KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 319/KMK.06/2004
TENTANG
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI PUPUK
TAHUN ANGGARAN 2004
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dianggarkan subsidi pupuk yang bertujuan untuk meringankan beban petani, pekebun dan peternak; |
||
|
|
b. |
bahwa untuk penyaluran subsidi pupuk, diperlukan tata cara penghitungan dan pembayarannya; |
||
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk Tahun Anggaran 2004; |
||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2003 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4337); |
||
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||
4. |
Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; |
||||
|
|
5. |
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212); |
||
|
|
6. |
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian; |
||
|
|
7. |
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-183/MBU/2003 tentang Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi; |
||
|
|
8. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 106/Kpts/SR.130/2/2004 tentang Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2004; |
||
|
|
9. |
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 107/Kpts/SR.130/2/2004 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2004; |
||
MEMUTUSKAN : |
|||||
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI PUPUK TAHUN ANGGARAN 2004. |
|||
Pasal 1 |
|||||
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : |
|||||
1. |
Produsen pupuk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi pupuk Urea dan atau pupuk ZA, SP-36 dan NPK yang terdiri dari PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Petrokimia Gresik. |
||||
2. |
Lini III adalah Lini III sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 70/MPP/Kep/2/2003. |
||||
3. |
Harga Pokok Penjualan yang selanjutnya disebut HPP adalah biaya pengadaan pupuk bersubsidi oleh Produsen pupuk dengan komponen biaya sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-183/MBU/2003. |
||||
4. |
Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disebut HET adalah harga tertinggi pupuk sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 107/Kpts/SR.130/2/2004. |
||||
5. |
Tahun Anggaran adalah masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember . |
||||
Pasal 2 |
|||||
(1) |
Pupuk yang diberi subsidi meliputi pupuk Urea, ZA, SP-36 dan NPK untuk kegiatan usaha budidaya tanaman dan disalurkan kepada Petani, Pekebun dan Peternak sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 106/Kpts/SR.130/2/2004. |
||||
(2) |
Pupuk NPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pupuk NPK dengan komposisi N:P:K = 15:15:15 sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 106/Kpts/SR.130/2/2004. |
||||
Pasal 3 |
|||||
(1) |
Pemberian subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan melalui Produsen pupuk. |
||||
(2) |
Pelaksanaan pemberian subsidi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan : |
||||
a. |
Penghitungan subsidi untuk pupuk Urea dilakukan berdasarkan harga gas. |
||||
b. |
Penghitungan subsidi untuk pupuk ZA, SP-36 dan NPK dilakukan berdasarkan harga pupuk. |
||||
Pasal 4 |
|||||
(1) |
Besaran subsidi untuk pupuk Urea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dihitung dengan rumus: |
||||
(Harga gas sesuai kontrak atau harga gas berdasarkan penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam US$/MMBTU dikurangi Harga gas yang menjadi beban Produsen pupuk dalam US$/MMBTU) dikalikan Volume pemanfaatan gas. |
|||||
(2) |
Harga gas sesuai kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan harga gas yang diatur dalam kontrak jual beli gas antara Produsen gas dengan mesing-masing Produsen pupuk. |
||||
(3) |
Dalam hal kontrak jual beli gas belum ada atau kontrak jual beli gas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum menetapkan harga gas, harga gas yang digunakan adalah berdasarkan penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. |
||||
(4) |
Harga gas yang menjadi beban Produsen pupuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk periode 1 Januari 2004 sampai dengan 31 Desember 2004 adalah US$1.00/MMBTU. |
||||
(5) |
Produsen pupuk tetap membayar gas sesuai harga gas yang ditetapkan dalam kontrak atau harga gas sesuai penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. |
||||
(6) |
Volume pemanfaatan gas merupakan volume gas yang digunakan untuk memproduksi pupuk yang disalurkan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
||||
(7) |
Volume pemanfaatan gas sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diperoleh dari hasil perkalian tonase penyaluran pupuk dikalikan dengan rasio pemanfaatan gas. |
||||
(8) |
Rasio pemanfaatan gas sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) merupakan besaran gas (MMBTU) yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 (satu) ton pupuk Urea. |
||||
Pasal 5 |
|||||
(1) |
Besaran subsidi pupuk ZA, SP-36 dan NPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dihitung dengan rumus : |
||||
(HPP per Rp/Kg dikurangi HET per Rp/Kg) dikalikan Volume penyaluran pupuk. |
|||||
(2) |
Komponen HPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besarnya perkiraan dan realisasi HPP. |
||||
(3) |
Realisasi HPP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan berdasarkan hasil audit oleh auditor yang ditunjuk Menteri Keuangan. |
||||
(4) |
Besaran HPP tidak boleh melebihi harga impor pupuk ZA, SP-36 dan NPK dengan komposisi N:P:K = 15:15:15. |
||||
(5) |
Volume penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan realisasi volume pupuk bersubsidi yang disalurkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
||||
Pasal 6 |
|||||
(1) |
Pembayaran subsidi pupuk Urea, ZA, SP-36 dan NPK kepada Produsen pupuk dilakukan secara bulanan. |
||||
(2) |
Besarnya subsidi secara bulanan yang dapat dibayarkan adalah sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari jumlah subsidi yang dihitung berdasarkan rumus besaran subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5. |
||||
(3) |
Subsidi pupuk yang dibayar untuk bulan Desember adalah sebesar rata-rata jumlah subsidi pupuk bulanan yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) |
||||
(4) |
Pembayaran subsidi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) bersifat sementara. |
||||
Pasal 7 |
|||||
(1) |
Pembayaran subsidi pupuk Urea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan berdasarkan permohonan Direksi Produsen pupuk yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. |
||||
(2) |
Permohonan subsidi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi dengan dokumen penyaluran pupuk Urea yang disalurkan sampai dengan Lini III dan rasio pemanfaatan gas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8) |
||||
(3) |
Dokumen penyaluran pupuk Urea yang disalurkan sampai dengan Lini III sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan Laporan Rekapitulasi Penyaluran Pupuk berdasarkan bukti serah terima pupuk dari Produsen ke Distributor. |
||||
(4) |
Dalam hal penyaluran pupuk dilakukan oleh produsen lain dalam kerangka Kerja Sama Operasi, permohonan pembayaran subsidi, selain dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) juga dilengkapi dengan Surat Perjanjian Kerja Sama Operasi, Surat Perjanjian Jual Beli dan Berita Acara Serah Terima Pupuk yang Disalurkan. |
||||
Pasal 8 |
|||||
(1) |
Pembayaran subsidi pupuk ZA, SP-36 dan NPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan berdasarkan permohonan Direksi Produsen pupuk yang disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. |
||||
(2) |
Permohonan subsidi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi dengan dokumen penyaluran pupuk ZA, SP-36 dan NPK sampai dengan Lini III dan besaran perkiraan HPP. |
||||
(3) |
Dokumen penyaluran pupuk ZA, SP-36 dan NPK yang disalurkan sampai dengan Lini III sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Laporan Rekapitulasi Penyaluran Pupuk berdasarkan bukti serah terima pupuk dari Produsen ke Distributor. |
||||
(4) |
Besaran perkiraan HPP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan besaran HPP yang ditetapkan berdasarkan perhitungan Menteri Badan Usaha Milik Negara cq. Deputi Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan. |
||||
Pasal 9 |
|||||
(1) |
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan setelah melakukan penelitian atas permohonan Produsen pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, menerbitkan Surat Permintaan Penerbitan Surat Keputusan Otorisasi (SPP-SKO) kepada Direktur Jenderal Anggaran. |
||||
(2) |
Berdasarkan SPP-SKO sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) |
||||
(3) |
Direksi Produsen Pupuk mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) beserta lampirannya kepada Direktur Jenderal Anggaran setelah menerima tembusan SKO subsidi pupuk. |
||||
(4) |
Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) atas nama Produsen Pupuk. |
||||
Pasal 10 |
|||||
(1) |
Perkiraan realisasi subsidi pupuk didasarkan pada jumlah subsidi pupuk yang dianggarkan dalam APBN-Perubahan. |
||||
(2) |
Pada akhir tahun anggaran, sisa subsidi pupuk antara jumlah subsidi yang dianggarkan dalam APBN-Perubahan dengan jumlah subsidi pupuk yang telah dibayar, akan ditempatkan ke dalam Rekening Sementara (escrow account) masing-masing Produsen pupuk. |
||||
(3) |
Penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan dengan mekanisme penyampaian SPP-SKO dan SPP-SPM sebagaimana diatur pada Pasal 9. |
||||
(4) |
Pencairan dana dalam Rekening Sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas permintaan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan setelah menerima hasil audit dan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
||||
Pasal 11 |
|||||
(1) |
Jumlah subsidi final untuk 1 (satu) tahun anggaran ditetapkan berdasarkan penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan dilakukan audit atas ketaatan penggunaan subsidi pupuk. |
||||
(2) |
Audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh auditor yang ditunjuk Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. |
||||
(3) |
Apabila terdapat selisih lebih pembayaran subsidi pupuk antara yang telah dibayar kepada masing-masing Produsen pupuk dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Produsen pupuk harus segera menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
||||
(4) |
Penyetoran selisih lebih pembayaran subsidi pupuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya surat penagihan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. |
||||
(5) |
Keterlambatan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara dan Bukan Pajak. |
||||
Pasal 12 |
|||||
Pembayaran sementara subsidi pupuk yang telah dilaksanakan dalam Tahun Anggaran 2004 yang belum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, dilakukan koreksi/penyesuaian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini. |
|||||
Pasal 13 |
|||||
Apabila dalam Tahun Anggaran 2005 masih dianggarkan subsidi pupuk, Keputusan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai acuan dalam pembayaran subsidi pupuk Tahun Anggaran 2005 sampai dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk Tahun Anggaran 2005. |
|||||
Pasal 14 |
|||||
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan No. 356/KMK.06/2003 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk dinyatakan tidak berlaku. |
|||||
Pasal 15 |
|||||
Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2004. |
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam berita Negara Republik Indonesia. |
|||||
Ditetapkan di Jakarta |
|||||
pada tanggal 28 Juni 2004 |
|||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||
BOEDIONO |