PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1998
TENTANG
TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

UMUM

Berdasarkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dengan Peraturan Pemerintah ini diatur tentang tata cara penyitaan barang milik Penanggung Pajak.

Dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Dalam rangka pencairan tunggakan pajak maka terhadap Penanggung Pajak yang belum melunasi utang pajaknya dilakukan penagihan pajak, dengan Surat Paksa dalarn bentuk tindakan penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai, serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib Pajak.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang bersifat teknis dan baku yang dipergunakan dalam Peraturan Pemerintah ini. Rumusan pengertian istilah ini diperlukan untuk mencegah adanya salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan sehingga dapat memberi kemudahan dan kelancaran, baik bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak maupun bagi aparat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.

Pasal 2

 

Ayat (1)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

Pasal 3

 

Ayat (1)

 

 

Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak atau di tempat lain sekalipun penguasaannya berada ditangan pihak lain.

 

 

Yang dimaksud dengan penguasaan berada ditangan pihak lain, misalnya disewakan atau dipinjamkan, sedangkan yang dimaksud dengan dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, misalnya barang yang dihipotikkan, digadaikan atau diagunkan.

 

 

Yang dimaksud dengan kapal dengan isi kotor tertentu adalah kapal dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.

 

Ayat (2)

 

 

Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu misalnya Jurusita Pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita atau barang bergerak yang dijumpai tidak mempunyai nilai atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan utang pajaknya.

 

Ayat (3)

 

 

Cukup jelas

Pasal 4

 

Ayat (1)

 

 

Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Ayat (2)

 

 

Ketentuan ini mengatur keharusan bagi Jurusita Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dilengkapi dengan kartu tanda pengenal yang diterbitkan oleh pejabat. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti diri bagi Jurusita Pajak bahwa yang bersangkutan adalah Jurusita Pajak yang sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak.

 

Ayat (3)

 

 

Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama saksi, nama dan jenis barang yang disita dan tempat penyitaan.

 

Ayat (4)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (5)

 

 

Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Pemerintah Daerah setempat setingkat Kepala Kelurahan atau Kepala Desa adalah pegawai Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya golongan II/a.

 

Ayat (6)

 

 

Dalam pelaksanaan Sita yang tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita harus memuat alasan ketidakhadiran Penanggung Pajak. Saksi dari Pemerintah Daerah setempat diperlukan sebagai saksi legalisator.

 

Ayat (7)

 

 

Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kecuali jika sesuai dengan sifatnya barang yang disita tidak dapat ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita, misalnya uang tunai atau sebidang tanah.

 

Ayat (8)

 

 

Cukup jelas

Pasal 5

 

Ayat (1)

 

 

Untuk mengetahui nilai perhiasan yang disita Jurusita Pajak dapat meminta bantuan jasa penilai untuk mendapatkan taksiran harga perhiasan yang tidak diketahui harganya.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (4)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (5)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (6)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (7)

 

 

Cukup jelas

Pasal 6

 

Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, harus memperhatikan jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal tertentu Jurusita Pajak dimungkinkan untuk meminta bantuan jasa penilai.

Pasal 7

 

Ayat (1)

 

 

Meskipun barang yang telah disita penguasaannya beralih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, penyimpanannya dititipkan kepada Penanggung Pajak, misalnya tanah dan atau bangunan. Namun ada barang karena sifatnya atau karena pertimbangan tertentu dari Jurusita Pajak penyimpanannya dapat dititipkan pada bank atau kantor pegadaian atau disimpan di kantor Pejabat seperti perhiasan atau peralatan elektronik.

 

 

Dasar pertimbangan Jurusita Pajak untuk menentukan apakah barang Penanggung Pajak yang telah disita perlu dititipkan di kantor Pejabat atau tempat lain antara lain :

 

 

a.

resiko kehilangan, kecurian, atau kerusakan;

 

 

b.

jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang yang disita.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

Pasal 8

 

Apabila hasil lelang barang yang tidak disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, Jurusita Pajak dapat melaksanakan penyitaan tambahan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang belum disita. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari satu kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak.

Pasal 9

 

Ayat (1)

 

 

Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang disita dimaksudkan sebagai pengumuman bahwa penyitaan telah dilaksanakan, baik dihadiri ataupun tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Cukup jelas

Pasal 10

 

Ayat (1)

 

 

Yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari peradilan umum.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Terhadap barang sitaan yang tidak dititipkan kepada Penanggung Pajak dikembalikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak pada saat pencabutan sita dilakukan.

 

Ayat (4)

 

 

Cukup jelas

Pasal 11

 

Cukup jelas

Pasal 12

 

Ayat (1)

 

 

Barang yang disita yang penjualannya dilakukan tidak secara lelang adalah uang tunai, kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya.

 

Ayat (2)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (3)

 

 

Cukup jelas

 

Ayat (4)

 

 

Termasuk sebagai biaya penagihan pajak adalah biaya lelang.

Pasal 13

 

Cukup jelas

Pasal 14

 

Cukup jelas

Pasal 15

 

Cukup jelas

Pasal 16

 

Cukup jelas

Pasal 17

 

Cukup jelas

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3725