PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 2005

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989

TENTANG

PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK

 

UMUM

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang dibentuk untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Desember 2004. Selanjutnya untuk mengisi kekosongan hukum, menurut putusan Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 berlaku kembali.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dibentuk berdasarkan sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang sentralistik dengan menitikberatkan kewenangan dan tanggung jawab penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik pada Pemerintah Pusat. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terjadi perkembangan keadaan, perubahan ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan tersebut, daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik guna memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain hal tersebut di atas dengan dibentuknya berbagai peraturan lainnya yang terkait dengan kegiatan di bidang ketenagalistrikan, maupun untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dalam perizinan, perencanaan, dan pendanaan di bidang ketenagalistrikan dan meningkatkan partisipasi koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat dan perorangan dalam penyediaaan tenaga listrik serta untuk meningkatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha di bidang ketenagalistrikan, perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989.
Perubahan materi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 antara lain sebagai berikut :

1.

Kewenangan Menteri menetapkan daerah usaha dan/atau bidang usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK);

2.

Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) disusun dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat;

3.

Penggunaan energi terbarukan menjadi prioritas utama;

4.

Peran Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik pada daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu;

5.

Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, swadaya masyarakat dan perorangan dapat menjadi Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dengan Izin Usaha ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya;

6.

Jaringan Transmisi untuk kepentingan umum dapat digunakan oleh Badan Usaha lain selain pemilik jaringan tersebut;

7.

Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan dilakukan melalui pelelangan umum dan dalam hal tertentu dapat dilakukan melalui penunjukan langsung;

8.

Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usul Menteri.

9.

Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

10.

Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi standardisasi, pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik.
 

PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Yang dimaksud dengan sumber energi primer meliputi energi tak terbarukan dan energi terbarukan. Energi primer tak terbarukan antara lain minyak bumi, gas bumi, dan batubara, sedangkan sumber energi primer terbarukan antara lain tenaga air, angin, surya, panas bumi, dan biomasa.
 

Ayat (4)

Cukup jelas

Angka 2

Pasal 2A

Cukup jelas

Angka 3

Pasal 3

Cukup jelas

Angka 4

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

 

 

 

 

 

Bagi Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan, perubahan rencana penyediaan tenaga listrik setelah pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan wajib mendapatkan pengesahan kembali oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Huruf a

 

 

 

 

 

 

Peringatan tertulis dilakukan apabila Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Rencana Penyediaan Tenaga Listrik.

Huruf b

 

 

 

 

 

 

Penangguhan kegiatan dilakukan apabila Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum setelah mendapat teguran tertulis tetap tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Rencana Penyediaan Tenaga Listrik.

Huruf c

 

 

 

 

 

 

Pencabutan izin dilakukan apabila Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tetap tidak menaati persyaratan selama masa penangguhan.

Angka 5

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

 

 

 

 

 

Yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam ketentuan ini adalah BUMN yang bukan ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Yang dimaksud belum dapat menjangkau seluruh daerah usahanya adalah:

1.

belum mempunyai/memiliki kapasitas tenaga listrik yang dibutuhkan di daerah usahanya;

2.

belum tersedianya sarana penyediaan tenaga listrik.

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Ayat (10)

Cukup jelas

Ayat (11)

Cukup jelas

Ayat (12)

Cukup jelas

Ayat (13)

Cukup jelas

Ayat (14)

Cukup jelas

Angka 6

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Angka 7

Pasal 13

Cukup jelas

Angka 8

Pasal 15

Ayat (1)

Mutu dan keandalan antara lain tingkat variasi perubahan naik turunnya frekuensi sistem, atau perubahan naik turunnya tegangan pada titik pemakaian, ataupun jumlah dan lama terhentinya penyediaan tenaga listrik (gangguan).

Ayat (2)

Penetapan mutu dan keandalan oleh Menteri mengingat mutu dan keandalan sistem ketenagalistrikan sangat dinamis dan secara teknis mutu dan keandalan tidak sama di setiap daerah sehingga tidak dapat diberlakukan secara nasional.

Angka 9

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Disamping untuk keamanan instalasi tenaga listrik, keselamatan ketenagalistrikan dimaksudkan pula untuk memberi perlindungan kepada masyarakat untuk mendapatkan rasa aman, rasa nyaman, dan kesehatan serta kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai standar yang berlaku.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah badan usaha yang diberi izin untuk melakukan pekerjaan perencanaan pembangunan dan pemasangan instalasi ketenagalistrikan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam adalah peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Ayat (10)

Cukup jelas

Angka 10

Pasal 22

Ayat (1)

Instalasi ketenagalistrikan dimaksud harus didukung oleh peralatan dan pemanfaat listrik yang memenuhi standar di bidang ketenagalistrikan.

Ayat (2)

Sertifikat laik operasi diterbitkan oleh lembaga sertifikasi (lembaga inspeksi) yang berwenang, dimaksudkan sebagai sarana untuk menjamin terpenuhinya ketentuan andal, aman, dan akrab lingkungan bagi instalasi ketenagalistrikan.

Angka 11

Pasal 23

Cukup jelas

Angka 12

Pasal 23A

Dengan berkembangnya teknologi, penggunaan jaringan tenaga listrik dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain selain penyaluran tenaga listrik, antara lain untuk mentransmisikan data, internet, telekomunikasi, multimedia, dan informatika.

Angka 13

Pasal 24

Ayat (1)

Yang diberlakukan sebagai standar wajib adalah SNI yang berkaitan dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan dan fungsi lingkungan hidup di bidang ketenagalistrikan.

Ayat (2)

Tanda SNI yang dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik, menunjukan bahwa peralatan tersebut telah memenuhi persyaratan mutu yang termuat dalam SNI.

Ayat (3)

Tanda Keselamatan dibubuhkan pada pemanfaat tenaga listrik, menunjukan bahwa pemanfaat tersebut telah memenuhi persyaratan keselamatan yang dimuat dalam SNI.

Ayat (4)

Cukup jelas

Angka 14

Pasal 25

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Tindakan adalah antara lain pemutusan sementara aliran tenaga listrik.

Huruf c

Tindakan penertiban yang dimaksud misalnya pencabutan kabel-kabel yang dipasang untuk mendapatkan tenaga listrik secara tidak sah. Terhadap pemakaian yang tidak sah itu sendiri pada dasarnya dapat dilaporkan kepada pihak yang berwajib sebagai tindak pidana pencurian.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bahaya terhadap kesehatan atau nyawa adalah karena akibat sengatan, terbakar, terluka lainnya oleh tenaga listrik.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kelalaian ini dapat terjadi baik dalam arti sewaktu pelaksanaan pekerjaan atau tidak segera dilakukan tindakan pengamanan perbaikan, sementara laporan atau informasi mengenai hal tersebut telah diberikan, ataupun karena tindakan-tindakan lain yang dapat menimbulkan kerugian selama pemberian pelayanan tenaga listrik.

Huruf e

Cukup jelas

Angka 15

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan harga jual tenaga listrik untuk konsumen adalah harga yang dibayar pelanggan atas penggunaan tenaga listrik yang dapat terdiri dari biaya beban (Rp/kVA) dan/atau biaya pemakaian (Rp/kWh), dan biaya pemakaian daya reaktif (Rp/kVArh) atau dibayar berdasarkan harga langganan (Rp/bulan) sesuai dengan batasan daya yang dipakai.

Ayat (3)

Yang dimaksud harga jual tenaga listrik untuk konsumen dalam ketentuan ini sama dengan penjelasan pada ayat (1).

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan konsumen tidak mampu adalah konsumen listrik dengan daya tersambung sampai dengan 450 VA yang pemakaiannya sampai dengan 30 kWh perbulan.

Angka 16

Pasal 32 A

Cukup jelas

Angka 17

Pasal 35

Cukup jelas

Angka 18

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Angka 19

Pasal 37

Cukup jelas

Angka 20

Pasal 37A

Cukup jelas

Pasal II

Cukup jelas

Pasal III

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4469