PENJELASAN


ATAS


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 25 TAHUN 1997


TENTANG


KETENAGAKERJAAN
 

UMUM

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan zaman, serta peluang pasar di dalam dan di luar negeri menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada umumnya serta peranan dan kedudukan tenaga kerja dalam pelaksanaan pembangunan nasional khususnya, baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai tujuan pembangunan.

Sebagai pelaku pembangunan, tenaga kerja berperan meningkatkan produktivitas nasional dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, tenaga kerja harus diberdayakan supaya mereka memiliki nilai lebih dalam arti lebih mampu, lebih terampil, dan lebih berkualitas, agar dapat berdaya guna secara optimal dalam pembangunan nasional dan mampu bersaing dalam era global. Kemampuan, keterampilan, dan keahlian tenaga kerja perlu terus menerus ditingkatkan melalui perencanaan dan program ketenagakerjaan termasuk pelatihan, pemagangan, dan pelayanan penempatan tenaga kerja.

Sebagai tujuan pembangunan, tenaga kerja perlu memperoleh perlindungan dalam semua aspek, termasuk perlindungan untuk memperoleh pekerjaan di dalam dan di luar negeri, perlindungan hak-hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman, tenteram, terpenuhinya keadilan, serta terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi, dan seimbang.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup perencanaan tenaga kerja, pengembangan sumber daya manusia, perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial, peningkatan perlindungan tenaga kerja, serta peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia.

Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah :

-

Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8);

-

Ordonansi Tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);

-

Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);

-

Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi, untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);

-

Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);

-

Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8);

-

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2);

-

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598a);

-

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8);

-

Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock-Out) Di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67); dan

-

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912).

-

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas dipandang perlu untuk dicabut dan diganti dengan undang-undang tentang ketenagakerjaan yang baru. Ketentuan-ketentuan yang masih relevan dari peraturan perundang-undangan yang lama ditampung dalam Undang-undang tentang Ketenagakerjaan ini.

Undang-undang tentang Ketenagakerjaan ini didasarkan pada pentingnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional dalam satu sistem hubungan industrial yang menekankan kemitraan dan kesamaan kepentingan sehingga dapat memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal, melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja, menjamin kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi, menciptakan hubungan kerja yang harmonis, menciptakan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha, meningkatkan produktivitas perusahaan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, memberikan kepastian hukum bagi pekerja, dan pada akhirnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju dan sejahtera, Undang-undang ini antara lain memuat :

-

Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;

-

Kesempatan dan perlakuan sama;

-

Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan sebagai dasar penyusunan kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan;

-

Pembinaan hubungan industrial sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis antara para pelaku proses produksi;

-

Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk peraturan perusahaan, Lembaga Kerjasama Bipartit, serikat pekerja dan organisasi pengusaha, kesepakatan kerja bersama, Lembaga Kerjasama Tripartit, penyuluhan dan pemasyarakatan Hubungan Industrial Pancasila, dan lembaga penyelesaian perselisihan industrial;

-

Perlindungan tenaga kerja, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja untuk berorganisasi dan berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan khusus tenaga kerja wanita, anak, orang muda, dan penyandang cacat, serta perlindungan upah dan jaminan sosial tenaga kerja;

-

Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan;

-

Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal, penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang tepat tanpa diskriminasi sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabat kemanusiaan;

-

Pembinaan, pengembangan, dan perlindungan tenaga kerja di sektor informal, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja;

-

Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Diantara peraturan perundang-undangan yang lama terdapat beberapa undang- undang mengenai ketenagakerjaan yang isinya belum seluruhnya tertampung dalam Undang-undang tentang Ketenagakerjaan ini yang perlu tetap diberlakukan, antara lain :

-

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4);

-

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1227);

-

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2686);

-

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);

-

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201);

-

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468); dan

-

Peraturan perundang-undangan lainnya yang meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization).

Disamping itu, peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang telah dicabut masih tetap berlaku sebelum ditetapkannya peraturan baru sebagai pengganti.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1 sampai dengan angka 35

Cukup jelas

Pasal 2

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.

Pasal 3

Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila dan asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan banyak pihak, antara lain pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan harus dilaksanakan secara terpadu atas dasar kemitraan oleh semua pihak dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.

Pasal 4

Huruf a

Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja dapat dilakukan, antara lain melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan. serta penyebarluasan dan pelayanan penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Huruf b

Pemerataan kesempatan kerja, pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja perlu diupayakan di seluruh sektor dan daerah supaya dapat memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian juga pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan supaya dapat mengisi kebutuhan pembangunan di seluruh sektor dan daerah.

Huruf c

Perlindungan tenaga kerja mencakup perlindungan norma kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, hak pekerja untuk berorganisasi dan berunding dengan pengusaha, serta perlindungan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 5

Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama, sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan.

Pasal 6

Pengusaha wajib memberikan tanggung jawab dan hak-hak pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama.

Pasal 7

Ayat (1)

Perencanaan tenaga kerja yang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah dilakukan melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah, sektoral, dan perencanaan tenaga kerja mikro.

Ayat (2) 

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1) 

Informasi merupakan gabungan, rangkuman, dan analisis data yang telah diolah dan mempunyai arti, nilai dan makna tertentu, sedangkan data merupakan fakta yang dapat berbentuk angka, naskah, dokumen, dan lain-lain yang mewakili deskripsi tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, partisipasi swasta diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ketenagakerjaan, pengertian swasta mencakup perusahaan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya.

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Dalam pasal ini dimungkinkan adanya perjanjian kerja secara lisan karena dalam membuat suatu perikatan atau perjanjian tidak terlepas dari saling mempercayai dari para pihak, baik yang dituangkan secara tertulis maupun lisan. Di samping itu, harus diakui masih banyak perusahaan kecil yang belum memiliki kemampuan untuk membuat perjanjian kerja tertulis.

Ayat (2)

Pekerjaan yang dipersyaratkan dibuat dengan perjanjian kerja secara tertulis yang harus sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, antara lain pekerjaan untuk waktu tertentu antar kerja, antar daerah, antar kerja, antar-negara, dan perjanjian kerja laut. Untuk para pekerja sektor formal dalam hubungan kerja waktu tidak tertentu yang menggunakan perjanjian kerja tertulis tetap berlaku sesuai dengan ketentuan pasal ini.

Pasal 12

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan kemauan bebas adalah tidak adanya unsur paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

Huruf b

Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah bahwa para pihak mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja orang muda, untuk dapat membuat perjanjian kerja harus disertai surat pernyataan dari orang tua atau walinya bahwa yang bersangkutan dapat membuat dan/atau menandatangani perjanjian kerja. Dalam hal anak karena alasan tertentu terpaksa bekerja, perjanjian kerja ditandatangani oleh orang tua atau wali dari anak yang terpaksa bekerja tersebut.

Huruf c

Yang dimaksud dengan pekerjaan yang diperjanjikan adalah pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa yang produksinya tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf d

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan dapat dibatalkan pada ayat ini, apabila salah satu pihak menyatakan keberatan, dan apabila diperlukan dapat dimintakan pembatalan perjanjian kerja tersebut melalui pengadilan yang berwenang.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan batal demi hukum adalah bahwa perjanjian kerja itu batal dengan sendirinya sehingga para pihak tidak mempunyai kewajiban untuk melanjutkan perjanjian kerja tersebut.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan pada ayat ini adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitasnya tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16 

Huruf a

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu biasa disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerja dalam perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak.

Huruf b

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasa disebut dengan perjanjian kerja tetap. Status pekerja dalam perjanjian kerja ini adalah pekerja tetap.

Pasal 17

Persyaratan perjanjian kerja dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Apabila diperlukan, dapat dibuat terjemahannya dalam bahasa serta huruf yang lain.

Pasal 18

Ayat (1)

Adanya larangan masa percobaan kerja pada pasal ini karena hubungan kerjanya berlangsung dalam wakru terbatas dan relatif singkat.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Adanya masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, adanya masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Apabila tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau tidak dicantumkan dalam surat pengangkatan, maka masa percobaan kerja dianggap tidak ada.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c 

Yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan terhadap permasalahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (2) beserta penjelasannya.

Huruf d

Keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja adalah keadaan atau kejadian yang sebelumnya dapat diduga, tetapi sulit untuk dihindarkan, yang menyebabkan perusahaan tidak dapat melanjutkan kegiatannya.

Huruf e 

Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah suatu kejadian di luar kehendak atau kemampuan manusia (force majeure), misalnya terjadi bencana alam, kebakaran, perang, dan pemberontakan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 22

Untuk menjamin terlaksananya pembayaran ganti rugi, kewajiban mengenai pembayaran ganti rugi tersebut dicantumkan dalam perjanjian kerjanya.

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Kemitraan dalam Hubungan Industrial Pancasila lebih menekankan kemitraan di tingkat perusahaan atau pekerja dan pengusaha yang dilaksanakan dalam bentuk :

a.

Mitra dalam proses produksi yang berarti pekerja dan pengusaha bekerja sama sebaik-baiknya dalam mencapai target produksi yang telah ditentukan;

b.

Mitra dalam menikmati hasil perusahaan yang berarti pekerja dapat ikut menikmati hasil perusahaan berupa peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dan pengusaha dapat lebih mengembangkan usahanya;

c.

Mitra dalam tanggung jawab yang berarti pekerja dan pengusaha bersama-sama bertanggung jawab tidak hanya untuk kemajuan perusahaan, tetapi juga kepada pekerja dan keluarganya, masyarakat dan lingkungan, nusa dan bangsa, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa;

d.

Yang dimaksud dengan kemitraan yang sejajar adalah kesejajaran dalam posisi tawar pada perundingan kesepakatan kerja bersama dengan semangat Hubungan Industrial Pancasila.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3)

Kebebasan untuk masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerja merupakan salah satu hak dasar pekerja. Dengan demikian, seluruh pekerja di perusahaan berhak membentuk serikat pekerja secara demokratis, bebas, dan bertanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, para pekerja harus dilindungi dari tindakan diskriminatif dalam arti bahwa pembentukan serikat pekerja tidak didasarkan atas aliran politik, agama, suku bangsa; dan jenis kelamin.

Pasal 28

Yang dimaksud dengan serikat pekerja dibentuk secara demokratis dan melalui musyawarah para pekerja adalah bahwa pembentukan serikat pekerja di perusahaan diselenggarakan secara bebas, mandiri, dan tidak boleh dicampuri atau dipengaruhi oleh siapapun.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 30

Tindakan pengusaha yang dapat dianggap menghalang-halangi pekerjanya untuk membentuk dan menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja, antara lain :

a.

Pengusaha melakukan mutasi terhadap pekerja yang berinisiatif mendirikan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja;

b.

Pengusaha tidak membayar upah kepada pekerja yang melaksanakan kegiatan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dan telah mendapat izin dari pengusaha;

c.

Pengusaha tidak memberikan kesempatan berupa waktu atau fasilitas bagi pekerja untuk mendirikan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja;

d.

Dengan berbagai dalih, pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pengurus serikat pekerja karena melaksanakan tugas-tugas organisasi yang telah diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama;

e.

Pengusaha mengadakan kampanye dan tindakan anti pembentukan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja;

f.

Pengusaha mempengaruhi pembentukan dan pemilihan pengurus serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja.

Pasal 31

Jabatan tertentu yang dimaksud dalam pasal ini, misalnya pimpinan  perusahaan dan pimpinan personalia.

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan serikat pekerja terdaftar pada Pemerintah adalah :

a.

sebagai pengakuan resmi terhadap serikat pekerja;

b.

mengukuhkan hak-hak serikat pekerja mewakili anggotanya dalam membuat kesepakatan kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

c.

pengakuan terhadap serikat pekerja sebagai mitra di dalam Lembaga Kerjasama Bipartit dan Lembaga Kerjasama Tripartit pada setiap tingkatan serta sebagai perwuju dan dari Konvensi ILO Nomor 144 tentang Konsultasi Tripartit yang sudah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1990; dan

d.

pengakuan terhadap serikat pekerja untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam semua sarana Hubungan Industrial Pancasila dan badan-badan lain.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 34

Tekad pengabdian yang telah dinyatakan melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia pada tanggal 20 Pebruari 1973, merupakan tonggak sejarah gerakan serikat pekerja di Indonesia untuk menggalang persatuan dan kesatuan pekerja. Karena itu tanggal 20 Pebruari ditetapkan menjadi Hari Pekerja Indonesia, yang diperingati setiap tahun untuk mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila.

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan organisasi pengusaha dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila adalah organisasi yang dibentuk oleh para pengusaha untuk mewakili para pengusaha dalam lembaga yang bersifat tripartit.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Pada perusahaan dengan jumlah pekerja kurang dari 50 (lima puluh) orang, komunikasi dan konsultasi masih dapat dilakukan secara langsung dengan baik dan efektif, sedangkan dalam perusahaan dengan jumlah pekerja lebih dari 50 (lima puluh) orang, komunikasi dan konsultasi perlu dilakukan melalui sistem perwakilan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat  (3)

Cukup jelas

Ayat  (4)

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Untuk sektor-sektor tertentu yang merupakan sektor yang strategis yang memerlukan penanganan secara khusus dibentuk lembaga kerja sama tripartit sektoral tingkat nasional dan daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Pada dasarnya kewajiban untuk memiliki peraturan perusahaan diberlakukan untuk semua perusahaan. Mengingat kondisi perusahaan tidak sama, maka dipandang perlu kewajiban ini dilaksanakan secara bertahap.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah tidak boleh lebih rendah kualitas maupun kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila ternyata bertentangan, maka yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan.

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang perlu disahkan hanya bagian yang diadakan perubahan saja.

Pasal 45

Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja, menempelkan peraturan perusahaan di tempat-tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja, dan memberikan penjelasan langsung kepada pekerja.

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lebih rendah adalah bahwa syarat kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan, nilai atau bobotnya lebih rendah dari syarat kerja yang diatur dalam kesepakatan kerja bersama yang baru berakhir sehingga merugikan pekerja.

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Ayat (1)

Kesepakatan kerja bersama disusun bersama oleh pengusaha dan serikat pekerja dari perusahaan yang bersangkutan dan dapat juga disusun oleh gabungan perusahaan dan gabungan serikat pekerja.

Ayat (2)

Pembuatan kesepakatan kerja bersama harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila dan dilandasi iktikad baik, jujur, terbuka, tanpa adanya paksaan atau tekanan oleh para pihak.

Pasal 49

Yang dimaksud dengan pekerja yang mendukung kesepakatan kerja bersama adalah pekerja di perusahaan yang bersangkutan, baik yang menjadi anggota maupun yang tidak menjadi anggota serikat pekerja.

Pasal 50

Ayat (1)

Apabila kesepakatan kerja bersama yang telah berakhir masa berlakunya tidak diperpanjang lagi, maka dianggap diperpanjang secara terus menerus untuk paling lama 1(satu) tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 53

Karena di satu perusahaan hanya dimungkinkan 1(satu) kesepakatan kerja bersama, maka kesepakatan kerja bersama tersebut mengikat semua pekerja, baik yang menjadi anggota serikat pekerja maupun yang bukan anggota serikat pekerja.

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang sudah diatur dalam peraturan perusahaan, kesepakatan kerja bersama, atau yang timbul karena persetujuan kedua belah pihak.

Huruf b

Yang dimaksud dengan norma kerja adalah ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja.

Huruf c

Yang dimaksud dengan perselisihan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja adalah perselisihan yang disebabkan oleh ketidaksepahaman antara kedua belah pihak mengenai pelaksanaan hubungan kerja.

Huruf d

Yang dimaksud dengan kondisi kerja antara lain meliputi fasilitas, peralatan, dan lingkungan kerja.

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 67

Yang dimaksud dengan pegawai perantara adalah pegawai teknis dari instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang diangkat oleh Menteri.

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas 

Pasal 71

Yang dimaksud dengan lembaga penyelesaian perselisihan industrial adalah lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan industrial atau lembaga peradilan di bidang ketenagakerjaan.

Pasal 72

Cukup jelas 

Pasal 73

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Mogok kerja dilakukan bila pengusaha tidak melaksanakan tuntutan hak-hak pekerja yang bersifat normatif atau tidak memenuhi tuntutan kepentingan pekerja/serikat pekerja yang telah diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan tetapi tidak berhasil.

Pasal 76

Pada dasarnya mogok kerja hanya dapat dilaksanakan di satu perusahaan namun dapat pula di beberapa perusahaan dalam satu kelompok perusahaan. Pekerja dan/atau serikat pekerja dapat mengirimkan delegasi dalam jumlah terbatas kepada instansi/organisasi/lembaga untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi. Tindakan pekerja yang dilakukan di luar perusahaan seperti unjuk rasa atau demontrasi tidak termasuk dalam pengertian mogok kerja yang dimaksud dalam undang-undang ini.

Pasal 77

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 78

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pengusaha, dan instansi pemerintah adalah untuk memberi kesempatan kepada pengusaha dan instansi terkait untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian guna menghindari terjadinya mogok kerja.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Tindakan pembalasan tersebut misalnya pemutusan hubungan kerja, atau tindakan lain yang merugikan hak dan kepentingan pekerja.

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pekerja/serikat pekerja/gabungan serikat pekerja dan instansi Pemerintah adalah untuk memberi kesempatan kepada pekerja serikat pekerja dan instansi yang terkait mengambil langkah-langkah guna menghindari terjadinya penutupan perusahaan (lock-out).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Pelaksanaan ibadah yang diperintahkan agamanya adalah ibadah yang telah diatur atau disetujui oleh Pemerintah atau peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan masalah-masalah khusus Hubungan Industrial Pancasila adalah hal-hal yang penting di dalam pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, antara lain :

1)

perlindungan tenaga kerja;

2)

pengupahan;

3)

kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja;

4)

mogok dan penutupan perusahaan;

5)

pemutusan hubungan kerja.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Pasal 93

Yang dimaksud dengan lembaga-lembaga lainnya antara lain :

-

pusat studi di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan;

-

yayasan atau lembaga yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia.

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan mempekerjakan anak adalah menjadikan anak sebagai pekerja dengan mengikat dalam jam kerja dan menerima upah.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 96

Ayat (1)

Dalam kenyataannya terdapat anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja disebabkan alasan ekonomi guna menambah penghasilan keluarga atau untuk dirinya sendiri, kurangnya perhatian orang tua, dan/atau lingkungan keluarga yang kurang harmonis sehingga anak akan terlantar.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan perlindungan bagi anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja adalah perlindungan yang bertujuan agar tumbuh kembangnya anak, baik fisik, mental maupun kehidupan sosialnya tidak terganggu serta menjamin keselamatan kerja bagi anak yang bersangkutan.

Ayat (3)

Huruf a

Pembatasan jam kerja dimaksudkan untuk memberi kesempatan tumbuh kembangnya anak, kesempatan belajar, dan pengembangan kehidupan sosialnya.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Ketentuan ini dimaksudkan agar upah yang diberikan sesuai dengan upah minimum yang berlaku, disesuaikan dengan jam kerja yang dilakukan.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Ayat (4) 

Cukup jelas

Pasal 97

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Tingkat emosi orang muda masih labil sehingga cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Oleh karena itu orang muda perlu dibatasi untuk melakukan pekerjaan di tempat-tempat yang membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatannya.

Huruf c

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b 

Yang dimaksud dengan pekerjaan sewaktu-waktu harus turun di bagian tambang dan lubang di bawah permukaan tanah adalah pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan misalnya memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan, konsumsi, dan lain sebagainya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 98

Ayat (1)

Larangan bagi pekerja wanita tidak dimaksudkan untuk memperlakukan pekerja wanita secara diskriminatif, tetapi untuk melindungi kodrat, harkat, dan martabat serta keselamatan dan kesehatan kerjanya.

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Waktu tertentu malam hari sangat dibutuhkan untuk keluarga dan rawan bagi keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja wanita.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 99

Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi keselamatan, dan kesehatan bagi pekerja wanita, calon bayi yang dikandungnya, dan bayi yang disusuinya.

Pasal 100

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

 Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (3)

Pada dasarnya kerja lembur dilakukan oleh pekerja atas dasar sukarela dari pekerja yang bersangkutan. Namun tidak menutup kemungkinan pekerja harus melakukan kerja lembur bagi pekerjaan yang sifatnya sangat mendesak dan harus diselesaikan dengan segera.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Pasal 101

Cukup jelas

Pasal 102

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Ketentuan pada ayat ini menjamin kesempatan bagi pekerja untuk menjalankan kewajiban agamanya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 103

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 104

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini menjamin waktu istirahat bagi pekerja wanita sebelum dan sesudah melahirkan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja wanita dan anaknya.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 105

Ayat (1)

Penyediaan fasilitas yang dimaksud disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dan khusus bagi perusahaan yang cukup mampu diharapkan menyediakan tempat penitipan anak.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 106

Cukup jelas

Pasal 107

Ayat (1)

Hari libur resmi adalah hari-hari libur yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Ayat (2)

Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melayani kepentingan dan kesejahteraan umum atau karena menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dijalankan secara terus menerus.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 108

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Upaya kesehatan kerja dimaksud adalah untuk memberikan pemeliharaan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pengobatan, perawatan, dan pengaturan tempat kerja yang memenuhi higiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit akibat kerja.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 109

Ayat (1)

Penghasilan yang layak adalah penerimaan atau pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar meliputi makanan/minuman, sandang, perumaham, pendidikan serta kesehatan dan jaminan hari tua.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas 

Ayat (4)

Cukup jelas 

Ayat (5)

Apabila kesepakatan yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha batal demi hukum, pengusaha wajib membayar upah pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (6)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Pekerja yang tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya misalnya melaksanakan fungsi sebagai pimpinan serikat pekerja yang telah disepakati oleh pimpinan perusahaan, melaksanakan tugas negara, dan kewajiban bela negara.

Huruf e

Cukup jelas

Pasal 110

Ayat (1)

Yang dimaksud didahulukan adalah upah pekerja dibayar lebih dahulu dari pada utang lainnya.

Ayat (2)

Penyusunan skala upah dimaksudkan memberikan penghargaan kepada pekerja dengan memperhatikan dedikasi dan hasil kerja serta untuk mengurangi kesenjangan upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 111

Ayat (1)

Kebutuhan hidup layak adalah kebutuhan yang cukup bagi pekerja dan keluarganya meliputi antara lain makanan/minuman, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan, serta jaminan hari tua.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan penetapan upah minimum tingkat daerah adalah penetapan upah minimum regional dan sub-regional dalam satu propinsi,

Ayat (3)

Pendekatan sektor dan sub-sektor dapat dilaksanakan untuk daerah tertentu sesuai dengan perkembangan perekonomian daerah dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional dan sub regional yang bersangkutan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 112

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 113

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pekerjaan yang sama nilainya adalah pekerjaan yang dilakukan dengan uraian jabatan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 114

Ayat (1)

Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja, kecuali apabila pekerja yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud pekerja sakit ialah sakit menurut keterangan dokter.

Huruf b

Yang dimaksud berhalangan antara lain pekerja menikah, mengkhitankan, membabtiskan, atau mengawinkan anaknya, suami atau istri atau orang tua atau mertua atau anak meninggal dunia, atau istri melahirkan.

Huruf c

Pembayaran upah kepada pekerja yang menjalankan kewajiban terhadap negara dilaksanakan apabila :

1)

negara tidak melakukan pembayaran; atau

2)

negara membayar kurang dari upah yang biasa diterima pekerja sehingga pengusaha wajib membayar kekurangannya.

Huruf d

Upah bagi pekerja yang menjalankan kewajiban ibadah menurut agamanya adalah upah yang diberikan selama waktu yang ditentukan Pemerintah. Bagi pekerja yang melaksanakan ibadah haji hanya diberikan sekali selama bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Huruf e

Halangan yang tidak termasuk pada huruf e ini adalah force majeure.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 115

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 116

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan fasilitas kesejahteraan antara lain : pelayanan keluarga berencana, tempat penitipan bayi, perumahan pekerja, fasilitas beribadah, fasilitas olah raga, dan fasilitas kantin.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 117

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 118

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan dorongan dan menumbuhkembangkan antara lain memberikan kesempatan kepada koperasi pekerja untuk memiliki saham perusahaan berdasarkan kemitraan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 119

Cukup jelas

Pasal 120

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Jenjang pelatihan kerja pada umumnya terdiri dari tingkat dasar, menengah, dan atas.

Pasal 121

Cukup jelas

Pasal 122

Ayat (1)

Pelaksanaan pelatihan kerja disesuaikan dengan kebutuhan serta kesempatan yang ada di perusahaan agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan perusahaan.

Ayat (2)

Pengguna tenaga kerja terampil adalah pengusaha. Oleh karena itu pengusaha bertanggung jawab mengadakan pelatihan kerja untuk meningkatkan keterampilan dan/atau keahlian pekerjanya.

Pasal 123

Cukup jelas

Pasal 124

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Pasal 125

Perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan kerja untuk pekerjanya dalam rangka memenuhi pasal 122 ayat (2), persyaratan akreditasi tidak bersifat wajib tetapi suka rela.

Pasal 126

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 127

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja adalah proses pemberian sertifikat keterampilan atau keahlian kerja yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji keterampilan atau uji keahlian.

Sertifikasi ini dilakukan oleh lembaga sertifikasi keterampilan atau keahlian yang dibentuk dan/atau diakreditasi oleh Pemerintah. Disamping sertifikat keterampilan dan/atau keahlian dari lembaga sertifikasi, setiap peserta pelatihan yang berhasil menyelesaikan program pelatihannya mendapat sertifikat pelatihan dari lembaga pelatihan.

Ayat (3)

Sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja di hidangnya, yang dilakukan melalui uji keterampilan atau keahlian kerja.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 128

Cukup jelas

Pasal 129

Sistem pelatihan kerja nasional adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai unsur pelatihan kerja yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana dan prasarana, instruktur, program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional, semua unsur dan sumber daya pelatihan kerja nasional yang tersebar di instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal.

Pasal 130

Cukup jelas

Pasal 131

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 132

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 133

Ayat (1)

Perjanjian pemagangan antara peserta dan pengusaha diperlukan untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak.

Ayat (2)

Hak dan kewajiban peserta pemasangan dan pengusaha sebagai berikut :

a.

Hak peserta pemagangan, antara lain :

1)

memperoleh uang saku dan/atau uang transpor;

2)

memperoleh jaminan sosial;

3)

memperoleh sertifikat.

b.

Kewajiban peserta pemagangan, antara lain :

1)

menaati perjanjian pemagangan;

2)

mengikuti program pemagangan;

3)

mengikuti tata tertib perusahaan.

c.

Hak pengusaha, antara lain :

1)

memiliki hasil kerja pemagangan;

2)

merekrut pemagang sebagai pekerja bila memenuhi persyaratan.

d.

Kewajiban pengusaha, antara lain :

1)

menaati perjanjian pemagangan;

2)

melaksanakan program pemagangan.

Ayat (3)

Apabila penyelenggaraan pemagangan tidak disertai dengan perjanjian pemagangan, maka pemagangan tersebut dianggap tidak sah dan pesertanya dianggap sebagai pekerja perusahaan dan berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 134

Peserta pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi melalui sertifikasi keterampilan atau keahlian.

Sertifikasi tersebut dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang dibentuk dan/atau diakreditasi oleh Pemerintah bila programnya bersifat umum, atau dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan bila programnya bersifat khusus.

Pasal 135

Cukup jelas

Pasal 136

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 137

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 138

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 139

Ayat (1) 

Yang dimaksud dengan Tripartit yang diperluas adalah unsur Tripartit ditambah dengan asosiasi profesi dan para pakar.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 140

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 141

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 142

Cukup jelas

Pasal 143

Ayat (1) 

Yang dimaksud dengan pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan pengerahan tenaga kerja melalui proses antar kerja untuk mempertemukan persediaan dan permintaan Penempatan yang tepat tersebut dilakukan melalui kegiatan analisis jabatan, bimbingan dan penyuluhan jabatan, wawancara untuk penempatan, serta tes psikologi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tanpa diskriminasi adalah tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan kecacatan. Khusus terhadap penyandang cacat, pelayanan penempatan disesuaikan dengan kondisi kecacatan tenaga kerja yang bersangkutan dan persyaratan jabatan.

Pasal 144

Cukup jelas

Pasal 145

Yang dimaksud dengan masyarakat antara lain adalah perusahasa swasta, koperasi, dan lembaga non-pemerintah.

Pasal 146

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 147

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksud dengan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan kerja dapat berarti milik sendiri, atau menyewa, atau kerja sama dengan pihak lain.

Ayat (2)

Perwujudan jaminan perlindungan terhadap tenaga kerja yang ditempatkan melalui perjanjian kerja yang ditandatangani oleh tenaga kerja dan pihak pengguna, melalui program dan sistem asuransi perlindungan terhadap berbagai risiko serta bantuan hukum bagi tenaga kerja yang mengalami permasalahan.

Pasal 148

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 149

Persyaratan jabatan adalah kualifikasi yang perlu dimiliki oleh tenaga kerja untuk menduduki suatu jabatan, antara lain syarat pendidikan, keterampilan, keahlian, fisik, minat, pengetahuan, dan pengalaman kerja.

Pasal 150

Ayat (1)

Kewajiban memiliki rencana penempatan tenaga kerja adalah merupakan tambahan persyaratan khusus bagi penempatan tenaga kerja ke luar wilayah Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 151

Cukup jelas

Pasal 152 

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 153 

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 154

Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja warga negara asing antara lain keterampilan, keahlian, kemampuan, budaya, dan bahasa.

Pasal 155

Cukup jelas

Pasal 156

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 157

Cukup jelas

Pasal 158

Ayat (1)

Cukup jelas 

Ayat (2)

Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja beserta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 159

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 160

Ayat (1)

Pembinaan dan pengembangan diarahkan untuk memberikan perlindungan, pemberdayaan, dan peningkatan kesejahteraan yang meliputi antara lain :

 

 

a.

keterampilan teknis produksi;

b.

keterampilan manajemen;

c.

pengetahuan bisnis;

d.

pengelolaan keuangan;

e.

keselamatan dan kesehatan kerja;

f.

jaminan sosial tenaga kerja.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 161

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 162

Cukup jelas

Pasal 163

Cukup jelas

Pasal 164

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 165

Cukup jelas

Pasal 166

Cukup jelas

Pasal 167

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 168

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 169

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 170

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 171

Cukup jelas

Pasal 172

Cukup jelas

Pasal 173

Cukup jelas

Pasal 174

Cukup jelas

Pasal 175

Cukup jelas

Pasal 176

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 177

Cukup jelas

Pasal 178

Cukup jelas

Pasal 179

Cukup jelas

Pasal 180

Cukup jelas

Pasal 181

Cukup jelas

Pasal 182

Cukup jelas

Pasal 183

Cukup jelas

Pasal 184

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 185

Cukup jelas

Pasal 186

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 187

Cukup jelas

Pasal 188

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 189

Cukup jelas

Pasal 190

Cukup jelas

Pasal 191

Cukup jelas

Pasal 192

Cukup jelas

Pasal 193

Cukup jelas

Pasal 194

Cukup jelas

Pasal 195

Cukup jelas

Pasal 196

Cukup jelas

Pasal 197

Cukup jelas

Pasal 198

Cukup jelas

Pasal 199

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3702