PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1997
TENTANG
KETENAGAKERJAAN
|
UMUM |
|||||
|
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. |
|||||
|
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan zaman, serta peluang pasar di dalam dan di luar negeri menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada umumnya serta peranan dan kedudukan tenaga kerja dalam pelaksanaan pembangunan nasional khususnya, baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai tujuan pembangunan. |
|||||
|
Sebagai pelaku pembangunan, tenaga kerja berperan meningkatkan produktivitas nasional dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, tenaga kerja harus diberdayakan supaya mereka memiliki nilai lebih dalam arti lebih mampu, lebih terampil, dan lebih berkualitas, agar dapat berdaya guna secara optimal dalam pembangunan nasional dan mampu bersaing dalam era global. Kemampuan, keterampilan, dan keahlian tenaga kerja perlu terus menerus ditingkatkan melalui perencanaan dan program ketenagakerjaan termasuk pelatihan, pemagangan, dan pelayanan penempatan tenaga kerja. |
|||||
|
Sebagai tujuan pembangunan, tenaga kerja perlu memperoleh perlindungan dalam semua aspek, termasuk perlindungan untuk memperoleh pekerjaan di dalam dan di luar negeri, perlindungan hak-hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman, tenteram, terpenuhinya keadilan, serta terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi, dan seimbang. |
|||||
|
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup perencanaan tenaga kerja, pengembangan sumber daya manusia, perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial, peningkatan perlindungan tenaga kerja, serta peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia. |
|||||
|
Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah : |
|||||
|
- |
Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8); |
||||
|
- |
Ordonansi Tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647); |
||||
|
- |
Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87); |
||||
|
- |
Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi, untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208); |
||||
|
- |
Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545); |
||||
|
- |
Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598a); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock-Out) Di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67); dan |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912). |
||||
|
- |
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas dipandang perlu untuk dicabut dan diganti dengan undang-undang tentang ketenagakerjaan yang baru. Ketentuan-ketentuan yang masih relevan dari peraturan perundang-undangan yang lama ditampung dalam Undang-undang tentang Ketenagakerjaan ini. |
||||
|
Undang-undang tentang Ketenagakerjaan ini didasarkan pada pentingnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional dalam satu sistem hubungan industrial yang menekankan kemitraan dan kesamaan kepentingan sehingga dapat memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal, melindungi hak-hak dan kepentingan pekerja, menjamin kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi, menciptakan hubungan kerja yang harmonis, menciptakan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha, meningkatkan produktivitas perusahaan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, memberikan kepastian hukum bagi pekerja, dan pada akhirnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju dan sejahtera, Undang-undang ini antara lain memuat : |
|||||
|
- |
Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan; |
||||
|
- |
Kesempatan dan perlakuan sama; |
||||
|
- |
Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan sebagai dasar penyusunan kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan; |
||||
|
- |
Pembinaan hubungan industrial sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis antara para pelaku proses produksi; |
||||
|
- |
Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk peraturan perusahaan, Lembaga Kerjasama Bipartit, serikat pekerja dan organisasi pengusaha, kesepakatan kerja bersama, Lembaga Kerjasama Tripartit, penyuluhan dan pemasyarakatan Hubungan Industrial Pancasila, dan lembaga penyelesaian perselisihan industrial; |
||||
|
- |
Perlindungan tenaga kerja, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja untuk berorganisasi dan berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan khusus tenaga kerja wanita, anak, orang muda, dan penyandang cacat, serta perlindungan upah dan jaminan sosial tenaga kerja; |
||||
|
- |
Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan; |
||||
|
- |
Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal, penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang tepat tanpa diskriminasi sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabat kemanusiaan; |
||||
|
- |
Pembinaan, pengembangan, dan perlindungan tenaga kerja di sektor informal, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja; |
||||
|
- |
Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya. |
||||
|
Diantara peraturan perundang-undangan yang lama terdapat beberapa undang- undang mengenai ketenagakerjaan yang isinya belum seluruhnya tertampung dalam Undang-undang tentang Ketenagakerjaan ini yang perlu tetap diberlakukan, antara lain : |
|||||
|
- |
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1227); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2686); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201); |
||||
|
- |
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468); dan |
||||
|
- |
Peraturan perundang-undangan lainnya yang meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization). |
||||
|
Disamping itu, peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang telah dicabut masih tetap berlaku sebelum ditetapkannya peraturan baru sebagai pengganti. |
|||||
|
PASAL DEMI PASAL |
|||||
|
Pasal 1 |
|||||
|
|
Angka 1 sampai dengan angka 35 |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 2 |
|||||
|
|
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. |
||||
|
Pasal 3 |
|||||
|
|
Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila dan asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan banyak pihak, antara lain pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan harus dilaksanakan secara terpadu atas dasar kemitraan oleh semua pihak dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung. |
||||
|
Pasal 4 |
|||||
|
|
Huruf a |
||||
|
|
|
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja dapat dilakukan, antara lain melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan. serta penyebarluasan dan pelayanan penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. |
|||
|
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Pemerataan kesempatan kerja, pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja perlu diupayakan di seluruh sektor dan daerah supaya dapat memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian juga pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan supaya dapat mengisi kebutuhan pembangunan di seluruh sektor dan daerah. |
|||
|
|
Huruf c |
||||
|
|
|
Perlindungan tenaga kerja mencakup perlindungan norma kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, hak pekerja untuk berorganisasi dan berunding dengan pengusaha, serta perlindungan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
|||
|
|
Huruf d |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 5 |
|||||
|
|
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama, sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan. |
||||
|
Pasal 6 |
|||||
|
|
Pengusaha wajib memberikan tanggung jawab dan hak-hak pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama. |
||||
|
Pasal 7 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Perencanaan tenaga kerja yang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah dilakukan melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah, sektoral, dan perencanaan tenaga kerja mikro. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 8 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Informasi merupakan gabungan, rangkuman, dan analisis data yang telah diolah dan mempunyai arti, nilai dan makna tertentu, sedangkan data merupakan fakta yang dapat berbentuk angka, naskah, dokumen, dan lain-lain yang mewakili deskripsi tertentu. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, partisipasi swasta diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ketenagakerjaan, pengertian swasta mencakup perusahaan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan sebagainya. |
|||
|
Pasal 9 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 10 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 11 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Dalam pasal ini dimungkinkan adanya perjanjian kerja secara lisan karena dalam membuat suatu perikatan atau perjanjian tidak terlepas dari saling mempercayai dari para pihak, baik yang dituangkan secara tertulis maupun lisan. Di samping itu, harus diakui masih banyak perusahaan kecil yang belum memiliki kemampuan untuk membuat perjanjian kerja tertulis. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Pekerjaan yang dipersyaratkan dibuat dengan perjanjian kerja secara tertulis yang harus sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, antara lain pekerjaan untuk waktu tertentu antar kerja, antar daerah, antar kerja, antar-negara, dan perjanjian kerja laut. Untuk para pekerja sektor formal dalam hubungan kerja waktu tidak tertentu yang menggunakan perjanjian kerja tertulis tetap berlaku sesuai dengan ketentuan pasal ini. |
|||
|
Pasal 12 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan kemauan bebas adalah tidak adanya unsur paksaan dan tekanan dari pihak manapun. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah bahwa para pihak mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja orang muda, untuk dapat membuat perjanjian kerja harus disertai surat pernyataan dari orang tua atau walinya bahwa yang bersangkutan dapat membuat dan/atau menandatangani perjanjian kerja. Dalam hal anak karena alasan tertentu terpaksa bekerja, perjanjian kerja ditandatangani oleh orang tua atau wali dari anak yang terpaksa bekerja tersebut. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang diperjanjikan adalah pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa yang produksinya tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan dapat dibatalkan pada ayat ini, apabila salah satu pihak menyatakan keberatan, dan apabila diperlukan dapat dimintakan pembatalan perjanjian kerja tersebut melalui pengadilan yang berwenang. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan batal demi hukum adalah bahwa perjanjian kerja itu batal dengan sendirinya sehingga para pihak tidak mempunyai kewajiban untuk melanjutkan perjanjian kerja tersebut. |
|||
|
Pasal 14 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan pada ayat ini adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitasnya tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 15 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 16 |
|||||
|
|
Huruf a |
||||
|
|
|
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu biasa disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerja dalam perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. |
|||
|
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasa disebut dengan perjanjian kerja tetap. Status pekerja dalam perjanjian kerja ini adalah pekerja tetap. |
|||
|
Pasal 17 |
|||||
|
|
Persyaratan perjanjian kerja dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Apabila diperlukan, dapat dibuat terjemahannya dalam bahasa serta huruf yang lain. |
||||
|
Pasal 18 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Adanya larangan masa percobaan kerja pada pasal ini karena hubungan kerjanya berlangsung dalam wakru terbatas dan relatif singkat. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 19 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 20 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Adanya masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, adanya masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Apabila tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau tidak dicantumkan dalam surat pengangkatan, maka masa percobaan kerja dianggap tidak ada. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 21 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan terhadap permasalahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (2) beserta penjelasannya. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja adalah keadaan atau kejadian yang sebelumnya dapat diduga, tetapi sulit untuk dihindarkan, yang menyebabkan perusahaan tidak dapat melanjutkan kegiatannya. |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah suatu kejadian di luar kehendak atau kemampuan manusia (force majeure), misalnya terjadi bencana alam, kebakaran, perang, dan pemberontakan. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 22 |
|||||
|
|
Untuk menjamin terlaksananya pembayaran ganti rugi, kewajiban mengenai pembayaran ganti rugi tersebut dicantumkan dalam perjanjian kerjanya. |
||||
|
Pasal 23 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 24 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 25 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Kemitraan dalam Hubungan Industrial Pancasila lebih menekankan kemitraan di tingkat perusahaan atau pekerja dan pengusaha yang dilaksanakan dalam bentuk : |
|||
|
|
|
a. |
Mitra dalam proses produksi yang berarti pekerja dan pengusaha bekerja sama sebaik-baiknya dalam mencapai target produksi yang telah ditentukan; |
||
|
|
|
b. |
Mitra dalam menikmati hasil perusahaan yang berarti pekerja dapat ikut menikmati hasil perusahaan berupa peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dan pengusaha dapat lebih mengembangkan usahanya; |
||
|
|
|
c. |
Mitra dalam tanggung jawab yang berarti pekerja dan pengusaha bersama-sama bertanggung jawab tidak hanya untuk kemajuan perusahaan, tetapi juga kepada pekerja dan keluarganya, masyarakat dan lingkungan, nusa dan bangsa, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa; |
||
|
|
|
d. |
Yang dimaksud dengan kemitraan yang sejajar adalah kesejajaran dalam posisi tawar pada perundingan kesepakatan kerja bersama dengan semangat Hubungan Industrial Pancasila. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 26 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 27 |
|||||
|
|
Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) |
||||
|
|
|
Kebebasan untuk masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerja merupakan salah satu hak dasar pekerja. Dengan demikian, seluruh pekerja di perusahaan berhak membentuk serikat pekerja secara demokratis, bebas, dan bertanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, para pekerja harus dilindungi dari tindakan diskriminatif dalam arti bahwa pembentukan serikat pekerja tidak didasarkan atas aliran politik, agama, suku bangsa; dan jenis kelamin. |
|||
|
Pasal 28 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan serikat pekerja dibentuk secara demokratis dan melalui musyawarah para pekerja adalah bahwa pembentukan serikat pekerja di perusahaan diselenggarakan secara bebas, mandiri, dan tidak boleh dicampuri atau dipengaruhi oleh siapapun. |
||||
|
Pasal 29 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 30 |
|||||
|
|
Tindakan pengusaha yang dapat dianggap menghalang-halangi pekerjanya untuk membentuk dan menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja, antara lain : |
||||
|
|
a. |
Pengusaha melakukan mutasi terhadap pekerja yang berinisiatif mendirikan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja; |
|||
|
|
b. |
Pengusaha tidak membayar upah kepada pekerja yang melaksanakan kegiatan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dan telah mendapat izin dari pengusaha; |
|||
|
|
c. |
Pengusaha tidak memberikan kesempatan berupa waktu atau fasilitas bagi pekerja untuk mendirikan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja; |
|||
|
|
d. |
Dengan berbagai dalih, pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pengurus serikat pekerja karena melaksanakan tugas-tugas organisasi yang telah diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama; |
|||
|
|
e. |
Pengusaha mengadakan kampanye dan tindakan anti pembentukan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja; |
|||
|
|
f. |
Pengusaha mempengaruhi pembentukan dan pemilihan pengurus serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja. |
|||
|
Pasal 31 |
|||||
|
|
Jabatan tertentu yang dimaksud dalam pasal ini, misalnya pimpinan perusahaan dan pimpinan personalia. |
||||
|
Pasal 32 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 33 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan serikat pekerja terdaftar pada Pemerintah adalah : |
|||
|
|
|
a. |
sebagai pengakuan resmi terhadap serikat pekerja; |
||
|
|
|
b. |
mengukuhkan hak-hak serikat pekerja mewakili anggotanya dalam membuat kesepakatan kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; |
||
|
|
|
c. |
pengakuan terhadap serikat pekerja sebagai mitra di dalam Lembaga Kerjasama Bipartit dan Lembaga Kerjasama Tripartit pada setiap tingkatan serta sebagai perwuju dan dari Konvensi ILO Nomor 144 tentang Konsultasi Tripartit yang sudah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1990; dan |
||
|
|
|
d. |
pengakuan terhadap serikat pekerja untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam semua sarana Hubungan Industrial Pancasila dan badan-badan lain. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 34 |
|||||
|
|
Tekad pengabdian yang telah dinyatakan melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia pada tanggal 20 Pebruari 1973, merupakan tonggak sejarah gerakan serikat pekerja di Indonesia untuk menggalang persatuan dan kesatuan pekerja. Karena itu tanggal 20 Pebruari ditetapkan menjadi Hari Pekerja Indonesia, yang diperingati setiap tahun untuk mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila. |
||||
|
Pasal 35 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 36 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan organisasi pengusaha dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila adalah organisasi yang dibentuk oleh para pengusaha untuk mewakili para pengusaha dalam lembaga yang bersifat tripartit. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 37 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Pada perusahaan dengan jumlah pekerja kurang dari 50 (lima puluh) orang, komunikasi dan konsultasi masih dapat dilakukan secara langsung dengan baik dan efektif, sedangkan dalam perusahaan dengan jumlah pekerja lebih dari 50 (lima puluh) orang, komunikasi dan konsultasi perlu dilakukan melalui sistem perwakilan. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 38 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Untuk sektor-sektor tertentu yang merupakan sektor yang strategis yang memerlukan penanganan secara khusus dibentuk lembaga kerja sama tripartit sektoral tingkat nasional dan daerah. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 39 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Pada dasarnya kewajiban untuk memiliki peraturan perusahaan diberlakukan untuk semua perusahaan. Mengingat kondisi perusahaan tidak sama, maka dipandang perlu kewajiban ini dilaksanakan secara bertahap. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 40 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 41 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 42 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah tidak boleh lebih rendah kualitas maupun kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila ternyata bertentangan, maka yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan. |
|||
|
Pasal 43 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 44 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang perlu disahkan hanya bagian yang diadakan perubahan saja. |
|||
|
Pasal 45 |
|||||
|
|
Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja, menempelkan peraturan perusahaan di tempat-tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja, dan memberikan penjelasan langsung kepada pekerja. |
||||
|
Pasal 46 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan lebih rendah adalah bahwa syarat kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan, nilai atau bobotnya lebih rendah dari syarat kerja yang diatur dalam kesepakatan kerja bersama yang baru berakhir sehingga merugikan pekerja. |
|||
|
Pasal 47 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 48 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Kesepakatan kerja bersama disusun bersama oleh pengusaha dan serikat pekerja dari perusahaan yang bersangkutan dan dapat juga disusun oleh gabungan perusahaan dan gabungan serikat pekerja. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Pembuatan kesepakatan kerja bersama harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila dan dilandasi iktikad baik, jujur, terbuka, tanpa adanya paksaan atau tekanan oleh para pihak. |
|||
|
Pasal 49 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan pekerja yang mendukung kesepakatan kerja bersama adalah pekerja di perusahaan yang bersangkutan, baik yang menjadi anggota maupun yang tidak menjadi anggota serikat pekerja. |
||||
|
Pasal 50 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Apabila kesepakatan kerja bersama yang telah berakhir masa berlakunya tidak diperpanjang lagi, maka dianggap diperpanjang secara terus menerus untuk paling lama 1(satu) tahun. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 51 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 52 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 53 |
|||||
|
|
Karena di satu perusahaan hanya dimungkinkan 1(satu) kesepakatan kerja bersama, maka kesepakatan kerja bersama tersebut mengikat semua pekerja, baik yang menjadi anggota serikat pekerja maupun yang bukan anggota serikat pekerja. |
||||
|
Pasal 54 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 55 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang sudah diatur dalam peraturan perusahaan, kesepakatan kerja bersama, atau yang timbul karena persetujuan kedua belah pihak. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan norma kerja adalah ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan perselisihan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja adalah perselisihan yang disebabkan oleh ketidaksepahaman antara kedua belah pihak mengenai pelaksanaan hubungan kerja. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan kondisi kerja antara lain meliputi fasilitas, peralatan, dan lingkungan kerja. |
||
|
Pasal 56 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 57 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 58 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 59 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 60 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 61 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 62 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 63 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 64 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 65 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 66 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 67 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan pegawai perantara adalah pegawai teknis dari instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang diangkat oleh Menteri. |
||||
|
Pasal 68 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 69 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 70 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 71 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan lembaga penyelesaian perselisihan industrial adalah lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan industrial atau lembaga peradilan di bidang ketenagakerjaan. |
||||
|
Pasal 72 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 73 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 74 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 75 |
|||||
|
|
Mogok kerja dilakukan bila pengusaha tidak melaksanakan tuntutan hak-hak pekerja yang bersifat normatif atau tidak memenuhi tuntutan kepentingan pekerja/serikat pekerja yang telah diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan tetapi tidak berhasil. |
||||
|
Pasal 76 |
|||||
|
|
Pada dasarnya mogok kerja hanya dapat dilaksanakan di satu perusahaan namun dapat pula di beberapa perusahaan dalam satu kelompok perusahaan. Pekerja dan/atau serikat pekerja dapat mengirimkan delegasi dalam jumlah terbatas kepada instansi/organisasi/lembaga untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi. Tindakan pekerja yang dilakukan di luar perusahaan seperti unjuk rasa atau demontrasi tidak termasuk dalam pengertian mogok kerja yang dimaksud dalam undang-undang ini. |
||||
|
Pasal 77 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 78 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pengusaha, dan instansi pemerintah adalah untuk memberi kesempatan kepada pengusaha dan instansi terkait untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian guna menghindari terjadinya mogok kerja. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 79 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Tindakan pembalasan tersebut misalnya pemutusan hubungan kerja, atau tindakan lain yang merugikan hak dan kepentingan pekerja. |
|||
|
Pasal 80 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 81 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 82 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 83 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pekerja/serikat pekerja/gabungan serikat pekerja dan instansi Pemerintah adalah untuk memberi kesempatan kepada pekerja serikat pekerja dan instansi yang terkait mengambil langkah-langkah guna menghindari terjadinya penutupan perusahaan (lock-out). |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 84 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 85 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 86 |
|||||
|
|
Huruf a |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf c |
||||
|
|
|
Pelaksanaan ibadah yang diperintahkan agamanya adalah ibadah yang telah diatur atau disetujui oleh Pemerintah atau peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
Huruf d |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf e |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf f |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 87 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 88 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. |
||||
|
Pasal 89 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 90 |
|||||
|
|
Huruf a |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 91 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 92 |
|||||
|
|
Huruf a |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf c |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan masalah-masalah khusus Hubungan Industrial Pancasila adalah hal-hal yang penting di dalam pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila, antara lain : |
|||
|
|
|
1) |
perlindungan tenaga kerja; |
||
|
|
|
2) |
pengupahan; |
||
|
|
|
3) |
kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja; |
||
|
|
|
4) |
mogok dan penutupan perusahaan; |
||
|
|
|
5) |
pemutusan hubungan kerja. |
||
|
|
Huruf d |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Huruf e |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 93 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan lembaga-lembaga lainnya antara lain : |
||||
|
|
- |
pusat studi di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan; |
|||
|
|
- |
yayasan atau lembaga yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia. |
|||
|
Pasal 94 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 95 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan mempekerjakan anak adalah menjadikan anak sebagai pekerja dengan mengikat dalam jam kerja dan menerima upah. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 96 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Dalam kenyataannya terdapat anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja disebabkan alasan ekonomi guna menambah penghasilan keluarga atau untuk dirinya sendiri, kurangnya perhatian orang tua, dan/atau lingkungan keluarga yang kurang harmonis sehingga anak akan terlantar. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan perlindungan bagi anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja adalah perlindungan yang bertujuan agar tumbuh kembangnya anak, baik fisik, mental maupun kehidupan sosialnya tidak terganggu serta menjamin keselamatan kerja bagi anak yang bersangkutan. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Pembatasan jam kerja dimaksudkan untuk memberi kesempatan tumbuh kembangnya anak, kesempatan belajar, dan pengembangan kehidupan sosialnya. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Ketentuan ini dimaksudkan agar upah yang diberikan sesuai dengan upah minimum yang berlaku, disesuaikan dengan jam kerja yang dilakukan. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf f |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf g |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf h |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 97 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Tingkat emosi orang muda masih labil sehingga cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Oleh karena itu orang muda perlu dibatasi untuk melakukan pekerjaan di tempat-tempat yang membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatannya. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan pekerjaan sewaktu-waktu harus turun di bagian tambang dan lubang di bawah permukaan tanah adalah pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan misalnya memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan, konsumsi, dan lain sebagainya. |
||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 98 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Larangan bagi pekerja wanita tidak dimaksudkan untuk memperlakukan pekerja wanita secara diskriminatif, tetapi untuk melindungi kodrat, harkat, dan martabat serta keselamatan dan kesehatan kerjanya. |
|||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Waktu tertentu malam hari sangat dibutuhkan untuk keluarga dan rawan bagi keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja wanita. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (5) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 99 |
|||||
|
|
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi keselamatan, dan kesehatan bagi pekerja wanita, calon bayi yang dikandungnya, dan bayi yang disusuinya. |
||||
|
Pasal 100 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Pada dasarnya kerja lembur dilakukan oleh pekerja atas dasar sukarela dari pekerja yang bersangkutan. Namun tidak menutup kemungkinan pekerja harus melakukan kerja lembur bagi pekerjaan yang sifatnya sangat mendesak dan harus diselesaikan dengan segera. |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 101 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 102 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Ketentuan pada ayat ini menjamin kesempatan bagi pekerja untuk menjalankan kewajiban agamanya. |
||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 103 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 104 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Ketentuan ini menjamin waktu istirahat bagi pekerja wanita sebelum dan sesudah melahirkan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja wanita dan anaknya. |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (5) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (6) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 105 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Penyediaan fasilitas yang dimaksud disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dan khusus bagi perusahaan yang cukup mampu diharapkan menyediakan tempat penitipan anak. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 106 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 107 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Hari libur resmi adalah hari-hari libur yang ditetapkan oleh Pemerintah. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melayani kepentingan dan kesejahteraan umum atau karena menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dijalankan secara terus menerus. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 108 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Upaya kesehatan kerja dimaksud adalah untuk memberikan pemeliharaan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pengobatan, perawatan, dan pengaturan tempat kerja yang memenuhi higiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit akibat kerja. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 109 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Penghasilan yang layak adalah penerimaan atau pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar meliputi makanan/minuman, sandang, perumaham, pendidikan serta kesehatan dan jaminan hari tua. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (5) |
||||
|
|
|
Apabila kesepakatan yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha batal demi hukum, pengusaha wajib membayar upah pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
|
Ayat (6) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Pekerja yang tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya misalnya melaksanakan fungsi sebagai pimpinan serikat pekerja yang telah disepakati oleh pimpinan perusahaan, melaksanakan tugas negara, dan kewajiban bela negara. |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
Pasal 110 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud didahulukan adalah upah pekerja dibayar lebih dahulu dari pada utang lainnya. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Penyusunan skala upah dimaksudkan memberikan penghargaan kepada pekerja dengan memperhatikan dedikasi dan hasil kerja serta untuk mengurangi kesenjangan upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 111 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Kebutuhan hidup layak adalah kebutuhan yang cukup bagi pekerja dan keluarganya meliputi antara lain makanan/minuman, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan, serta jaminan hari tua. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan penetapan upah minimum tingkat daerah adalah penetapan upah minimum regional dan sub-regional dalam satu propinsi, |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Pendekatan sektor dan sub-sektor dapat dilaksanakan untuk daerah tertentu sesuai dengan perkembangan perekonomian daerah dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional dan sub regional yang bersangkutan. |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 112 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 113 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang sama nilainya adalah pekerjaan yang dilakukan dengan uraian jabatan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan. |
|||
|
Pasal 114 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja, kecuali apabila pekerja yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud pekerja sakit ialah sakit menurut keterangan dokter. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud berhalangan antara lain pekerja menikah, mengkhitankan, membabtiskan, atau mengawinkan anaknya, suami atau istri atau orang tua atau mertua atau anak meninggal dunia, atau istri melahirkan. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Pembayaran upah kepada pekerja yang menjalankan kewajiban terhadap negara dilaksanakan apabila : |
||
|
|
|
|
1) |
negara tidak melakukan pembayaran; atau |
|
|
|
|
|
2) |
negara membayar kurang dari upah yang biasa diterima pekerja sehingga pengusaha wajib membayar kekurangannya. |
|
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Upah bagi pekerja yang menjalankan kewajiban ibadah menurut agamanya adalah upah yang diberikan selama waktu yang ditentukan Pemerintah. Bagi pekerja yang melaksanakan ibadah haji hanya diberikan sekali selama bekerja di perusahaan yang bersangkutan. |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Halangan yang tidak termasuk pada huruf e ini adalah force majeure. |
||
|
|
|
Huruf f |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf g |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 115 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 116 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan fasilitas kesejahteraan antara lain : pelayanan keluarga berencana, tempat penitipan bayi, perumahan pekerja, fasilitas beribadah, fasilitas olah raga, dan fasilitas kantin. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 117 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 118 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan dorongan dan menumbuhkembangkan antara lain memberikan kesempatan kepada koperasi pekerja untuk memiliki saham perusahaan berdasarkan kemitraan. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 119 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 120 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Jenjang pelatihan kerja pada umumnya terdiri dari tingkat dasar, menengah, dan atas. |
|||
|
Pasal 121 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 122 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Pelaksanaan pelatihan kerja disesuaikan dengan kebutuhan serta kesempatan yang ada di perusahaan agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan perusahaan. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Pengguna tenaga kerja terampil adalah pengusaha. Oleh karena itu pengusaha bertanggung jawab mengadakan pelatihan kerja untuk meningkatkan keterampilan dan/atau keahlian pekerjanya. |
|||
|
Pasal 123 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 124 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup Jelas |
|||
|
Pasal 125 |
|||||
|
|
Perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan kerja untuk pekerjanya dalam rangka memenuhi pasal 122 ayat (2), persyaratan akreditasi tidak bersifat wajib tetapi suka rela. |
||||
|
Pasal 126 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 127 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja adalah proses pemberian sertifikat keterampilan atau keahlian kerja yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji keterampilan atau uji keahlian. |
|||
|
|
|
Sertifikasi ini dilakukan oleh lembaga sertifikasi keterampilan atau keahlian yang dibentuk dan/atau diakreditasi oleh Pemerintah. Disamping sertifikat keterampilan dan/atau keahlian dari lembaga sertifikasi, setiap peserta pelatihan yang berhasil menyelesaikan program pelatihannya mendapat sertifikat pelatihan dari lembaga pelatihan. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja di hidangnya, yang dilakukan melalui uji keterampilan atau keahlian kerja. |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 128 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 129 |
|||||
|
|
Sistem pelatihan kerja nasional adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai unsur pelatihan kerja yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana dan prasarana, instruktur, program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional, semua unsur dan sumber daya pelatihan kerja nasional yang tersebar di instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal. |
||||
|
Pasal 130 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 131 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 132 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 133 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Perjanjian pemagangan antara peserta dan pengusaha diperlukan untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Hak dan kewajiban peserta pemasangan dan pengusaha sebagai berikut : |
|||
|
|
|
a. |
Hak peserta pemagangan, antara lain : |
||
|
|
|
|
1) |
memperoleh uang saku dan/atau uang transpor; |
|
|
|
|
|
2) |
memperoleh jaminan sosial; |
|
|
|
|
|
3) |
memperoleh sertifikat. |
|
|
|
|
b. |
Kewajiban peserta pemagangan, antara lain : |
||
|
|
|
|
1) |
menaati perjanjian pemagangan; |
|
|
|
|
|
2) |
mengikuti program pemagangan; |
|
|
|
|
|
3) |
mengikuti tata tertib perusahaan. |
|
|
|
|
c. |
Hak pengusaha, antara lain : |
||
|
|
|
|
1) |
memiliki hasil kerja pemagangan; |
|
|
|
|
|
2) |
merekrut pemagang sebagai pekerja bila memenuhi persyaratan. |
|
|
|
|
d. |
Kewajiban pengusaha, antara lain : |
||
|
|
|
|
1) |
menaati perjanjian pemagangan; |
|
|
|
|
|
2) |
melaksanakan program pemagangan. |
|
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Apabila penyelenggaraan pemagangan tidak disertai dengan perjanjian pemagangan, maka pemagangan tersebut dianggap tidak sah dan pesertanya dianggap sebagai pekerja perusahaan dan berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama. |
|||
|
Pasal 134 |
|||||
|
|
Peserta pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi melalui sertifikasi keterampilan atau keahlian. |
||||
|
|
Sertifikasi tersebut dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang dibentuk dan/atau diakreditasi oleh Pemerintah bila programnya bersifat umum, atau dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan bila programnya bersifat khusus. |
||||
|
Pasal 135 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 136 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 137 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 138 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 139 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan Tripartit yang diperluas adalah unsur Tripartit ditambah dengan asosiasi profesi dan para pakar. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 140 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 141 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 142 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 143 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan pengerahan tenaga kerja melalui proses antar kerja untuk mempertemukan persediaan dan permintaan Penempatan yang tepat tersebut dilakukan melalui kegiatan analisis jabatan, bimbingan dan penyuluhan jabatan, wawancara untuk penempatan, serta tes psikologi. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan tanpa diskriminasi adalah tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan kecacatan. Khusus terhadap penyandang cacat, pelayanan penempatan disesuaikan dengan kondisi kecacatan tenaga kerja yang bersangkutan dan persyaratan jabatan. |
|||
|
Pasal 144 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 145 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan masyarakat antara lain adalah perusahasa swasta, koperasi, dan lembaga non-pemerintah. |
||||
|
Pasal 146 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 147 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan kerja dapat berarti milik sendiri, atau menyewa, atau kerja sama dengan pihak lain. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Perwujudan jaminan perlindungan terhadap tenaga kerja yang ditempatkan melalui perjanjian kerja yang ditandatangani oleh tenaga kerja dan pihak pengguna, melalui program dan sistem asuransi perlindungan terhadap berbagai risiko serta bantuan hukum bagi tenaga kerja yang mengalami permasalahan. |
|||
|
Pasal 148 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 149 |
|||||
|
|
Persyaratan jabatan adalah kualifikasi yang perlu dimiliki oleh tenaga kerja untuk menduduki suatu jabatan, antara lain syarat pendidikan, keterampilan, keahlian, fisik, minat, pengetahuan, dan pengalaman kerja. |
||||
|
Pasal 150 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Kewajiban memiliki rencana penempatan tenaga kerja adalah merupakan tambahan persyaratan khusus bagi penempatan tenaga kerja ke luar wilayah Indonesia. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 151 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 152 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 153 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 154 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja warga negara asing antara lain keterampilan, keahlian, kemampuan, budaya, dan bahasa. |
||||
|
Pasal 155 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 156 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 157 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 158 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja beserta peraturan pelaksanaannya. |
|||
|
Pasal 159 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaannya. |
|||
|
Pasal 160 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Pembinaan dan pengembangan diarahkan untuk memberikan perlindungan, pemberdayaan, dan peningkatan kesejahteraan yang meliputi antara lain : |
|||
|
|
|
a. |
keterampilan teknis produksi; |
||
|
|
|
b. |
keterampilan manajemen; |
||
|
|
|
c. |
pengetahuan bisnis; |
||
|
|
|
d. |
pengelolaan keuangan; |
||
|
|
|
e. |
keselamatan dan kesehatan kerja; |
||
|
|
|
f. |
jaminan sosial tenaga kerja. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (5) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 161 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 162 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 163 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 164 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 165 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 166 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 167 |
|||||
|
|
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia dan peraturan pelaksanaannya. |
||||
|
Pasal 168 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 169 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 170 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 171 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 172 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 173 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 174 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 175 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 176 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 177 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 178 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 179 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 180 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 181 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 182 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 183 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 184 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 185 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 186 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 187 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 188 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Pasal 189 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 190 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 191 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 192 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 193 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 194 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 195 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 196 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 197 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 198 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
Pasal 199 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3702 |
|||||