PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 25 TAHUN 1999

TENTANG

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
UMUM

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Selanjutnya dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai sub sistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, Daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyrakat.

Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan, maka pemerintahan suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi alokasi yang meliputi antara lain, sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat, fungsi distribusi yang meliputi antara lain, pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilisasi yang meliputi antara lain, pertahanan-keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena Daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serrta standar pelayanan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara jelas dan tegas.

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi Daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab di Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan Daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain mengingat tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, merupakan sumber penerimaan yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil. Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di Daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan darah yang belum berkembang dapat diperkecil. Dana alokasi khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan -kebutuhan khusus Daerah. Disamping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana alam, kepada Daerah dapat dialokasikan Dana Darurat. Dengan demikian, Undang-undang ini selain memberikan landasan pengaturan bagi pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, juga memberikan landasan bagi perimbangan keuangan antar Daerah.

Dalam pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tersebut perlu memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama, serta kewajiban pengembalian pinjaman Pemerintah Pusat.

Undang-undang ini juga mengatur mengenai kewenangan Daerah untuk membentuk Dana Cadangan yang bersumber dari penerimaan Daerah, serta sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pertanggungjawaban keuangan dalam rangka desentralisasi dilakukan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. Berbagai laporan keuangan Daerah ditempatkan dalam dokumen Daerah agar dapat diketahui oleh masyarakat sehingga terwujud keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Daerah. Dalam hal pemeriksaan keuangan Daerah dilakukan oleh instansi pemeriksa fungsional. Disamping itu, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan sistem alokasi kepada Daerah, diatur pula sistem informasi keuangan daerah dan menetapkan Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang bertugas mempersiapkan rekomendasi mengenai perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tidak dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan, karena antara lain beberapa faktor untuk menghitung pembagian keuangan kepada Daerah belum memungkinkan untuk dipergunakan. Selain itu, berbagai jenis pajak yang merupakan sumber bagi pelaksanaan perimbangan keuangan tersebut saat ini sudah tidak diberlakukan lagi melalui berbagai peraturan perundang-undangan serta adanya kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam mendukung otonomi daerah, maka perlu ditetapkan Undang-undang yang mengatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Berdasarkan uraian di atas, Undang-undang ini mempunyai tujuan pokok antara lain :

a. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah;
b. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipasif, bertanggungjawab (akuntabel), dan pasti;
c. Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mendukung pelaksanaan otonomi Daerah dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang transparan, memperhatikan partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat, mengurangi kesenjangan antar Daerah dalam kemampuannya untuk membiayai tanggung jawab otonominya, dan memberikan kepastian sumber keuangan Daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan;
d. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi Daerah;
e. Mempertegas sistem pertanggungjawaban keuangan oleh Pemerintah Daerah;
f. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini menegaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam Undang-undang ini, dengan maksud untuk menyamakan pengertian atas istilah-istilah tersebut, sehingga dapat dihindarkan kesalahpahaman dalam menafsirkannya.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penyerahan atau pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau Bupati/Walikota dapat dilakukan dalam rangka Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka Desentralisasi dan Dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia, dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut.

Sementara itu, penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka Tugas Pembantuan disertai pengalokasian anggaran.

Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, Dana Darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik Daerah.
Huruf d
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap Daerah dan jasa giro.
Pasal 5
Ayat (1)
Jenis-jenis Pajak Daerah dan retribusi Daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan mengubah Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Dana Perimbangan yang terdiri dari 3 (tiga) jenis sumber dana, merupakan sumber pembiayaan pelaksanaan Desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.
Huruf a
Yang dimaksud dengan bagian Daerah dari penerimaan sumber daya alam adalah bagian Daerah dari penerimaan Negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam, antara lain di bidang pertambangan umum, pertambangan minyak dan gas alam, kehutanan dan perikanan.
Huruf b
Penggunaan dana ini ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembagian lebih lanjut antara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Pembagian lebih lanjut antara Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan yang diterima dari Pemerintah Pusat ditetapkan sebagai berikut :
a. Sektor kehutanan dibagi sebagai berikut :
1) 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan dibagi dengan perincian :
a) bagian Propinsi sebesar16% (enam belas persen);
b) bagian Kabupaten /Kota penghasil sebesar 64% (enam puluh empat persen).
2) 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan dibagi dengan perincian:
a) bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);
b) bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
c) bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 32% (tiga puluh dua persen).
b. Sektor pertambangan umum dibagi sebagai berikut :
1) 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Tetap (Land rent) dibagi dengan perincian :
a) bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);
b) bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 64% (enam puluh empat persen).
2) 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalti) dibagi dengan perincian :
a) bagian Propinsi sebesar 16% (enam belas persen);
b) bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
c) bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 32% (tiga puluh dua persen).
c. 80% (delapan puluh persen) dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan dibagikan secara merata kepada seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Ayat (6)
Huruf a
Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, dibagi dengan perincian sebagai berikut :
(i) bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 3% (tiga persen);
(ii) bagian Kabupaten/ Kota penghasil sebesar 6% (enam persen);
(iii) bagian kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 6% (enam persen).
Huruf b
Bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ini dibagi dengan perincian sebagai berikut :
(i) bagian Propinsi yang bersangkutan sebesar 6% (enam persen);
(ii) bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar 12% (dua belas persen) sebesar 12% (dua belas persen);
(iii) bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan sebesar 12% (dua belas persen).
Pasal 7
Ayat (1)
Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan jumlah seluruh alokasi umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/ Kota.

Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka Desentralisasi.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyesuaian persentase sebagaimana dimaksud pada ayat ini ditetapkan dalam APBN.
Ayat 4 dan Ayat (5)
Rumus Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah :

Dana Alokasi Umum untuk satu Propinsi tertentu =

Jumlah Dana Alokasi  
 Bobot Daerah Propinsi yang bersangkutan
 Umum untuk Daerah Propinsi     
x
  ________________________________
 
Jumlah bobot dari seluruh Daerah Propinsi

Ayat (6)........