PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2008
TENTANG
TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN
PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
I. |
UMUM |
|||||
|
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Presiden merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Pengelolaan keuangan negara tersebut diwujudkan dalam pengelolaan APBN yang ditetapkan setiap tahunnya dengan Undang-Undang. |
|||||
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa utang/pinjaman pemerintah dapat bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Utang/pinjaman tersebut oleh pemerintah dapat digunakan untuk membiayai keperluan pemerintah pusat dan/atau diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN. Ketentuan mengenai pinjaman Pemerintah yang bersumber dari luar negeri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, sedangkan untuk pinjaman Pemerintah yang bersumber dari dalam negeri sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 38 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, maka dibentuklah Peraturan Pemerintah ini. |
|||||
|
Peraturan Pemerintah ini secara khusus mengatur mengenai Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah yang digunakan secara langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga, dan Pengadaan Pinjaman yang diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah, BUMN, atau Perusahaan Daerah. Penerusan pinjaman kepada Perusahaan Daerah hanya dilakukan melalui Penerusan Pinjaman Dalam Negeri kepada Pemerintah Daerah. |
|||||
|
Kegiatan pinjam meminjam antara Pemerintah Pusat sebagai peminjam dan Pemerintah Daerah atau BUMN sebagai pemberi pinjaman merupakan tindakan yang diikuti dengan perjanjian komersial sehingga di antara kedua belah pihak dalam hubungan pinjam meminjam memiliki hak dan kewajiban yang sejajar dan tidak ada paksaan. |
|||||
|
Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri dilakukan dengan prinsip transparan, akuntabel, efisien dan efektif, serta kehati-hatian dengan memperhatikan tingkat risiko yang terkendali. Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri dilaksanakan secara selaras dengan siklus APBN mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Selanjutnya, Pemberi Pinjaman Dalam Negeri dan Penerima Penerusan Pinjaman Dalam Negeri harus memenuhi persyaratan tertentu. Pemerintah melakukan perundingan dengan calon pemberi pinjaman dan calon penerima penerusan pinjaman mengenai ketentuan dan persyaratan Pinjaman Dalain Negeri yang hasil perundingannya dituangkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri atau Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri. Terhadap pelaksanaan Pinjaman Dalam Negeri dilakukan pelaporan, pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan publikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. |
|||||
II. |
PASAL DEMI PASAL |
|||||
|
Pasal 1 |
|||||
|
|
Cukup jelas. |
||||
|
Pasal 2 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "transparansi" adalah proses Pengadaan PDN dilakukan secara terbuka kepada pihak yang berkepentingan. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "akuntabilitas" adalah proses Pengadaan PDN dilakukan sesuai dengan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "efisien dan efektif" adalah Pengadaan PDN dilakukan sesuai dengan tujuannya dan biaya yang timbul dapat ditekan seminimal mungkin. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Kehati-hatian dimaksudkan agar proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mengutamakan kehati-hatian, dengan menghindari keputusan yang bersifat spekulatif. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Tingkat risiko dapat dikatakan terkendali apabila beban pengelolaan utang yang terdiri dari pembayaran pokok, bunga, biaya lainnya dan jangka waktu pembayaran kembali masih dalam batas-batas kemampuan APBN dalam membayar kewajiban yang berkenaan pada tingkat yang wajar. |
|||
|
Pasal 3 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "pinjaman Kegiatan" adalah pinjaman yang digunakan untuk membiayai Kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga atau Pemerintah Daerah dan BUMN. Sedangkan skema pinjaman Kegiatan dapat dilakukan secara bilateral, sindikasi, dan club deal. |
|||
|
Pasal 4 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Perusahaan Daerah yang memerlukan Penerusan PDN dari Pemerintah Pusat hanya dapat dilakukan melalui Pemerintah Daerah. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "mekanisme APBN" adalah proses perencanaan Kegiatan, pembiayaan, dan penganggaran serta penarikan pinjaman sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan. |
|||
|
Pasal 5 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Pemberdayaan industri dalam negeri dilakukan untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Pembangunan infrastruktur meliputi antara lain: pembangunan sarana dan prasarana jalan, jembatan, pelabuhan laut, bandar udara, dan pembangkit listrik yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "infrastruktur untuk pelayanan umum" adalah infrastruktur layanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah yang tidak menghasilkan pendapatan secara langsung. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "kegiatan investasi" adalah Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yang menghasilkan pendapatan secara langsung. |
||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan penugasan khusus pemerintah" adalah penugasan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang BUMN. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 6 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "Nilai Bersih Pinjaman" adalah selisih lebih atau selisih kurang pinjaman dalam pos pembiayaan APBN tahun berjalan. Selisih lebih Nilai Bersih Pinjaman terjadi jika pinjaman yang diterbitkan atau ditarik lebih besar dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi. Sedangkan selisih kurang Nilai Bersih Pinjaman terjadi jika pinjaman yang diterbitkan atau ditarik lebih kecil dibandingkan dengan pinjaman yang dilunasi. |
|||
|
|
|
Pinjaman merupakan bagian dari utang pemerintah. Sedangkan utang Pemerintah terdiri dari utang dalam bentuk sekuritas dan utang dalam bentuk non sekuritas termasuk pinjaman dalam negeri. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Persetujuan DPR atas APBN meliputi jumlah penerimaan, pagu belanja, perkiraan defisit, dan sumber-sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk menutup defisit dengan memperhatikan kewajiban dari sisi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Dalam Negeri merupakan bagian dari total kebutuhan pembiayaan yang berasal dari utang. |
|||
|
Pasal 7 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Periode perencanaan batas maksimum PDN tersebut dilakukan sesuai dengan siklus APBN. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 8 |
|||||
|
|
Cukup jelas. |
||||
|
Pasal 9 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Pengadaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan atas pertimbangan pilihan instrumen pembiayaan yang tersedia sesuai dengan prinsip pengelolaan utang. |
|||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 10 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Rencana Kerja Pemerintah adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 11 |
|||||
|
|
Rencana kerja untuk Kementerian Negara/Lembaga yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. |
||||
|
|
Rencana kerja untuk Pemerintah Daerah yaitu Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah. |
||||
|
|
Rencana kerja untuk BUMN atau Perusahaan Daerah yaitu Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). |
||||
|
Pasal 12 |
|||||
|
|
Cukup jelas. |
||||
|
Pasal 13 |
|||||
|
|
Cukup jelas. |
||||
|
Pasal 14 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Apabila hanya terdapat satu calon pemberi pinjaman yang memenuhi syarat maka dapat dilakukan penunjukan langsung. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh merupakan bagian dari Modal Dasar yang telah ditentukan kepemilikannya yang telah disetorkan seluruhnya oleh para pemegang saham. |
||
|
|
Ayat (4) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (5) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 15 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "penerimaan umum APBD tahun sebelumnya" adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman atau Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dihitung berdasarkan perbandingan antara proyeksi tahunan jumlah Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil tidak termasuk Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi, dan Dana Alokasi Umum setelah dikurangi belanja wajib dibagi dengan proyeksi penjumlahan angsuran pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain yang jatuh tempo setiap tahunnya selama jangka waktu pinjaman yang akan ditarik. |
||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "belanja wajib" adalah belanja pegawai dan belanja anggota DPRD. |
||
|
|
|
|
Yang dimaksud dengan "biaya lain" yaitu antara lain: biaya administrasi, biaya provisi, biaya komitmen, asuransi, dan denda. |
||
|
|
|
|
DSCR |
= |
PAD + (DBH - DBHDR) + DAU} - Belanja
Wajib ≥ 2,5 |
|
|
|
|
DSCR = Debt Service Coverage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman; |
||
|
|
|
|
PAD = Pendapatan Asli Daerah; |
||
|
|
|
|
DAU = Dana Alokasi Umum; |
||
|
|
|
|
DBH = Dana Bagi Hasil; dan |
||
|
|
|
|
DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf f |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Syarat BUMN sebagai Penerima Penerusan PDN ditetapkan berdasarkan kredibilitas, arus kas, likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 16 |
|||||
|
|
Cukup jelas. |
||||
|
Pasal 17 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Dana pendamping diperlukan apabila pemberi pinjaman tidak membiayai keseluruhan dari biaya Kegiatan. |
||
|
|
|
Huruf c |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf d |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf e |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf f |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
Pasal 18 |
|||||
|
|
Ayat (1) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (2) |
||||
|
|
|
Cukup jelas. |
|||
|
|
Ayat (3) |
||||
|
|
|
Huruf a |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
|
|
|
Huruf b |
|||
|
|
|
|
Cukup jelas. |
||
Huruf c |
||||||
|
|
|
|
Ketentuan dan persyaratan pinjaman meliputi antara lain: hak dan kewajiban, tingkat bunga, jangka waktu penarikan, ketentuan/persyaratan penarikan, pengefektifan pinjaman, masa pembayaran (repayment), dan jatuh tempo (maturity date) serta pernyataan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia dan jurisdiksi peradilan Indonesia. |
||
Rencana penarikan (disbursement schedule) pinjaman Kegiatan disesuaikan dengan kontrak pengadaan barang/jasa. |
||||||
Ayat (4) |
||||||
|
|
|
Instansi terkait lainnya antara lain: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bank Indonesia, dan Kementerian BUMN dalam hal penerusan pinjaman kepada BUMN. |
|||
Pasal 19 |
||||||
Ayat (1) |
||||||
|
|
|
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" meliputi penundaan pelaksanaan Kegiatan, perubahan dalam jadwal dan jangka waktu penyelesaian Kegiatan, perubahan skema penggunaan dana dan struktur Kegiatan, dan/atau kebijakan pemerintah lainnya. |
|||
Ayat (2) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 20 |
||||||
Ayat (1) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Ayat (2) |
||||||
Penandatangan Penerima Penerusan PDN untuk Pemerintah Daerah oleh Kepala Daerah dan untuk BUMN oleh Direksi BUMN yang bersangkutan. |
||||||
Ayat (3) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Ayat (4) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Ayat (5) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Ayat (6) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 21 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 22 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 23 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 24 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 25 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 26 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 27 |
||||||
Ayat (1) |
||||||
Yang dimaksud dengan "langkah penyelesaian" antara lain pembatalan pinjaman, pengurangan pinjaman, realokasi dana pinjaman. |
||||||
Huruf a |
||||||
Yang dimaksud dengan "penyerapan pinjaman rendah" adalah realisasi penyerapan pinjaman yang lebih kecil dari rencana penarikan pinjaman. |
||||||
Huruf b |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Ayat (2) |
||||||
Perubahan dan/atau pembatalan Naskah Perjanjian PDN dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak. |
||||||
Pasal 28 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 29 |
||||||
Ayat (1) |
||||||
Publikasi mengenai informasi PDN dilakukan melalui media elektronik. |
||||||
Ayat (2) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Ayat (3) |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 30 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
Pasal 31 |
||||||
Cukup jelas. |
||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4885 |