Artinya pendaftaran merek untuk lebih dari satu kelas tidak perlu diajukan masing-masing secara terpisah. Namun demikian kewajiban pembayaran biaya Pendaftaran tetap dikenakan sesuai dengan jumlah kelas barang dan atau jasa yang dimintakan pendaftarannya. |
|||
|
|
|
Selain itu permintaan merek yang menggunakan bahasa asing dan atau huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Hal ini diperlukan oleh Kantor Merek untuk dapat melakukan penilaian merupakan pengucapan merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang telah terdaftar untuk barang dan atau jasa yang sejenis. |
|||
|
|
b. |
Penghapusan Merek Terdaftar. |
|||
|
|
|
Merek terdaftar dapat dihapuskan pendaftarannya dengan alasan tidak digunakan berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Akan tetapi Undang-undang ini memberikan pengecualian terhadap ketentuan di atas apabila tidak dipakainya merek terdaftar itu di luar kehendaknya, seperti alasan larangan impor atau pembatasan-pembatasan lainnya yang ditetapkan Pemerintah. |
|||
|
|
c. |
Perlindungan Merek Terkenal. |
|||
|
|
|
Perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada pertimbangan bahwa peniruan terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain, sehingga tidak esensi Pasal 6 ayat (1), yaitu bahwa perlindungan hukum diberikan untuk barang dan atau jasa yang berada pada jenis yang bersangkutan. |
|||
|
Angka 3 |
|||||
|
|
Perubahan ini lebih merupakan penambahan persyaratan yang harus dilengkapi oleh orang yang mengajukan permintaan pendaftaran merek. Persyaratan tersebut berupa penjelasan mengenai cara pengucapan dalam ejaan latin dari bahasa asing yang digunakan atau huruf yang bukan huruf latin atau angka yang dimintakan pendaftarannya sebagai merek, seperti pengucapan atau bacaan "TIGER" maka harus ditulis dalam ejaan latin cara pengucapan tersebut dengan "TAIGER" Hal ini penting untuk ditegaskan guna memudahkan pemeriksa merek menentukan ada atau tidak adanya persamaan dari segi pengucapan pada merek tersebut dengan merek orang lain yang telah terdaftar. Ini berarti, apabila ada permintaan pendaftaran merek yang mengucapkannya dalam ejaan latin ternyata sama dengan merek yang mengucapkannya dalam ejaan latin ternyata sama dengan merek terdaftar milik orang lain walaupun berbeda tulisannya, maka Kantor Merek menolak permintaan pendaftaran bagi merek yang bersangkutan. |
||||
|
Angka 4 |
|||||
|
|
Penambahan ketentuan mengenai "atau di negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia" sebagai konsekuensi dari turut sertanya Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 12 lama. |
||||
|
Angka 5 |
|||||
|
|
Dengan ditambahkannya persyaratan "cara pengucapan dalam ejaan latin" pada kelengkapan pendaftaran merek sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 10 maka persyaratan yang sama harus dicantumkan pula dalam ketentuan pengumuman permintaan pendaftaran merek. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 21 lama huruf a. |
||||
|
Angka 6 |
|||||
|
|
Lihat penjelasan Angka 5. Selanjutnya, perubahan pada huruf g yang semula berbunyi "atas nama merek didaftarkan" diubah menjadi dimintakan pendaftaran mereknya"dimaksudkan untuk memperjelas pengertian persyaratan yang bersangkutan. |
||||
|
|
Lihat pula Penjelasan Pasal 29 lama. |
||||
|
Angka 7 |
|||||
|
|
Perubahan pada ketentuan ayat (1) yakni kata "dan" diubah menjadi "atau" dimaksudkan untuk memperjelas pengertian bahwa pemenuhan salah satu syarat dalam penolakan permintaan pendaftaran merek sudah dapat dipakai untuk mengajukan permintaan banding. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 31 lama. |
||||
|
Angka 8 |
|||||
|
|
Perubahan mengenai penunjukkan Pasal 33 ayat (2) menjadi Pasal 31 ayat (2) dimaksudkan untuk menunjuk Pasal acuannya yang lebih tepat. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 34 lama. |
||||
|
Angka 9 |
|||||
|
|
Seperti halnya dalam kepemilikan merek barang, hak atas merek jasa pada dasarnya juga dapat dialihkan. Hal ini perlu ditegaskan agar praktek pengalihan atau pelisensian atas merek jasa yang sudah berlangsung selama ini memperoleh landasan pengaturan yang jelas. Pengalihan hak atas merek jasa hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan, baik dari pemilik merek maupun pemegang merek atau penerima lisensi untuk menjaga kualitas dari jasa yang diperdagangkannya. |
||||
|
|
Untuk itu, perlu suatu pedoman khusus yang disusun oleh pemilik merek (pemberi lisensi atau pihak yang mengalihkan merek tersebut) mengenai metode atau cara pemberian jasa yang dilekati merek tersebut. Dalam hal pengalihan tersebut misalnya berkaitan dengan tata rias rambut, maka jaminan kualitas dapat berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh pemberi lisensi yang menunjukkan jaminan atas kemampuan atau ketrampilan pribadi penerima lisensi yang menghasilkan jasa yang diperdagangkan. |
||||
|
Angka 10 |
|||||
|
|
Perubahan Pasal 51 yang materinya dipecah menjadi 2 pasal yakni Pasal 51 baru dan Pasal 51A, dimaksudkan untuk lebih memperjelas pengaturan mengenai penghapusan pendaftaran merek. Dengan memperhatikan perbedaan pada siapa yang memiliki prakarsa, pengaturan mengenai penghapusan pendaftaran merek dirumuskan secara lebih sistematis dengan memecah menjadi Pasal 51 baru yang berisi ketentuan mengenai penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Kantor Merek dan Pasal 51A yang mengatur penghapusan atas prakarsa pemilik merek. |
||||
|
|
Untuk dapat menghapus pendaftaran merek atas prakarsanya sendiri, Kantor Merek dapat secara aktif mencari bukti-bukti atau mendasarkan pada masukan dari masyarakat guna dijadikan bahan pertimbangan. Dalam melaksanakan kewenangan Kantor Merek ini, pemilik merek diberikan kesempatan untuk melakukan upaya pembelaan untuk dikecualikan dari ketentuan tentang penghapusan itu dengan mengajukan alasan-alasan yang kiranya dapat menjadi pertimbangan Kantor Merek. Alasan yang dapat dipertimbangkan oleh Kantor Merek, misalnya produk obat-obatan atau makanan dan minuman yang ijin peredarannya menjadi kewenangan instansi lain atau keputusan pengadilan yang bersifat sementara mengenai penghentian sementara pemakaian merek selama perkara berlangsung. |
||||
|
|
Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran merek oleh Kantor Merek dapat diajukan dalam bentuk pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Pengadilan Negeri lain yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. |
||||
|
|
Dengan diberikannya kesempatan mengajukan gugatan keberatan ini maka kepentingan pemilik merek memperoleh jaminan perlindungan. |
||||
|
|
Sedangkan penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa pemiliknya, hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui oleh penerima lisensi. Adanya syarat persetujuan dari penerima lisensi ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak yang bersangkutan. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 51 lama. |
||||
|
Angka 11 |
|||||
|
|
Perubahan ketentuan pada ayat (1) dengan menambahkan frasa "tetapi dapat langsung ditujukan permohonan kasasi atau peninjauan kembali" dimaksudkan untuk menegaskan mekanisme penyelesaian mekanisme penyelesaian gugatan tentang penghapusan pendaftaran merek tidak dapat dimintakan banding, namun apabila ada keberatan terhadap Keputusan tersebut maka dapat langsung dimintakan kasasi atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. |
||||
|
|
Selanjutnya lihat pula Penjelasan Pasal 53 lama. |
||||
|
Angka 12 |
|||||
|
|
Perubahan ketentuan Pasal 56 ini dilakukan pada ayat (1) ayat (2),dan ayat (4). Penambahan alasan yang merujuk pada Pasal 4 ayat (1) untuk memperjelas maksud atau konsepsi yang terkandung dalam Pasal 56 ini, yaitu meninjau kembali kedudukan merek yang didaftar dengan maksud terselubung atau itikad tidak baik dari pendaftarnya. Adapun tujuan perubahan ayat (4), untuk menegaskan adanya hak bagi satiap orang atau badan hukum yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan pembatalan merek. Dengan perubahan ini maka penjelasan ayat (4) sekaligus dapat diperbaiki. Artinya, penjelasan ayat (4) tersebut harus dibaca dengan pengertian bahwa gugatan pembatalan melalui pengadilan negeri terhadap pemilik merek dan Kantor Merek, tidak mengurangi kesempatan bagi penggugat untuk mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Tata Usaha Negara, sepanjang gugatan tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara. |
||||
|
Angka 13 |
|||||
|
|
Seperti halnya pada gugatan penghapusan merek, putusan pembatalan pendaftaran merek tidak dapat dimintakan banding tetapi dapat langsung mengajukan kasasi atau peninjauan kembali. |
||||
|
Angka 14 |
|||||
|
|
Perubahan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perubahan ketentuan pada Pasal 6 selain itu, ketentuan Pasal ini tidak lagi menyatakan secara tegas isi gugatan. Sebab, isi gugatan yang akan diajukan, sepenuhnya merupakan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam praktek, isi gugatan antara lain dapat berupa gugatan ganti rugi, penghentian pemakaian merek, atau gugatan untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya diperoleh. |
||||
|
Angka 15 |
|||||
|
|
Berbeda dengan merek, indikasi geografis lebih merupakan tanda yang menunjukkan asal suatu barang yang karena faktor geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut telah memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. |
||||
|
|
Tanda yang digunakan sebagai indikasi dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. |
||||
|
|
Pengertian nama tempat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama yang karena pemakai secara terus-menerus menjadi dikenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Perlindungan indikasi geografis meliputi barang barang yang dihasilkan oleh alam, barang hasil pertanian, hasil kerajinan tangan dan hasil-hasil industri tertentu lainnya. Apabila memenuhi syarat, indikasi geografis dapat didaftarkan, terutama untuk kepentingan kepastian hukum. Pendaftaran diajukan ke Kantor Merek oleh lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan. Disamping itu dapat pula diajukan oleh lembaga yang diberi kewenangan untuk itu dan lembaga ini dapat merupakan lembaga Pemerintah atau Lembaga resmi lainya. Sebagai tambahan, kelompok konsumen dari barang yang memakai tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi geografis juga dapat mengajukan pendaftaran. Hal ini dimungkinkan karena perlindungan terhadap indikasi geografis seperti halnya merek, dimaksudkan juga untuk perlindungan terhadap masyarakat konsumen, dalam arti untuk menghindari kegiatan yang dapat menyesatkan masyarakat dalam hal suatu tanda yang seharusnya dilindungi berdasarkan indikasi geografis, dipakai oleh pihak lain yang beritikad baik, bahkan sebelum indikasi geografis tersebut terdaftar maka Undang-undang ini memungkinkan pemakaian bersama tanda tersebut oleh pemegang hak atas indikasi geografis dan pihak lain tersebut untuk jangka waktu tertentu. Hal ini didasarkan pertimbangan untuk memberikan keseimbangan antara kedua kepentingan tersebut. Setelah lewatnya jangka waktu 2 (dua) tahun maka hanya pemegang hak atas indikasi geografis yang berhak memakai tanda yang bersangkutan. Memang harus diakui ketentuan ini menimbulkan kesan bahwa pemegang indikasi geografis mendapat prioritas perlindungan. Hal ini memang tidak salah karena faktor utama indikasi geografis adalah faktor alam, faktor kemampuan manusia, atau kombinasi keduanya yang relatif bersifat tetap dan sangat melekat pada daerah yang bersangkutan. |
||||
|
|
Dalam hal tanda yang seharusnya dilindungi berdasarkan indikasi geografis namun tidak daftarkan, maka perlindungan terhadap tanda tersebut berdasarkan indikasi asal. Disamping itu indikasi asal meliputi pula tanda yang semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Ini berarti, indikasi asal mendapat perlindungan tanpa melalui pendaftaran Adapun alasan perlindungan terhadap indikasi asal tidak terlepas dari upaya perlindungan terhadap produsen dan masyarakat konsumen barang dan jasa tersebut. |
||||
|
Angka 16 |
|||||
|
|
Perubahan ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas kewenangan Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan tata cara pelaksanaan tugas serta hubungannya dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, dan Penuntut umum, Kejelasan ketentuan mengenai penyidikan ini penting bagi aparat penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikannya. Untuk itu perlu penegasan bahwa sekalipun Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Merek, diberi wewenang khusus sebagai penyidik, tetapi hal itu tidak meniadakan fungsi Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sebagai Penyidik Utama. Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik PPNS berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Karenanya selama penyidikan berlangsung Penyidik PPNS perlu berkonsultasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Dalam tahapan inilah Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberikan petunjuk yang bersifat teknis mengenai bentuk dan isi berita acara penyidikan tersebut. Setelah penyelidikan selesai, hasil penyelidikan tersebut diserahkan Penyidik PPNS kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang selanjutnya wajib segera menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum. Hal ini sesuai dengan prinsip yang ditegaskan dalam Pasal 6,7,dan 107 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. |
||||
|
|
Dalam rangka pemikiran ini, kata "melalui" pada Ayat (4) tidak harus diartikan bahwa Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dapat atau perlu melakukan penyidikan ulang. Sebab, secara teknis bimhingan penyidikan ataupun pemberkasan hasil penyidikan pada dasarnya telah diberikan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia pada saat atau selama Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil melaksanakan penyidikan. Dengan demikian, prinsip kecepatan dan efektifitas seperti yang di kehendaki KUHAP dapat benar-benar terwujud. |
||||
|
Angka 17 |
|||||
|
|
Perubahan frasa "setiap orang" menjadi "barangsiapa" dimaksudkan untuk menegaskan prinsip bahwa yang dapat dikenakan ancaman pidana adalah orang atau badan hukum. |
||||
|
Angka 18 |
|||||
|
|
Lihat penjelasan Angka 17 |
||||
|
Angka 19 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Angka 20 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Angka 21 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Angka 22 |
|||||
|
|
Ketentuan ini diperlukan terutama untuk memberi landasan kepada Kantor Merek untuk menolak permintaan pendaftaran merek yang telah terdaftar di Kantor Merek berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. |
||||
|
Pasal II |
|||||
|
|
Cukup Jelas |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA |
|||||
| seharusnya mendapat perlindungan hukum. |
|
Berdasarkan Undang-undang ini, mekanisme perlindungan merek terkenal,selain melalui inisiatif pemilik merek tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal 56 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh Kantor Merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal. |