PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2005
TENTANG
TATACARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
UMUM
Sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasil yang
dicapai, maka
produktivitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional perlu ditingkatkan
lagi, sehingga peran dan
sumbangannya dalam pembangunan dapat memberikan hasil yang optimal bagi
peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Salah satu kekuatan ekonomi nasional yang perlu ditingkatkan produktivitas dan
efisiensinya adalah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) khususnya Persero.
Untuk dapat mengoptimalkan peranannya dan mampu mempertahankan keberadaannya
dalam perkembangan
ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya
korporasi dan
profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya.
Pengurusan dan
pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tatakelola
perusahaan yang baik (good
corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus
dilakukan melalui langkah-langkah
restrukturisasi dan Privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk
menciptakan iklim usaha yang kondusif
sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan
restrukturisasi perusahaan meliputi
penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan
keuangan. Privatisasi
bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat
dan cara pembenahan
BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk di dalamnya adalah
peningkatan kinerja dan
nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur
keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang
sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi
global, penyebaran
kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik.
Dengan dilakukannya Privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan
negara atas BUMN yang
bersangkutan menjadi berkurang atau hilang, karena negara tetap menjalankan
fungsi penguasaan melalui
regulasi sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.
Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem
perekonomian nasional,
terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan telah
diamanatkan pula oleh Majelis
PermusReplacement Stringaratan Rakyat (MPR) melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999
tentang Garis-
garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Ketetapan MPR tersebut menggariskan
bahwa BUMN, terutama
yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan
disehatkan melalui restrukturisasi,
dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada
dalam sektor yang telah
kompetitif didorong untuk Privatisasi.
Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara, maka
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan untuk dapat lebih memberikan pedoman bagi
pelaksanaan program
Privatisasi Persero. Namun demikian dalam melaksanakan program Privatisasi,
Pemerintah tidak dapat
bertindak sendiri. Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi
kriteria yang telah ditentukan
perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR-RI. Hal ini perlu dilakukan
untuk mengurangi resistensi dari
masyarakat luas karena DPR-RI merupakan representasi dari masyarakat Indonesia.
Konsultasi kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dilakukan dengan harapan pelaksanaan
Privatisasi dapat dilaksanakan
dengan lancar.
Adapun Persero yang dapat diprivatisasi sekurang-kurangnya memenuhi kriteria,
yaitu industri/sektor
usahanya kompetitif atau industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat
berubah. Sedangkan Persero
yang tidak dapat diprivatisasi adalah Persero yang bidang usahanya berdasarkan
peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN, Persero yang bergerak di sektor usaha
yang berkaitan dengan
pertahanan dan keamanan negara, Persero yang bergerak di sektor tertentu yang
oleh Pemerintah diberikan
tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat, dan
Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas
berdasarkan peraturan
perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang Privatisasi Persero, sepanjang
dimungkinkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor tempat Persero yang bersangkutan
melakukan kegiatan usahanya.
Sedangkan Perusahaan Umum (Perum), menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan
Usaha Milik Negara tidak dimungkinkan untuk diprivatisasi. Persero dapat
diprivatisasi karena selain
dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanya
Persero yang telah
bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif. Pelaksanaan Privatisasi senantiasa
memperhatikan manfaat
bagi rakyat.
Sejalan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara, Peraturan
Pemerintah ini juga menetapkan kriteria Persero apa saja yang dapat
diprivatisasi dan Persero apa saja yang
tidak dapat diprivatisasi. Selain itu, diatur pula mengenai cara Privatisasi dan
prosedur Privatisasi. Dalam
rangkaian kegiatan pelaksanaan Privatisasi, Menteri menetapkan program tahunan
Privatisasi yang memuat
hasil seleksi dan penetapan Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi
yang akan digunakan dan jenis
serta rentangan jumlah saham yang akan dijual. Menteri juga menetapkan lembaga
dan/atau profesi
penunjang lainnya untuk membantu pelaksanaan Privatisasi. Namun demikian dalam
penunjukan lembaga
dan/atau profesi penunjang dimaksud dituntut pula keterlibatan aktif manajemen
Persero yang terwakili dalam
keanggotaan tim Privatisasi.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 dan Pasal 2 |
|||||
|
Cukup jelas. |
||||
Pasal 3 |
|||||
|
Ayat (1) dan Ayat (2) |
||||
|
|
Dalam pengusulan RAPBN kepada DPR-RI, pemerintah menyertakan daftar BUMN yang akan diprivatisasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan untuk memenuhi target penerimaan negara dari hasil Privatisasi yang direncanakan dalam RAPBN tersebut. Dengan demikian, persetujuan yang diberikan oleh DPR-RI atas RAPBN dimaksud sudah termasuk didalamnya persetujuan atas rencana privatisasi BUMN-BUMN yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Rencana privatisasi yang telah disetujui DPR-RI tersebut selanjutnya
dituangkan dalam
program tahunan privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini. |
|||
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "kondisi pasar" adalah kondisi pasar domestik dan internasional. |
|||
Pasal 4 |
|||||
|
Yang dimaksud dengan "saham dalam simpanan" adalah saham portepel atau saham yang belum dikeluarkan oleh Persero, sedangkan yang dimaksud dengan penjualan saham dalam simpanan termasuk penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifat ekuitas. |
||||
Pasal 5 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar
modal"
antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial
Public
Offering/go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain
yang bersifat ekuitas. |
||
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "penjualan saham langsung kepada Investor" adalah penjualan saham kepada mitra strategis (directplacement) atau kepada investor lainnya termasuk investor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham Persero yang belum terdaftar di bursa. |
||
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "penjualan saham kepada manajemen (Management Buy Out/MBO) dan/atau karReplacement Stringan (Employee Buy Out/EBO)" adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung kepada manajemen dan/atau karReplacement Stringan Persero yang bersangkutan. Dalam hal manajemen dan/atau karReplacement Stringan tidak dapat membeli sebagian besar atau seluruh saham, maka penawaran kepada manajemen dan/atau karReplacement Stringan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka. Yang dimaksud dengan manajemen adalah Direksi. |
||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri antara lain diatur mengenai kriteria dan cara Privatisasi dengan cara penjualan saham kepada manajemen (MBO) dan/atau karReplacement Stringan (EBO). Bagi Persero yang tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, pemberlakuan Peraturan Menteri dimaksud harus ditetapkan/dikukuhkan dalam RUPS. |
|||
Pasal 6 |
|||||
|
Dalam menentukan cara Privatisasi perlu diperhatikan beberapa faktor di antaranya: |
||||
|
a. |
berdasarkan hasil kajian, cara yang dipilih adalah yang terbaik; |
|||
|
b. |
kondisi pasar modal, terutama dalam rangka menstimulasi pertumbuhan pasar modal |
|||
|
c. |
kebutuhan modal Persero dalam rangka meningkatkan perputaran arus kas, modal kerja dan investasi; |
|||
|
d. |
prospek usaha Persero |
|||
|
e. |
kebutuhan teknologi baru dan keahlian manajemen oleh Persero; |
|||
|
f. |
perluasan jaringan usaha Persero; |
|||
|
g. |
peningkatan efisiensi dan pelayanan masyarakat; |
|||
|
h. |
perluasan kepemilikan saham kepada masyarakat; |
|||
|
i. |
peningkatan prestasi kerja manajemen dan karReplacement Stringan; |
|||
|
j. |
kemungkinan penjualan kepada karReplacement Stringan dan/atau manajemen; |
|||
|
k |
keperluan dana oleh negara. |
|||
Pasal 7 |
|||||
|
Yang dimaksud dengan "industri/sektor usaha kompetitif" adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, seperti BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut atau sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN. Yang dimaksud dengan "industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah" adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya tersebut. Pelaksanaan privatisasi BUMN dengan kriteria tersebut di atas juga harus memperhatikan manfaat eksternalitas dan kinerja dari BUMN yang akan diprivatisasi. BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas rendah dan kinerja rendah dapat dijual atau dilikuidasi. Terhadap BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas rendah tetapi kinerja tinggi, Pemerintah dapat menjual atau mendatangkan investor baru. BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas tinggi dan kinerja tinggi perlu dipertahankan namun Pemerintah tidak perlu memilikinya 100 %. Terhadap BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas tinggi tetapi kinerja rendah, Pemerintah perlu melakukan upaya pemberdayaan atau revitalisasi untuk meningkatkan kinerja. |
||||
Pasal 8 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Pendirian perusahaan dimaksud adalah pendirian anak perusahaan, dan selanjutnya saham milik Persero pada anak perusahaan tersebut dijual. |
|||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 9 |
|||||
|
Huruf a |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Huruf b |
||||
|
|
Persero yang termasuk dalam kategori ini tidak hanya terbatas pada Persero yang core bussinessnya terkait langsung dengan pertahanan keamanan, namun termasuk Persero Lain yang apabila dijual dapat mempengaruhi kepentingan pertahanan keamanan. Persero kategori ini ditetapkan berdasarkan masukan dari Departemen Pertahanan dan/atau Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Republik Indonesia. |
|||
|
Huruf c |
||||
|
|
Persero seperti ini adalah Persero yang kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada penugasan Pemerintah tersebut, terutama subsidi Pemerintah. |
|||
|
Huruf d |
||||
|
|
Cukup jelas |
|||
Pasal 10 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Cukup jelas |
|||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Menteri Teknis sebagai regulator di sektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha, menjadi anggota Komite Privatisasi hanya dalam Privatisasi Persero yang menjalankan usaha di bidang regulasinya. |
|||
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Cukup jelas |
|||
Pasal 11 |
|||||
|
Huruf a |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "kebijakan umum" adalah rumusan kebijakan yang berkaitan dengan arah dan peranan Privatisasi dalam kerangka ekonomi nasional. Yang dimaksud dengan "persyaratan pelaksanaan Privatisasi" adalah persyaratan-persyaratan tertentu yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro yang perlu diperhatikan oleh Menteri dalam pelaksanaan Privatisasi. |
|||
|
Huruf b |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "menetapkan langkah-langkah" adalah langkah-langkah yang perlu diambil oleh Komite Privatisasi yang berkaitan dengan penetapan kebijakan umum Privatisasi. |
|||
|
Huruf c |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 12 |
|||||
|
Ayat (1) dan Ayat (2) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Penyampaian program tahunan Privatisasi kepada Menteri Keuangan dapat dilakukan sekaligus dalam kapasitas Menteri Keuangan selaku anggota Komite Privatisasi. Rekomendasi Menteri Keuangan dapat diberikan dalam rapat Komite Privatisasi yang dituangkan dalam keputusan Komite Privatisasi. |
|||
|
Ayat (4) |
||||
|
|
Dalam hal jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka Komite Privatisasi dan Menteri Keuangan dianggap menyetujui. |
|||
|
Ayat (5) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Ayat (6) |
||||
|
|
Sosialisasi program tahunan Privatisasi dilakukan kepada internal perusahaan, masyarakat, dan stakeholder lainnya, antara lain dengan cara langsung, melalui media cetak, atau media elektronik. Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan sosialisasi dimaksud kepada Direksi Persero. |
|||
|
Ayat (7) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Ayat (8) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "langkah-langkah pelaksanaan" antara lain penunjukan profesi dan/atau lembaga penunjang, penyusunan konsep perjanjian yang diperlukan, konsep perubahan anggaran dasar, rancangan peraturan pemerintah, dan pelaksanaan RUPS. Termasuk dalam "langkah-langkah pelaksanaan", apabila dipandang perlu, Menteri dapat membentuk Tim Privatisasi. |
|||
|
Ayat (9) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "kondisi tertentu" adalah adanya perubahan situasi perekonomian yang fundamental, dan kondisi pasar yang kurang mendukung terhadap Persero yang telah diprogramkan dalam rencana tahunan Privatisasi, sementara kebutuhan pemenuhan APBN sangat mendesak. |
|||
|
Ayat (10) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 13 |
|||||
|
Lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat ini, dapat terdiri atas: penjamin pelaksana emisi, akuntan publik, konsultan hukum, penilai, notaris, biro administrasi efek, penasihat keuangan, spesialis industri, public relation agency, dan perusahaan percetakan. |
||||
Pasal 14 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Dalam hal dibentuk Tim Privatisasi, Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan seleksi lembaga dan atau profesi penunjang serta profesi lainnya tersebut kepada Tim Privatisasi. |
|||
|
Ayat (2) dan Ayat (3) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Ayat (4) |
||||
|
|
Untuk jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah peserta seleksi karena sifatnya yang khusus dan keberadaanya terbatas. Spesialis industri tersebut. antara lain competent person di bidang pertambangan dan traffic forecaster di bidang kebandarudaraan. |
|||
|
Ayat (5) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 15 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Larangan ini dimaksudkan agar penasihat keuangan tetap independen dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pengambilan keputusan secara profesional. Yang dimaksud dengan "memiliki hubungan afiliasi" adalah hubungan yang timbul akibat adanya kepentingan yang sama dari beberapa pihak yang dapat merugikan proses Privatisasi itu sendiri. |
|||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 16 dan Pasal 17 |
|||||
|
Cukup jelas. |
||||
Pasal 18 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Mengingat hasil Privatisasi diperoleh setelah Privatisasi dilaksanakan, maka kebutuhan biaya Privatisasi dapat ditanggung terlebih dahulu oleh Persero yang bersangkutan yang kemudian diganti setelah Privatisasi dilaksanakan. Penetapan biaya Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan pula market practice yang berlaku pada sektor tempat Persero dimaksud melakukan kegiatan usaha. |
|||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
Yang termasuk "biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya" adalah fee serta out of pocket expenses/OPE lembaga dan/atau profesi tersebut. |
||
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
Yang termasuk "biaya operasional Privatisasi" adalah biaya sosialisasi dan honorarium Tim Privatisasi (apabila dibentuk). |
||
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Dalam hal rencana Privatisasi yang ditunda atau yang tidak dapat dilaksanakan adalah rencana privatisasi terhadap saham milik negara, maka biaya yang telah dikeluarkan dapat ditetapkan oleh RUPS untuk dibebankan/dibiayakan kepada perusahaan. |
|||
Pasal 19 |
|||||
|
Pengeluaran yang merupakan biaya privatisasi dilakukan secara efisien dengan tetap mempertimbangkan kepentingan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya yang diikutsertakan. Dalam hal dibentuk Tim Privatisasi oleh Menteri maka Tim Privatisasi dapat mengusulkan besarnya biaya privatisasi yang akan ditetapkan oleh Menteri. |
||||
Pasal 20 dan Pasal 21 |
|||||
|
Cukup jelas. |
||||
Pasal 22 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
Huruf a. |
|||
|
|
|
Pembukaan rekening penampungan (escrow account) oleh penjamin pelaksana emisi dilakukan dalam hal Privatisasi dengan cara Initial Public Offering/IPO, sedangkan pembukaan rekening penampungan (escrow account) oleh penasihat keuangan dilakukan dalam hal Privatisasi dengan cara strategic sales, MBO dan/atau EBO. |
||
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
Dengan pengaturan ini, maka segala administrasi keuangan yang berhubungan dengan Privatisasi diselesaikan oleh penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan, termasuk pemotongan dan pembayaran pajak, dan penugasan tersebut dituangkan dengan jelas dalam perjanjian. |
||
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
Dalam laporan harus diinformasikan mengenai waktu hasil Privatisasi diterima, biaya pelaksanaan Privatisasi dan waktu pengeluarannya, mutasi lainnya jika ada dan jumlah hasil netto yang disetorkan serta waktu penyetorannya. |
||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "penghasilan lain" antara lain berupa bunga atau denda. |
|||
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 23 |
|||||
|
Cukup jelas. |
||||
Pasal 24 |
|||||
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
|||
|
Ayat (2) |
||||
|
|
Pembatalan atau penundaan penjualan saham Persero cukup dilaporkan oleh Menteri kepada Komite Privatisasi dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Privatisasi, Menteri membutuhkan fleksibilitas agar mampu melakukan tindakan yang cepat dan tepat sehingga tidak kehilangan momentum. Laporan tersebut diperlukan mengingat Persero yang dibatalkan atau ditunda penjualan sahamnya tersebut sebelumnya telah memperoleh arahan dari Komite Privatisasi. |
|||
Pasal 25 |
|||||
|
Angka 1 |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "disetujui oleh DPR-RI" dalam ketentuan ini adalah persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Ketentuan ini diperlukan untuk menjembatani rencana privatisasi BUMN yang belum dimasukkan dalam APBN Tahun 2005. |
|||
|
Angka 2 |
||||
|
|
Cukup jelas. |
|||
Pasal 26 |
|||||
|
Cukup jelas. |
||||
|
|
|
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4528