
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK 
                                                         NOMOR  51/PMK.02/2005         
TENTANG
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN
SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TAHUN
ANGGARAN 2005
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK 
| Menimbang | : | a. | bahwa
  dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005, dianggarkan
  subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bertujuan untuk meringankan beban
  masyarakat; | |||
|  |  | b. | bahwa untuk memperlancar penyaluran
  subsidi BBM, diperlukan tata cara penghitungan dan pembayarannya; | |||
|  |  | c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
  dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
  tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Bahan Bakar Minyak
  (BBM) Tahun Anggaran 2005; | |||
| Mengingat | : | 1. | Undang
  - Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara
  Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
  Indonesia Nomor 4152); | |||
|  |  | 2. | Undang
  - Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
  Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
  Nomor 4286); | |||
|  |  | 3. | Undang
  - Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
  Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
  Nomor 4355); | |||
|  |  | 4. | Undang
  - Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
  Republik Indonesia Tahun Anggaran 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia
  Tahun 2004 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
  4442); | |||
|  |  | 5. | Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002
  tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
  Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara
  Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
  Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418); | |||
|  |  | 6. | Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004; | |||
|  |  | 7. | Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005
  tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri; | |||
|  |  | 8. | Keputusan Bersama Menteri Energi dan
  Sumber Daya Mineral dan Menteri Keuangan Nomor    31K/20/MEM/2003 dan 31/KMK.01/2003  Tentang Pedoman Penetapan Harga Jual Eceran
  Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri oleh Pertamina; | |||
|  |  |  |  | |||
|  |  | 9. | Keputusan Menteri Keuangan Nomor
  153/KMK.012/1982 tentang Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Yang
  Berlaku Bagi Perusahaan – Perusahaan Minyak Dan Gas Bumi ; | |||
|  |  | 10. | Keputusan Menteri Keuangan Nomor
  302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan,
  sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
  426/KMK.01/2004; | |||
|  |  | 11. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor
  606/PMK.06/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran
  Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005; | |||
|  |  | 12. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005
  tentang Pengelolaan Bagian  Anggaran
  Pembiayaan dan Perhitungan; | |||
|  |  | 13. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor
  13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar; | |||
| Memperhatikan | : | Surat Anggota/Pembina Auditama Keuangan
  Negara II Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
  01/S/IV-XII/01/2004 tanggal 14 Januari 2004 tentang Penempatan Sisa Dana
  Subsidi dan PSO di Escrow Account. | ||||
|  |  | MEMUTUSKAN : | ||||
| Menetapkan | : | PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TAHUN ANGGARAN 2005. | ||||
|  |  | Pasal 1 | ||||
|  |  | Dalam
  Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : | ||||
|  |  | 1. | Bahan
  Bakar Minyak yang selanjutnya disebut BBM adalah bahan bakar yang berasal
  dan/atau diolah dari minyak bumi yang meliputi Premium, Minyak Tanah, Minyak
  Solar, Minyak Diesel dan Minyak Bakar. | |||
|  |  | 2. | Harga Jual Eceran BBM adalah harga jual
  eceran BBM dalam negeri yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
  perundang-undangan yang berlaku. | |||
|  |  | 3. | Hasil
  penjualan bersih BBM adalah hasil perkalian volume penjualan BBM dalam negeri
  dengan harga jual dikurangi dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bahan
  Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan Margin Pemegang Pompa Stasiun Pengisian
  Bahan Bakar untuk Umum (SPBU). | |||
|  |  | 4. | Biaya pengadaan BBM adalah biaya
  penyediaan minyak mentah dan produk BBM dikurangi dengan nilai produk Non BBM
  ditambah biaya operasi. | |||
|  |  | 5. | Nilai
  produk Non BBM adalah hasil penjualan produk non BBM (produk sampingan)
  antara lain berupa hasil penjualan Avigas, Avtur, Pertamax, Pertamax Plus,
  LPG, Naptha, LSWR, HOMC, LOMC,Lube Base, Lilin, Asphalt, Pertasol, Minasol,
  Polytham, Green Cokes, Parafinic, Residu yang berasal dari hasil kilang BBM.  | |||
|  |  | 6. | Biaya
  Operasi adalah biaya pengolahan, distribusi, angkutan laut, bunga, penyusutan
  dan biaya umum kantor pusat. | |||
|  |  | 7. | Subsidi
  BBM adalah pengeluaran Negara yang dihitung dari selisih kurang antara hasil
  penjualan bersih BBM dengan biaya pengadaan BBM. | |||
|  |  | 8. | Laba Bersih Minyak (LBM) adalah penerimaan
  Negara yang dihitung dari selisih lebih antara hasil penjualan bersih BBM
  dengan biaya pengadaan BBM. | |||
|  |  |  | Pasal 2 | |||
|  |  | (1) | Subsidi
  BBM diberikan kepada konsumen BBM sesuai dengan ketentuan peraturan
  perundang-undangan yang berlaku. | |||
|  |  | (2) | Pemberian subsidi BBM kepada konsumen
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan Pemerintah melalui PT.
  Pertamina (Persero). | |||
|  |  |  | Pasal 3 | |||
|  |  | (1) | Direktur
  Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Daftar Isian
  Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atas belanja subsidi BBM yang besarnya mengacu
  pada jumlah pagu subsidi BBM yang tersedia dalam APBN Tahun Anggaran 2005
  atau APBN-P Tahun Anggaran 2005. | |||
|  |  | (2) | DIPA atas belanja subsidi BBM sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran dan
  Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan dan selanjutnya disampaikan
  untuk mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama
  Menteri Keuangan. | |||
|  |  | (3) | DIPA yang telah mendapat pengesahan
  sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan pagu tertinggi dan sebagai dasar
  pelaksanaan pembayaran subsidi BBM. | |||
|  |  | (4) | Dalam
  hal pagu DIPA atas belanja subsidi BBM dalam Tahun Anggaran 2005 atau APBN-P
  Tahun Anggaran 2005 tidak mencukupi dari yang ditetapkan dalam APBN Tahun
  Anggaran 2005 atau APBN-PTahun Anggaran 2005, DIPA atas belanja subsidi BBM
  tersebut dapat direvisi setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. | |||
|  |  | Pasal 4 | ||||
|  |  | Berdasarkan
  DIPA sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Direktur Jenderal Anggaran dan
  Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk: | ||||
|  |  | a. | Pejabat yang diberi kewenangan untuk
  melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; | |||
|  |  | b. | Pejabat yang diberi kewenangan untuk
  menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM); | |||
|  |  |  | Pasal 5 | |||
|  |  | (1) | Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 3, Direksi PT Pertamina (Persero) setiap bulan mengajukan permintaan
  pembayaran subsidi BBM kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran
  dan Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
  Perbendaharaan.  | |||
|  |  | (2) | Permintaan pembayaran subsidi BBM untuk
  suatu bulan dapat disampaikan pada tanggal 1 (satu) bulan berikutnya. | |||
|  |  |  | Pasal 6 | |||
|  |  | (1) | Pengajuan permintaan pembayaran subsidi
  BBM bulan Desember, disampaikan paling lambat pada tanggal 15 (limabelas)
  Desember. | |||
|  |  | (2) | Dalam hal tanggal 15 (limabelas) Desember
  adalah hari libur, pengajuan permintaan pembayaran subsidi BBM disampaikan
  pada hari kerja berikutnya. | |||
|  |  |  | Pasal 7 | |||
|  |  | (1) | Berdasarkan permintaan pembayaran subsidi
  BBM sebagaimana dimaksud pada Pasal 5, Direktorat Jenderal Anggaran dan
  Perimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan badan
  Layanan Umum melakukan penelitian dan verifikasi. | |||
|  |  | (2) | Dalam
  melakukan penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
  Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat
  Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum dapat membentuk tim. | |||
|  |  |  | Pasal 8 | |||
|  |  | (1) | Dalam rangka penelitian dan verifikasi
  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, PT Pertamina (Persero) dan Badan
  Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) wajib menyampaikan data
  pendukung secara lengkap kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan
  Keuangan cq.Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum. | |||
|  |  | (2) | Data pendukung yang wajib disampaikan oleh
  PT. Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
  sekurang-kurangnya terdiri dari : | |||
|  |  |  | a. | Data pembelian minyak mentah dari dalam
  negeri dan luar negeri (impor); | ||
|  |  |  | b. | Data pembelian produk BBM dari dalam
  negeri dan luar negeri (impor); | ||
|  |  |  | c. | Data minyak mentah yang diolah kilang BBM
  Unit Pengolahan I (satu) sampai dengan Unit Pengolahan V ( | ||
|  |  |  | d. | Data biaya operasi berdasarkan Rencana
  Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. Pertamina (Persero) yang terdiri dari
  biaya pengolahan, distribusi, angkutan laut, bunga, penyusutan dan biaya umum
  kantor pusat; | ||
|  |  |  | e. | Dalam hal pada data biaya operasi terdapat
  komponen biaya yang menggunakan valuta asing, data biaya operasi terlebih
  dahulu disesuaikan dengan nilai tukar pada bulan yang bersangkutan; | ||
|  |  |  | f. | Data Nilai produk non BBM (produk
  sampingan) yang berasal dari hasil kilang BBM UP I sampai dengan UP V; | ||
|  |  |  | g. | Data hasil penjualan BBM di dalam negeri
  dan ke luar negeri (ekspor); dan | ||
|  |  |  | h. | Data pendukung lainnya yang berkaitan
  dengan penghitungan subsidi BBM. | ||
|  |  | (3) | Data pendukung yang wajib disampaikan oleh
  BP Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah data pengiriman minyak
  mentah dan gas bagian Pemerintah dan bagian Kontraktor untuk diolah di kilang
  BBM. | |||
|  |  | (4) | Nilai tukar sebagaimana dimaksud pada ayat
  (2) huruf e, adalah nilai tukar yang didasarkan pada Keputusan Menteri
  Keuangan Nomor 153/KMK.012/1982 tentang Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar
  Amerika Yang Berlaku Bagi Perusahaan –Perusahaan Minyak Dan Gas Bumi. | |||
|  |  |  | Pasal 9 | |||
|  |  | (1) | Dalam
  rangka mempercepat proses penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 7, data sebagaimana 
  dimaksud dalam Pasal 8 disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran
  dan Perimbangan Keuangan cq. Direktur Penerimaan Negara dan Bukan Pajak dan
  Badan Layanan Umum paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal permintaan
  pembayaran subsidi BBM yang diajukan oleh PT. Pertamina (Persero) sebagaimana
  dimaksud pada Pasal 5 ayat (2). | |||
|  |  | (2) | Dalam hal data yang disampaikan oleh PT.
  Pertamina (Persero) dan BP Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 belum
  lengkap, Pejabat Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq.
  Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum dapat melakukan
  penelitian langsung ke unit sumber data. | |||
|  |  |  | Pasal 10 | |||
|  |  | (1) | Jumlah Subsidi BBM yang dapat dibayarkan
  untuk setiap bulannya sampai dengan bulan Nopember kepada PT. Pertamina
  (Persero) adalah : | |||
|  |  |  | a. | Paling tinggi 95% (sembilan puluh 
   | ||
| b. | Paling tinggi 90% (sembilan puluh persen)
  dari hasil perhitungan verifikasi apabila harga rata-rata minyak mentah  | |||||
|  |  | (2) | Jumlah subsidi BBM bulan Desember yang
  dapat dibayarkan kepada PT. Pertamina (Persero) di bulan Desember adalah
  jumlah terendah dari estimasi kewajiban Nilai Lawan bulan Nopember atau
  sebesar persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari estimasi subsidi
  BBM bulan Desember yang telah diverifikasi. | |||
|  |  | (3) | Nilai Lawan sebagaimana dimaksud pada ayat
  (2), merupakan nilai minyak mentah bagian Pemerintah yang digunakan oleh PT.
  Pertamina (Persero) dalam rangka pengadaan BBM dalam negeri. | |||
|  |  |  | Pasal 11 | |||
|  |  | (1) | Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi atas permintaan pembayaran subsidi BBM PT. Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan jumlah subsidi BBM yang dapat dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan SPM kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang jumlahnya secara keseluruhan tidak melebihi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. | |||
|  |  | (2) | Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). | |||
|  |  |  | Pasal 12 | |||
|  |  | (1) | Apabila terdapat koreksi terhadap jumlah
  subsidi BBM yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, PT.
  Pertamina (Persero) secara triwulanan wajib menyampaikan permintaan
  pembayaran subsidi BBM kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran
  dan Perimbangn Keuangan.  | |||
|  |  | (2) | Permintaan pembayaran subsidi BBM
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi data pendukung sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 8. | |||
|  |  | (3) | Berdasarkan permintaan pembayaran subsidi
  BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran dan
  Perimbangan Keuangan cq. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan
  Layanan Umum melakukan penelitian dan verifikasi. | |||
|  |  | (4) | Hasil penelitian dan verifikasi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sebagai dasar koreksi
  pembayaran subsidi BBM.  | |||
|  |  | (5) | Koreksi pembayaran subsidi BBM sebagaimana
  dimaksud pada ayat (4), dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
  Menteri Keuangan.  | |||
|  |  | (6) | Koreksi pembayaran subsidi BBM sebagaimana
  dimaksud pada ayat (5), diperhitungkan pada pembayaran subsidi BBM
  berikutnya.  | |||
|  |  | (7) | Pembayaran subsidi BBM berdasarkan
  perhitungan subsidi BBM yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
  (5), merupakan pembayaran 100% (seratus persen). | |||
|  |  | (8) | Pembayaran koreksi subsidi BBM yang
  diperhitungkan dengan pembayaran subsidi BBM berikutnya. sebagaimana
  dimaksud dalam ayat (6), dilakukan dengan mekanisme pembayaran subsidi BBM
  sebagaimana diatur dalam Pasal 11. | |||
|  |  |  | Pasal 13 | |||
|  |  | (1) | Pembayaran subsidi BBM sebagaimana
  dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) dan (2) serta Pasal 12 ayat (7) bersifat
  sementara.  | |||
|  |  | (2) | Besarnya subsidi BBM dalam satu tahun
  anggaran secara final ditetapkan berdasarkan laporan hasil audit yang
  disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan.   | |||
|  |  | (3) | Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
  adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan
  perundang-undangan yang berlaku. | |||
|  |  |  | Pasal 14 | |||
|  |  | (1) | Pada akhir tahun anggaran, sisa subsidi BBM
  antara jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN-P dengan jumlah subsidi
  BBM yang dibayar, ditempatkan ke dalam rekening sementara (escrow account) PT. Pertamina
  (Persero).  | |||
|  |  | (2) | Untuk penempatan sisa subsidi BBM
  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi PT. Pertamina (Persero) wajib
  mengajukan surat permintaan tertulis kepada Menteri Keuangan dengan tembusan
  kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Direktur
  Jenderal Perbendaharaan.  | |||
|  |  | (3) | Penempatan sisa subsidi BBM dalam rekening
  sementara (escrow account) PT.
  Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan dengan
  mekanisme pembayaran subsidi BBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. | |||
|  |  | (4) | Pencairan sisa subsidi BBM dalam rekening
  sementara (escrow account) sebagaimana
  dimaksud dalam ayat (1), dilakukan berdasarkan hasil audit. | |||
|  |  | (5) | Pelaksanaan pencairan sisa subsidi BBM
  dalam rekening sementara (escrow
  account) sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh Direktur
  Jenderal Perbendaharaan atas permintaan Direktur Jenderal Anggaran dan
  Perimbangan Keuangan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari
  Menteri Keuangan.  | |||
|  |  | (6) | Dalam hal hasil audit subsidi BBM yang
  harus dibayar lebih kecil dari sisa subsidi BBM yang tersedia di rekening
  sementara (escrow account), sisa
  kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan
  Pajak.     | |||
|  |  | (7) | Dalam hal hasil audit subsidi BBM yang
  harus dibayar lebih besar dari sisa subsidi BBM yang tersedia di rekening
  sementara (escrow account), sisa
  kekurangan pembayaran subsidi BBM akan dibayarkan setelah dianggarkan.     | |||
|  |  | (8) | Pembayaran sisa kekurangan pembayaran
  subsidi BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilakukan dengan mekanisme
  pembayaran subsidi BBM sebagaimana diatur dalam Pasal 11. | |||
|  |  |  | Pasal 15 | |||
|  |  | (1) | Dalam hal terdapat penerimaan Negara yang
  berasal dari Laba Bersih Minyak (LBM), PT. Pertamina (Persero) wajib menyetor
  LBM tersebut ke Kas Negara secara periodik (bulanan). | |||
|  |  | (2) | Penyetoran LBM ke Kas Negara sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1), merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). | |||
|  |  | Pasal 16 | ||||
|  |  | Apabila dalam Tahun Anggaran 2006 masih
  dianggarkan subsidi BBM, Peraturan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai
  acuan dalam pembayaran subsidi BBM Tahun Anggaran 2006 sampai dengan
  ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara
  Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Tahun Anggaran
  2005. | ||||
|  |  | Pasal 17 | ||||
|  |  | Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan tanggal 31 Desember 2005. | ||||
|  |  | Agar setiap orang mengetahuinya,
  memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya
  dalam Berita Negara Republik  | ||||
|  |  |  | Ditetapkan di Jakarta Pada
  tanggal 22 Juni 2005 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK  JUSUF ANWAR | |||
|  |  |  |  | |||
LAMPIRAN
PERATURAN     
MENTERI      KEUANGAN    REPUBLIK       INDONESIA             NOMOR    14/PMK.03/2005    TENTANG PERSYARATAN SUMBANGAN SERTA TATA
CARA PENDAFTARAN DAN PELAPORAN OLEH PENAMPUNG, PENYALUR DAN/ATAU PENGELOLA
SUMBANGAN DALAM RANGKA BANTUAN KEMANUSIAAN BENCANA ALAM DI NANGGROE ACEH
DARUSSALAM DAN SUMATERA UTARA
LAPORAN PENAMPUNGAN, PENYALURAN DAN/ ATAU PENGELOLAAN SUMBANGAN DALAM RANGKA BANTUAN KEMANUSIAAN BENCANA ALAM DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN SUMATERA UTARA
| Nama Penampung/Penyalur/pengelola | : |  | 
| Alamat Penampung/Penyalur/Pengelola | : |  | 
| Kota/Kode Pos | : |  | 
| Nomor Telepon dan Fax | : |  | 
| Nama Penanggung Jawab | : |  | 
| Alamat Penanggung Jawab | : |  | 
| Kota/Kode Pos | : |  | 
| Nomor Telepon dan Fax | : |  | 
| Nomor Rekening Bank | : |  | 
I. Penampungan Sumbangan
| No. | Nama dan NPWP Pemberi Sumbangan | Jumlah (Rp.) | 
|  | Saldo awal |  | 
|  |  |  | 
|  |  |  | 
|  | Jumlah |  | 
B. Barang
| No. | Nama dan NPWP Pemberi Sumbangan | Jenis barang | Unit | 
|  |  |  |  | 
|  |  |  |  | 
|  |  |  |  | 
II. Penyaluran dan/atau Pengelolaan Sumbangan
A. Uang
| No. | Penerima Sumbangan | Jumlah (Rp.) | 
|  |  |  | 
|  |  |  | 
|  |  |  | 
|  | Jumlah |  | 
B. Barang
| No. | Penerima Sumbangan | Jenis barang | Unit | 
|  |  |  |  | 
|  |  |  |  | 
|  |  |  |  | 
KP/SJ.55/2005/C:Hans/RKMK Informasi Peruuan12