PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 2001

TENTANG

PATEN

 

I.

UMUM

     

Pengaruh  perkembangan  teknologi   sangat  besar  terhadap  kehidupan sehari­hari  dan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, perkembangan tersebut sangat pesat. Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi,  seperti  komputer, elektro, telekomunikasi, dan bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia, atau lainnya. Bahkan, sejalan dengan itu, makin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pendayagunaan teknologi yang sederhana.

Bagi   Indonesia, sebagai    negara   yang    memiliki   sumber   daya   alam   yang

 

melimpah, pentingnya peranan teknologi merupakan hal yang tidak terbantah, Namun, perkembangan teknologi tersebut belum mencapai sasaran yang diinginkan. Hal ini telah dirumuskan secara jelas dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, antara lain seperti yang tercantum dalam Bab II yang menyatakan  bahwa   pengembangan  teknologi belum dimanfaatkan  secara berarti  dalam  kegiatan   ekonomi, sosial, dan  budaya  sehingga   belum memperkuat  kemampuan  Indonesia  dalam  rangka menghadapi persaingan global. Untuk meningkatkan perkembangan teknologi, diperlukan adanya suatu sistem yang dapat merangsang perkemhangan teknologi dalam wujud perlindungan terhadap karya intelektual, ternasuk Paten yang sepadan.

Dalam kaitan  itu, Walaupun   Indonesia  telah  memiliki   Undang-undang    Paten, yaitu

 

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun  1989   Nomor    39)   jo    Undang-undang    Nomor   13   Tahun    1997 (Lembaran  Negara   Tahun 1997  Nomor 30)  (selanjutnya   disebut  Undang-undang Paten-lama) dan  pelaksanaan  Paten  telah berjalan, dipandang perlu  melakukan perubahan terhadap Undang-undang  Paten-lama itu. Di samping itu, masih ada beberapa  aspek  dalam Agreement  on Trade-Related  Aspects  of Intellectual  Property  Rights) (selanjutnya disebut  Persetujuan   TRIPs) yang   belum ditampung dalam Undang-undang Paten tersebut.  Seperti  diketahui, Indonesia    telah   meratifikasi    Agreement   Establishing   the    World    Trade Organization   (Pembentukan   Organisasi  Perdagangan   Dunia),  selanjutnya disebut   World   Trade    Organization,  dengan   Undang-undang   Nomor  7 Tahun   1994   tentang  Pengesahan  Agreement   Establishing  The    World    Trade Organization   (Lembaran   Negara   Tahun   1994    Nomor 57)   dan   Persetujuan   TRIPs merupakan salah satu lampiran dari perjanjian ini.

Mengingat lingkup perubahan serta untuk memudahkan penggunaannya

 oleh masyarakat, Undang-undang Paten ini disusun secara menyeluruh dalam satu naskah (single text) pengganti Undang-undang Paten-lama. Dalam hal ini, ketentuan dalam Undang-undang Paten-lama, yang substansinya tidak diubah dituangkan kembali ke dalam Undang-undang ini. Secara umum perubahan yang dilakukan terhadap Undang-undang Paten-lama meliputi penyempurnaan, penambahan, dan penghapusan. Di antara perubahan-perubahan yang menonjol dalam Undang-undang ini, dibandingkan dengan Undang-undang Paten-lama adalah sebagai berikut.

1.

Penyempurnaan

a.

Terminologi

i.

Istilah Invensi digunakan untuk Penemuan dan istilah Inventor digunakan untuk Penemu.

Istilah   peneinuan    diubah    menjadi   Invensi, dengan    alasan   istilah  invensi   berasal  dari   invention    yang   secara  khusus dipergunakan dalam  kainyadengan Paten.Dengan  ungkapan  lain, istilah Invensi  jauh   lebih   tepat   dibandingkan   penemuan   sebab   kata   penemuan   memiliki  aneka  pengertian.Termasuk  dalam   pengertian   penemuan, misalnya  menemukan  benda    yang tercecer,  sedangkan   istilah   Invensi   dalam    kaitannya    dengan   Paten   adalah  hasl  serangkaian  kegiatan  sehingga   terciptakan sesuatu yang baru atau  tadinya  belum  ada  (tentu   dalam  kaitan   hubungan antar   manusia, dengan   kesadaran   bahwa  semuanya   tercipta   karena  Tuhan). Dalam  bahasa  Inggris  juga  dikenal  antara  lain kata-kata

todiscover, to find, dan   to  get. Kata-kata  itu  secara   tajam    berbeda     artinya    dari  to  invent dalam  kaitannya   dengan   Paten.   Istilah    Invensi   sudah  terdapat  dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  terbitan Balai   Pustaka, epartemen   Pendidikan   dan    Kubudayaan, disi   kedua    tahun   1999,   halaman    386.  Secara     praktis     pun    istilah    Indonesia    yang  merupakan   konversi dari bahasa  asing yang  sudah  ada padannya dalam  bahasa  Indonesia,seperti Invensi ini banyak kita temukan  antara lain kata eksklusif (dari excusive),kata invensi (investment), kata  reformasi  (reform  atau  reformation),atau   kata  riset (research)  yang   sudah   dipergunakan  secara   umum   atau resmi.Bahkan, beberapa kata-kata  tersebut  merupakan  bagian  nama   instansi  Pemerintah, Seperti   Kantor   Menteri    Negara Investasi, atau   Kantor Menteri   Negara  Riset   dan   Teknologi. Sejalan   dengan  itu, kata   penemu  menjadi Inventor.

ii.

Invensi tidak mencakup:

(1)

kreasi estetika;

(2)

skema;

(3)

aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:

a.

yang melibatkan kegiatan mental,

b.

permainan,

c.

bisnis,

(4)

aturan dan metode mengenai program komputer,

(5)

presentasi mengenai suatu informasi.

iii.

Nama Kantor Paten yang dinyatakan dalam Undang-undang Paten-lama diubah menjadi Direktorat Jenderal, perubahan istilah ini dimaksudkan untuk menegaskan dan memperjelas institusi hak kekayaan intelektual sebagai satu kesatuan sistem.

b.

Paten Sederhana

Dalam Undang-undang ini objek  Paten Sederhana  tidak mencakup proses,Penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan   product  by process.   Objek  Paten  Sederhana  hanya  dibatasi  pada  hal-hal  yang bersifat kasat  mata  (tangible), bukan  yang  tidak kasat mata (intangible).Di beberapa negara, seperti di Jepang, Amerika Serikat, Filipina, dan Thailand, pengertian Paten Sederhana disebut utility model, petty paten, atau simple paten,yang khusus ditujukan untuk benda (article) atau alat (device).

Berbeda dari Undang-undang Paten-lama, dalam Undang-undang ini perlindungan Paten Sederhana dimulai sejak tanggal Penerimaan karena Paten Sederhana yang semula tidak diumumkan sebelum pemeriksaan  substantif  diubah  menjadi  diumumkan. Permohonan Paten Sederhana diumumkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Tanggal  Penerimaan. Hal  ini  dimaksudkan  untuk  memberikan kesempatan  kepada  masyarakat  luas guna  mengetahui  adanya Permohonan atas suatu Invensi serta menyampaikan pendapatnya mengenai hal tersebut. Selain itu dengan Pengumuman tersebut, dokumen Permohonan yang telah diumumkan tersebut segera dapat digunakan sebagai dokumen pemhanding, jika diperlukan dalam pemeriksaan substantif tanpa harus melanggar kerahasiaan Invensi.

Di  samping itu, konsep  perlindungan  bagi  Paten  Sederhana  yang diubah   menjadi  sejak   Tanggal  Penerimaan, bertujuan   untuk memberikan  kesempatan  kepada  Pemegang  Paten  Sederhana mengajukan gugatan ganti rugi akibat pelanggaran terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Gugatan ganti rugi baru dapat diajukan setelah Paten Sederhana diberikan.

Sifat baru dari Paten Sederhana dalam Undang;-undang Paten-lama tidak begitu jelas. Dalam Undang-undang ini ditegaskan keharuan bersifat universal. Di samping tidak jelas, ketentuan dalam Undang-undang Paten­lama memberikan kemungkinan banyaknya terjadi peniruan Invensi dari luar negeri untuk dimintakan Paten Sederhana.

Jangka  waktu  pemeriksaan  substantif   atas  Paten  Sederhana  yang semula sama dengan Paten, yakni dari 36 (tiga puluh enam) bulan diubah menjadi 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Hal itu dimaksudkan untuk mempersingkat jangka waktu pemeriksaan substantif agar sejalan dengan konsep Paten dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat.

c.

Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden

Terdapat beberapa pengaturan yang dalam Undang-undang Paten-lama ditetapkan dengan Keputusan Menteri, di dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan yang di dalam Undang-undang Paten-lama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, di dalam Undang-undang  ini diubah dengan Peraturan Pemerintah, atau sebaliknya.

d.

Pemberdayaan Pengadilan  Niaga

Mengingat bidang Paten  sangat terkait  erat dengan  perekonomian dan  perdagangan,  penyelesaian   perkara   Perdata   yang   berkaitan dengan Paten harus dilakukan secara  cepat  dan  segera. Hal itu berbeda dari Undang-undang   Paten-lama   yang  penyelesaian  perdata  di bidang Paten dilakukan di Pengadilan Negeri

e.

Lisensi-wajib

Dengan Undang-undang ini, instansi yang ditugasi untuk memberikan lisensi-wajib adalah Direktorat Jenderal. Berbeda dari Undang-undang Paten-lama yang menugaskan pemberian lisensi-wajib kepada Pengadilan Negeri. Hal itu dimaksudkan untuk penyederhanaan prosedur dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, serta sejalan dengan yang dilakukan di berbagai negara, seperti Thailand, Filipina, Brazil, dan Cina.

2.

Penambahan

a.

Penegasan mengenai istilah hari

Mengingat  bahwa  istilah  hari  dapat  mengandung  beberapa pengertian, dalam   Undang-undang   ini   ditegaskan  bahwa   yang  dimaksud  dengan  istilah  hari adalah hari kerja.

b.

Invensi yang Tidak Dapat Diberi Paten

Penambahan Pasal 7 huruf d dimaksudkan  untuk mengakomodasi usulan  masyarakat agar bagi Invensi tentang mahluk hidup (yang mencakup manusia, hewan,, atau tanaman) tidak dapat diberi Paten. Sikap tidak dapat dipatenkannya Invensi tentang manusia karena hal  itu bertentangan dengan moralitas agama, etika, atau kesusilaan. Di samping itu, makhluk hidup mempunyai sifat dapat mereplikasi dirinya sendiri. Pengaturan di berbagai  negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan teknologi masing-masing Persetujuan TRIPs hanya meletakkan persyaratan  mengenai kegiatan-kegiatan yang boleh atau tidak boleh dipatenkan. Paten diberikan terhadap Invensi mengenai jasad renik atau proses non biologis serta proses mikro-biologis. untuk memproduksi   tanaman    atau   hewan   dengan   pertimbangan   bahwa perkembangan bioteknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini telah secara nyata menghasilkanberbagai Invensi yang cukup besar manfaatnya bagi masyarakat. Dengan demikian perlindungan hak kekayaan intelektual dalam bidang Paten diperlukan sebagai penghargaan (rewards) terhadap berbagai Invensi tersebut.

c.

Penetapan Sementara Pengadilan

Penambahan Bab XIII tentang Penetapan Sementara Pengadilan dimaksudkan sebagai upaya awal untuk mencegah kegiatan yang lebih besar akibat pelaksanaan Paten oleh pihak yang tidak berhak.

d.

Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

Berbeda dari Undang-undang Paten-lama, dalam Undang-undang ini diatur ketentuan mengenai kemungkinan menggunakan sebagian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Direktorat Jenderal yang berasal dari semua biaya yang berhubungan dengan Paten. Yang dimaksud dengan menggunakan adalah menggunakan PNBP berdasarkan sistem dan mekanisme yang berlaku. Dalam hal ini, seluruh PNBP disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian, Direktorat Jenderal mengajukan permohonan melalui Menteri kepada Menteri Keuangan untuk diizinkan menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan  yang  dibenarkan  oleh undang-undang, yang  saat  ini  hal  itu diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43) yang mengatur penggunaan PNBP.

e.

Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan

Penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan  pada umumnya akan memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Mengingat sengketa Paten akan berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimungkinkan dalam Undang-undang ini, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan.

f.

Pengecualian dari Ketentuan Pidana

Undang-undang ini  mengatur hal-hal yang tidak dikategorikan tindak pidana, yaitu hal yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat. Pengaturan semacam ini terdapat dalam legislasi di berbagai negara.

3.

Penghapusan

Di samping penyempurnaan dan penambahan seperti tersebut di atas, dengan Undang-undang ini, dilakukan penghapusan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-undang Paten-lama yang dinilai tidak sejalan dengan Persetujuan TRIPs, misalnya ketentuan yang berkaitan dengan penundaan pemberian Paten dan lingkup hak eksklusif Pemegang Paten.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pei-mohorran pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas adalah Permohonan yang telah diajukan untuk pertama kali di negara lain yang merupakan anggota Paris Convention fbr the Protection of Industrial Property atau anggota World Trade Organization. Indonesia meratifikasi Paris  Convention sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997.

Pasal 3

Ayat (1)

Padanan istilah teknologi yang diungkapkan sebelumnya adalah state of the art  atau prior art, yang mencakup baik  berupa  literatur Paten  maupun bukan literatur Paten.

Yang dimaksud dengan tidak sama pada ayat ini adalah bukan sekadar beda, tetapi harus  dilihat sama  atau  tidak samanya fungsi   ciri  teknis features) Invensi tersebut dengan ciri teknis Invensi sebelumnya.

Ayat (2)

Dalam Undang-undang ini, ketentuan mengenai uraian lisan atau melalui peragaan atau dengan cara lain tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga terhadap hal-hal tersebut yang dilakukan dl luar negeri dengan ketentuan  bahwa bukti tertulis harus tetap pula   disampaikan.

Ayat (3)

Dalam Undang-undang Paten-lama, kelompok kata merupakan bagian Invensi terdahulu dapat menimbulkan salah tafsir sehingga dalam Undang-undang ini kelompok kata tersebut dihilangkan.

Yang dimaksud dengan pemeriksaan substantif pada ayat ini dan dalam pasal-pasal selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap Invensi yang dinyatakan dalam Permohonan, dalam rangka menilai pemenuhan atas syarat: baru, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri, serta memenuhi ketentuan kesatuan Iinvensi, diungkapkan secara jelas, dan tidak termasuk dalam kategori Invensi yang tidak dapat diberi Paten.

Yang dimaksud dengan teknologi yang diungkapkansebelumnya pada ayat ini mencakup dokumenPermohonan yang diajukan di Indonesia dan dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dari Permohonan yang sedang diperiksa substantifnya. Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dokumen yang dipublikasikan tersebut lebih awal dari pada Tanggal  Penerimaan atau tanggal prioritas dari Permohonan yang substantifnya sedang diperiksa.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan yang muncul akibat adanya invensi yang sama yang diajukan oleh Permohonan lain dalam waktu yang tidak bersamaan (conflicting application).

Pasal 4

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan pameran yang resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintah; sedangkan pameran yang diakui sebagai pameran resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh masyarakat tetapi diakui atau memperoleh persetujuan Pemerintah.

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 5

Jika Invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika Invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik.

Pasal 6

Paten sederhana hanya diberikan untuk Invensi yang berupa alat atau produk yang bukan sekadar berbeda ciri teknis-nya, tetapi harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis daripada Invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible).

Adapun Invensi yang sifatnya tidak kasat mata (intangible), seperti metode atau proses, tidak dapat diberikan perlindungan sebagai Paten Sederhana.

Pasal 7

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Dalam hal pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan tersebut menggunakan peralatan kesehatan, ketentuan ini hanya berlaku bagi Invensi metodenya saja, sedangkan peralatan kesehatan termasuk, alat, bahan maupun obat, tidak termasuk dalam ketentuan ini. 

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d butir i

Yang dimaksud dengan makhluk hidup dalam huruf d butir i ini mencakup manusia, hewan, atau tanaman, sedangkan yang dimaksud dengan jasad renik adalah makhluk hidup yang berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat secara kasat mata melainkan harus dengan bantuan mikroskop, misalnya amuba, ragi, virus, dan bakteri.

Huruf d butir ii

Yang dimaksud dengan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan dalam butir ii adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami, misalnya melalui teknik stek, cangkok, atau penyerbukan yang bersifat alami, sedangkan proses non-biologis atau proses mikrobiologis untuk memproduksi tanaman atau hewan adalah proses memproduksi tanaman atau hewan yang biasanya bersifat transgenik/rekayasa genetika yang dilakukan dengan menyertakan proses kimiawi,fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk rekayasa genetika lainnya.

Pasal 8

Ayat (1)

 

 

 

Cukup jelas

Ayat  (2)

Yang dimaksud dengan dicatat  dan  diumumkan pada ayat  ini  dan dalam  ketentuan-ketentuan   selanjutnya   dalam  Undang-undang ini adalah  dicatat  dalam  Daftar  Umum  Paten  dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

Yang dimaksud dengan Daftar Umum Paten  adalah suatu daftar yang berisi  data mengenai  bibliografi dan status Permohonan dan Paten  yang dicatat oleh Direktorat Jenderal dan dapat dilihat oleh masyarakat umum.

Yang dimaksud dengan Berita Resmi Paten  adalah bentuk pengumuman  yang berisi  informasi mengenai status Permohonan  dan Paten  yang  dapat dilihat oleh masyarakat  umum  yang  dapat  digunakan  untuk memantau kegiatan Direktorat Jenderal.

Materi Permohonan dan Paten yang akan diumumkan mencakup informasi tentang bibliografii, spesifikasi, pengalihan, lisensi, pelanggaran, perubahan alamat Pemohon atau Pemegang Paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal.

Berita Resmi Paten dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk antara lain:dalam bentuk buku (saat ini) dan pada masa yang akan datang dibuat dalam format digital.

Pasal 9

Secara umum produk atau alat yang dilindungi, diperoleh dalam waktu yang relatif singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah dan secara teknologi juga bersifat sederhana sehingga jangka waktu perlindungan selama 10 (sepuluh) tahun dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang wajar.

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Pencantuman  nama  Inventor  dalam   sertifikat  pada  dasarnya  adalah  lazim.

Hal itu dikenal sebagai hak moral (moral right)

Pasal 13

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pemakai terdahulu yang beritikad baik, tetapi tidak mengajukan Permohonan.

Dalam hal ini , kegiatan yang dilakukannya dan merupakan pelaksanaan invensi tersebut tetap dapat dilaksanakan olehnya sebagai pemakai terdahulu sampai dengan batas masa perlindungan Paten.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Invensi tersebut harus benar-benar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan itikad baik oleh orang yang pertama kali memakai Invensi tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Hak eksklusif artinya hak yang hanya diberikan kepada pemegang Paten untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian, orang lain dilarang melaksanakan Paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang paten.

Yang dimaksud dengan produk mencakup alat, mesin, komposisi, formula, produck by proses, sistem, dan lain-lain. Contohnya adalah alat tulis, penghapus, komposisi obat, dan tinta.

Yang  dimaksud  dengan  proses  mencakup  proses, metode  atau  penggunaan.

Contohnya adalah proses membuat tinta, dan proses membuat tisu.

Yang dimaksud dengan pihak adalah orang, beberapa orang serta bersama-sama atau badan hukum yang disesuaikan dengan konteks naskah masing-masing.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang betul-betul memerlukan penggunaan Invensi semata-mata untuk penelitian dan pendidikan. Di samping itu,yang dimaksud dengan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis, mencakup juga kegiatan untuk keperluan uji bioekivalensi atau bentuk pengujian lainnya.

Yang dimaksud dengan tidak merugikan kepentinganyang wajar dari Pemegang Paten adalah agar pelaksanaan atau penggunaan Invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial sehingga dapat merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten.

Pasal 17

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menunjang adanya alih teknologi, penyerapan investasi, penyediaan lapangan kerja dengan dilaksanakannya Paten melalui pembuatan produk.

Ayat (2)

Ketentuan pada ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengakomodasi rasionalitas ekonomi dari pelaksanaan Paten sebab tidak semua jenis Invensi yang diberi Paten dapat secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan tidak seimbang dengan invensi yang dilakukan. Beberapa cabang industri menghadapi persoalan ini, misalnya industri di bidang farmasi. Di cabang industri seperti itu skala kelayakan ekonomi seringkali meliputi pasar yang berskala regional misalnya kawasan Asia Tenggara. Untuk itu, kelonggaran diberikan atas dasar penilaian objektif. Apabila Paten tidak akan dilaksanakan di Indonesia, Pemegang Paten harus mengajukan permintaan kelonggaran yang disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang. Misalnya di bidang obat atau farmasi bukti serupa diberikan oleh Departemen Kesehatan clan Kesejahteraan Sosial, sedangkan di bidang elektronik diberikan oleh Departemen Perindustrian  dan Perdagangan. Apabila Invensi tersebut  menyangkut teknologi untuk keperluan di bidang eksplorasi, keterangan diberikan oleh Departemen Pertamhangan dan Energi. Ketentuan lehih lanjut mengenai syarat pengecualian yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah diharapkan tetap memperhatikan upaya untuk menunjang alih teknologi yang efektif dan dapat meningkatkan devisa Negara.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 18

Yang dimaksud dengan biaya tahunan (annual fee) adalah biaya yang harus dibayarkan oleh Pemegang Paten secara teratur untuk setiap tahun. Istilah itu dIkenal juga di beberapa negara sebagai biaya pemeliharaan (maintenance fee).

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Yang dimaksud dengan satu  kesatuan lnvensi adalah  beberapa  Invensi yang baru dan masih memiliki keterkaitan langkah inventif yang erat. Misalnya, suatu Invensi yang berupa alat tulis yang baru dengan tintanya yang baru.  Dalam kasus tersebut jelas bahwa tinta tersebut mcrupakan satu kesatuan Invensi untuk dipergunakan pada alat tulis, yang merupakan suatu Invensi yang baru sehingga alat tulis dan tintanya tersebut dapat diajukan dalam satu Permohonan. Contoh lain, Invensi berupa suatu produk yang baru dan proses untuk membuat produk tersebut.

Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau  satu kesatuan Invensi yang terdiri dari beberapa Invensi yang saling berkaitan.

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan bukan Inventor adalah pihak lain yang menerima pengalihan Invensi dari Inventor. Yang dimaksud bukti yang cukup, misalnya dapat berupa pernyataan dari perusahaan bahwa Inventor adalah karyawannya atau pengalihan Invensi dari Inventor kepada perusahaan tempatnya bekerja.

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi Inventor dari kemungkinan yang merugikan.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Klaim adalah bagian dari Permohonan yang menggambarkan inti Invensi yang dimintakan perlindungan hukum, yang harus diuraikan secara jelas dan harus didukung oleh deskripsi.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Yang   dimaksud   dengan  gambar  dalam  huruf ini  adalah  gambar  teknik.

Huruf k

Abstrak adalah ringkasan dari deskripsi yang menggambarkan inti Invensi.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Sejalan dengan konsep/pengertian bahwa Paten merupakan bagian dari sistem hak kekayaan intelektual yang komprehensif, Konsultan Paten yang dalam Undang-undang Paten-lama disebut Konsultan Paten, dalam Undang-undang ini disebut Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Maksud ketentuan ini adalah untuk membantu proses pengajuan Pernnohonan dari Inventor atau yang berhak alas Invensi yang berdomisili di luar wilayah Negara Republik Indonesia sebah hal ini antara lain menyangkut bahasa dan pemenuhan persyaratan yang harus dipenuhi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan dokumen prioritas adalah dokumen Permohonan yang pertama kali diajukan di suatu negara anggota Paris Convention atau World Trade Organization yang digunakan untuk mengklaim tanggal prioritas atas Permohonan ke negara tujuan, yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang di kantor Paten tempat permohonan Paten yang pertama kali diajukan.

Pihak berwenang yang mengesahkan salinan permohonan pertama kali adalah pejabat Kantor Paten di negara tempat permohonan Paten pertama kali diajukan. Bila permohonan tersebut diajukan melalui Paten Cooperation Treaty (PCT), pihak yang berwenang tersebut adalah pejabat World Intellectual Property organization (WIPO), yaitu badan PBB yang bertugas mengadministrasikan perjanjian internasional mengenai intellectual property. Indonesia meratifikasi PCT dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan salinan sah pada huruf a sampai huruf dayat ini adalah salinan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan, keputusan pemberian Paten, penolakan Paten, atau pembatalan Paten untuk Invensi yang sama di luar negeri yang dikeluarkan oleh pihak yang berhak.

Huruf b

Yang dimaksud dokumen Paten adalah dokumen Permohonan yang sudah diberi Paten dan telah diumumkan, dokumen tersebut diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat penilaian terhadap sifat kebaruan (novelty) dan langkah inventif dari Invensi.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Yang dimaksud dengan dokumen lain dalam huruf ini, antara lain, adalah dokumen pembanding, hasil penelusuran, hasil pemeriksaan awal dan korespondensi hasil pemeriksaan di luar negeri.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan tambahan penjelasan dalam ayat ini dapat berupa keterangan mengenai adanya amandemen yang dilakukan oleh Pemohon terhadap dokumen permohonan Paten berdasarkan hasil penelusuran atau hasil pemeriksaan awal dan hal ini bersifat sebagai kelengkapan informasi yang mungkin diperlukan dalam pemeriksaan.

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Ketentuan ini merupakan syarat-syarat yang disebut sebagai persyaratan minimum (minimum requirements). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan Pemohon dalam memperoleh Tanggal Penerimaan yang sangat penting bagi status Permohonan karena sistem yang digunakan adalah first to file. Selain itu, hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian mengenai Tanggal Penerimaan (filing date) oleh Direktorat Jenderal.

Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat  dengan memperhatikan serta menyesuaikan dengan syarat minimum Tanggal Penerimaan bagi Permohonan yang diajukan melalui Paten Coorperation Treaty.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Yang dimaksudkan dengan memperluas lingkup Invensi dalam suatu amandemen adalah menambah inti/subjek, informasi baru, atau mengurangi ciri-teknis Invensi, baik di dalam deskripsi, gambar maupun klaim, yang dapat berakibat lebih luasnya lingkup Invensi.

Pasal ini menekankan bahwa amandemen yang diperbolehkan hanya untuk memperjelas lingkup Invensi.

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan Invensi sebagaimana dinyatakan dalam urutan klaim yang pertama pada ayat (5) ini adalah sebagai berikut.

Jika suatu Permohonan berisi 12 klaim yang terdiri atas:

-

Invensi A yang dinyatakan dalam klaim 1 sampai 5.

-

Invensi B yang dinyatakan dalam klaim 6 sampai 10 yang merupakan Invensi yang berbeda dan tidak terkait dengan Invensi A.

-

Invensi C yang dinyatakan dalam klaim 11 saqmpai 12 yang merupakan Invensi yang berkaitan dengan Invensi A.

Dari ketiga Invensi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Invensi A merupakan suatu kesatuan Invensi dengan Invensi C, sedangkan Invensi B tidak merupakan satu kesatuan Invensi dengan Invensi A atau pun Invensi C.

Berdasarkan ketentuan pada ayat (5) ini Invensi yang akan diperiksa hanya klaim 1 sampai 5 (Invensi A) dan klaim 11 sampai 12 (Invensi C). Sedangkan klaim 6 sampai 10 (Invensi B) tidak akan diperiksa, dan disarankan untuk diajukan sebagai Permohonan pecahan.

Pasal 37

Yang dimaksud dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini adalah memperhatikan ketentuan perubahan Paten menjadi Paten Sederhana atau sebaliknya tidak boleh menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36.

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dibuat untuk memberikan kesempatan apabila Pemohon yang karena kepentingannya ingin diumumkan lebih awal. Hal itu juga selaras dengan ketentuan dalarn Permohonan yang diajukan  melalui Patent Cooperation Treaty (PCT).

Pasal 43

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sarana khusus yang   disediakan   oleh Direktorat Jenderal mencakup papan pengumuman dan jika keadaan memungkinkan microfilm, microfiche, CD-ROM, Internet, dan media lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

Dalam jangka waktu tersebut, pengumuman dilakukan secara terus-menerus.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Klasifikasi dimaksudkan untuk mengelompokkan Invensi dalam Permohonan sesuai dengan bidang teknologi yang terkait. Dengan cara ini, kegiatan penelusuran terhadap Invensi Sejenis (untuk mencari dokumen pembanding) yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan substantif atas Permohonan dapat dilakukan secara lehih muda dan cepat. Walaupun Indonesia belum/tidak meratifikasi International Patent Classification (IPC), dalam praktiknya Indonesia menggunakan IPC sebagaimana yang banyak diterapkan oleh berbagai negara. Dalam sistem itu, Invensi dikelompokkan ke dalam kurang-lehih 60.000 sub­grup, yang dapat dikategorikan ke dalam 8(delapan) kelompok besar (section) dan dibagi lebih lanjut ke dalam kelas, sub-kelas, grup, dan ub-grup.

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pandangan mencakup informasi yang disampaikan oleh pihak lain tanpa disertai permintaan apa pun, sedangkan keberatan merupakan informasi yang disampaikan oleh pihak lain yang disertai dengan permintaan untuk tidak memberikan Paten terhadap Invensi yang diumumkan tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan penyampaian informasi mengenai Invensi yang tidak dianggap sebagai pelanggaran kewajiban menjaga kerahasiaan adalah pemberian suatu informasi mengenai Invensi, baik oleh Direktorat Jenderal maupun oleh Instansi terkait yang menerima informasi Invensi tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas 

Pasal 48

Cukup jelas 

Pasal 49

Cukup jelas 

Pasal 50

Ayat (1)

Mungkin sekali, bidang keahlian yano diperlukan bagi pelaksanaan pemeriksaan substantif suatu invensi yang dimintakan Paten ternyata tidak atau  kurang  dikuasai  oleh  Pemeriksa Paten. Begitu  pula fasilitas yang diperlukan untuk mengadakan pemeriksaan secara baik, dimiliki oleh instansi atau lembaga lain. Dalam hal demikian itu, Direktorat Jenderal melalui program kerja sama antar negara dapat dapat meminta bantuan  ahli  dalam  wujud penggunaan fasilitas dari  instansi atau lembaga lain, miisaInya European Patent Office (Kantor Paten Eropa). Japanese Paten Office (Kantor Paten Jepang), United States Poten and Trademark office (Kantor Paten Amerika Serikat).

 Ayat (2)

Cukup jelas 

 

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas 

Ayat (2)

Cukup jelas 

Ayat (3)

Karena sifat keahlian serta lingkup kerja yang  bersifat khusus, sudah sepantasnya jabatan Pemeriksa Paten diberi  status sebagai jabatan fungsional karena pada dasarnya mereka bekerja berdasarkan keahlian. Status itu diberikan dalam rangka pembinaan kariernya sehingga tidak tertinggal oleh rekannya dalam satuan organisasi yang memiliki jenjang jabatan yang bersifat struktural.

Dalam rangka pembinaan itu pula kepada Pemeriksa Paten diberikan penjenjangan jabatan fungsional dan tunjangan yang bersifat khusus, di samping hak-hak lainnya yang lazim diterinia oleh  pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang  berlaku.

Pasal 52

Ayat (1)

Yang dimaksud  dengan ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting mencakup, antara lain adanya uraian datum deskripsi atau klaim yang tidak jelas dan uraian dalam deskripsi yang  tidak mendukung klaim yang dinyatakan. Selain itu  termasuk pula ketidakterkaitan dan ketidakkonsistensian uraian dalam klaim dan deskripsi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan acuan adalah referensi yang diperoleh dari hasil penelusuran baik literatur Paten maupun non-paten (majalah, dll).

Pasal 53

Cukup jelas 

Pasal 54

Cukup jelas 

Pasal 55

Cukup jelas 

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas 

Ayat (2)

Yang dimaksud  dengan  pemecahan  tersebut  memperluas  lingkup  Invensi

adalah Permohonan hasil pemecahan yang lingkuh perlindungan Invensinya lebih luas daripada lingkup perlindungan Invensi semula.

Ayat (3)

Cukup jelas 

Ayat (4)

Cukup jelas 

Pasal 57

Cukup jelas 

Pasal 58

Cukup jelas 

Pasal 59

Cukup jelas 

Pasal 60

Ayat (1)

Permohonan banding tidak dapat diajukan dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali.

Ayat (2)

Cukup jelas 

Ayat (3)

Cukup jelas 

Ayat (4)

Cukup jelas 

 Pasal 61

Ayat (1)

Yang dimaksud tanggal pengiriman surat pemberitahuan adalah tanggal stempel pos.

Ayat (2)

Cukup jelas 

Ayat (3

Cukup jelas 

 Pasal 62

Cukup jelas 

Pasal 63

Cukup jelas 

Pasal 64

Cukup jelas 

Pasal 65

Cukup jelas  

Pasal 66

Ayat (1)

Sebagaimana halnya dengan hak kekayaan intelektual yang lain seperti Hak Cipta dan Merek, Paten pada dasanya adalah hak milik perseorangan yang tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sehagai hak milik, Paten dapat dialihkan oleh Inventornya atau 0leh yang berhak atas Invensi itu kepada perorangan atau kepada badan hukum. Adapun  sebab  lain yang dibenarkan oleh peraturan Perundang-undangan, misalnya  pemilikan Paten karena pembuharan badan hukum yang semula merupakan Pemegang Paten. Dalam hal yang menjadi sebab peralihan Paten didasarkan atas peraturan di bawah undang-undang, peraturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang ini.

 Ayat (2)

Cukup jelas  

Ayat (3)

Cukup jelas  

Ayat (4)

Cukup jelas  

Ayat (5)

Cukup jelas  

Pasal 67

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan hak sebagai pemakai  tei-dalhulu dalam ayat ini adalah hak untuk melaksanakan suatu Invensi sebagaimana  halnya dengan hak Pemegang Paten. Walaupun demikian, hak tersebut tidak dapat dialihkan, kecuali melalui pewarisan. Hal itu tidak lain karena hak sebagai pemakai terdahulu bukan merupakan hak yang bersifat sepenuhnya eksklusif, seperti halnya Paten, melainkan diberikan  dalam keadaan khusus.

Ayat (2)

Cukup jelas  

Pasal 68

Hal ini disebut sebagai hak moral. Lihat juga Pasal 12 ayat (6)

Pasal 69

Ayat (1)

Berbeda dari pengalihan Paten yang pemilikan haknya juga beralih, Lisensi melalui suatu perjanjian pada dasarnya hanya bersifat pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari Paten dalam jangka waktu dan syarat­syarat tertentu pula.

Ayat (2) 

Cukup jelas  

Pasal 70

Cukup jelas  

Pasal 71

Cukup jelas  

Pasal 72

Cukup jelas  

Pasal 73

Cukup jelas  

Pasal 74

Cukup jelas  

Pasal 75

Cukup jelas  

Pasal 76

Cukup jelas  

Pasal 77

Cukup jelas  

Pasal 78

Ayat (1) 

Royalti adalah imbalan yang diberikan oleh penerima/pemegang Lisensi kepada Pemegang Paten atas pelaksanaan Invensinya. Imbalan tersebut dapat berupa uang atau bentuk lainnya yang disepakati para pihak.

Ayat (2) 

Cukup jelas  

Ayat (3) 

Yang dimaksud dengan perjanjian lain yang sejeinis adalah perjanjian yang lazim dibuat dalarn rangka pengalihan kemampuan atau pengalihan pengetahuan tentang teknologi yang tidak dipatenkan (know how and technology transfer).

Pasal 79

Cukup jelas  

Pasal 80

Cukup jelas  

Pasal 81

Cukup jelas  

Pasal 82

Ayat (1) 

Keadaan ini biasanya terjadi dalam pelaksamaan Paten  yang merupakan hasil penyempurnaan atau pengembangan Invensi yang lebih dahulu telah  dilindungi Paten. Oleh karenanya pelaksanaan Paten yang baru tersebut berarti melaksanakan sebagian atau suluruh Invensi yang telah dilindungi Paten yang dimiliki oleh pihak lain.

Apabila Pemegang Paten terdahulu memberi Lisensi kepada Pemegang Paten berikutnya, yang memungkinkan terlaksananya Paten berikutnya tersebut, maka dalam hal ini tidak ada masalah pelanggaran Paten.

Tetapi kalau Lisensi untuk itu tidak diberikan, semestinya Undang-undang ini menyediakan jalan keluarnya. Oleh karenanya agar Paten yang diberikan belakangan dapat dilaksanakan, sudah sewajarnya bila yang terakhir ini juga dimungkinkan  untuk melaksanakannya tanpa melanggar Paten yang terdahulu. Hal ini hanya dapat terlaksana apabila lisensi-wajib diberikan  oleh Direktorat Jenderal.

Contoh mengenai hal ini adalah sebagai berikut:

Paten A terdiri  atas  empat klaim  yang  seluruhnya merupakan  satu  kesatuan.

Paten B yang diperoleh sesudah Paten A, pada dasarnya berisikan tiga klaim yang pada hakekatnya merupakan penyempurnaan dan pengembangan tiga klaim di antara empat klaim pada Paten A.

Sebagai hasil penyempurnaan dan pengembangan, sudah barang tentu Paten B memiliki basis teknologi yang ada pada Paten A.

Seandainya Pemegang Paten B bermaksud akan melaksanakan Patennya hal tersebut akan sulit tanpa melanggar salah satu klaim dalain Paten A.

Bila Pemegang Paten A memberikan Lisensi kepada Pemegang Paten B untuk melaksanakan satu klaim miliknya, jelas tidak akan timbul masalah.

Tetapi kalau Pemegang Paten A tidak bersedia memberikan Lisensi maka satu-satunya jalan bagi Pemegang Paten B adalah meminta lisensi-wajib ke Direktorat Jenderal.

Ayat (2) 

Cukup jelas  

Ayat (3) 

Cukup jelas  

Ayat (4) 

Cukup jelas  

Pasal 83

Cukup jelas  

Pasal 84

Cukup jelas  

Pasal 85

Cukup jelas  

Pasal 86

Cukup jelas  

Pasal 87

Cukup jelas  

Pasal 88

Cukup jelas  

Pasal 89

Cukup jelas  

Pasal 90

Cukup jelas  

Pasal 91

Ayat (1) 

Huruf a

Cukup jelas  

Huruf b

Cukup jelas  

Huruf c

Yang dimaksud dengan ternyata tidak imampuh mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat adalah bahwa walaupun telah diberikan lisensi-wajib, pemberian lisensi-wajib tersebut tidak diikuti dengan pelaksanaannya sehingga produk yang sangat dibutuhkan masyarakat tersebut tidak terpenuhi dan maksud pemberian lisensi-wajib tersebut tidak terlaksana. Misalnya, pemberian lisensi-wajib untuk memproduksi obat tetapi tidak dilaksanakan secara efektif sehingga jumlah yang diproduksi tetap sedikit dan harga obat tetap mahal.

Ayat (2) 

Cukup jelas  

Ayat (3) 

Cukup jelas  

Ayat (4) 

Cukup jelas  

Pasal 92

Cukup jelas  

Pasal 93

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan putusan Pengadilan Niaga pada ayat ini adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ayat (2)

Cukup jelas  

Pasal 94

Cukup jelas  

Pasal 95

Cukup jelas  

Pasal 96

Cukup jelas  

Pasal 97

Cukup jelas  

Pasal 98

Ayat (1)

Penerima Lisensi Paten yang dibatalkan, pada dasarnya dapat terus melaksanakan hak yang diperolehnya. Lisensi tersebut menjadi Lisensi atas Paten lain yang tidak dibatalkan.

Ayat (2)

Cukup jelas  

Pasal 99

Ayat (1)

Karena masalah pertahanan dan keamanan Negara, dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan nasional merupakan hal yang mendasar, wajarlah apabila Pemerintah atau pihak ketiga yang diberi izin oleh Pemerintah untuk melaksanakan Paten yang terkait.

Pengaturan ini pun dimungkinkan menurut ketentuan dalam Article 31 Persetujuan TRIPs. Contoh Invensi yang terkait dengan pertahanan dan keamanan Negara, antara lain bahan peledak, senjata api, dan amunisi.

Yang dimaksud dengan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan nasional mencakup, antara lain bidang kesehatan seperti obat-obat yang masih dilindungi Paten di Indonesia yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang berjangkit secara luas (endemi); bidang pertanian misalnya pestisida yang sangat dibutuhkan untuk menanggulangi gagalnya hasil panen secara nasional yang disebabkan oleh hama. Sebagaimana diketahui, salah satu fungsi suatu Paten adalah untuk menjamin kelangsungan hidup perekanomian negara serta mengupayakan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat di negara yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas  

Pasal 100

Cukup jelas  

Pasal 101

Cukup jelas  

Pasal 102

Cukup jelas  

Pasal 103

Cukup jelas  

Pasal 104

Cukup jelas  

Pasal 105

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan satu Invensi adalah suatu Invensi yang berupa satu produk atau alat yang kasat mata. Walaupun demikian, dapat dicakup beberapa klaim.

Ayat (2)

Cukup jelas  

Ayat (3)

Cukup jelas  

Ayat (4)

Cukup jelas  

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan kebaruan adalah bukan sekadar berbeda ciri teknisnya, melainkan juga harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis dari Invensi sebelumnya.

Pasal 106

Cukup jelas  

Pasal 107

Cukup jelas  

Pasal 108

Cukup jelas  

Pasal 109

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kecepatan kepada seorang Pemohon di Indonesia dalam mengajukan Permohonan Patennya ke beberapa negara lain yang juga merupakan anggota Paten Coorperation Treaty (PCT), dapat dengan mudah dan cepat mengajukan Permohonannya ke Indonesia.

Ayat (2)

Hal-hal yang akan dimuat dalam Peraturan Pemerintah antara lain mencakup:

a.

persyaratan administratif tambahan yang harus dipenuhi oleh Pemohon seperti: penggunaan bahasa asing yang dimungkinkan, penunjuk kantor Paten yang akan ditugaskan sebagai institusi penelusur internasional  (international search authority) dan institusi pemeriksaan pendahuluan internasional (international preliminary examination authority) oleh Pemohon, dan sebagainya;

b.

kewajiban Direktorat Jenderal sebagai kantor penerima (receiving office) atau sebagai kantor tujuan (designated office) dari sistem ini, dan sebagainya.

Pasal 110

Cukup jelas  

Pasal 111

Sebagai salah satu sumber informasi teknologi, Paten merupakan sarana bagi  peningkatan penguasaan dan kemampuan bangsa di bidang  teknologi. Oleh   karena itu, dokumentasi  dan  informasi  Paten  memiliki  arti  dan peran   yang   sangat  penting, bahkan   strategis. Untuk   itu, Direktorat Jenderal  perlu  diberi  dorongan  untuk  menyusun  sistem dokumentasi, khususnya sistem  jaringan informasi yang saling terkait dan kuat. Dalam kerangka  itu, Direktorat  Jenderal  dapat memanfaatkan kemampuan dan fasilitas  yang   dimiliki  instansi   lain, baik  milik  Pemerintah  maupun swasta, dengan kerja sama sebaik-baiknya dalam mewujudkan sistem itu. Selain itu, terbinanya  dokumentasi  dan  sistem  informasi yang baik dan tangguh, juga  bermanfaat  bagi  kelancaran pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal itu sendiri, terutama dalam melakukan pemeriksaan Paten. Masih     dalam     rangka     pembangunan     dan     pengembangan    dan pengembangan sistem dokumentasi  dan informasi Paten secara nasional, Direktorat  Jenderal  dapat  manfaatkan  kesempatan  bantuan  teknik dan kerja sama luarnegeri.  

Pasal 112

Cukup jelas  

Pasal 113

Cukup jelas  

Pasal 114

Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3)

Yang dimaksud dengan biaya tahunan untuk pertama kali adalah biaya tahunan sebelum Paten diberikan.

Untuk keperluan penghitungan, tahun pertama Permohonan dihitung sejak Tanggal Penerimaan.

Contoh penghitungan biaya tahunan yang perlu dibayarkan adalah sebagai berikut.

Permohonan yang diajukan pada tanggal 1 April 1997 dinyatakan dapat diberi Paten pada tanggal 5 Januari 2000.

Kewajiban Pemegang Paten untuk membayar biaya tahunan pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat harus dilakukan pada tanggal 4 Januari 2001.

Adapun besarnya biaya yang harus dibayarkan untuk pertama kali, yang terutama dimaksudkan untuk membayar biaya tahunan sebelum diberikannya Paten adalah sebagai berikut.

Tahun

Periode

Biaya

(rupiah)

I (1 April 1997 - 30 Maret 1998) A
II (1 April 1998 - 30 Maret 1999) B
III (1 April 1999 - 30 Maret 2000) C

Untuk 3 (tiga) tahun pertama (sejak 1 April 1997 sampai dengan 30 Maret 2000) adalah sebesar A+B+C+ rupiah. Pembayaran biaya tahunan berikutnya diperhitungkan sebagai berikut.

Untuk biaya tahunan IV (1 April 2000 - 30 Maret 2001) sebesar D rupiah dapat dibayarkan  paling  lambat   tanggal  5  Januari  2002; dan  untuk  biaya   tahunan  V

(1 April 2001 - 30 Maret 2002) sebesar E rupiah dapat dibayarkan paling lambat tanggal 5 Januari 2003,dan seterusnya.

Pasal 115

Ayat (1)

Jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut didasarkan atas pertimbangan untuk memberikan kesempatan yang cukup kepada Pemegang Paten untuk mempertimbangkan sendiri kelangsungan Patennya. Pembatalan Paten karena tidak membayar biaya tahunan diberitahukan oleh Direktorat Jenderal kepada Pemegang Paten secara tertulis. Dalam pemberitahuan tersebut dimuat tanggal berakhirnya Paten yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Biaya yang tidak dibayar selama 3 (tiga) tahun tersebut merupakan utang yang harus tetap dibayar/dilunasi oleh Pemegang Paten yang bersangkutan.

Ayat (2)

Untuk biaya tahunan XVIII, pembayarannya harus dilakukan paling lambat pada akhir tahun XVIII tersebut.

Uraian ini melanjutkan contoh penjelasan pada Pasal 114.

Pembayaran biaya tahunan XVIII (1 April 2014 - 30 Maret 2015) harus dilakukan paling lambat tanggal 5 Januari 2016.

Pembayaran biaya tahunan XIX (1 April 2015 - 30 Maret 2016) harus dilakukan paling lambat tanggal 5 Januari 2017.

Pembayaran biaya tahunan XX (1April 2016 - 30 Maret 2017) harus dilakukan paling lambat tanggal 5 Januari 2018.

Pembayaran biaya tahunan XVIII yang tidak dibayarkan pada tanggal 5 Januari 2016 mengakibatkan Paten yang bersangkutan dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal 5 Jamuari 2016. Walaupun demikian, biaya yang tidak dibayar selama 1 (satu) tahun tersebut merupakan utang yang harus tetap dibayar/dilunasi oleh Pemegang Paten yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan pembayaran biaya tahunan pada tahun-tahun berikutnya.

Ayat (3)

Cukup jelas  

Pasal 116

Ayat (1)

Merujuk kepada uraian penjelasan Pasal 114:

a.

Dalam hal biaya tahunan pertama dilakukan setelah tanggal 4 Januari 2001 (misalnya pada 1 Mei 2001), maka besarnya total biaya yang harus dibayar pada saat itu oleh Pemegang Paten adalah ( A + B + C + ) + {2,5% × 4 × (A + B + C)}

b.

Dalam hal keterlambatan pembayaran biaya tahunan pada tahun-tahun berikutnya (misalkan biaya tahunan V yang baru dibayar pada 1 Juni 2003) setelah biaya tahunan pada tahun-tahun sebelumnya (A + B + C + D) dibayar secara tepat waktu, maka total biaya yang harus dibayarkan adalah E + ) 2,5% × 5 × E).

Ayat (2)

Cukup jelas  

Ayat (3)

Cukup jelas  

Pasal 117

Cukup jelas  

Pasal 118

Ayat (1)

Cukup jelas  

Ayat (2)

Cukup jelas  

Ayat (3)

Yang dimaksudkan dengan putusan Pengadilan Niaga pada ayat ini adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 119

Ayat (1) dan Ayat (2)

Pembuktian terbalik diterapkan mengingat sulitnya penanganan sengketa Paten untuk proses. Sekalipun demikian, untuk menjaga keseimbangan kepentingan yang wajar di antara para pihak, hakim tetap diberi kewenangan memerintahkan kepada pemilik Paten untuk terlebih dahulu menyampaikanbukti salinan Sertifikat Paten bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu. Selain itu, hakim juga wajib mempertimbangkan kepentingan pihak tergugat untuk memperoleh perlindungan terhadap kerahasiaan proses yang telah diuraikannya  dalam rangka pembuktian yang harus dilakukannya di persidangan.

Pengertian proses yang dipatenkan atau Paten bagi proses,  pada dasarnya  mengacu pada istilah yang sama, yaitu Paten-proses (proses paten).

Ayat (3)

Perlindungan terhadap kerahasiaan tersebut sangat penting mengingat sifat suatu proses yang pada umumnya sangat mudah dimanipulasi atau disempurnakan oleh orang yang memiliki pengetahuan  yang umum di bidang teknik atau teknologi tertentu. Dengan demikian, atas permintaan para pihak, hakim dapat menetapkan agar persidangan  dinyatakan tertutup untuk umum.

Pasal 120

Cukup jelas   

Pasal 121

Ayat (1)

Kecuali ditentukan lain, yang dimaksud dengan juru sita dalam Undang-undang ini adalah juru sita Pengadilan Negeri Niaga.

Ayat (2)

Cukup jelas   

Ayat (3)

Cukup jelas   

Ayat (4)

Cukup jelas   

Pasal 122

Cukup jelas

Pasal 123

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kecuali ditentukan lain, yang dimaksud dengan panitera pada ayat ini adalah panitera Pengadilan Negeri/Niaga.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan berkas perkara kasasi dalam Pasal ini adalah permohonan kasasi, dan/atau kontra memori kasasi serta dokumen lainnya.

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Ayat (10)

Cukup jelas

Ayat (11)

Cukup jelas

Ayat (12)

Cukup jelas

Ayat (13)

Cukup jelas

Pasal 124

Yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah negosiasi,mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Pasal 125

Huruf a

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar sehingga atas permintaan pemohon. Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masknya barang yang diduga melanggar Paten ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Pasal 126

Cukup jelas

Pasal 127

Cukup jelas

Pasal 128

Cukup jelas

Pasal 129

Cukup jelas

Pasal 130

Cukup jelas

Pasal 131

Cukup jelas

Pasal 132

Cukup jelas

Pasal 133

Cukup jelas

Pasal 134

Cukup jelas

Pasal 135

Huruf a

Dikecualikannya importasi produk farmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a pada Pasal ini adalah untuk menjamin adanya harga yang wajar dan memenuhi rasa keadilan dari produk farmasi yang sangat dibutuhkan bagi kesehatan manusia.ketentuan ini dapat digunakan apabila harga suatu produk di Indonesia sangat mahal dibandingkan dengan harga yang telah beredar secara sah di pasar internasional.

Huruf b

Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam huruf b pada Pasal ini adalah untuk menjamin tersedianya produk farmasi oleh pihak lain setelah berakhirnya masa perlindungan Paten. Dengan demikian, harga produk farmasi yang wajar dapat diupayakan.

Yang dimaksud dengan proses perizinan dalam huruf ini adalah proses untuk pengurusan izin edar dan izin produksi atas suatu produk farmasi pada instansi terkait.

Pasal 136

Cukup jelas

Pasal 137

Cukup jelas

Pasal 138

Cukup jelas

Pasal 139

Cukup jelas

 

             TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4130