
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
| 
     Menimbang  | 
    
     :  | 
    
     a.  | 
    
     bahwa atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, Proklamasi Kemerdekaan telah mengantarkan bangsa Indonesia menuju cita-cita berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     b.  | 
    
     bahwa pemerintahan negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     c.  | 
    
     bahwa tugas pokok bangsa selanjutnya adalah menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan itu serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     d.  | 
    
     bahwa untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Nasional;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     e.  | 
    
     bahwa agar dapat disusun perencanaan pembangunan Nasional yang dapat menjamin tercapainya tujuan negara perlu adanya sistem perencanaan pembangunan Nasional;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     f.  | 
    
     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;  | 
  ||
| 
     Mengingat  | 
    
     :  | 
    
     1.  | 
    |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     2.  | 
    
     
    Undang undang Nomor 17 Tahun 2003 
    tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 
    47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287);  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Dengan Persetujuan Bersama  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     MEMUTUSKAN :  | 
  |||
| 
     Menetapkan  | 
    
     :  | 
    
     UNDANG 
    UNDANG TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    BAB I  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Dalam 
    Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan :  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     1.  | 
    
     Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     2.  | 
    
     Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     3.  | 
    
     Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     4.  | 
    
     Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RTJP, adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     5.  | 
    
     Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     6.  | 
    
     Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     7.  | 
    
     Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     8.  | 
    
     Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     9.  | 
    
     Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     10.  | 
    
     Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     11.  | 
    
     Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     12.  | 
    
     Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     13.  | 
    
     Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     14.  | 
    
     Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     15.  | 
    
     Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     16.  | 
    
     Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     17.  | 
    
     Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     18.  | 
    
     Program Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sekumpulan rencana kerja suatu Kementerian/Lembaga atau Satuan Kerja Perangkat Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     19.  | 
    
     Program Lintas Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sekumpulan rencana kerja beberapa Kementerian/Lembaga atau beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     20.  | 
    
     Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah adalah sekumpulan rencana kerja terpadu antar Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah mengenai suatu atau beberapa wilayah, Daerah, atau kawasan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     21.  | 
    
     Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     22.  | 
    
     Menteri adalah pimpinan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     23.  | 
    
     Kepala 
    Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan 
    tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di Daerah Provinsi, Kabupaten, atau 
    Kota adalah kepala badan perencanaan pembangunan Daerah yang selanjutnya 
    disebut Kepala Bappeda.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB II 
    ASAS DAN TUJUAN  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Perencanaan Pembangunan Nasional disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan Asas Umum Penyelenggaraan Negara.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Sistem 
    Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk :  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     a.  | 
    
     mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     b.  | 
    
     menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     c.  | 
    
     menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     d.  | 
    
     mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     e.  | 
    
     
    menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, 
    berkeadilan, dan berkelanjutan.  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB III 
    RUANG LINGKUP  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     
    Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
    menghasilkan :  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     a.  | 
    
     rencana pembangunan jangka panjang;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     b.  | 
    
     rencana pembangunan jangka menengah; dan  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     c.  | 
    
     rencana pembangunan tahunan.  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 4  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     RPJP Nasional merupakan penjabaran dan tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     RKP 
    merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, 
    rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara 
    menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, 
    kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang 
    bersifat indikatif.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 5  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memeperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     RKPD 
    merupakan penjabaran dan RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan 
    kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan 
    pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang 
    ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 6  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Renstra-KL memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     
    Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada 
    prioritas pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, 
    program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh 
    Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 7  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     
    Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada 
    RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang 
    dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan 
    mendorong partisipasi masyarakat.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB IV 
    TAHAPAN PERENCANAAN  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Tahapan 
    Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi :  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     a.  | 
    
     penyusunan rencana;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     b.  | 
    
     penetapan rencana;  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     c.  | 
    
     pengendalian pelaksanaan rencana; dan  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     d.  | 
    
     
    evaluasi pelaksanaan rencana.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 9  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     
    Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan :  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     a.  | 
    
     penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     b.  | 
    
     musyawarah perencanaan pembangunan; dan  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     c.  | 
    
     
    penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Penyusunan RPJM Nasional/Daerah dan RKP/RKPD dilakukan melalui urutan kegiatan :  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     a.  | 
    
     penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     b.  | 
    
     penyiapan rancangan rencana kerja;  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     c.  | 
    
     musyawarah perencanaan pembangunan; dan  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     d.  | 
    
     
    penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB V 
    PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Menteri menyiapkan rancangan RPJP Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     
    Rancangan RPJP Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rancangan 
    RPJP Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan utama bagi 
    Musrenbang.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 11  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Musrenbang diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara Negara dengan mengikut sertakan masyarakat.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Menteri menyelenggarakan Musrenbang Jangka Panjang Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Jangka Panjang Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     
    Musrenbang Jangka Panjang Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan 
    Musrenbang Jangka Panjang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) 
    dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya periode RPJP 
    yang sedang berjalan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 12  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Menteri menyusun rancangan akhir RPJP Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang 
    Jangka Panjang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 13  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     RPJP Nasional ditetapkan dengan Undang-Undang.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     RPJP 
    Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Bagian Kedua 
    Rencana Pembangunan Jangka Menengah  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Menteri menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional agar penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ke dalam strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, 
    misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan Daerah, 
    kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan 
    Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 15  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Menteri menyusun rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan rancangan Renstra-KL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berpedoman pada RPJP Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyusun rancangan RPJM Daerah dengan menggunakan rancangan 
    Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berpedoman pada RPJP 
    Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 16  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Rancangan RPIM Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan rancangan RPJM Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Musrenbank Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara Negara dan mengikut sertakan masyarakat.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Menteri menyelenggarakan Musrenbang Jangka Menengah Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Jangka Menengah Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 17  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Musrenbang Jangka Menengah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Presiden dilantik.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     
    Musrenbang Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 
    (4), dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 18  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Menteri menyusun rancangan akhir RPJM Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang 
    Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 19  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Renstra-KL ditetapkan dengan peraturan pimpinan Kementerian/Lembaga setelah disesuaikan dengan RPJM Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah dilantik.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     
    Renstra-SKPD ditetapkan dengan peraturan pimpinan Satuan Kerja Perangkat 
    Daerah setelah disesuaikan dengan RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (3).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Bagian Ketiga  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Menteri menyiapkan rancangan awal RKP sebagai penjabaran dan RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 21  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan berpedoman pada Renstra-KL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Menteri mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan rancangan Renja-KL sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan berpedoman pada Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan 
    Renja-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 22  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Rancangan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan rancangan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) menjadi bahan bagi Musrenbang.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP dan RKPD diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Menteri menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKP.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 23  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Musrenbang penyusunan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dilaksanakan paling lambat bulan April.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Musrenbang penyusunan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dilaksanakan paling lambat bulan Maret.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Menteri mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan menggunakan rancangan Renja-KL sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan berpedoman pada Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (5)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan 
    Renja-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 24  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Menteri menyusun rancangan akhir RKP berdasarkan hasil Musrenbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala 
    Bappeda menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 25  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     RKP menjadi pedoman penyusunan RAPBN.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     RKPD 
    menjadi pedoman penyusunan RAPBD.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 26  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     RKP ditetapkan dengan Peraturan Presiden.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     RKPD 
    ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 27  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Nasional, RPJM Nasional, Renstra-KL, RKP, Renja-KL, dan pelaksanaan Musrenbang diatur dengan Peraturan Pemerintah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM 
    Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah 
    diatur dengan Peraturan Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB VI 
    PENGENDALIAN DAN EVALUASI  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Menteri/Kepala 
    Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana 
    pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja 
    Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 29  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Pimpinan Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Kementerian/Lembaga periode sebelumnya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah periode sebelumnya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Menteri/Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     Hasil 
    evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan bagi penyusunan 
    rencana pembangunan Nasional/Daerah untuk periode berikutnya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 30  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian dan evaluasi 
    pelaksanaan rencana pembangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB VII 
    DATA DAN INFORMASI  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan 
    dapat dipertanggungjawabkan.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    BAB VIII  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas Perencanaan Pembangunan Nasional.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Dalam menyelenggarakan Perencanaan Pembangunan Nasional, Presiden dibantu oleh Menteri.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Pimpinan Kementerian/Lembaga menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     
    Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat mengkoordinasikan pelaksanaan 
    perencanaan tugas-tugas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 33  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Kepala Daerah menyelenggarakan dan bertanggungjawab atas perencanaan pembangunan Daerah didaerahnya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Kepala Bappeda.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     
    Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi 
    perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    BAB IX  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     Sebelum RPJP Nasional menurut ketentuan dalam Undang-undang ini ditetapkan, penyusunan RPJM Nasional tetap mengikuti ketentuan Pasal 4 ayat (2) dengan mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman, kecuali ditentukan lain dalam peraturan per Undang-undangan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     Sebelum RPJP Nasional menurut ketentuan dalam Undang-undang ini ditetapkan, penyusunan RPJP Daerah tetap mengikuti ketentuan Pasal 5 ayat (1) dengan mengesampingkan RPJP Nasional sebagai pedoman, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     Sebelum 
    RPJP Daerah menurut ketentuan dalam Undang-undang ini ditetapkan, penyusunan 
    RPJM Daerah tetap mengikuti ketentuan Pasal 5 ayat (2) dengan 
    mengesampingkan RPJP Daerah sebagai pedoman, kecuali ditentukan lain dalam 
    peraturan perundang-undangan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     BAB X 
    KETENTUAN PENUTUP  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Rencana 
    Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan jangka Menengah 
    Nasional menurut Undang-undang ini ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan 
    setelah diundangkannya Undang-undang ini.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 36  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-undang ini 
    ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pasal 37  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Agar 
    setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang undang ini 
    dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Disahkan di Jakarta  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     MEGAWATI SOEKARNOPUTRI  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
  
| 
     
    Diundangkan di Jakarta  | 
  |||||
| 
     SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,  | 
  |||||
| 
     
  | 
  |||||
| 
     ttd.  | 
  |||||
| 
     
  | 
  |||||
| 
     BAMBANG KESOWO  | 
  |||||
| 
     
  | 
  |||||
| 
     LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 104  | 
  |||||
PENJELASAN
ATAS
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
 
 
| 
     I.  | 
    
     UMUM  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     1.  | 
    
     Dasar Pemikiran  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan yaitu :  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (1)  | 
    
     penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (2)  | 
    
     ditiadakannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan Nasional; dan  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (3)  | 
    
     diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     GBHN 
    yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPRRI) 
    berfungsi sebagai landasan perencanaan pembangunan Nasional sebagaimana 
    telah dilaksanakan dalam praktek ketatanegaraan selama ini. Ketetapan MPR RI 
    ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk 
    Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh 
    saran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang selanjutnya 
    Pemerintah bersama DPR RI menyusun APBN.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     2.  | 
    
     Ruang Lingkup.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Undang-Undang ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     3  | 
    
     Proses Perencanaan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Undang-Undang ini mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu :  | 
  ||
| 
     (1)  | 
    
     politik;  | 
  |||
| 
     (2)  | 
    
     teknokratik;  | 
  |||
| 
     (3)  | 
    
     partisipatif;  | 
  |||
| 
     (4)  | 
    
     atas-bawah (top-down), dan  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (5)  | 
    
     bawah-atas (bottom-up).  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
    Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah 
    proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya 
    berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon 
    Presiden/Kepala Daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah 
    penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala 
    Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.  | 
  ||
| 
     (1)  | 
    
     penyusunan rencana;  | 
  |||
| 
     (2)  | 
    
     penetapan rencana;  | 
  |||
| 
     (3)  | 
    
     pengendalian pelaksanaan rencana; dan  | 
  |||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     (4)  | 
    
     evaluasi pelaksanaan rencana.  | 
  |
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. 
    Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk 
    menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang 
    terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan 
    rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. 
    Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan 
    rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang 
    telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat 
    (stake-holders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan 
    masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan 
    pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir 
    rencan pembangunan.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     4.  | 
    
     Sistematika  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     Undang-Undang ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : Ketentuan Umum, Asas dan Tujuan, Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Nasional, Tahapan Perencanaan Pembangunan Nasional, Penyusunan dan Penetapan Rencana Kelembagaan, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.  | 
  ||
| 
     
  | 
    
     PASAL DEMI PASAL  | 
  |||
| 
     Pasal 1  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 2  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (3)  | 
  ||||
| 
     Yang dimaksud dengan "Asas Umum Penyelenggaraan Negara" adalah meliputi :  | 
  ||||
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     1.  | 
    
     Asas "kepastian hukum" yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     2.  | 
    
     Asas "tertib penyelenggaraan negara" yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara;  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     3.  | 
    
     Asas "kepentingan umum" yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;  | 
  
| 
     
  | 
    
     
  | 
    
     
  | 
    
     4.  | 
    
     Asas "keterbukaan" yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrimantif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;  | 
  
| 
     5.  | 
    
     Asas "proporsionalitas" yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;  | 
  |||
| 
     6.  | 
    
     Asas "profesionalitas" yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan  | 
  |||
| 
     7.  | 
    
     Asas "akuntabilitas" yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  | 
  |||
| 
     Ayat (4)  | 
  ||||
| 
     Huruf a  | 
  ||||
| 
     Yang 
    dimaksud dengan "pelaku pembangunan" adalah Pemerintah (Pusat, Provinsi, 
    Kabupaten, dan Kota), dunia usaha, dan masyarakat.  | 
  ||||
| 
     Huruf b  | 
  ||||
| 
     Yang 
    dimaksud dengan "Daerah" adalah batas suatu wilayah yang secara 
    administratif mempunyai batasan tertentu.  | 
  ||||
| 
     Huruf c  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Huruf d  | 
  ||||
| 
     Yang dimaksud dengan "masyarakat" adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, penerima manfaat maupun penanggung risiko. Yang dimaksud dengan "partisipasi masyarakat" adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencan pembangunan.  | 
  ||||
| 
     Huruf e  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 3  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Yang 
    dimaksud dengan "perencanaan makro" adalah suatu perencanaan yang berada 
    pada tataran kebijakan Nasional.  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (3)  | 
  ||||
| 
     Pembangunan Nasional meliputi pembangunan Pusat dan Daerah.  | 
  ||||
| 
     Pasal 4  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Arah pembangunan Nasional adalah strategi untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang.  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     
    Pengertian wilayah mengacu pada ruang yang merupakan kesatuan geografis 
    beserta segenap unsur terkait, yang batas dan sistemnya ditentukan 
    berdasarkan aspek fungsional.  | 
  ||||
| 
     Ayat (3)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 5  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     Rencana 
    Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPIM Daerah) dalam ayat ini merupakan 
    Rencana Strategis Daerah (Renstrada).  | 
  ||||
| 
     Ayat (3)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 6  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 7  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 8  | 
  ||||
| 
     Keempat tahapan perencanaan ini dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus yang utuh.  | 
  ||||
| 
     Pasal 9  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 10  | 
  ||||
| 
     Pasal 11  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 12  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     
  | 
    
     Pasal 13  | 
  |||
| 
     RPJP untuk Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun, dan untuk Daerah Provinsi Papua ditetapkan dengan Perdasus dan Perdasi.  | 
  ||||
| 
     Pasal 14  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 15  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 16  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 17  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 18  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 19  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 20  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 21  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 22  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     Penyelenggaraan Musrenbang dalam rangka penyusunan RKP dan RKPD selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat dan pemuka agama, serta kalangan dunia usaha.  | 
  ||||
| 
     Ayat (3)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (4)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 23  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 24  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 25  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 26  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 27  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 28  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     Yang dimaksud dengan "pemantauan" adalah melihat kesesuaian pelaksanaan perencanaan dengan arah, tujuan, dan ruang lingkup yang menjadi pedoman dalam rangka menyusun perencanaan berikutnya.  | 
  ||||
| 
     Pasal 29  | 
  ||||
| 
     Ayat (1)  | 
  ||||
| 
     Yang 
    dimaksud dengan "evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan" adalah 
    kegiatan penilaian kinerja yang diukur dengan efisiensi, efektifitas, dan 
    kemanfaatan program serta keberlanjutan pembangunan.  | 
  ||||
| 
     Ayat (2)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (3)  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Ayat (4  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 30  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 31  | 
  ||||
| 
     Yang 
    dimaksud dengan "data" adalah keterangan objektif tentang suatu fakta baik 
    dalam bentuk kuantitatif, kualitatif, maupun gambar visual (images) yang 
    diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang sudah terkumpul 
    dalam bentuk cetakan atau perangkat penyimpan lainnya.  | 
  ||||
| 
     Pasal 32  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 33  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 34  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 35  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 36  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
| 
     Pasal 37  | 
  ||||
| 
     Cukup jelas  | 
  ||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4421.