Ayat (6)
Terhadap Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang mengakibatkan rugi fiskal berbeda dengan ketetapan pajak yang diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan yang diajukan banding, masih terbuka kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun berikutnya walaupun telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan Surat Pemberitahuan tersebut.

Untuk jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:

a.
PT A menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 pada tanggal 31 Maret 2003 yang menyatakan rugi fiskal, tetapi tidak lebih bayar, sebesar Rp100.000.000,00.

Terhadap Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan pemeriksaan,dan pada tanggal 16 Januari 2006 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp50.000.000,00.

Atas surat ketetapan pajak tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada tanggal 16 Maret 2006. Pada tanggal 10 November 2006 diterbitkan Keputusan Keberatan yang menetapkan rugi fiskal PT A tahun 2002 menjadi Rp110.000.000,00.

PT A menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 pada tanggal 26 Maret 2004 yang menyatakan:

Penghasilan Neto sebesar Rp200.000.000,00

Kompensasi kerugian berdasarkan Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 Rp100.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp100.000.000,00

Tanggal 21 November 2006 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 tersebut dilakukan pembetulan menurut Pasal 8 ayat (6), sehingga menjadi:

Penghasilan Neto sebesar Rp200.000.000,00

Rugi menurut Keputusan

Keberatan Rp110.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak Rp 90.000.000,00

b

PT B menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 pada tanggal 31 Maret 2003 yang menyatakan rugi fiskal, tetapi tidak lebih bayar, sebesar Rp150.000.000,00.

Atas Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan pemeriksaan, dan pada tanggal 16 Januari 2006 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp100.000.000,00.

Atas surat ketetapan pajak tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada tanggal 16 Maret 2006.

Pada tanggal 10 November 2006 diterbitkan Surat Keputusan Keberatan yang menolak keberatan Wajib Pajak.

Terhadap Keputusan Keberatan tersebut Wajib Pajak mengajukan banding pada tanggal 22 Desember 2006. Pada tanggal 18 Mei 2007 diterbitkan Putusan Banding yang menambah rugi Wajib Pajak menjadi Rp160.000.000,00.

PT B menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 pada tanggal 26 Maret 2004 yang menyatakan:  

Penghasilan Neto sebesar Rp250.000.000,00

Kompensasi kerugian menurut Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 Rp150.000.000,00 (-)

Penghasilan Kena Pajak Rp100.000.000,00

Tanggal 21 Juli 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2003 tersebut dilakukan pembetulan menurut Pasal 8 ayat (6), sehingga menjadi:

Penghasilan Neto sebesar Rp250.000.000,00

Rugi menurut Putusan Banding

            Rp160.000.000,00 (-)

Penghasilan Kena Pajak Rp 90.000.000,00

Angka 9
Pasal
Ayat (1)

Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran tersebut berakibat dikenakannya sanksi administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Ayat (2)

Apabila pada waktu pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan ternyata masih terdapat kekurangan pembayaran pajak yang terutang, maka kekurangan pembayaran pajak tersebut harus dibayar lunas paling lambat tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan itu disampaikan.

Misalnya Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus disampaikan pada tanggal 31 Maret, kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau setoran akhir harus sudah dilunasi paling lambat tanggal 25 Maret, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

Ayat (2a)
Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
-
Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Tahun 2002 sejumlah Rp10.000.000,00 sebulan
-
Angsuran Masa Pajak Mei Tahun 2002 dibayar tanggal 18 Juni 2002 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2002
-
Tanggal 15 Juli 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak
-
Sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu) bulan = 1 x 2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)

Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan.

Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.

Angka 10
Pasal 10
Ayat (1)

Direktorat Jenderal Pajak tidak diperbolehkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak. Semua penyetoran pajak-pajak negara, harus disetorkan ke kas negara melalui tempat-tempat pembayaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, seperti Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Dengan usaha memperluas tempat pembayaran pajak yang mudah dijangkau oleh Wajib Pajak, dimaksudkan untuk mempermudah Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya sekaligus menghindarkan adanya rasa keengganan dalam melaksanakan pembayaran pajak.

Ayat (2)

Dengan adanya penentuan tata cara pembayaran pajak, penyetoran pajak, dan pelaporannya yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan demikian juga mengenai tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak, diharapkan akan dapat mempermudah pelaksanaan pembayaran pajak dan administrasinya.

Angka 11
Pasal 11
Ayat (1)

Jika setelah diadakan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak menunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang) atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak mempunyai utang pajak.

Dalam hal Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak yang meliputi semua jenis pajak baik di pusat maupun cabang-cabangnya, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu dengan utang pajak tersebut dan bilamana masih terdapat sisa lebih, baru dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak.

Ayat (2)

Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan menjamin ketertiban administrasi, batas waktu pengembalian oleh Direktur Jenderal Pajak ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan:

a.
untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b.
untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, dihitung sejak tanggal penerbitan;
c.
untuk Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C, dihitung sejak tanggal penerbitan;
sampai dengan saat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak diterbitkan.
Ayat (3)

Untuk terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak dengan kecepatan pelayanan oleh Direktorat Jenderal Pajak, ayat ini menentukan bahwa atas setiap kelambatan dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu seperti tersebut dalam ayat (2), kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan oleh Pemerintah berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sampai dengan saat dilakukan pembayaran, yaitu saat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak diterbitkan.

Ayat (4)
Cukup jelas
Angka 12
Pasal 12
Ayat (1)

Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:

a.
pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
b.
pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
c.
pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
Jumlah pajak terutang yang telah dipotong, dipungut, ataupun yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Berdasarkan Undang-undang ini Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini dimaksudkan, bahwa Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan, kepadanya tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak ataupun surat keputusan dari administrasi perpajakan.
Ayat (3)
Apabila diketahui kemudian, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain, bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
Angka 13
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini dipersamakan kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa.
Ayat (3)
Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:
-
penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan atau salah hitung;
-
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Untuk jelasnya cara penghitungannya diberikan contoh sebagai berikut:
1.
Hasil penelitian Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2002 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2003 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 13 Juni 2003 dengan penghitungan sebagai berikut:

-
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Rp1.000.000,00
-
Bunga = 3 x 2% x Rp1.000.000,00 = Rp 60.000,00 (+)
-
Jumlah yang harus dibayar Rp1.060.000,00
2.
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar:

Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2002 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh tempo misalnya tiap tanggal 15. Bulan Juni 2002, dibayar tepat waktu sebesar Rp40.000.000,00.

Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 18 September 2002 dengan penghitungan sebagai berikut:
-
Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2002 =                                                             = Rp60.000.000,00
-
Bunga = 3 x 2% x Rp60.000.000,00 = Rp 3.600.000,00 (+)
-
Jumlah yang harus dibayar                 = Rp63.600.000,00
Ayat (4)
Apabila Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka ia telah melanggar kewajibannya dengan itikad tidak baik dan melalaikan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Oleh karena itu selain harus menyetor pajak terutang dengan tidak diperkenankan memperhitungkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak juga dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak yang timbul sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Di samping itu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditetapkan bahwa Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya, dan oleh karena itu terhadapnya dikenakan sanksi berupa denda administrasi. Demikian pula terhadap Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat Faktur Pajak tetapi tidak melaksanakan, tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak, atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu, dikenakan sanksi yang sama.
Angka 14
Pasal 15
Ayat 1
Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah, Direktur Jenderal Pajak berwenang
untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas ketetapan pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak. Dengan perkataan lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan ketetapan pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu maka setelah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap. Dalam hal masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
Yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, yang :
a.
tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau
b.
pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan dalam Surat Pemberitahuan atau mengungkapkan pada waktu pemeriksaan, akan tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, maka hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap, misalnya:
1.
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri dari Rp5.000.000,00 biaya iklan di media masa dan Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah. Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka data mengenai pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut adalah tergolong data yang semula belum terungkap.
2.
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud.
Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan, misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan kelompok 3 namun dikelompokkan ke dalam kelompok 2.
Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak dilakukan koreksi atas kesalahan pengelompokan harta tersebut, dan sebagai akibatnya pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila kemudian diketahui adanya kesalahan, maka data pengelompokan harta tersebut adalah data yang semula belum terungkap.
3.
Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan Faktur Pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usahanya dan sebagian yang lain tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh Faktur Pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak mengungkapkan perincian penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut, dan sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, maka apabila kemudian diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.
Ayat (2)
Dalam hal setelah diterbitkan ketetapan pajak ternyata masih ditemukan data baru dan atau data yang belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan tersebut, maka atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang kurang dibayar.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, meskipun jangka waktu sepuluh tahun sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) dilampaui.
Angka 15
Pasal 16
Ayat (1)
Pembetulan ketetapan pajak menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu ketetapan pajak perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib Pajak.
Apabila kesalahan atau kekeliruan ditemukan baik oleh fiskus atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan adalah:
-
Surat ketetapan pajak, antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil;
-
Surat Tagihan Pajak;
-
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
-
Surat Keputusan Keberatan;
-
Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi;
-
Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
Ruang lingkup pembetulan yang diatur dalam ayat ini terbatas pada kesalahan atau kekeliruan sebagai akibat dari :
a.
Kesalahan tulis, yaitu antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, Jenis Pajak, Masa atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.
Kesalahan hitung yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan;
c.
Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan.
Pengertian membetulkan dalam ayat ini dapat berarti menambah atau mengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Apabila masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam Surat Keputusan Pembetulan tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan.
Ayat (2)
Guna memberikan kepastian hukum, terhadap permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima.
Ayat (3)
Dalam hal batas waktu 12 (dua belas) bulan terlewati dan Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusannya, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan untuk hal-hal yang dimohonkannya.
Dengan dianggap dikabulkannya permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak. Atas hal-hal yang dianggap dikabulkan tidak dapat lagi dimohonkan pembetulan.
Angka 16
Pasal 17B
Ayat (1)
Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus diterbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Untuk kegiatan tertentu yaitu ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jangka waktu tersebut dapat dipersingkat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri.
Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
Ayat (2)
Dengan batas waktu tersebut dalam ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap permohonan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak, sehingga bila batas waktu tersebut dilewati dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan. Selain itu, batas waktu tersebut dimaksudkan pula untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan.
Ayat (3)
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan, bagian dari bulan dihitung satu bulan. 
Angka 17
Pasal 17C
Ayat (1)
Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu setelah dilakukan penelitian harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat :
a.
3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan;
b.
1 (satu) bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai;
sejak permohonan diterima secara lengkap, dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6). Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kriteria tertentu antara lain :
1.
Kepatuhan Wajib Pajak yang meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan, tidak mempunyai tunggakan pajak;
2.
Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
3.
Penghitungan jumlah peredaran usaha dan pajaknya mudah diketahui karena berkaitan dengan aturan Pemerintah lainnya, seperti peredaran usaha dan Pajak Pertambahan Nilai atas produsen rokok diketahui dari pelaksanaan cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
Ayat (5)
Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Untuk jelasnya cara penghitungan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
1)
Pajak Penghasilan
 
-
Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp80.000.000,00.
-
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut:
a.
Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp100.000.000,00
b.
Kredit pajak, yaitu:
-
Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp20.000.000,00
-
Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp40.000.000,00
-
Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp90.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
-
Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp100.000.000,00
Kredit Pajak:
-
Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp20.000.000,00
-
Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp40.000.000,00
-
Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp90.000.000,00 (+)
                                        Rp150.000.000,00
-
Jumlah Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak                                                         Rp80.000.000,00 (-)
Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Rp70.000.000,00
Pajak yang tidak/kurang dibayar  Rp30.000.000,00
Sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100%              Rp30.000.000,00 (+)
Jumlah yang masih harus dibayar Rp60.000.000,00
2)
Pajak Pertambahan Nilai
-
Pengusaha Kena Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp60.000.000,00.
-
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut:
a.
Pajak Keluaran Rp100.000.000,00
b.
Kredit pajak, yaitu:
-
Pajak Masukan Rp150.000.000,00 
-
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
-
Pajak Keluaran Rp 100.000.000,00
-
Kredit Pajak:
-
Pajak Masukan Rp 150.000.000,00
-
Jumlah Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak Rp 60.000.000,00(-)
-
Jumlah pajak yang
dapat dikreditkan Rp90.000.000,00 (-)
Pajak yang tidak/kurang dibayar      Rp10.000.000,00
-
Sanksi administrasi kenaikan 100% Rp10.000.000,00 (+)
Jumlah yang masih harus dibayar     Rp20.000.000,00
Angka 18
Pasal 18
Ayat (1)
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan sarana administrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak.
Ayat (2)
dihapus.
Angka 19
Pasal 19
Ayat (1)

Ayat ini mengatur pengenaan bunga penagihan atas jumlah yang masih harus dibayar menurut Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan tambahan jumlah pajak yang harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:

1.
Atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

Surat Ketetapan Pajak Pajak Penghasilan.

Pajak terutang atau ditagih (dianggap tidak ada jumlah pajak yang dikreditkan) Rp100.000,00. Surat ketetapan pajak diterbitkan tanggal 10 Oktober 2002. Harus dilunasi paling lambat tanggal 9 November 2002, tetapi baru dibayar sejumlah Rp60.000,00 pada tanggal 1 November 2002. Sampai pada tanggal batas waktu pembayaran terakhir (9 November 2002) sisa tagihan tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak.

Pada tanggal 18 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak dengan penghitungan sebagai berikut:

Pajak terutang                 Rp100.000,00
Dibayar pada waktunya Rp 60.000,00
Kurang dibayar             Rp 40.000,00

Bunga dihitung satu bulan = 1 x 2% x Rp40.000,00 = Rp 800,00

Bunga tersebut ditagih dengan Surat Tagihan Pajak.
2.
Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar.

Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.

Dibayar penuh tetapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20 November 2002. Tanggal 25 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak.

Bunga terutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung
satu bulan =
1 x 2% x Rp100.000,00 = Rp2.000,00.
3.
Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar.

Dasarnya sama dengan contoh nomor 1.

Dibayar sejumlah Rp60.000,00 pada tanggal 20 November 2002.

Tanggal 25 November 2002 diterbitkan Surat Tagihan Pajak.

Bunga terutang dihitung satu bulan =

1 x 2% x Rp100.000,00 = Rp2.000,00.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Angka 20......................