UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2011
TENTANG
INTELIJEN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdaMaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penting dilakukan deteksi dini dan peringatan dini yang mampu mendukung upaya menangkal segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; |
||
b. |
bahwa sejalan dengan perubahan, perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis, perlu melakukan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat kompleks serta memiliki spektrum yang sangat luas; |
||||
c. |
bahwa untuk melakukan deteksi dini dan peringatan dini guna mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman, diperlukan Intelijen Negara yang tangguh dan profesional, serta penguatan kerja sama dan koordinasi Intelijen Negara dengan menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
||||
d. |
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat, penyelenggaraan Intelijen Negara sebagai lini pertama dari sistem keamanan nasional perlu diatur secara lebih komprehensif; |
||||
e. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Intelijen Negara; |
||||
Mengingat |
: |
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
|||
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA |
|||||
MEMUTUSKAN: |
|||||
Menetapkan |
: |
UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA. |
|||
BAB I
|
|||||
DaIam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: |
|||||
1. |
Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional. |
||||
2. |
Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara. |
||||
3. |
Personel Intelijen Negara adalah warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan khusus Intelijen dan mengabdikan diri dalam dinas Intelijen Negara. |
||||
4. |
Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan. |
||||
5. |
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. |
||||
6. |
Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen yang dilindungi kerahasiaannya agar tidak dapat diakses, tidak dapat diketahui, dan tidak dapat dimiliki oleh pihak yang tidak berhak. |
||||
7. |
Masa Retensi adalah jangka waktu pelindungan dan penyimpanan Rahasia Intelijen. |
||||
8. |
Pihak Lawan adalah pihak dari dalam dan luar negeri yang melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, serta tindakan yang dapat mengancam kepentingan dan keamanan nasional. |
||||
9. |
Sasaran adalah orang, benda, atau kondisi yang ingin dicapai dari fungsi Intelijen. |
||||
10. |
Kode Etik Intelijen Negara adalah pedoman bersikap, berbicara, bertindak, dan berperilaku bagi Personel Intelijen Negara di dalam melaksanakan tugas dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. |
||||
Pasal 2 |
|||||
Asas penyelenggaraan Intelijen meliputi: |
|||||
a. |
profesionalitas; |
||||
b. |
kerahasiaan; |
||||
c. |
kompartementasi; |
||||
d. |
koordinasi; |
||||
e. |
integritas; |
||||
f. |
netralitas; |
||||
g. |
akuntabilitas; dan |
||||
h |
objektivitas. |
||||
Pasal 3 |
|||||
Hakikat Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. |
|||||
BAB II
|
|||||
Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat Ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional. |
|||||
Bagian Kedua
|
|||||
Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat Ancaman yang' potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. |
|||||
Bagian Ketiga
|
|||||
(1) |
Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. |
||||
(2) |
Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. |
||||
(3) |
Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen, dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional. |
||||
(4) |
Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan keamanan nasional. |
||||
(5) |
Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia. |
||||
Bagian Keempat
|
|||||
Ruang lingkup Intelijen Negara meliputi: |
|||||
a. |
Intelijen dalam negeri dan luar negeri; |
||||
b. |
Intelijen pertahanan dan/atau militer; |
||||
c. |
Intelijen kepolisian; |
||||
d. |
Intelijen penegakan hukum; dan |
||||
e. |
Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. |
||||
BAB III
|
|||||
Intelijen Negara dilaksanakan oleh: |
|||||
a. |
penyelenggara Intelijen Negara dalam negeri dan luar negeri; |
||||
b. |
penyelenggara Intelijen Negara pertahanan dan/atau militer; |
||||
c. |
penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian; |
||||
d. |
penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka penegakan hukum; dan |
||||
e. |
penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. |
||||
Bagian Kedua
|
|||||
Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas: |
|||||
a. |
Badan Intelijen Negara; |
||||
b. |
Intelijen Tentara Nasional Indonesia; |
||||
c. |
Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia; |
||||
d. |
Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia; dan |
||||
e. |
Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. |
||||
Paragraf 1
|
|||||
(1) |
Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan alat negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen dalam negeri dan luar negeri. |
||||
(2) |
Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
Paragraf 2
|
|||||
(1) |
Intelijen Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b menyelenggarakan fungsi Intelijen pertahanan dan/ atau militer. |
||||
(2) |
Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
Paragraf 3
|
|||||
(1) |
Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c menyelenggarakan fungsi Intelijen kepolisian. |
||||
(2) |
Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
Paragraf 4
|
|||||
(1) |
Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d menyelenggarakan fungsi Intelijen penegakan hukum. |
||||
(2) |
Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
Paragraf 5
|
|||||
(1) |
Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e menyelenggarakan fungsi Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. |
||||
(2) |
Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
Paragraf 6
|
|||||
(1) |
Setiap Orang yang dirugikan akibat dari pelaksanaan fungsi Intelijen dapat mengajukan permohonan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi. |
||||
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
BABIV
|
|||||
Personel Intelijen Negara merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas Intelijen. |
|||||
Bagian Kedua
|
|||||
Setiap Personel Intelijen Negara berhak: |
|||||
a. |
mendapatkan pelindungan dalam melaksanakan tugas, upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi Intelijen Negara; |
||||
b. |
mendapatkan pelindungan bagi keluarganya pada saat Personel Intelijen Negara melaksanakan tugas, upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi Intelijen Negara; dan |
||||
c. |
mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjangan dan berkelanjutan. |
||||
Pasal 18 |
|||||
Setiap Personel Intelijen Negara wajib: |
|||||
a. |
mengucapkan dan menaati sumpah atau janji Intelijen Negara; |
||||
b. |
merahasiakan seluruh upaya, pekerjaan, kegiatan, Sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/ atau Personel Intelijen Negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen Negara; |
||||
c. |
menaati Kode Etik Intelijen Negara; dan |
||||
d. |
melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
Bagian Ketiga
|
|||||
(1) |
Sebelum diangkat sebagai Personel Intelijen Negara, setiap calon Personel Intelijen Negara wajib mengucapkan sumpah atau janji Intelijen Negara sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. |
||||
(2) |
Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: |
||||
"Demi Allah saya bersumpah atau saya berjanji: |
|||||
Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
|||||
Bahwa saya akan menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum. |
|||||
Bahwa saya akan menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, berani, dan profesional. |
|||||
Bahwa saya akan menjunjung tinggi Kode Etik Intelijen Negara di setiap tempat, waktu, dan dalam keadaan bagaimanapun juga. |
|||||
Bahwa saya pantang menyerah dalam menjalankan segala tugas dan kewajiban jabatan. |
|||||
Bahwa saya akan memegang teguh segala rahasia Intelijen Negara dalam keadaan bagaimanapun juga". |
|||||
Bagian Keempat
|
|||||
(1) |
Personel Intelijen Negara dalam menjalankan tugasnya terikat pada Kode Etik Intelijen Negara. |
||||
(2) |
Kode Etik Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Badan Intelijen Negara. |
||||
Pasal 21 |
|||||
(1) |
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Intelijen Negara dilakukan oleh Dewan Kehormatan Intelijen Negara. |
||||
(2) |
Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh masing-masing penyelenggara Intelijen Negara dan bersifat ad hoc. |
||||
(3) |
Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik Intelijen Negara yang dilakukan oleh Personel Intelijen Negara. |
||||
(4) |
Ketentuan mengenai susunan dan tata kerja Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Badan Intelijen Negara. |
||||
Bagian Kelima
|
|||||
(1) |
Perekrutan sumber daya manusia Intelijen Negara terdiri atas: |
||||
a. |
Badan Intelijen Negara berasal dari lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara, penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, serta perseorangan yang memenuhi persyaratan; dan |
||||
b. |
penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e berasal dari pegawai negeri di masing-masing penyelenggara Intelijen Negara. |
||||
(2) |
Perekrutan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan persyaratan dan melalui seleksi sesuai dengan ketentuan masing-masing penyelenggara Intelijen Negara. |
||||
Paragraf 2
|
|||||
(1) |
Pengembangan kemampuan profesional Personel Intelijen Negara dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjang dan berkelanjutan. |
||||
(2) |
Pengembangan kemampuan profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan masing-masing penyelenggara Intelijen Negara. |
||||
Bagian Keenam
|
|||||
(1) |
Negara wajib memberikan pelindungan terhadap setiap Personel Intelijen Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi Intelijen. |
||||
(2) |
Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelindungan pribadi dan pelindungan terhadap keluarganya. |
||||
BAB V
|
|||||
(1) |
Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara. |
||||
(2) |
Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan dapat: |
||||
a. |
membahayakan pertahanan dan keamanan negara; |
||||
b. |
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya; |
||||
c. |
merugikan ketahanan ekonomi nasianal; |
||||
d. |
merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri; |
||||
e. |
mengungkapkan memorandum atau surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan; |
||||
f. |
membahayakan sistem Intelijen Negara; |
||||
g. |
membahayakan akses, agen, dan sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Intelijen; |
||||
h |
membahayakan keselamatan Personel Intelijen Negara; atau |
||||
i. |
mengungkapkan rencana dan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi Intelijen. |
||||
(3) |
Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki Masa Retensi. |
||||
(4) |
Masa Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
||||
(5) |
Rahasia Intelijen dapat dibuka sebelum Masa Retensinya berakhir untuk kepentingan pengadilan dan bersifat tertutup. |
||||
Pasal 26 |
|||||
Setiap Orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen. |
|||||
BAB VI
|
|||||
Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. |
|||||
Bagian Kedua
|
|||||
(1) |
Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam negeri dan di luar negeri. |
||||
(2) |
Selain menye1enggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen Negara. |
||||
Bagian Ketiga
Pasal 29 |
|||||
Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) bertugas: |
|||||
a. |
melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Intelijen; |
||||
b. |
menyampaikan produk Intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah; |
||||
c. |
melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas Intelijen; |
||||
d. |
membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing; dan |
||||
e. |
memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan. |
||||
Bagian Keempat
|
|||||
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Badan Intelijen Negara berwenang: |
|||||
a. |
menyusun rencana dan kebijakan nasional di bidang Intelijen secara menyeluruh; |
||||
b. |
meminta bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lain sesuai dengan kepentingan dan prioritasnya; |
||||
c. |
melakukan kerja sama dengan Intelijen negara lain; dan |
||||
d. |
membentuk satuan tugas. |
||||
Pasal 31 |
|||||
Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan: |
|||||
a. |
kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau |
||||
b. |
kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. |
||||
Pasal 32 |
|||||
(1) |
Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan. |
||||
(2) |
Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan: |
||||
a. |
untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; |
||||
b. |
atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan |
||||
c. |
jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. |
||||
(3) |
Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri. |
||||
Pasal 33 |
|||||
(1) |
Pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan: |
||||
a. |
untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; dan |
||||
b. |
atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara. |
||||
(2) |
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Indonesia, bank, penyedia jasa keuangan, atau lembaga analisis transaksi keuangan wajib memberikan informasi kepada Badan Intelijen Negara. |
||||
Pasal 34 |
|||||
(1) |
Penggalian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan: |
||||
a. |
untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; |
||||
b. |
atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; |
||||
c. |
tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan;dan |
||||
d. |
bekerja sama dengan penegak hukum terkait. |
||||
(2) |
Dalam melakukan penggalian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penegak hukum terkait wajib membantu Badan Intelijen Negara. |
||||
Bagian Kelima
|
|||||
(1) |
Badan Intelijen Negara dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala. |
||||
(2) |
Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. |
||||
Pasal 36 |
|||||
(1) |
Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
||||
(2) |
Untuk mengangkat Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mengusulkan 1 (satu) orang calon untuk mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
||||
(3) |
Pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap calon Kepala Badan Intelijen Negara yang dipilih oleh Presiden disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan pertimbangan calon Kepala Badan Intelijen Negara diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
||||
Pasal 37 |
|||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Badan Intelijen Negara diatur dengan Peraturan Presiden. |
|||||
BAB VII
|
|||||
(1) |
Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara. |
||||
(2) |
Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara. |
||||
(3) |
Ketentuan mengenai koordinasi Intelijen Negara diatur dengan Peraturan Presiden. |
||||
Pasal 39 |
|||||
Badan Intelijen Negara dalam kedudukannya sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) bertugas: |
|||||
a. |
mengoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara; |
||||
b. |
memadukan produk Intelijen; |
||||
c. |
melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan |
||||
d. |
mengatur dan mengoordinasikan Intelijen pengamanan pimpinan nasional. |
||||
Pasal 40 |
|||||
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Badan Intelijen Negara berwenang: |
|||||
a. |
mengoordinasikan kebijakan di bidang Intelijen; |
||||
b. |
mengoordinasikan pelaksanaan fungsi Intelijen kepada penyelenggara Intelijen Negara; |
||||
c. |
menata dan mengatur sistem Intelijen Negara; |
||||
d. |
menetapkan klasifikasi Rahasia Intelijen; dan |
||||
e. |
membina penggunaan peralatan dan material Intelijen. |
||||
BAB VIII
|
|||||
Biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan Intelijen Negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
|||||
Bagian Kedua
|
|||||
(1) |
Laporan dan pertanggungjawaban penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a disampaikan secara tertulis kepada Presiden. |
||||
(2) |
Laporan dan pertanggungjawaban penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e disampaikan secara tertulis kepada pimpinan masing-masing. |
||||
Bagian Ketiga
|
|||||
(1) |
Pengawasan internal untuk setiap penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh pimpinan masing-masing. |
||||
(2) |
Pengawasan eksternal penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen. |
||||
(3) |
Dalam melaksanakan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komisi membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan fraksi dan pimpinan komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen serta keanggotaannya disahkan dan disumpah dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan ketentuan wajib menjaga Rahasia Intelijen. |
||||
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim pengawas tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||
BAB IX
|
|||||
Setiap Orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
|||||
Pasal 45 |
|||||
Setiap Orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,OO (tiga ratus juta rupiah). |
|||||
Pasal 46 |
|||||
(1) |
Setiap Personel Intelijen Negara yang membocorkan upaya, pekerjaan, kegiatan, Sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/atau Personel Intelijen Negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
||||
(2) |
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Personel Intelijen Negara dalam keadaan perang dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya. |
||||
Pasal 47 |
|||||
Setiap Personel Intelijen Negara yang melakukan penyadapan di luar fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
|||||
BABX
|
|||||
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. |
|||||
Pasal 49 |
|||||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Intelijen Negara dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
|||||
Pasal 50 |
|||||
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tangal di undangkan. |
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|||||
Disahkan di Jakarta |
|||||
pada tanggal 7 November 2011 |
|||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||
ttd. | |||||
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO | |||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||
pada tanggal 7 November 2011 |
|||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|||||
REPUBLIK INDONESIA, | |||||
ttd. | |||||
AMIR SYAMSUDIN | |||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 105 |