PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2001
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
I. |
UMUM |
||||
|
Sejalan dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan yang besar kepada DPRD yang merupakan lembaga perwakilan masyarakat daerah sebagai wujud pelaksanaan sistem demokrasi di Indonesia. |
||||
|
Salah satu fungsi DPRD yang penting adalah fungsi legitimasi, yaitu peranan DPRD dalam membangun dan mengusahakan dukungan bagi kebijakan dan keputusan Pemerintah Daerah agar diterima oleh masyarakat luas. Dalam hal ini DPRD menjembatani Pemerintah Daerah dengan rakyat dan mengusahakan kesepakatan maupun dukungan terhadap sistem politik secara keseluruhan maupun terhadap kebijakan spesifik tertentu. DPRD menjadi mitra Pemerintah Daerah dengan memberikan atau mengusahakan dukungan yang diperlukan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
||||
|
Guna mewujudkan lembaga DPRD supaya berfungsi seperti keinginan tersebut di atas, perlu diatur kedudukan, susunan, tugas wewenang, hak dan kewajiban pelaksanaan tugas DPRD dalam suatu perundang-undangan. |
||||
II. |
PASAL DEMI PASAL |
||||
Pasal 1 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 2 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 3 |
|||||
Ayat (1) |
|||||
|
|
|
Sebagai unsur pemerintahan daerah, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya DPRD berpegang kepada prinsip-prinsip otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
||
Ayat (2) |
|||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan sejajar dan menjadi mitra dalam ayat ini adalah bahwa DPRD dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab yang sama dalam mewujudkan Pemerintahan Daerah yang efisien, efektif, dan transparan dalam rangka memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat demi terjaminnya produktivitas dan kesejahteraan masyarakat di daerah. |
||
Pasal 4 |
|||||
|
|
Keanggotaan DPRD menjadi resmi apabila telah dilaksanakan pengambilan sumpah/janji setelah ditetapkan Surat Keputusan Pengesahan Peresmian Keanggotaan dari Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk keanggotaan DPRD Propinsi atau Surat Keputusan Pengesahan Peresmian Keanggotaan dari Gubernur untuk keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota. |
|||
Pasal 5 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 6 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 7 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 8 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 9 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 10 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 11 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 12 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 13 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 14 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 15 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 16 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 17 |
|||||
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan melalui empat tahapan pembicaraan, yaitu tahap I, II, III, dan IV. |
|||||
Pembicaraan tahap I meliputi : |
|||||
a. |
penjelasan Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan daerah yang berasal dari Kepala Daerah; |
||||
b. |
penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi/Pimpinan Rapat Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus atas nama DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah usul prakarsa. |
||||
Pembicaraan tahap II meliputi : |
|||||
a. |
dalam hal Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah : |
||||
1) |
pemandangan umum dalam Rapat Paripurna oleh para Anggota yang membawakan suara Fraksinya terhadap Rancangan Peraturan Daerah; |
||||
2) |
jawaban Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Pemandangan umum para anggota. |
||||
b. |
dalam hal Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD : |
||||
1) |
pendapat Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan Daerah; |
||||
2) |
jawaban Pimpinan Komisi, Pimpinan Rapat Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus atas nama DPRD dalam Rapat Paripurna terhadap pendapat Kepala Daerah. |
||||
Pembicaraan tahap III ialah pembahasan dalam Rapat Komisi/Rapat Gabungan Komisi atau rapat Panitia Khusus, yang dilakukan bersama-sama dengan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. |
|||||
Pembicaraan tahap IV meliputi : |
|||||
a. |
pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului dengan : |
||||
1) |
laporan hasil pembicaraan tahap III; |
||||
2) |
pendapat akhir Fraksi yang disampaikan oleh Anggotanya. |
||||
b. |
pemberian kesempatan kepada Kepala Daerah untuk menyampaikan sambutan terhadap pengambilan Keputusan tersebut. |
||||
Pasal 18 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 19 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 20 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 21 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 22 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 23 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 24 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 25 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 26 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 27 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 28 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 29 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 30 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 31 |
|||||
Bersifat kolektif dalam hal ini berarti tanggung jawab pelaksanaan tugas pimpinan merupakan tanggung jawab bersama Ketua dan Wakil-wakil Ketua. |
|||||
Pasal 32 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 33 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 34 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 35 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 36 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 37 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 38 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 39 |
|||||
Pembuktian sangkaan tindak pidana atas Ketua atau Wakil-wakil Ketua dilakukan melalui proses peradilan sesuai Perundang-undangan yang berlaku. |
|||||
Pasal 40 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 41 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 42 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 43 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 44 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 45 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 46 |
|||||
Yang dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan-peraturan yang terkait dengan susunan dan kedudukan DPRD maupun yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah lainnya. Misalnya dalam peraturan perundangan yang terkait dengan Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur tentang Rapat Paripurna Khusus Tingkat Pertama dan Rapat Paripurna Khusus Tingkat Kedua, DPRD mengatur tata cara rapat paripurna seperti ini sesuai kebutuhan pokoknya, yaitu pada saat pemilihan Kepala Daerah. |
|||||
Pasal 47 |
|||||
|
|
Cukup jelas |
|||
Pasal 48 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 49 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 50 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 51 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 52 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 53 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 54 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 55 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
Pasal 56 |
|||||
Cukup jelas |
|||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4070 |