PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68 TAHUN 1999
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT
DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara; |
||||
|
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; |
|||
|
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi. dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); |
|||
|
MEMUTUSKAN : |
||||||
|
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA. |
||||
|
|
BAB I
|
|||||
|
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : |
||||||
|
|
|
1. |
Penyelenggara Negara adalah Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. |
|||
|
|
|
2. |
Peran serta masyarakat adalah peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dilaksanakan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. |
|||
|
|
|
3. |
Komisi Pemeriksa adalah Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. |
|||
|
|
|
4. |
Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. |
|||
|
|
BAB II
|
|||||
|
|
|
(1) |
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk : |
|||
|
a. |
hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara; |
|||||
|
b. |
hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari Penyelenggara Negara; |
|||||
|
|
|
|
c. |
hak rnenyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara; dan |
||
|
d. |
hak mernperoleh perlindungan hukum dalam hal : |
|||||
|
1) |
melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; |
|||||
|
|
|
|
|
2) |
diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|
|
|
|
(2) |
Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya. |
|||
|
|
BAB III
|
|||||
|
|
|
(1) |
Dalam hal masyarakat bermaksud mencari atau memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, maka yang berkepentingan berhak menanyakan kepada atau memperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait. |
|||
|
|
|
(2) |
Hak untuk mencari atau memperoleh informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. |
|||
|
Pasal 4 |
||||||
|
|
|
(1) |
Pemberian informasi sebagai hak masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat disampaikan secara tertulis kepada instansi terkait atau Komisi Pemeriksa. |
|||
|
|
|
(2) |
Pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai data yang jelas sekurang-kurangnya mengenai : |
|||
|
|
|
|
a. |
nama dan alamat pemberi informasi dengan melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri yang lain; |
||
|
b. |
keterangan mengenai fakta dan tempat kejadian yang diinformasikan; dan |
|||||
|
c. |
dokumen atau keterangan lain yang dapat dijadikan alat bukti. |
|||||
|
Pasal 5 |
||||||
|
|
|
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan kepada Komisi Pemeriksa atau instansi terkait dengan tembusan kepada : |
||||
|
|
|
a. |
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Presiden atau Wakil Presiden; |
|||
|
|
|
b. |
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; |
|||
|
|
|
c. |
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; |
|||
|
|
|
d. |
Presiden, jika perbuatan terebut dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang setingkat Menteri atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; |
|||
|
|
|
e. |
Ketua Mahkarnah Agung, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Hakim Agung, Hakim Tinggi, atau Hakim; |
|||
|
|
|
f. |
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; |
|||
|
|
|
g. |
Ketua Dewan Pertimbangan Agung, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Anggota Dewan Pertimbangan Agung; |
|||
|
|
|
h. |
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Angggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi atau Gubernur; |
|||
|
|
|
i. |
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati, atau Walikota; |
|||
|
|
|
j |
Pimpinan pejabat tertentu, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pejabat yang mempunyai fungsi strategis atau pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
|
Pasal 6 |
||||||
|
|
|
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan secara bertanggung jawab dengan : |
||||
|
a. |
mengemukakan fakta yang diperolehnya; |
|||||
|
b. |
menghormati hak-hak pribadi seseorang sesuai dengan norma-norma yang diakui umum; dan |
|||||
|
c. |
rnenaati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
|
Pasal 7 |
||||||
|
Hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari Penyelenggara Negara sehagairnana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, dapat diperoleh dengan memenuhi persyaratan dan menaati tata cara pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
||||||
|
Pasal 8 |
||||||
|
Hak masyarakat untuk menyampaikan saran dan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, disampaikan kepada instansi terkait atau Komisi Pemeriksa. |
||||||
|
Pasal 9 |
||||||
|
Hak masyarakat untuk memperoleh perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, diperoleh denvan memberitahukan baik secara tertulis maupun lisan kepadaKepolisian Negara Republik Indonesiaatau instansi yang berwenang. |
||||||
|
Pasal 10 |
||||||
|
|
|
Setiap Penyelen~gara Negara yang menerima pennintaan masyarakat untuk memperoleh infonnasi tentan~g penyelenggaraan neaara wajib memberikan jawaban atau keterangan sesuai den2an tugas clan funQsinya dan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundan2-undanaan yang berlaku. |
||||
|
|
BAB IV
|
|||||
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 20 Nopember 1999. |
||||||
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
||||
|
Ditetapkan di Jakarta |
||||||
|
pada tanggal 14 Juli 1999 |
||||||
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. |
||||||
| BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE | ||||||
|
Diundangkan di Jakarta |
||||||
|
pada tanggal 14 Juli 1999 |
||||||
|
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA |
||||||
| REPUBLIK INDONESIA. | ||||||
| MULADI | ||||||
| LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 129 | ||||||