PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2005
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002
TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
UMUM |
||||
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktlvitas, dan jati diri manusia. Karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. |
||||
Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
||||
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. |
||||
Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan sebagai pengaturan lebih lanjut pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, baik dalam pemenuhan persyaratan yang diperlukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, maupun dalam pemenuhan tertib penyelenggaraan bangunan gedung. |
||||
Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, baik secara administratif maupun seeara teknis, agar terwujud bangunan gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. |
||||
Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. |
||||
Pengaturan fungsi bangunan gedung dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan agar bangunan gedung yang didirikan dari awal telah ditetapkan fungsinya sehingga masyarakat yang akan mendirikan bangunan gedung dapat memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis bangunan gedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga apabila bermaksud mengubah fungsi yang ditetapkan harus diikuti dengan perubahan persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. Di samping itu, agar pemenuhan persyaratan teknis setiap fungsi bangunan gedung lebih efektif dan efisien, fungsi bangunan gedung tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan. |
||||
Pengaturan persyaratan administratif bangunan gedung dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan bangunan gedung, baik dari segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status kepemilikan bangunan gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa bangunan gedung yang didirikan telah memperoleh persetujuan dari pemerintah daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung. |
||||
Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan bangunan gedung, meskipun dalam Peraturan Pemerintah ini dimungkinkan adanya bangunan gedung yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak lain, dengan perjanjian. Dengan demikian kepemilikan bangunan gedung dapat berbeda dengan kepemilikan tanah, sehingga perlu adanya pengaturan yang jelas dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang kepemilikan tanah. |
||||
Bagi pemerintah daerah sendiri, dengan diketahuinya persyaratan administratif bangunan gedung oleh masyarakat luas, khususnya yang akan mendirikan atau memanfaatkan bangunan gedung, menjadi suatu kemudahan dan sekaligus tantangan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. |
||||
Pelayanan pemrosesan dan pemberian izin mendirikan bangunan gedung yang transparan, adil, tertib hukum, partisipatif, tanggap, akuntabilitas, efisien dan efektif, serta profesional, merupakan wujud pelayanan prima yang harus diberikan oleh pemerintah daerah. |
||||
Pengaturan persyaratan teknis dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur lebih lanjut persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan bangunan gedung, agar masyarakat dalam mendirikan bangunan gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga bangunan gedungnya dapat rnenjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. |
||||
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara. |
||||
Pengaturan bangunan gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dan lingkungannya bagi masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu, masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif dan bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. |
||||
Pelaksanaan peran masyarakat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini juga tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang organisasi kemasyarakatan, sedangkan pelaksanaan gugatan perwakilan yang merupakan salah satu bentuk peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan gugatan perwakilan. |
||||
Pengaturan peran masyarakat dimaksudkan untuk mendorong tercapainya tujuan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, fungsional, andal, dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan bagi pengguna dan masyarakat di sekitarnya, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. |
||||
Pengaturan penyelenggaraan pembinaan dimaksudkan sebagai ketentuan dasar pelaksanaan bagi Pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung dengan berlandaskan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. |
||||
Pembinaan dilakukan untuk pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, maupun masyarakat yang berkepentingan dengan tujuan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan dan keandalan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan teknis, serta yang dilaksanakan dengan penguatan kapasitas penyelenggara bangunan gedung. |
||||
Penyelenggara bangunan gedung tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa-jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung, dan pelaksanaannya juga berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi. |
||||
Penegakan hukum menjadi bagian yang penting dalam upaya melindungi kepentingan semua pihak agar memperoleh keadilan dalam hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Penegakan dan penerapan sanksi administratif perlu dimasyarakatkan dan diterapkan secara bertahap agar tidak menimbulkan akses di lapangan, dengan tetap mempertimbangkan keadilan dan ketentuan perundang-undangan lain. |
||||
Mengenai sanksi pidana, tata cara pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) dan Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dilaksanakan dengan tetap mengikuti ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. |
||||
Peraturan Pemerintah ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif mengenai penyelenggaraan bangunan gedung sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan lain seperti peraturan presiden, peraturan menteri, standardisasi nasional, maupun peraturan daerah dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini. |
||||
PASAL DEMI PASAL |
||||
Pasal 1 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 2 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 3 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan lebih dari satu fungsi adalah apabila satu bangunan gedung mempunyai fungsi utama gabungan dari fungsi-fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, dan/atau fungsi khusus. |
||
|
|
Bangunan gedung lebih dari satu fungsi antara lain adalah bangunan gedung rumah-toko (ruko), atau bangunan gedung rumah-kantor (rukan), atau bangunan gedung mal-apartemen-perkantoran, bangunan gedung mal-perhotelan, dan sejenisnya. |
||
Pasal 4 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Bangunan gedung fungsi hunian tunggal misalnya adalah rumah tinggal tunggal; hunian jamak misalnya rumah deret, rumah susun hunian sementara misalnya asrama, motel, hostel; hunian campuran misalnya rumah toko, rumah kantor. |
||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Kegiatan usaha termasuk juga bangunan gedung untuk penangkaran/ budidaya. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
|
|
Penetapan bangunan gedung dengan fungsi khusus oleh Menteri dilakukan berdasarkan kriteria bangunan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional seperti : Istana Kepresidenan, gedung kedutaan besar RI, dan sejenisnya, dan/atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi. |
||
|
|
Menteri menetapkan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus dengan mempertimbangkan usulan dari instansi berwenang terkait. |
||
Pasal 5 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Klasifikasi bangunan gedung merupakan pengklasifikasian lebih lanjut dari fungsi bangunan gedung, agar dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dapat lebih tajam dalam penetapan persyaratan administrasi dan teknisnya yang harus diterapkan. |
||
|
|
Dengan ditetapkannya fungsi dan klasifikasi bangunan gedung yang akan dibangun, maka pemenuhan persyaratan administratif dan teknisnya dapat lebih efektif dan efisien. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. |
||
|
|
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. |
||
|
|
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. |
||
Ayat (3) |
||||
|
|
Klasifikasi bangunan permanen adalah bangunan gedung yang karena fungsinya direncanakan mempunyai umur layanan di atas 20 (dua puluh) tahun. |
||
|
|
Klasifikasi bangunan semi-permanen adalah bangunan gedung yang karena fungsinya direncanakan mempunyai umur layanan di atas 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun. |
||
|
|
Klasifikasi bangunan sementara atau darurat adalah bangunan gedung yang karena fungsinya direncanakan mempunyai umur layanan sampai dengan 5 (lima) tahun. |
||
Ayat (4) |
||||
|
|
Klasifikasi bangunan tingkat risiko kebakaran tinggi adalah bangunan gedung yang karena fungsinya, dan disain penggunaan bahan dan komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat mudah terbakarnya sangat tinggi dan/atau tinggi. |
||
|
|
Klasifikasi bangunan tingkat risiko kebakaran sedang adalah bangunan gedung yang karena fungsinya, disain penggunaan bahan dan komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat mudah terbakarnya sedang. |
||
|
|
Klasifikasi bangunan tingkat risiko kebakaran rendah adalah bangunan gedung yang karena fungsinya, disain penggunaan bahan dan komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat mudah terbakarnya rendah. |
||
Ayat (5) |
||||
|
|
Zonasi gempa yang ada di Indonesia berdasartan tingkat kerawanan bahaya gempa terdiri dari Zona I sampai dengan Zona VI, atau yang ditetapkan dalam pedoman/standar teknis. |
||
Ayat (6) |
||||
|
|
Lokasi padat pada umumnya lokasi yang terletak di daerah perdagangan/pusal kota, lokasi sedang pada umumnya terletak di daerah permukiman, sedangkan lokasi renggang pada umumnya lerletak pada daerah pinggiran/luar kota atau daerah yang berfungsi sebagai resapan. |
||
Ayat (7) |
||||
|
|
Penetapan klasifikasi "ketinggian didasarkan pada jumlah lantai bangunan gedung, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. |
||
|
|
Penetapan ketinggian bangunan dibedakan dengan tingkatan ketinggian: bangunan rendah (jumlah lantai bangunan gedung sampai dengan 4 lantai), bangunan sedang (jumlah lantai bangunan gedung 5 lantai sampai 8 lantai), dan bangunan tinggi (jumlah lantai bangunan lebih dari 8 lantai). |
||
Ayat (8) |
||||
|
|
Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, dan/atau sumber pembiayaan lain, seperti : gedung kantor dinas, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, rumah negara, dan lain-lain. |
||
|
|
Penyelenggaraan bangunan gedung negara di samping mengikut ketentuan Peraturan Pemerintah ini, juga secara lebih rinci diatur oleh Menteri. |
||
Ayat (9) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 6 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Pengusulan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dicantumkan dalam permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Dalam hal pemilik bangunan gedung berbeda dengan pemilik tanah, maka dalam permohonan izin mendirikan bangunan gedung harus ada persetujuan pemilik tanah. |
||
|
|
Usulan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung. |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 7 |
||||
Ayat (1) |
||||
Perubahan fungsi misalnya dari bangunan gedung fungsi hunian menjadi bangunan gedung fungsi usaha. |
||||
|
|
Perubahan klasifikasi misalnya dari bangunan gedung milik negara menjadi bangunan gedung milik badan usaha, atau bangunan gedung semi permanen menjadi bangunan gedung permanen. |
||
|
|
Perubahan fungsi dan klasifikasi misalnya gedung hunian semi permanen menjadi bangunan gedung usaha permanen. |
||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
|
|
Perubahan dari satu fungsi dan/atau klasifikasi ke fungsi dan/atau klasifikasi yang lain akan menyebabkan perubahan persyaratan yang harus dipenuhi, karena sebagai contoh persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung fungsi hunian klasifikasi permanen jelas berbeda dengan persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi hunian klasifikasi semi permanen; atau persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung fungsi hunian klasifikasi permanen jelas berbeda dengan persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi usaha (misalnya toko) klasifikasi permanen. |
||
|
|
Perubahan fungsi (misalnya dari fungsi hunian menjadi fungsi usaha) harus dilakukan melalui proses izin mendirikan bangunan gedung baru. |
||
|
|
Sedangkan untuk perubahan klasifikasi dalam fungsi yang sama (misalnya dari fungsi hunian semi permanen menjadi hunian permanen) dapat dilakukan dengan revisi/perubahan pada izin mendirikan bangunan gedung yang telah ada. |
||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 8 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 9 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 10 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 11 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Status hak atas tanah merupakan tanda bukti kepemilikan tanah yang dapat berupa sertifikat hak atas tanah, akte jual beli, girik, petuk, dan/atau buktf kepemilikan tanah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. |
||
|
|
Dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung, status hak atas tanahnya harus dilengkapi dengan gambar yang jelas mengenai lokasi tanah bersangkutan yang memuat ukuran dan batas-batas persil. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Perjanjian tertulis ini menjadi pegangan dan harus ditaati oleh kedua belah pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum perjanjian. |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 12 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 13 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Pada saat memproses perizinan bangunan gedung, pemerintah daerah mendata sekaligus mendaftar bangunan gedung dalam data base bangunan gedung. |
||
|
|
Kegiatan pendataan bangunan gedung dimaksudkan untuk tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi bangunan gedung di pemerintah daerah. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Data yang diperlukan meliputi data umum, data teknis, data status/riwayat, dan gambar legger bangunan gedung, dalam bentuk formulir isian yang disediakan oleh pemerintah daerah. |
||
Ayat (3) |
||||
|
|
Pendataan bangunan gedung untuk keperluan sistem informasi dilakukan guna mengetahui kekayaan aset negara, keperluan perencanaan dan pengembangan, dan pemeliharaan serta pendapatan Pemerintah/pemerintah daerah. |
||
|
|
Pendataan bangunan gedung untuk keperluan sistem informasi tersebut meliputi data umum, data teknis, dan data status/riwayat lahan dan/atau bangunannya. |
||
|
|
Pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk penerbitan surat bukti kepemilikan bangunan gedung. |
||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 14 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Izin mendirikan bangunan gedung merupakan satu-satunya perizinan yang diperbolehkan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, yang menjadi alat pengendali penyelenggaraan bangunan gedung. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Proses pemberian izin mendirikan bangunan gedung harus mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan murah/terjangkau. |
||
|
|
Permohonan izin mendirikan bangunan gedung merupakan proses awal mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung. |
||
|
|
Pemerintah daerah menyediakan formulir permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang informatif yang berisikan antara lain : |
||
■ |
status tanah (tanah milik sendiri atau milik pihak lain), |
|||
|
|
■ |
data pemohon/pemilik bangunan gedung (nama, alamat, tempat/tanggal lahir, pekerjaan, nomor KTP, dll), data lokasi (letak/alamat, batas-batas,luas, status kepemilikan, dll.); |
|
|
|
■ |
data rencana bangunan gedung (fungsi/klasifikasi, luas bangunan gedung, jumlah lantai/ketinggian, KDB, KLB, KDH, dll.); dan |
|
|
|
■ |
data penyedia jasa konstruksi (nama, alamat, penanggungjawab penyedia jasa perencana konstruksi), rencana waktu pelaksanaan mendirikan bangunan gedung, dan perkiraan biaya pembangunannya. |
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Sebelum mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung, setiap orang harus sudah memiliki surat keterangan rencana kabupaten/kota yang diperoleh secara cepat dan tanpa biaya. |
||
|
|
Surat keterangan rencana kabupaten/kota diberikan oleh pemerintah daerah berdasarkan gambar peta lokasi tempat bangunan gedung yang akan didirikan oleh pemilik. |
||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku pada suatu lokasi/kawasan, seperti keterangan tentang : |
||||
■ |
daerah rawan gempa/tsunami; |
|||
■ |
daerah rawan longsor; |
|||
■ |
daerah rawan banjir; |
|||
■ |
tanah pada lokasi yang tercemar (brown field area); |
|||
■ |
kawasan pelestarian; dan/atau |
|||
■ |
kawasan yang diberlakukan arsitektur tertentu. |
|||
Ayat (6) |
||||
|
|
Persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam keterangan rencana kabupaten/kota, selanjutnya digunakan sebagai ketentuan oleh pemilik dalam menyusun rencana teknis bangunan gedungnya, di samping persyaratan-persyaratan teknis lainnya sesuai fungsi dan klasifikasinya. |
||
Pasal 15 |
||||
Ayat (1) |
||||
Huruf a |
||||
|
|
|
i. |
Dalam hal pemohon juga adalah penguasa/pemilik tanah, maka yang dilampirkan adalah sertifikat kepemilikan tanah (yang dapat berupa HGB, HGU, hak pengelolaan, atau hak pakai) atau tanda bukti penguasaan/kepemilikan lainnya. |
|
|
|
|
Untuk tanda bukti yang bukan dalam bentuk sertifikat tanah, diupayakan mendapatkan fatwa penguasaan/kepemilikan dari instansi yang berwenang. |
|
|
|
ii. |
Dalam hal pemohon bukan penguasa/pemilik tanah, maka dalam permohonan mendirikan bangunan gedung yang bersangkutan harus terdapat persetujuan dari pemilik tanah, bahwa pemilik tanah menyetujui pemilik bangunan gedung untuk mendirikan bangunan gedung dengan fungsi yang disepakati, yang tertuang dalam surat perjanjian pemanfaatan tanah antara calon pemilik bangunan gedung dengan pemilik tanah. |
Perjanjian tertulis tersebut harus dilampiri fotocopy tanda bukti penguasaan/kepemilikan tanah. |
||||
Huruf b |
||||
Data pemohon meliputi nama, alamat, tempat/tanggal lahir, pekerjaan, nomor KTP, dll. |
||||
Huruf c |
||||
|
|
|
Rencana teknis disusun oleh penyedia jasa perencana konstruksi sesuai kaidah-kaidah profesi atau oleh ahli adat berdasarkan keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan serta persyaratan-persyaratan administratif dan teknis yang berlaku sesuai fungsi dan klasifikasi bangunan gedung yang akan didirikan. |
|
|
|
|
Rencana teknis yang dilampirkan dalam permohonan izin mendirikan bangunan gedung berupa pengembangan rencana bangunan gedung, kecuali untuk rumah tinggal cukup pra-rencana bangunan gedung. |
|
Huruf d |
||||
|
|
|
Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hanya untuk bangunan gedung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. |
|
Dalam hal dampak penting tersebut dapat diatasi secara teknis, maka cukup dengan UKL dan UPL. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
|
|
Permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan diinformasikan kepada pemilik bangunan gedung beserta besarnya biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung. Sedangkan bagi permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang belum/tidak memenuhi persyaratan juga harus diinformasikan kepada pemohon untuk diperbaiki/dilengkapi. |
||
|
|
Proses perizinan bangunan gedung untuk kepentingan umum harus mendapatkan pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung. |
||
|
|
Proses perizinan bangunan gedung-tertentu harus mendapatkan pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan melalui proses dengar pendapat publik. |
||
|
|
Proses perizinan bangunan gedung-tertentu fungsi khusus harus mendapat pengesahan dari Pemerintah serta pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan melalui proses dengar pendapat publik. |
||
|
|
Dalam pemberian izin mendirikan bangunan gedung fungsi khusus, Pemerintah dalam melakukan pemeriksaan, penilaian, dan persetujuan tetap berkoordinasi dengan pemerintah daerah, termasuk proses mendapatkan pertimbangan pendapat tim ahli bangunan gedung dan pendapat publik, serta penetapan besarnya biaya izin mendirikan bangunan gedung. |
||
Ayat (4) |
||||
|
|
Izin mendirikan bangunan gedung merupakan salah satu prasyarat utama yang harus dipenuhi oleh pemilik bangunan gedung dalam mengajukan permohonan kepada instansi/perusahaan yang berwenang untuk mendapatkan pelayanan utilitas umum kabupaten/kota seperti penyambungan jaringan listrik, jaringan air minum, jaringan telepon. |
||
Pasal 16 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 17 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 18 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
|
|
Dalam memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung, bupati/walikota, atau Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, harus meminta pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung. Jangka waktu sementara ditetapkan dengan mempertimbangkan RTRW Kabupaten/Kota dapat disusun dan ditetapkan. Dalam hal RTRW-nya masih belum jelas kapan disusun dan ditetapkan, maka waktu sementara tersebut ditetapkan paling lama 10 (sepuluh) tahun, dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun. |
||
Ayat (4) |
||||
|
|
Dalam penetapan RTRW lokasi yang bersangkutan, pemerintah daerah harus mempertimbangkan izin mendirikan bangunan gedung sementara yang telah dikeluarkan untuk lokasi yang bersangkutan. |
||
|
|
Fungsi bangunan gedung yang tidak sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL yang telah ditetapkan dilakukan penyesuaian paling lama 5 (lima) tahun, kecuali untuk rumah tinggal tunggal paling lama 10 (sepuluh) tahun, sejak pemberitahuan penetapan RTRW oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung. |
||
Pasal 19 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Fungsi bangunan gedung yang tidak sesuai dengan peruntukan lokasi sebagai akibat perubahan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL dilakukan penyesuaian paling lama 5 (lima) tahun, kecuali untuk rumah tinggal tunggal paling lama 10 (sepuluh) tahun, sejak pemberitahuan penetapan RTRW oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung. |
||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 20 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Penetapan KDB untuk suatu kawasan yang terdiri atas beberapa kaveling/persil dapat dilakukan berdasarkan pada perbandingan total luas bangunan gedung terhadap total luas kawasan dengan tetap mempertimbangkan peruntukan atau fungsi kawasan dan daya dukung lingkungan. |
||
|
|
Penetapan KDB dibedakan dalam lingkalan KDB tinggi (lebih besar 60% sampai dengan 100%), sedang (30% sampai dengan 60%), dan rendah (lebih kecil dari 30%). Unluk daerah/kawasan padat dan/atau pusat kota dapat ditetapkan KDB tinggi dan/atau sedang, sedangkan untuk daerah/kawasan renggang dan/atau fungsi resapan ditetapkan KDB rendah. |
||
Ayat (3) |
||||
|
|
Penetapan KLB untuk suatu kawasan yang terdiri atas beberapa kaveling/persil dapat dilakukan berdasarkan pada perbandingan total luas bangunan gedung terhadap total luas kawasan dengan tetap mempertimbangkan peruntukan atau fungsi kawasan dan daya dukung lingkungan. |
||
|
|
Penetapan ketinggian bangunan dibedakan dalam tingkatan ketinggian: bangunan rendah (jumlah lantai bangunan gedung sampai dengan 4 lantai), bangunan sedang (jumlah lantai bangunan gedung 5 lantai sampai dengan 8 lantai), dan bangunan tinggi (jumlah lantai bangunan lebih dari 8 lantai). |
||
Ayat (4) |
||||
|
|
Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk menampung kegiatan dan segala akibat/dampak yang ditimbulkan yang ada di dalamnya, antaralain kemampuan daya resapan air, ketersediaan air bersih, volume, limbah yang ditimbulkan, dan transportasi. |
||
|
|
Penetapan KDB dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keandalan bangunan gedung; keselamatan dalam hal bahaya kebakaran, banjir, air pasang, dan/atau tsunami; kesehatan dalam hal sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi; kenyamanan dalam hal pandangan, kebisingan, dan getaran; kemudahan dalam hal aksesibititas dan akses evakuasi; keserasian dalam hal perwujudan wajah kota; ketinggian bahwa makin tinggi bangunan jarak bebasnya makin besar. |
||
|
|
Penetapan KDB dimaksudkan pula untuk memenuhi persyaratan keamanan misalnya pertimbangan keamanan pada daerah istana kepresidenan, sehingga ketinggian bangunan gedung di sekitarnya tidak boleh melebihi ketinggian tertentu. Juga untuk pertimbangan keselamatan penerbangan, sehingga untuk bangunan gedung yang dibangun di sekitar pelabuhan udara tidak diperbolehkan melebihi ketinggian tertentu. |
||
|
|
Dalam hal pemilik tanah memberikan sebagian area tanahnya untuk kepentingan umum, misalnya untuk taman atau prasarana/sarana publik lainnya, maka pemilik bangunan dapat diberikan kompensasil insentif oleh pemerintah daerah. Kompensasi dapat berupa kelonggaran KLB (bukan KDB), sedangkan insentif dapat berupa keringanan pajak atau retribusi. |
||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 21 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Dalam mendirikan, merenovasi seluruh atau sebagian dan/atau memperluas bangunan gedung, pemilik tidak diperbolehkan melanggar melampaui jarak bebas minimal yang telah ditetapkan dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk kaveling/persil/kawasan yang bersangkutan berdasarkan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. |
||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
|
|
Letak garis sempadan bangunan terluar untuk daerah di sepanjang jalan, diperhitungkan berdasarkan lebar daerah milik jalan dan peruntukan lokasi, serta diukur dari batas daerah milik jalan. |
||
|
|
Letak garis sempadan bangunan gedung terluar untuk daerah sepanjang sungai/danau, diperhitungkan berdasarkan kondisi sungai, letak sungai, dan fungsi kawasan, serta diukur dari tepi sungai. |
||
|
|
Penetapan garis sempadan bangunan gedung sepanjang sungai, yang juga disebut sebagai garis sempadan sungai, dapat digolongkan dalam : |
||
|
|
a. |
garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, perhitungan besaran garis sempadan dihitung sepanjang kaki tanggul sebelah luar. |
|
|
|
b. |
garis sempadan sungai bertanggul dalam kawasan perkotaan, perhitungan besaran garis sempadan dihitung sepanjang kaki tanggul sebelah luar. |
|
|
|
c. |
garis sempadan sungai lidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, perhitungan garis sempadan sungai didasarkan pada besar kecilnya sungai, dan ditetapkan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan. |
|
|
|
d. |
garis sempadan sungai tidak bertanggul dalam kawasan perkotaan, perhitungan garis sempadan sungai didasarkan pada kedalaman sungai. |
|
|
|
e. |
garis sempadan sungai yang terletak di kawasan lindung, perhitungan garis sempadan sungai didasarkan pada fungsi kawasan lindung, besar-kecilnya sungai, dan pengaruh pasang surut air laut pada sungai yang bersangkutan. |
|
|
|
Letak garis sempadan bangunan gedung terluar untuk daerah pantai, diperhitungkan berdasarkan kondisi pantai, dan fungsi kawasan, dan diukur dari garis pasang tertinggi pada pantai yang bersangkutan. |
||
|
|
Penetapan garis sempadan bangunan gedung yang terletak di sepanjang pantai, yang selanjutnya disebut sempadan pantai, dapat digolongkan dalam : |
||
|
|
a. |
kawasan pantai budidaya/non-lindung, perhitungan garis sempadan pantai didasarkan pada tingkat kelandaian/keterjalan pantai. |
|
|
|
b. |
kawasan pantai lindung, garis sempadan pantainya minimal 100 m dari garis pasang tertinggi pada pantai yang bersangkutan. |
|
|
|
Letak garis sempadan bangunan gedung terluar untuk daerah sepanjang jalan kereta api dan jaringan tegangan tinggi, mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. |
||
|
|
Pertimbangan keselamatan dalam penetapan garis sempadan meliputi pertimbangan terhadap bahaya kebakaran, banjir, air pasang, tsunami, dan/atau keselamatan lalu lintas. |
||
|
|
Pertimbangan kesehatan dalam penetapan garis sempadan meliputi pertimbangan sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi. |
||
Ayat (4) |
||||
Pertimbangan keselamatan dalam hal bahaya kebakaran, banjir, air pasang, dan/atau tsunami; |
||||
Pertimbangan kesehatan dalam hal sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi. |
||||
Pertimbangan kenyamanan dalam hal pandangan, kebisingan, dan getaran. |
||||
|
|
Pertimbangan kemudahan dalam hal aksesibilitas dan akses evakuasi keserasian dalam hal perwujudan wajah kota; ketinggian bahwa makin tinggi bangunan jarak bebasnya Makin besar. |
||
Ayat (5) |
||||
|
|
Dalam hal ini jaringan utilitas umum yang terletak di bawah permukaan tanah, antara lain jaringan telepon, jaringan listrik, jaringan gas, dll. yang melintas atau akan dibangun melintas kaveling/persil/kawasan yang bersangkutan. |
||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 22 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 23 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Pertimbangan terhadap estetika bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitar bangunan gedung dimaksudkan untuk lebih menciptakan kualitas lingkungan, seperti melalui harmonisasi nilai dan gaya arsitektur, penggunaan bahan, warna dan tekstur eksterior bangunan gedung, serta penerapan penghematan energi pada bangunan gedung. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Pertimbangan kaidah pelestarian yang menjadi dasar pertimbangan utama dltetapkannya kawasan tersebut sebagai cagar budaya, misalnya kawasan cagar budaya yang bangunan gedungnya berarsitektur cina kolonial, atau berarsitektur melayu. |
||
Ayat (3) |
||||
Misalnya kawasan berarsitektur melayu, atau kawasan berarsitektur modern. |
||||
Ayat (4) |
||||
Tim ahli misalnya pakar arsitektur, pemuka adat setempat, budayawan. |
||||
|
|
Pendapat publik, khususnya masyarakat yang tinggal pada kawasan yang bersangkutan dan sekitarnya, dimaksudkan agar ikut membahas, menyampaikan pendapat, menyepakati, dan melaksanakan dengan kesadaran serta ikut memiliki. Pendapat publik diperoleh melalui proses dengar pendapat publik, atau forum dialog publik. |
||
Pasal 24 |
||||
Ayat (1) |
||||
Tata ruang-dalam meliputi tata letak ruang dan tata-ruang dalam bangunan gedung. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan efisiensi adalah perbandingan antara ruang efektif dan ruang sirkulasi, tata letak perabot, dimensi ruang terhadap jumlah pengguna, dll. |
||
|
|
Yang dimaksud dengan efektivitas tata ruang-dalam adalah tata letak ruang yang sesuai dengan fungsinya, kegiatan yang berlangsung di dalamnya, hubungan antarruang, dll. |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
|
|
Pemenuhan persyaratan keselamatan dalam tata-ruang dalam dan interior diwujudkan dalam penggunaan bahan bangunan dan sarana jalan keluar. |
||
|
|
Pemenuhan persyaratan kesehatan dalam tata-ruang dalam dan interior diwujudkan dalam tata pencahayaan alami dan/atau buatan, ventilasi, udara alami dan/atau buatan, dan penggunaan bahan bangunan. |
||
|
|
Pemenuhan persyaratan kenyamanan dalam tata ruang-dalam diwujudkan dalam besaran ruang, sirkulasi dalam ruang, dan penggunaan bahan bangunan. |
||
|
|
Pemenuhan persyaratan kemudahan dalam tata letak ruang dan interior diwujudkan dalam pemenuhan aksesibilitas antarruang. |
||
Pasal 25 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Persyaratan daerah resapan berkaitan dengan pemenuhan persyaratan minimal koefisien daerah hijau yang harus disediakan, sedangkan akses penyelamatan untuk bangunan umum berkaitan dengan penyediaan akses kendaraan penyelamatan, seperti kendaraan pemadam kebakaran dan ambulan, un!tuk masuk kedalam site bangunan gedung uang bersangkutan. |
||
Pasal 26 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Dalam hal dampak penting terhadap lingkungan tersebut dapat diselesaikan/diatasi/dikelola dengan teknologi, maka cukup dilakukan dengan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
||
Pasal 27 |
||||
Ayat (1) |
||||
Kesatuan karakter dari aspek fungsional, sosial, ekonomi, dan ekosistem. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Program bangunan gedung dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru, misalnya : memfasilitasi tempat makan karyawan, dan sebagainya. |
||
|
|
Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan-ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang memuat rencana peruntukan lahan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana sistem pergerakan, rencana prasarana dan sarana lingkungan, rencana aksesibilitas lingkungan, dan rencana wujud visual bangunan gedung untuk semua lapisan sosial yang berkepentingan dalam kawasan tersebut. |
||
|
|
Rencana umum dan panduan rancangan dibuat dalam gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi, dan/atau maket trimatra. |
||
|
|
Rencana investasi merupakan arahan program investasi bangunan gedung dan lingkungannya berdasarkan program bangunan gedung dan lingkungan serta ketentuan rencana umum dan panduan rencana, yang memuat program investasi jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-20 tahun), dan/atau jangka panjang (sekurang-kurangnya 20 tahun), yang disertai estimasi biaya investasi, baik penataan bangunan lama maupun rencana pembangunan bar dan pengembangannya serta pola pendanaannya. |
||
|
|
Ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan merupakan persyaratan-persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan untuk kawasan yang bersangkutan, prosedur perizinan, dan lembaga yang bertanggung jawab dalam pengendalian pelaksanaan. |
||
Pasal 28 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Dalam hal swasta atau masyarakat ingin menyusun RTBL atas dasar kesepakatan sendiri harus tetap memenuhi persyaratan yang berlaku pada kawasan yang bersangkutan dan dengan persetujuan pemerintah daerah. |
||
|
|
Dalam hal pengelolaan kawasan real-estat atau kawasan industri dikelola oleh suatu badan usaha swasta, maka badan usaha tersebut dapat menyusun RTBL untuk kawasan yang bersangkutan dengan melibatkan masyarakat dan persetujuan instansi pemerintah yang terkait. Selanjutnya RTBL tersebut dapat disepakati dan ditetapkan sebagai alat pengendalian pembangunan dan pemanfaatan dalam kawasan yang bersangkutan. |
||
|
|
Dalam hal masyarakat suatu kawasan atau lingkungan bersepakat untuk mewujudkan kawasannya menjadi suatu kawasan permukiman yang lebih layak huni, berjati diri, dan produktif, maka masyarakat setempat dapat memprakarsai penyusunan RTBL dengan persetujuan instansi pemerintah daerah terkait yang selanjutnya RTBL tersebut dapat disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai alat pengendalian pembangunan dan pemanfaatan dalam kawasan atau lingkungan yang bersangkutan. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Berdasarkan pola yang akan ditata, dilakukan identifikasi masalah, potensi pengembangan, dan citra yang diinginkan. |
||
|
|
- |
Perbaikan, yaitu pola penanganan dengan titik berat kegiatan perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan termasuk sebagian asepek tata bangunan; |
|
|
|
- |
Pengembangan kembali, yaitu pola penanganan dengan titik berat kegiatan pemanfaatan ruang lingkungan bangunan gedung seoptimal mungkin berdasarkan rencana tata ruang, penciptaan ruang yang lebih berkualitas, dan optimalisasi intensitas pembangunan bangunan gedung; |
|
|
|
- |
Pembangunan baru, yaitu pola penanganan dengan titik berat kegiatan membangun baru suatu lingkungan bangunan gedung berdasarkan tata ruang dan prinsip-prinsip penataan bangunan; |
|
|
|
- |
Pelestarian, yaitu pola penanganan dengan titik berat kegiatan yang tetap menghidupkan kemajemukan dan keseimbangan fungsi lingkungan bangunan gedung melalui upaya pelestarian dan/atau perlindungan bangunan gedung dan lingkungannya, seperti revitalisasi, regenerasi, dsb. |
|
Ayat (3) |
||||
|
|
Pertimbangan tim ahli bangunan gedung dan pertimbangan pendapat publik dimaksudkan untuk mendapat hasil RTBL yang aplikatif dan disepakati semua pihak. |
||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 29 |
||||
|
Yang dimaksud dengan prasarana dan sarana umum seperti jalur jalan dan/atau jalur hijau, daerah hantaran udara (transmsi) tegangan tinggi, dan/atau menara telekomunikasi, dan/atau menara air. |
|||
|
Yang dimaksud dengan pihak yang berwenang adalah pihak/instansi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana yang bersangkutan. |
|||
Pasal 30 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 31 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 32 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 33 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan "kuat/kokoh" adalah kondisi struktur bangunan gedung yang kemungkinan terjadinya kegagalan struktur bangunan gedung sangat kecil, yang kerusakan struktumya masih dalam batas-batas persyaratan teknis yang masih dapat diterima selama umur bangunan yang direncanakan. |
||
|
|
Yang dimaksud dengan "stabil" adalah kondisi struktur bangunan gedung yang tidak mudah terguling, miring, atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. |
||
|
|
Yang dimaksud dengan "persyaratan kelayanan (serviceability) adalah kondisi struktur bangunan gedung yang selain memenuhi persyaratan keselamatan juga memberikan rasa aman, nyaman, dan selambat bagi pengguna. |
||
|
|
Yang dimaksud dengan "keawetan struktur" adalah umur struktur yang panjang (lifetime) sesuai dengan reneana, tidak mudah rusak, aus, lelah (fatigue) dalam memikul beban. |
||
|
|
Dalam hal bangunan gedung menggunakan bahan bangunan prefabrikasi, bahan bangunan prefabrikasi tersebut harus dirancang sehingga memiliki sistem sambungan yang baik dan andal, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pemasangan. |
||
|
|
Perencanaan struktur juga harus mempertimbangkan ketahanan bahan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca, serangga perusak dan/atau jamur, dan menjamin keandalan bangiuan gedung sesuai umur layanan teknis yang direncanakan. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan beban muatan tetap adalah beban muatan mati atau berat sendiri bangunan gedung dan beban muatan hidup yang timbul akibat fungsi bangunan gedung. |
||
|
|
Yang dimaksud dengan beban muatan sementara selain gempa dan angin termasuk beban muatan yang timbul akibat benturan atau dorongan angin, dll. |
||
Ayat (3) |
||||
Bagian dari struktur seperti rangka, dinding geser, kolom, balok,lantai, lantai tanpa balok, dan kombinasinya. |
||||
Ayat (4) |
||||
|
|
Daktail merupakan kemampuan struktur bangunan gedung untuk mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga berdiri struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. |
||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 34 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus mempunyai sistem proteksl pasif yang merupakan proteksi terhadap penghuni dan harta benda berbasis pada rancangan atau pengaturan komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghum dan harta benda dan kerugian saat terjadi kebakaran. |
||
|
|
Pengaturan komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung antara lain dalam penggunaan bahan bangunan dan konstruksl yang lahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada bukaan. |
||
|
|
Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus dilengkapi dengan sistem proteksi aktif yang merupakan proteksi harta benda terhadap bahaya kebakaran berbasis pada penyediaan peralatan yang dapat bekerja baik secara otomatis maupun secara manual, digunakan oleh penghum atau petugas pemadam dalam melaksanakan operasi pemadaman. |
||
|
|
Penyediaan perala1an pengamanan kebakaran sebagai sistem proteksi aktif antara lain penyediaan sistem deteksi dan alarm kebakaran, hidran kebakaran di luar dan dalam bangunan gedung, alat pemadam api ringan, dan/atau sprinkler. |
||
|
|
Dalam hal pemilik rumah tinggal tunggal bermaksud melengkapi bangunan gedungnya dengan sistem proteksi pasif dan/atau aktif, maka harus memenuhi persyaratan perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Penggunaan bahan bangunan untuk fungsi dan klasifikasi bangunan gedung tertentu termasuk penggunaan bahan bangunan tahan api harus melalui pengujian yang dilakukan oleh lembaga pengujian yang terakreditasi. |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
|
|
Bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi,luas, jumlah lantai, dan/atau dengan jumlah penghuni tertentu, antara lain: |
||
|
|
■ |
Bangunan umum dengan penghuni minima! 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m², dan/atau mempunyai ketinggian lebih dari 8 lantai; |
|
|
|
■ |
Bangunan industri dengan jumlah penghuni minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau luas site/areal lebih dari 5.000 m², dan/atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar; dan |
|
■ |
Bangunan gedung fungsi khusus. |
|||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 35 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 36 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 37 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Sistem pengamanan antara lain dengan melakukan pemeriksaan baik dengan cara manual maupun dengan peralatan detektor terhadap kemungkinan bahwa pengunjung membawa benda-benda berbahaya yang dapat digunakan untuk meledakkan dan/atau membakar bangunan gedung dan/atau pengguna/pengunjung yang ada di dalamnya. |
||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 38 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 39 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Bangunan pelayanan umum lainnya, seperti kantor pos, kantor polisi, kantor kelurahan, dan gedung parkir. |
||||
|
|
Bangunan gedung parkir baik yang berdiri sendiri maupun yang menjadi satu dengan bangunan gedung fungsi utama, setiap lantainya harus mempunyai sistem ventilasi alami permanen yang memadai. |
||
Bukaan permanen adalah bagian pada dinding yang terbuka secara tetap untuk memungkinkan sirkulasi udara. |
||||
Pasal 40 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Persyaratan ventilasi mekanik/buatan, antara lain : |
||||
|
|
■ |
Penempatan fan sebagai ventilasi mekanik/buatan harus memungkinkan pelepasan udara keluar dan masuknya udara segar, atau sebaliknya; |
|
|
|
■ |
Bilamana digunakan ventilasi mekanik/buatan. sistem tersebut harus bekerja terus meneruS selama ruang tersebut dihuni; |
|
|
|
■ |
Penggunaan ventilasi mekanik/buatan harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam bangunan gedung; |
|
|
|
■ |
Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanik/buatan untuk pertukaran udara; dan |
|
|
|
■ |
Gas buang mobil pada setiap lantai ruang parkir bawah tanah (basemen) tidak boleh mencemari udara bersih pada lantai lainnya. |
|
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 41 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Pencahayaan alami dapat berupa bukaan pada bidang dinding, dinding tembus cahaya, dan/atau atap tembus cahaya. |
||
|
|
Dinding tembus cahaya misalnya dinding yang menggunakan kaca. Atap tembus cahaya misalnya penggunaan genteng kaca atau skylight. |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
|
|
Tingkat iluminasi atau tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja adalah bidang horizontal imajiner yang terletak 0,75 m di atas lantai pada seluruh ruangan. |
||
|
|
Silau sebagai akibat penggunaan pencahayaan alami dari sumber sinar matahari langsung, langit yang cerah, objek luar, maupun dari pantulan kaca dan sebagainya, perlu dikendalikan agar tidak mengganggu tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung. |
||
Ayat (5) |
||||
Pencahayaan darurat yang berupa lampu darurat dipasang pada : |
||||
■ |
lobby dan koridor; |
|||
■ |
ruangan yang mempunyai luas lebih dari 300m² |
|||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (7) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 42 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 43 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Sumber air lainnya dapat berupa air tanah, air permukaan, air hujan, dll. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 44 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Sistem pengolahan air limbah dapat berupa sistem pengolahan air limbah yang berdiri sendiri seperti septic tank atau sistem pengolahan air limbah terintegrasi dalam suatu lingkungan/kawasan/kota. |
||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 45 |
||||
Ayat (1) |
||||
|
|
Fasilitas penampungan dan/atau pengolahan sampah disediakan pada setiap bangunan gedung dan/atau terpadu dalam suatu kawasan. |
||
Ayat (2) |
||||
|
|
Penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah juga diperhitungkan dengan mempertimbangkan sistem pengelolaan sampah kota. |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 46 |
||||
Ayat (1) |
||||
Permeabilitas tanah adalah daya serap tanah terhadap air hujan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
|
|
Yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah yang muka air tanah tinggi (diukur sekurang-kurangnya 3 m dari permukaan tanah) atau daerah-daerah lereng/pegunungan yang secara geoteknik mudah longsor. |
||
|
|
Untuk daerah yang tinggi muka air tanahnya kurang dari 3 m, atau permeabilitas tanahnya kurang dari 2 cm/jam, atau persyaratan jaraknya tidak memenuhi syarat, maka air hujan langsung dialirkan ke sistem penampungan air hujan terpusat seperti waduk, dsb, melalui sistem drainase lingkungan/kota. |
||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 47 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 48 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 49 |
||||
Ayat (1) |
||||
Huruf a |
||||
|
|
|
Pertimbangan fungsi ruang ditinjau dari tingkat kepentingan publik atau pribadi, dan efisiensi pencapaian ruang |
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Pertimbangan keselamatan antara lain kemudahan pencapaian ke tangga/pintu darurat apabila lerjadi keadaan darurat (gempa, kebakaran, dll.) |
|
Pertimbangan kesehatan antara lain dari kemungkinan adanya sirkulasi udara segar dan pencahayaan alami. |
||||
Ayat (2) |
||||
Huruf a |
||||
|
|
|
Pertimbangan atas hal-hal tersebut dimaksudkan agar didapat dimensi yang memberikan kenyamanan pengguna dalam melakukan kegiatannya. |
|
Huruf b |
||||
|
|
|
Sirkulasi antarruang horizontal antara lain lantai berjalan/travelator, koridor dan/atau hall; dan sirkulasi antarruang vertikal, antara lain ram, tangga, tangga berjalan/eskalator, lantai berjalan/travelator dan/atau lif. |
|
Huruf c |
||||
|
|
|
Pertimbangan keselamatan antara lain kemudahan peneapaian ke tangga/pintu darurat apabila terjadi keadaan darurat (gempa, kebakaran, dll). |
|
Pertimbangan kesehatan antara lain dari kemungkinan adanya sirkulasi udara segar dan pencahayaan alami. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 50 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
|
|
Pengaturan temperatur dan kelembaban udara dapat menggunakan peralatan pengkondisian udara (Air Conditioning). |
||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 51 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Huruf a |
||||
Cukup jelas. |
||||
Huruf b |
||||
|
|
|
Potensi ruang luar bangunan gedung seperti bukit, ruang terbuka hijau, sungai, danau dsb., perlu dimanfaatkan untuk mendapatkan kenyamanan pandangan dalam bangunan gedung. |
|
Huruf c |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 52 |
||||
Ayat (1) |
||||
Yang djmakseld dengan sumber getar adalah sumber getar tetap seperti: genset, AHU. mesin lif, dan sumber getar tidak tetap seperti : kereta api, gempa, pesawat terbang, kegiatan konstruksi. |
||||
Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran yang diakibatkan oleh kegiatan dan/atau penggunaan peralatan dapat diatasi dengan mempertimbangkan penggunaan sistem peredam getaran baik melalui pemilihan sistem konstruksi, pemilihan dan penggunaan bahan, maupun dengan pemisahan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 53 |
||||
Ayat (1) |
||||
Pengaturan terbadap kebisingan dimulai sejak dari tahap perencanaan teknis, baik melalui desain bangunan gedung maupun melalui penataan ruang kawasan. Penataan ruang kawasan dilakukan dengan menempatkan bangunan gedung yang karena fungsinya menimbulkan kebisingan, seperti pabrik dan bengkel ditempatkan pada zona industri, bandar udara ditempatkan pada zona yang cukup jauh dari lingkungan permukiman. Pembangunan jalan bebas hambatan/tol di lingkungan permukiman atau pusat kota yang sudah terbangun, maka jalan tersebut harus dilengkapi dengan sarana peredam kebisingan akibat laju kendaraan bermotor. |
||||
Yang dimaksud dengan sumber bising adalah sumber suara mengganggu berupa dengung, gema, atau gaung/ pantulan suara yang tidak teratur. |
||||
Untuk bangunan gedung yang didirikan pada lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan yang mengganggu, pengaturannya dimulai sejak perencanaan teknis, baik melalui desain bangunan gedung maupun melalui penataan ruang kawasan dengan memperhatikan batas ambang bising, misalnya batas ambang bising untuk kawasan permukiman adalah sebesar 60dB diukur sejauh 3 meter dari sumber suara. |
||||
Arsitektur bangunan gedung dan/atau ruang-ruang dalam bangunan gedung, serta penggunaan peralatan dan/atau bahan untuk mewujudkan tingkat kenyamanan yang diinginkan dalam menanggulangl gangguan kebisingan tetap mempertimbangkan pemenuhan terhadap persyaratan keselamatan, kesehatan. dan kemudahan sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang bersangkutan. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 54 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 55 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Prasarana dan sarana untuk rumah tinggal dapat berupa tempat sampah, tempat parkir, saluran drainase dalam site, septic tank, sumur resapan. |
||||
Pasal 56 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Terutama untuk bangunan/ruangan yang digunakan oleh pengguna dengan jumlah yang besar seperti ruang pertemuan, ruang kelas, ruang ibadah, tempat pertunjukan, dan koridor, pintunya harus membuka ke arah luar. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 57 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 58 |
||||
Ayat (1) |
||||
Pemerintah daerah dengan pertimbangan tim ahli bangunan gedung, dapat menetapkan penggunaan Iif pada bangunan gedung dengan ketinggian di bawah lima lantai. |
||||
Pemilik bangunan gedung dengan ketinggian bangunan gedungnya di bawah lima lantai, yang bermaksud menyediakan lif, harus memenuhi ketentuan perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan lif yang berlaku. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Saf (ruang luncur) lif kebakaran harus tahan api. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 59 |
||||
Ayat (1) |
||||
Untuk bangunan gedung bertingkat, sarana jalan keluar termasuk penyediaan tangga darurat/kebakaran. |
||||
Sistem peringatan bahaya berupa sistem alarm kebakaran dan/atau sistem peringatan menggunakan audio/tata suara. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Manajemen penanggulangan bencana atau keadaan darurat termasuk menyediakan rencana tindak darurat penanggulangan bencana pada bangunan gedung. |
||||
Bangunan tertentu misalnya: jumlah penghuni lebih dari 500 orang, atau luas lebih dari 5.000 m² dan/atau ketinggian di atas 8 (delapan) lantai. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 60 |
||||
Ayat (1) |
||||
Rumah tinggal yang berupa rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana tidak diwajibkan dilengkapi dengan fasilitas dan aksesiblitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia. |
||||
Bangunan gedung fungsi hunian seperti apartemen, asrama, rumah susun, flat atau sejenisnya tetap diharuskan menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia. |
||||
Ayat (2) |
||||
Toilet untuk penyandang cacat disediakan secara khusus dengan dimensi ruang dan pintu tertentu yang memudahkan penyandang cacat dapat menggunakannya secara mandiri. |
||||
Area parkir merupakan tempat parkir dan daerah naik turun kendaraan khusus bagi penyandang cacat dan lanjut usia yang dilengkapi dengan jalur aksesibilitas serta memungkinkan naik turunnya kursi roda. |
||||
Perletakan telepon umum untuk penyandang cacat diletakkan pada lokasi yang dengan mudah dapat diakses dan dengan ketinggian tertentu yang memungkinkan penyandang cacat dapat menggunakannya secara mandiri. |
||||
Jalur pemandu merupakan jalur yang disediakan bagi pejalan kaki dan kursi roda yang memberikan panduan arah dan tempat tertentu. |
||||
Rambu dan marka merupakan tanda-tanda yang bersifat verbal, visual, atau tanda-tanda yang dapat dirasa atau diraba. |
||||
Rambu dan marka penanda bagi penyandang cacat antara lain berupa rambu arah dan tujuan pada jalur pedestrian, rambu pada kamar mandil wc umum, rambu pada telepom umum, rambu parkir khusus rambu huruf timbul/ braille bagi penyandang cacat dan lanjut usia. |
||||
Marka adalah tanda yang dibuat/digambar/ditulis pada bidang halaman/lantai/jalan. |
||||
Pintu pagar dan pintu akses ke dalam bangunan gedung dimungkinkan untuk dibuka dan ditutup oleh penyandang cacat dan lanjut usia secara mandiri. |
||||
Ram merupakan jalur kursi roda bagi penyandang cacat dengan kemiringan dan lebar tertentu sehingga memungkinkan akses kursi roda dengan mudah dan dilengkapi pegangan rambatan dan pencahayaan yang cukup. |
||||
Tangga merupakan fasilitas pergerakan vertikal yang aman bagi penyandang cacat dan lanjut usia. |
||||
Untuk bangunan bertingkat yang menggunakan lif, ketinggian tombol lif dimungkinkan untuk dijangkau oleh pengguna kursi roda dan dilengkapi dengan perangkat untuk penyandang cacat tuna rungu dan tuna netra. Apabila bangunan gedung bertingkat tersebut tidak dilengkapi dengan lif, disediakan sarana lain yang memungkinkan penyandang cacat dan lanjut usia untuk mencapai lantai yang dituju. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 61 |
||||
Ayat (1) |
||||
Penyediaan ruang ibadah direncanakan dengan pertimbangan mudah dilihat, dicapai, dan diberi rambu penanda, serta dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk kebutuhan ibadah. |
||||
Penyediaan ruang ganti direncanakan dengan pertimbangan mudah dilihat/dikenali yang diberi rambu penanda, mudah dicapai, dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. |
||||
Penyediaan ruang bayi direncanakan dengan pertimbangan mudah dilihat, dicapai, dan diberi rambu penanda serta dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk kebutuhan merawat bayi. |
||||
Penyediaan toilet direncanakan dengan pertimbangan jumlah pengguna bangunan gedung dan mudah dilihat dan dijangkau. |
||||
Penyediaan tempat parkir direncanakan dengan pertimbangan fungsi bangunan gedung, dan tidak mengganggu lingkungan. Tempat parkir dapat berupa pelataran parkir, dalam gedung, dan/atau gedung parkir. |
||||
Penyediaan sistem komunikasi dan informasi yang meliputi telepon dan tata suara dalam bangunan gedung direncanakan dengan pertimbangan fungsi bangunan gedung dan tidak mengganggu lingkungan. |
||||
Penyediaan tempat sampah direncanakan dengan pertimbangan fungsi bangunan gedung, jenis sampah, kemudahan pengangkutan, dengan mempertimbangkan kesehatan pengguna dan lingkungan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 62 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Kaidah pembangunan yang berlaku memungkinkan sistem pembangunan seperti disain dan bangun (design build), bangun guna serah (build, operate and transfer/BOT), dan bangun milik guna (build, own operate/BOO). |
||||
Pasal 63 |
||||
Ayat (1) |
||||
Rencana teknis untuk rumah tinggal tunggal sederhana dan rumah deret sederhana dapat disiapkan oleh pemilik bangunan gedung dengan tetap memenuhi persyaratan sebagai dokumen perencanaan teknis untuk mendapatkan pengesahan dari pemerintah daerah. |
||||
Rumah deret sederhana adalah rumah deret yang terdiri lebih dari dua unit hunian tidak bertingkat yang konstruksinya sederhana dan menyatu satu sama lain. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Kerangka acuan kerja merupakan pedoman penugasan yang disepakati oleh pemilik dan penyedia jasa perencanaan teknis bangunan gedung. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (7) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 64 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Bagi dokumen rencana teknis yang belum lengkap dikemblikan untuk dilengkapi. |
||||
Ayat (3) |
||||
Bagi dokumen rencana teknis yang belum lengkap tidak dilakukan penilaian. |
||||
Ayat (4) |
||||
Penetapan status sebagai bangunan gedung untuk kepentingan umum dan tertentu dilakukan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus dilakukan oleh Pemerintah. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (7) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (8) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 65 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Dalam upaya memberikan pelayanan yang cepat, efektif dan efisien, Gubernur DKI Jakarta, bupati/walikota dapat menunjuk pejabat dinas teknis yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk menerbitkan izin mendirikan bangunan gedung. |
||||
Izin mendirikan bangunan gedung untuk bangunan gedung fungsi khusus diterbitkan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengar pendapat publik dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah daerah. |
||||
Pasal 66 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Masa kerja tim ahli bangunan gedung fungsi khusus yang ditetapkan oleh Menteri disesuaikan dengan kebutuhan dan intensitas permasalahan yang ditangani. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Jumlah anggota tim ahli bangunan gedung ditetapkan ganjil dan jumlahnya disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung dan substansi teknisnya. |
||||
Setiap unsur/pihak yang menjadi tim ahli bangunan gedung diwakili oleh 1 (satu) orang sebagai anggota. |
||||
Instansi pemerintah yang berkompeten dalam memberikan pertimbangan teknis di bidang bangunan gedung dapat meliputi unsur dinas pemerintah daerah (dinas teknis yang bertanggungjawab dalam bidang pembinaan bangunan gedung) dan/atau Pemerintah (departemen teknis yang bertanggungjawab dalam bidang pembinaan bangunan gedung, dalam hal pertimbangan teknis untuk bangunan gedung fungsi khusus), serta masing-masing diwakili 1 (satu) orang. |
||||
Pasal 67 |
||||
Ayat (1) |
||||
Yang dimaksud tidak menghambat proses pelayanan perizinan adalah pertimbangan teknis diberikan tanpa harus menambah waktu yang telah ditetapkan dalam prosedur atau ketentuan perizinan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Penilaian terhadap pemenuhan persyaratan teknis tata bangunan dan lingkungan dilakukan minimal terhadap dokumen prarencana bangunan gedung. |
||||
Penilaian terhadap pemenuhan persyaratan teknis keandalan bangunan gedung dilakukan minimal terhadap dokumen pengembangan rencana bugunan gedung. |
||||
Pasal 68 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Perbaikan, perubahan, dan/atau pemugaran bangunan gedung dilakukan sesuai dengan tingkat kerusakan bangunan gedung. |
||||
Tingkat kerusakan bangunan gedung dapat berupa kerusakan ringan, kerusakan sedang, atau kerusakan berat. |
||||
Tingkat kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non struktural, seperti penutup atap, langit-langit, penutup lantai, dinding partisi/pengisi. |
||||
Tingkat kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen struktural, seperti struktur atap, lantai ,dan sejenisnya. |
||||
Tingkat kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan. |
||||
Pasal 69 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Dokumen pelaksanaan adalah dokumen rencana teknis yang telah disetujui dan disahkan, termasuk gambar-gambar kerja pelaksanaan (shop drawings) yang merupakan bagian dari dokumen ikatan kerja. |
||||
Pemeriksaan kelengkapan adalah pemeriksaan dokumen pelaksanaan pekerjaan dengan memeriksa ada atau tidak lengkapnya dokumen berdasarkan standar hasil karya perencanaan dan kebutuhan untuk pelaksanaannya. |
||||
Pemeriksaan kebenaran adalah Pemeriksaan dokumen pelaksanaan pekerjaan atas dasar akurasi gambar rencana, perhitungan-perhitungan dan kesesuaian dengan kondisi lapangan. |
||||
Keterlaksanaan konstruksi adalah kondisi yang menggambarkan apakah bagian-bagian tertentu dan/atau seluruh bagian bangunan gedung yang dibuat rencana teknisnya dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi di lapangan. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Kegiatan masa pemeliharaan konstruksi meliputi pelaksanaan uji coba operasi bangunan gedung dan kelengkapannya, pelatihan tenaga operator yang diperlukan, dan penyiapan buku pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung dan kelengkapannya. |
||||
Ayat (5) |
||||
Yang dimaksud dengan penerapan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) termasuk penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). |
||||
Ayat (6) |
||||
Dalam hal pemeriksaan hasil akhir pekerjaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi, pemeriksaan hasil akhir pekerjaan konstruksi juga dilakukan terhadap dokumen lainnya yang dimuat dalam dokumen ikatan kerja. |
||||
Ayat (7) |
||||
Pedoman pengoperasian dan pemeliharaan adalah petunjuk teknis pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung, peralatan serta perlengkapan mekanikal dan elektrikal bangunan gedung (manual operation and maintenance). |
||||
Pasal 70 |
||||
Ayat (1) |
||||
Kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh pemilik atau dengan menggunakan penyedia jasa pengawasan pelaksanaan konstruksi yang mempunyai sertifikat keahlian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
||||
Kegiatan manajemen konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa manajemen konstruksi yang mempunyai sertifikasi keahlian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
||||
Pemerintah daerah melakukan pengawasan konstruksi melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung pada saat bangunan gedung akan dibangun dan penerbitan sertifikat laik fungsi pada saat bangunan gedung selesai dibangun. |
||||
Pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan konstruksi bangunan gedung yang memiliki indikasi pelanggaran terhadap izin mendirikan bangunan gedung dan/atau pelaksanaan konstruksi yang membahayakan lingkungan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Dalam hal pengawasan dilakukan sendiri oleh pemilik bangunan gedung, pengawasan pelaksanaan konstruksi dilakukan terutama pada pengawasan mutu dan waktu. |
||||
Apabila pengawasan dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi, pengawasan pelaksanaan konstruksi meliputi mutu, waktu, dan biaya. |
||||
Hasil kegiatan pengawasan konstruksi bangunan gedung berupa laporan kegiatan pengawasan, hasil kaji ulang terhadap laporan kemajuan pelaksanaan konstruksi, dan laporan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. |
||||
Ayat (3) |
||||
Hasil kegiatan manajemen konstruksi bangunan gedung berupa laporan kegiatan pengendalian kegiatan perencanaan teknis, pengendalian pelaksanaan konstruksi, pengawasan pelaksanaan konstruksi, dan laporan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. |
||||
Manajemen Konstruksi digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung yang memiliki : |
||||
■ |
jumlah lantai di atas 4 lantai, |
|||
■ |
luas total bangunan di atas 5.000 m², |
|||
■ |
bangunan fungsi khusus, |
|||
■ |
keperluan untuk melibatkan lebih dari 1 (satu) penyedia jasa perencanaan konstruksi, maupun penyedia jasa pelaksanaan konstruksi, dan/atau |
|||
■ |
waktu pelaksanaan lebih dari 1 (satu) tahun (multiyears project). |
|||
Ayat (4) |
||||
Pemeriksaan kelaikan fungsi dilakukan setelah bangunan gedung selesai dilaksanakan oleh pelaksana konstruksi, sebelum diserahkan kepada pemilik bangunan gedung. |
||||
Apabila pengawasannya dilakukan oleh pemilik, maka pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh aparat pemerintah daerah berdasarkan laporan pemilik kepada pemerintah daerah bahwa bangunan gedungnya telah selesai dibangun. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 71 |
||||
Ayat (1) |
||||
Persyaratan kelaikan fungsi bangunan gedung merupakan hasil pemeriksaan akhir bangunan gedung sebelum dimanfaatkan telah memenuhi persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya. |
||||
Untuk bangunan gedung yang dari hasil pemeriksaan kelaikan fungsinya tidak memenuhi syarat, tidak dapat diberikan sertifikat laik fungsi, dan harus diperbaiki dan/atau dilengkapi sampai memenuhi persyaratan kelaikan fungsi. |
||||
Dalam hal rumah tinggal tunggal dan rumah tinggal deret dibangun oleh pengembang, sertifikat laik fungsi harus diurus oleh pengembang guna rnemberikan jaminan kelaikan fungsi bangunan gedung kepada pemilik dan/atau pengguna. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Pemberian sertifikat laik fungsi bagi sebagian bangunan gedung hanya dapat diberikan bila unit bangunan gedungnya terpisah secara horizontal atau terpisah secara kesatuan konstruksi. |
||||
Pasal 72 |
||||
Ayat (1) |
||||
Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan dengan mengikutl kaidah secara umum yang objektif, fungsional, prosedural, serta memanfaatkan ilrnu pengetahuan dan teknologi. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Yang dimaksud bangunan gedung untuk kepentingan umum misalnya : hotel, perkantoran, mal, apartemen. |
||||
Pemilik bangunan gedung dapat mengikuti program pertanggungan terhadap kemungkinan kegagalan bangunan gedung, bencana alam, dan/atau huru-hara selama pemanfaatan bangunan gedung. |
||||
Program pertanggungan antara lain perlindungan terhadap aset dan penggunaan bangunan gedung. |
||||
Kegagalan bangunan gedung dapat berupa keruntuhan konstruksi dan/atau kebakaran. |
||||
Pasal 73 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Untuk bangunan gedung yang menggunakan bahan bangunan yang dapat diserang oleh jamur dan serangga (rayap, kumbang), lingkup pemeliharaannya termasuk pengawetan bahan bangunan tersebut. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 74 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 75 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 76 |
||||
Ayat (1) |
||||
Kegiatan perawatan bangunan gedung dilakukan agar bangunan gedung tetap laik fungsi. |
||||
Ayat (2) |
||||
Perawatan bangunan gedung dilakukan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan gedung. |
||||
Tingkat kerusakan bangunan gedung dapat berupa kerusakan ringan, kerusakan sedang, atau kerusakan berat. |
||||
Tingkat kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non struktural, seperti penutup atap, langit-Iangit, penutup lantal, dinding partisi/pengisi. |
||||
Tingkat kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen strktural, seperti struktur atap, lantai dan sejenisnya. |
||||
Tingkat kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Perawatan bangunan gedung yang memiliki kompleksitas teknis tinggi adalah pekerjaan perawatan yang dalam pelaksanaannya menggunakan peralatan berat, peralatan khusus, serta tenaga ahli, dan tenaga trampil. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 77 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 78 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 79 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 80 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Huruf a |
||||
Dokumen administratif adalah dokumen yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan administratif misalnya dokumen kepemilikan bangunan gedung, kepemilikan tanah, dan dokumen izin mendirikan bangunan gedung. |
||||
Dokumen pelaksanaan adalah dokumen hasil kegiatan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung misalnya as built drawings dan dokumen ikatan kerja. |
||||
Dokumen pemeliharaan dan perawatan adalah dokumen hasil kegiatan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung yang meliputi laporan pemeriksaan berkala, laporan pengecekan dan pengujian peralatan dan perlengkapan bangunan gedung, serta laporan hasil perbaikan dan/atau penggantian pada kegiatan perawatan bangunan gedung. |
||||
Huruf b |
||||
Cukup jelas. |
||||
Huruf c |
||||
Cukup jelas. |
||||
Huruf d |
||||
Cukup jelas. |
||||
Hasil akhir pengkajian teknis bangunan gedung adalah laporan kegiatan pemeriksaan, hasil pengujian, evaluasi, dan kesimpulan tentang kelaikan fungsi bangunan gedung. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Kerangka acuan kerja merupakan pedoman penugasan yang disepakati oleh pemilik dan penyedia jasa pengkajian teknis bangunan gedung. |
||||
Ayat (5) |
||||
Pemerintah daerah dalam melakukan pengkajian teknis bekerja-sama dengan asosiasi keahlian (profesi) di bidang bangunan gedung. |
||||
Pemerintah dan pemerinlah daerah, dan asosiasi keahlian di bidang bangunan gedung melakukan pembinaan untuk pengembangan profesi penyedia jasa pengkajian teknis bangunan gedung. |
||||
Pasal 81 |
||||
Ayat (1) |
||||
Untuk rumah tinggal tunggal sederhana atau rumah deret sederhana tidak diperlukan perpanjangan sertifikat laik fungsi. |
||||
Yang dimaksud dengan rumah tinggal tunggal sederhana atau rumah deret sederhana dalam ketentuan ini adalah rumah tinggal tidak bertingkat dengan total luas maksimal 36 m² dan total luas tanah maksimal 72 m². |
||||
Untuk perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan gedung diperlukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. |
||||
Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pengkaji teknis bangunan gedung, termasuk kegiatan pemeriksaan terhadap dampak yang ditimbulkan atas pemanfaatan bangunan gedung terhadap lingkungannya sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dalam izin mendirikan bangunan gedung. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Pemberian sertifikat laik fungsi bagi sebagian bangunan gedung hanya dapat diberikan bila unit bangunan gedungnya terpisah secara horisontal atau terpisah secara kesatuan konstruksi. |
||||
Ayat (4) |
||||
Segala biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan kelaikan fungsi oleh penyedia jasa pengkajian teknis bangunan gedung menjadi tanggung jawab pemilik atau pengguna. |
||||
Pemerintah daerah dalam melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dapat mengikutsertakan pengkaji teknis profesional, dan pemilik bangunan (building inspector) yang bersertifikat sedangkan pemilik tetap bertanggungjawab dan berkewajiban untuk menjaga keandalan bangunan gedung. |
||||
Dalam hal belum terdapat pengkaji teknis bangunan gedung, pengkajian teknis dilakukan oleh pemerintah daerah dan dapat bekerja sama dengan asosiasi profesi yang terkait dengan bangunan gedung. |
||||
Pasal 82 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 83 |
||||
Ayat (1) |
||||
Penetapan perlindungan dan pelestarian bangunan gedung dapat termasuk lingkungannya yang mendukung kesatuan keberadaan bangunan gedung tersebut. |
||||
Antisipasi terhadap kemungkinan kegagalan bangunan gedung karena umur bangunan gedung, kebakaran, bencana alam dan/atau huru hara antara lain melalui program pertanggungan, dan hal ini dapat merupakan bagian dari prograqt insentif Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 84 |
||||
Ayat (1) |
||||
Dalam hal pada suatu lingkungan atau kawasan terdapat banyak bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan, maka kawasan tersebut dapat ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Penetapan pelestarian ini dapat ditinjau secara berkala, minimal 5 (lima) tahun sekali. |
||||
Huruf a |
||||
Yang dimaksud dengan bangunan gedung dilindungi dan dilestarikan dalam skala internasional adalah bangunan gedung yang merupakan milik dunia, misalnya Candi Borobudur. |
||||
Yang dimaksud dengan bangunan gedung dilindungi dan dilestarikan dalam skala nasional adalah bangunan gedung yang memiliki nilai strategis dan merupakan aset nasional, misalnya Monumen Nasional, Istana Kepresidenan, dll |
||||
Menteri juga dapat mengusulkan bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan yang berskala regional dan lokal, berdasarkan pertimbangan pembinaan dan kemitraan. |
||||
Huruf b |
||||
Yang dimaksud dengan bangunan gedung dilindungi dan dilestarikan dalam skala provinsi misalnya Monumen Jogja Kembali, Monumen Katulistiwa Pontianak, Tugu Medan Area, dll. |
||||
Gubernur juga dapat mengusulkan bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan yang berskala lokal berdasarkan pertimbangan pembinaan dan kemitraan. |
||||
Huruf c |
||||
Yang dimaksud dengan bangunan gedung dilindungi dan dilestarikan dalam skala lokal atau setempat misalnya Masjid Sunda Kelapa, Gedung Lawang Sewu, dll. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (7) |
||||
Dalam hal pemilik bangunan gedung berkeberatan atas usulan tersebut, Pemerintab, pemerintah daerah, dan masyarakat berupaya memberikan solusi terbaik bagi pemilik bangunan gedung, misalnya dengan memberikan insentif atau membeli bangunan gedung dengan harga yang wajar. |
||||
Ayat (8) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 85 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Dalam hal ini fungsi bangunan gedung tersebut dapat berubah secara terbatas misalnya sebagai museum dan sejenisnya, sepanjang masih dalam batas-batas ketentuan rencana tata ruang. |
||||
Ayat (4) |
||||
Dalam hal ini fungsi bangunan gedung tersebut dapat berubah sepanjug mendukung tujuan utama pelestarian dan pemanfaatan, tidak mengurangi nilai~nilai perlindungan dan pelestariannya, serta sepanjang masih dalam batas-batas ketentuan rencana tata ruang. |
||||
Ayat (5) |
||||
Dalam hal ini fungsi bangunan gedung tersebut dapat berubah sepanjang mendukung tujuan utama pelestarian dan pemanfaatan, tidak menghilangkan nilai-nilai perlindungan dan pelestariannya, serta sepanjang masih dalam batas-batas ketentuan rencana tata ruang. |
||||
Pasal 86 |
||||
Ayat (1) |
||||
Dalam melakukan identifikasi dan dokumentasi, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mendorong peran masyarakat yang peduli terhadap pelestarian bangunan gedung. |
||||
Ayat (2) |
||||
Identifikasi dan dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya sistem informasi geografis, komputerisasi, dan teknologi digital, |
||||
Pasal 87 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Dalam pemanfaatan bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan, misalnya untuk bangunan gedung klasifikasi utama, maka secara fisik bentuk aslinya sama sekali tidak boleh diubah. |
||||
Ayat (3) |
||||
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di sini antara lain adalah peraturan perundang-undangan di bidang benda cagar budaya. |
||||
Ayat (4) |
||||
Perlindungan bangunan gedung dan lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan meliputi kegiatan memelihara, merawat, memeriksa secara berkala, dan/atau memugar agar tetap laik fungsi sesuai dengan klasifikasinya. |
||||
Ayat (5) |
||||
Insentif dapat berupa bantuan pemeliharaan, perawatan, pemeriksaan berkala, kompensasi pengelolaan bangunan gedung, dan/atau insentif lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
||||
Insentif bantuan pemeliharaan, perawatan, dan/atau pemeriksaan berkala diberikan untuk bangunan gedung yang tidak dimanfaatkan secara komersial seperti hunian atau museum. |
||||
Insentif dalam bentuk kompensasi diberikan untuk bangunan gedung yang dimanfaatkan secara komersial seperti hotel atau sarana wisata (toko cinderamata). |
||||
Pasal 88 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 89 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 90 |
||||
Ayat (1) |
||||
Pertimbangan keamanan dan keselamatan dimaksudkan terhadap kemungkinan risiko yang timbul akibat kegiatan pembongkaran bangunan gedung yang berakibat kepada keselamatan masyarakat dan kerusakan lingkungannya, pemilik bangunan gedung dapat mengikutl program pertanggungan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 91 |
||||
Ayat (1) |
||||
Laporan dari masyarakat mengikuti ketentuan tentang peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Pemilik dan/atau pengguna, yang bangunan gedungnya diidentifikasikan dan ditetapkan untuk dibongkar, dalam melakukan pengkajian teknis dapat menunjukkan hasil pengkajian teknis dan/atau hasil pemeriksaan berkala yang terakhir dilakukan. |
||||
Pemerintah daerah melakukan pengkajian teknis terhadap rumah tinggal tunggal khusus rumah inti tumbuh dan rumah sederhana sehat dengan memberdayakan kemampuan dan meningkatkan peran masyarakat serta bekerja-sama dengan asosiasi penyedia jasa konstruksi bangunan gedung. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (7) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (8) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 92 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Terbitnya surat penetapan pembongkaran sekaligus mencabut sertifikat laik fungsi yang ada. |
||||
Penetapan pembongkaran bangunan gedung tertentu dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat tim ahli bangunan gedung dan hasil dengar pendapat publik. |
||||
Ayat (4) |
||||
Dalam hal pemilik rumah tinggal mengajukan pemberitahuan secara tertulis untuk membongkar bangunan gedungnya untuk diperbaiki, diperluas dan/atau diubah fungsinya, maka dengan terbitnya izin mendirikan bangunan gedung yang baru secara otomatis mengubah data pada surat bukti kepemilikannya. |
||||
Dalam hal bangunan rumah tinggal tersebut dibongkar seluruhnya dan tidak untuk dibangun kembali, maka pemberitahuan tersebut sekaligus merupakan pemberitahuan untuk penghapusan surat bukti kepemilikan bangunan gedungnya. |
||||
Pasal 93 |
||||
Ayat (1) |
||||
Yang dimaksud dengan penyedia jasa konstruksi bangunan gedung dalam pelaksanaan pembongkaran adalah penyedia jasa pelaksana konstruksi yang mempunyai pengalaman dan kompetensi untuk membongkar bangunan gedung, baik secara umum maupun secara khusus dengan menggunakan peralatan dan/atau teknologi tertentu, misalnya dengan menggunakan-bahan peledak. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Pencabutan surat persetujuan berarti penghidupan kembali data kepemilikan bangunan gedung. |
||||
Pasal 94 |
||||
Ayat (1) |
||||
Rencana teknis pembongkaran terdiri atas konsep dan gambar rencana pembongkaran, gambar detail pelaksanaan pembongkaran, rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) pembongkaran, jadwal, metode, dan tahapan pembongkaran, rencana pengamanan lingkungan, serta rencana lokasi tempat pembuangan limbah pembongkaran. |
||||
Keharusan penggunaan rencana teknis diberitahukan secara tertulis di dalam surat penetapan atau surat persetujuan pembongkaran kepada pemilik bangunan gedung oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Dalam hal pembongkaran berdasarkan usulan dari pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung, maka sosialisasi dan pemberitahuan tertulis pada masyarakat di sekitar bangunan gedung dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung bersama-sama dengan pemerintah daerah. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 95 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 96 |
||||
Ayat (1) |
||||
Masyarakat ikut melakukan pemantauan dan menjaga ketertiban terhadap pemanfaatan bangunan gedung termasuk perawatan dan/atau pemugaran bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Materi masukan, usulan, dan pengaduan dalam penyelenggaraan bangunan gedung meliputi identifikasi ketidaklaikan fungsi, dan/atau pelanggaran ketentuan perizinan, dan lokasi bangunan gedung, serta kelengkapan dan kejelasan data pelapor. |
||||
Masukan, usulan, dan pengaduan tersebut disusun dengan dasar pengetahuan di bidang teknik pembangunan bangunan gedung, misalnya laporan tentang gejala bangunan gedung yang berpotensi akan runtuh. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 97 |
||||
Untuk memperoleh dasar melakukan tindakan, Pemerintah/pemerintah daerah dapat memfasilitasi pengadaan jasa pengkajian teknis yang melakukan pemeriksaan lapangan. |
||||
Pasal 98 |
||||
Ayat (1) |
||||
Menjaga ketertiban dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat berupa menahan diri dari sikap dan perilaku untuk ikut menciptakan ketenangan, kebersihan, dan kenyamanan. |
||||
Mencegah perbuatan kelompok dilakukan dengan melaporkan kepada pihak berwenang apabila tidak dapat dilakukan secara persuasif dan terutama sudah mengarah ke tindakan kriminal. |
||||
Mengurangi tingkat keandalan bangunan gedung seperti merusak, memindahkan, dan/atau menghilangkan peralatan dan perlengkapan bangunan gedung. |
||||
Mengganggu penyelenggaraan bangunan gedung seperti menghambat jalan masuk ke lokasi dan/atau meletakkan benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan manusia dan lingkungan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Instansi yang berwenang adalah instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keamanan dan ketertiban. |
||||
Pihak yang berkepentingan misalnya pemilik, pengguna, dan pengelola bangunan gedung. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 99 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 100 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Masyarakat ahli dapat menyampaikan masukan teknis keahlian untuk peningkatan kinerja bangunan gedung yang responsif terhadap kondisi geografi, faktor-faktor alam. dan/atau lingkungan yang beragam. Masyarakat adat menyampaikan masukan nilai-nilai arsitektur bangunan gedung yang memiliki kearifan lokal dan norma tradisional untuk pelestarian nilai-nilai budaya setempat. |
||||
Masukan teknis keahlian adalah pendapat anggota masyarakat yang mempunyai keahlian di bidang bangunan gedung yang didasari ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) atau pengetahuan tertentu dari kearifan lokal terhadap penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk tinjauan potensi gangguan, kerugian dan/atau bahaya serta dampak negatif terhadap lingkungan. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 101 |
||||
Ayat (1) |
||||
Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus. yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus. danlatau memiliki kompleksitas teknis tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan Iingkungannya. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 102 |
||||
Ayat (1) |
||||
Pendapat dan pertimbangan masyarakat yang dimaksud berkaitan dengan : |
||||
a. |
keselamatan. yaitu upaya perlindungan kepada masyarakat akibat dampaklbencana yang mungkin timbul; |
|||
b. |
keamana~. yaitu upaya perlindungan kepada masyarakat terhadap kemungkinan gangguan rasa aman dalam melakukan aktiYitasnya; |
|||
c. |
kesehatan. yaitu upaya perlindungan kepada masyarakat terhadap kemungkinan gangguan kesehatan dan endemik; dan/atau |
|||
d. |
kemudahan. yaitu upaya perlindungan kepada masyarakat terhadap kemungkinan gangguan mobilitas masyarakat dalam melakukan aktiYitasnya, dan pelestarian nilai-nilai sosial budaya setempat. |
|||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 103 |
||||
Masyarakat dapat mengajukan gugatan perwakilan apabila dari hasil penyelenggaraan bangunan gedung telah terjadi dampak yang mengganggul merugikan yang tidak diperkirakan pada saat perencanaan. pelaksanaan. dan/atau pemanfaatan. |
||||
Pasal 104 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 105 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 106 |
||||
Ayat (1) |
||||
Penyusunan dan penyebarluasan pengaturan yang bersifat nasional dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan yang bersifat lokal dilakukan oleh pemerintah daerah. |
||||
Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat
yang terkait dengan bangunan gedung di tingkat nasional dalam menyusun
peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan
gedung, dengan mempertimbangkan pendapat para penyelenggara bangunan gedung
melalui konsultasi publik, sosialisasi, |
||||
Ayat (2) |
||||
Bentuk pertimbangan pendapat pemerintah daerah dapat berupa informasi tertulis mengenai kondisi geografis, ekonomi, sosial, budaya. dan kearifan lokal. |
||||
Bentuk pertimbangan pendapat penyelenggara bangunan gedung dapat berupa informasi tertulis baik mengenai metode membangun yang tepat guna, penggunaan bahan bangunan lokal, maupun kapasitas/kemampuan penyelenggaraan bangunan gedung. |
||||
Ayat (3) |
||||
Yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan model peraturan daerah tentang bangunan gedung dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung. |
||||
Model peraturan daerah tentang bangunan gedung memuat paling sedikit ketentuan mengenai persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung; penyelenggaraan bangunan gedung; peran masyarakat; dan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 107 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 108 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Evaluasi terhadap substansi peraturan daerah dimaksudkan agar materi pengaturan peraturan daerah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum. |
||||
Pasal 109 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung seperti masyarakat ahli, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, masyarakat pemilik dan pengguna bangunan gedung. |
||||
Pasal 110 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 111 |
||||
Ketentuan pemberdayaan masyarakat yang belum mampu memenuhi persyaratan bangunan gedung oleh pemerintah daerah dituangkan dalam peraturan daerah. |
||||
Butir a |
||||
Pendampingan pembangunan dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, bimbingan teknis, pelatihan, dan pemberian tenaga pendampingan teknis kepada masyarakat. |
||||
Butir b |
||||
Pemberian bantuan percontohan rumah tinggal dapat dilakukan melalui pemberian stimulan berupa bahan bangunan yang dikelola bersama oleh kelompok masyarakat secara bergulir. |
||||
Butir c |
||||
Banguan penataan bangunan dan lingkungan dapat dilakukan melalui penyiapan rencana penataan bangunan dan lingkungan serta penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman. |
||||
Pasal 112 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Pengawasan oleh masyarakat mengikuti mekanisme yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. |
||||
Pengawasan pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung yang melibatkan peran masyarakat berlangsung pada setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung. |
||||
Pemerintah daerah dapat mengembangkan sistem pemberian penghargaan untuk meningkatkan peran masyarakat yang berupa tanda jasa dan/atau insentif. |
||||
Pasal 113 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 114 |
||||
Ayat (1) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (3) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (4) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (5) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Ayat (6) |
||||
Nilai total bangunan gedung ditetapkan oleh tim ahli bangunan gedung berdasarkan kewajaran harga. |
||||
Ayat (7) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 115 |
||||
Ayat (1) |
||||
Apabila kemudian diberikan izin mendirikan bangunan gedung, dan bangunan gedung yang sedang dibangun tidak sesuai dengan izin mendirikan bangunan gedung yang diberikan, maka pemilik bangunan gedung diharuskan untuk menyesuaikan. |
||||
Ayat (2) |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 116 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 117 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 118 |
||||
Cukup jelas. |
||||
Pasal 119 |
||||
Pendataan dan pendaftaran bangunan gedung yang telah berdiri dan memperoleh izin mendirikan bangunan gedung sebelum diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini dilakukan bersamaan dengan pemberian sertifikat laik fungsi setelah bangunan gedung yang bersangkutan dlperiksa kelaikan fungsinya oleh pengkaji teknis. |
||||
Pasal 120 |
||||
Cukup jelas. |
||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4532 |