Menimbang |
: |
bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabenan jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, dipandang
perlu untuk mengatur ketentuan tentang Gudang Berikat dengan Keputusan
Menteri Keuangan; |
|
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3566);
|
|
|
|
|
2.
|
Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah
diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3567);
|
|
|
|
|
3.
|
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3568);
|
|
|
|
|
4.
|
Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
|
|
|
|
|
5.
|
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
|
|
|
|
|
6.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi
Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3627 );
|
|
|
|
|
7.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638); |
|
|
|
|
M E M U T U S K A N :
|
|
|
|
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
GUDANG BERIKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
|
|
|
|
|
|
1.
|
Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas
tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan,
penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan
lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal
impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan
Berikat, atau direekspor tanpa adanya pengolahan.
|
|
|
|
|
2.
|
Barang atau Peralatan adalah barang yang dipergunakan oleh Penyelenggara
Gudang Berikat dalam rangka pembangunan/konstruksi Gudang Berikat dan peralatan
atau perlengkapan yang diperlukan seperti generating set, air conditioner,
atau peralatan listrik lainnya.
|
|
|
|
|
3.
|
Penyelenggara Gudang Berikat (PGB) adalah Perseroan Terbatas atau koperasi
yang memiliki, menguasai, mengelola, dan menyediakan sarana dan prasarana
guna keperluan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha di Gudang Berikat
yang diselenggarakannya berdasarkan izin untuk menyelenggarakan Gudang
Berikat.
|
|
|
|
|
4.
|
Pengusaha pada Gudang Berikat (PPGB) adalah Perseroan Terbatas atau
koperasi yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan,
penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan
lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal
impor di Gudang Berikat.
|
|
|
|
|
5.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|
|
|
|
6.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
|
|
7.
|
Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang mengawasi Gudang Berikat yang bersangkutan.
|
|
|
|
|
8.
|
Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
|
|
9. |
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas
tertentu. |
|
|
|
|
Pasal 2
Barang dan peralatan yang digunakan dalam rangka pembangunan dankegiatan
Gudang Berikat (GB) yang diimpor oleh PGB diberikan penangguhan bea masuk,
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPn BM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Pasal 3
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Barang atau bahan asal impor yang dimasukkan ke GB oleh PPGB diberikan
fasilitas berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut
PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22.
|
|
|
|
|
(2) |
Barang atau bahan asal impor yang dimasukkan ke GB dengan
tujuan untuk dikonsumsi di dalam GB, dikenakan bea masuk, cukai, dan pajak
dalam rangka impor. |
|
|
|
|
Pasal 4
|
|
|
|
|
|
(1) |
PPGB dalam melakukan kegiatannya harus berstatus importir
dari barang impor yang ditimbun di dalam GB yang dikelolanya. |
|
|
|
|
(2) |
Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari GB, PPGB
dapat menerbitkan invoice atas nama perusahaannya berdasarkan harga transaksi. |
|
|
|
|
Pasal 5
Perusahaan yang dapat diberikan izin sebagai PGB dan PPGB adalah perusahaan:
|
|
|
|
|
|
a.
|
Dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
|
|
|
|
|
b.
|
Dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA), baik yang sebagian atau seluruh
modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing;
|
|
|
|
|
c.
|
Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); atau
|
|
|
|
|
d. |
Koperasi. |
|
|
|
|
BAB II
PERIZINAN
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Gudang Berikat
Pasal 6
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Penetapan suatu bangunan, tempat, atau kawasan sebagai GB diberikan
oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada PGB dengan menerbitkan
izin penyelenggaraan GB.
|
|
|
|
|
(2)
|
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan formulir
BC-GB-1 sebagaimana contoh dalam Lampiran I dengan melampirkan:
a. Foto copy Izin Usaha dari instansi teknis terkait;
b. Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi
yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
c. Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan GB yang telah mendapatkan
izin Pemda setempat;
d. Foto copy penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta
foto copy SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan
yang sudah wajib menyerahkan SPT;
e. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang dibuat oleh Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan setelah pengusaha
yang bersangkutan mempersiapkan lahan/bangunan dengan batas-batas yang
jelas serta sarana lain yang diperlukan.
|
|
|
|
|
(4)
|
Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
dibuat berdasarkan permohonan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(5)
|
Pembuatan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah
selesai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat
permohonan secara lengkap oleh Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(6)
|
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal
atau Pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan
dan kebenaran dokumen.
|
|
|
|
|
(7)
|
Persetujuan izin penyelenggaraan GB diberikan dengan menggunakan formulir
BC-GB-2 sebagaimana contoh dalam Lampiran II dan diberikan selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar oleh Direktur Jenderal
|
|
|
|
|
(8)
|
Permohonan izin penyelenggaraan GB dianggap disetujui jika jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah dilampaui dan Direktur Jenderal
belum memberikan Keputusan.
|
|
|
|
|
(9)
|
Terhadap permohonan izin GB yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud
pada ayat (8), PGB dapat melakukan kegiatan penyelenggaraan dan melaporkannya
kepada Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(10)
|
Kepala Kantor berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
memintakan pengukuhan izin penyelenggaraan GB kepada Direktur Jenderal.
|
|
|
|
|
(11) |
Berdasarkan permintaan Kepala Kantor sebagaimana dimaksud
pada ayat (10), Direktur Jenderal atas nama Menteri mengukuhkan izin penyelenggaraan
GB sebagaimana dimaksud pada ayat (8). |
|
|
|
|
Pasal 7
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Pengusaha yang akan menyelenggarakan GB dapat mengajukan permohonan
izin prinsip pendirian GB kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor
dengan menggunakan formulir BC-GB-3 sebagaimana contoh dalam Lampiran III
dengan melampirkan
a. Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi
yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang);
b. foto copy penetapan sebagai PKP;
c. Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan GB.
|
|
|
|
|
(2)
|
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal
atau pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan
dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan.
|
|
|
|
|
(3)
|
Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat memberikan izin prinsip penyelenggaraan
GB berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan
formulir BC-GB-4 sebagaimana contoh dalam Lampiran IV.
|
|
|
|
|
(4)
|
Pengusaha yang telah memiliki izin prinsip sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat mengimpor barang dan peralatan untuk pembangunan/konstruksi
GB dengan mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
|
|
|
|
(5)
|
Pengusaha pemegang izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang telah siap operasional mengajukan permohonan izin penyelenggaraan
GB dengan menggunakan formulir BC-GB-1 dan melampirkan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(6)
|
Direktur Jenderal mencabut izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dalam hal pengusaha pemegang izin prinsip tidak mengajukan permohonan
izin penyelenggaraan GB dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak
diberikannya izin prinsip.
|
|
|
|
|
(7)
|
Dalam hal izin prinsip penyelenggaraan GB diicabut, barang yang telah
diimpor diselesaikan dengan cara:
a.direekspor;
b.dimasukkan ke dalam KB/GB lain yang telah mempunyai izin; atau
c.diimpor untuk dipakai dengan melunasi bea masuk, PPN, PPn BM,
dan PPh Pasal 22 sepanjang telah memenuhi ketentuan yang
berlaku di bidang impor.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengusahaan Gudang Berikat
Pasal 8
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Izin sebagai PPGB diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|
|
|
|
(2)
|
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan mempergunakan formulir
BC-GB-1 dengan melampirkan : a. Foto copy Surat
Izin Usaha Perdagangan;
b. Foto copy Angka Pengenal Impor atau Angka Pengenal
Impor Terbatas;
c. Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
atau Koperasi yang telah disahkan oleh
Pejabat yang berwenang;
d. Foto copy penetapan sebagai PKP serta foto copy
SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi
perusahaan yang sudah wajib menyerahkan
SPT;
e. Rekomendasi dari PGB;
f. Surat pernyataan sanggup mempertarohkan jaminan
bagi perusahaan yang wajib;
g. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang dibuat oleh
Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(3)
|
Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g
dibuat berdasarkan permohonan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(4)
|
Pembuatan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah
selesai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat
permohonan secara lengkap oleh Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(5)
|
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal
atau Pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan
dan kebenaran dokumen.
|
|
|
|
|
(6)
|
Persetujuan izin sebagai PPGB diberikan dengan menggunakan formulir
BC-GB-2 dan diberikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh)
hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar oleh Direktur
Jenderal.
|
|
|
|
|
(7)
|
Permohonan izin PPGB dianggap disetujui jika jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) telah dilampaui dan Direktur Jenderal belum memberikan
Keputusan.
|
|
|
|
|
(8)
|
Terhadap permohonan izin yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), PPGB dapat melakukan kegiatan usaha dan melaporkannya kepada
Kepala Kantor.
|
|
|
|
|
(9)
|
Kepala Kantor berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8),
memintakan pengukuhan izin sebagai PPGB kepada Direktur Jenderal.
|
|
|
|
|
(10) |
Berdasarkan permintaan Kepala Kantor sebagaimana dimaksud
pada ayat (9), Direktur Jenderal atas nama Menteri mengukuhkan izin sebagai
PPGB sebagaimana dimaksud pada ayat (7). |
|
|
|
|
BAB III
KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Kewajiban PGB
Pasal 9
|
|
|
|
|
|
(1)
|
PGB berkewajiban untuk membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan
dokumen impor atas barang yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi
GB.
|
|
|
|
|
(2)
|
PGB dilarang untuk memindahtangankan barang atau peralatan asal impor
tanpa persetujuan Direktur Jenderal.
|
|
|
|
|
(3) |
PGB berkewajiban memberikan rekomendasi kepada pengusaha
yang akan mengusahakan GB untuk pengurusan izin PPGB. |
|
|
|
|
Bagian Kedua
Kewajiban PPGB
Pasal 10
|
|
|
|
|
|
(1)
|
PPGB yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
a. menyelenggarakan pembukuan tentang
pemasukan dan pengeluaran
barang ke dan dari GB;
b. menyimpan, mengatur, dan menatausahakan
barang yang ditimbun di
dalam GB secara tertib;
c. menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk
Pejabat Bea Cukai;
d. menyampaikan laporan setiap 2 (dua) bulan
kepada Kepala Kantor, mengenai
barang yang ditimbun didalam GB yang bersangkutan
serta pemasukan atau pengeluaran barang selama
dua bulan terakhir dengan menggunakan formulir BC-GB-5
sebagaimana contoh dalam lampiran V.
|
|
|
|
|
(2)
|
PPGB dilarang menimbun barang asal Daerah Pabean Indonesia Lainnya
(DPIL) di dalam GB yang dikelolanya.
|
|
|
|
|
(3) |
PPGB wajib menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat
usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan
usahanya dalam waktu 10 (sepuluh) tahun. |
|
|
|
|
BAB IV
PEMASUKAN BARANG KE GB
Pasal 11
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Pemasukan barang impor dari pelabuhan bongkar ke GB dilakukan dengan
menggunakan formulir BC 2.3 sebagaimana contoh dalam Lampiran VI.
|
|
|
|
|
(2)
|
Formulir BC 2.3 diisi secara lengkap dan benar oleh PPGB dalam rangkap
4 (empat), untuk selanjutnya diajukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi
GB untuk ditandasahkan.
|
|
|
|
|
(3)
|
Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menandasahkan formulir
BC 2.3 dan menyerahkan lembar ke-2 s.d. lembar ke-4 kepada PPGB untuk pengeluaran
barang dari pelabuhan bongkar.
|
|
|
|
|
(4)
|
PPGB mengajukan formulir BC 2.3 lembar ke-2 s.d. lembar ke-4 yang telah
ditandasahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar, dengan
dilengkapi Bill of Lading (B/L) atau AirWay Bill (AWB), invoice, dan packing
list.
|
|
|
|
|
(5)
|
Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar mencocokkan nomor peti kemas/kemasan
barang dengan data yang tercantum dalam formulir BC 2.3.
|
|
|
|
|
(6)
|
Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai,
Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar menerakan segel atau tanda pengaman
pada peti kemas/kemasan barang dan mencatat nomor/jenis segel atau tanda
pengaman serta memberikan persetujuan pengeluaran pada formulir BC 2.3.
|
|
|
|
|
(7)
|
Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
sesuai, Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar mengembalikan formulir
BC 2.3 kepada PPGB untuk diperbaiki dan ditandasahkan kembali.
|
|
|
|
|
(8)
|
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mendistribusikan
formulir BC 2.3 sebagai berikut:
- Lembar ke-2 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b. Lembar ke-3 untuk Pejabat
Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar;
c. Lembar ke-4 untuk PPGB.
|
|
|
|
|
(9)
|
PPGB berkewajiban untuk menyerahkan formulir BC 2.3 lembar ke-2 kepada
Kepala Kantor yang mengawasi GB selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga)
hari setelah barang tiba di GB.
|
|
|
|
|
(10) |
Kepala Kantor yang mengawasi GB melakukan rekonsiliasi
formulir BC 2.3 lembar ke-1 dengan formulir BC 2.3 lembar ke-2 yang diterima
dari PPGB setelah pemasukan barang ke dalam GB. |
|
|
|
|
BAB V
PENGELUARAN BARANG DARI GB
Bagian Pertama
Diimpor Untuk Dipakai
Pasal 12
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari GB ke DPIL dengan tujuan untuk dipakai
dilakukan pemeriksaan Pabean.
|
|
|
|
|
(2)
|
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
menggunakan Pemberitahuan Impor Barang sesuai dengan tata laksana Kepabeanan
di bidang impor.
|
|
|
|
|
(3)
|
Terhadap Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
bea masuk, cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22, dan berlaku ketentuan
umum dibidang impor.
|
|
|
|
|
(4) |
Dasar penghitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) adalah sebagai berikut:
- Bea masuk berdasarkan nilai pabean dan tarif bea masuk yang berlaku
pada saat pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang di Kantor yang mengawasi
GB;
b. PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22
berdasarkan nilai impor dan
tarif yang berlaku pada saat pendaftaran Pemberitahuan Impor
Barang di Kantor yang mengawasi GB;
c. Cukai berdasarkan harga
dasar dan tarif cukai yang berlaku
pada saat pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang di Kantor
yang mengawasi GB.
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Dimasukkan ke Kawasan Berikat
Pasal 13
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Pengeluaran barang dari GB ke Kawasan Berikat dilakukan dengan menggunakan
formulir BC 2.3 dengan dilampiri invoice dan packing list yang dikeluarkan
oleh PPGB.
|
|
|
|
|
(2)
|
Formulir BC 2.3 diisi secara lengkap dan benar oleh Pengusaha Kawasan
Berikat dalam rangkap 5 (lima) dan diketahui oleh PPGB tempat penimbunan
barang, untuk selanjutnya diajukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi
KB untuk ditandasahkan.
|
|
|
|
|
(3)
|
Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menandasahkan formulir
BC 2.3 dan menyerahkan lembar ke-2 s.d. lembar ke-5 kepada Pengusaha Kawasan
Berikat untuk pengeluaran barang dari GB.
|
|
|
|
|
(4)
|
Pengusaha Kawasan Berikat mengajukan formulir BC 2.3 lembar ke-2 s.d.
lembar ke-5 yang telah ditandasahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai dari
Kantor yang mengawasi GB.
|
|
|
|
|
(5)
|
Terhadap pemindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pengawasan pemuatan barang (stuffing) ke peti kemas/kemasan barang
oleh Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor yang mengawasi GB.
|
|
|
|
|
(6)
|
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerakan
segel atau tanda pengaman pada peti kemas/kemasan barang dan mencatat nomor/jenis
segel atau tanda pengaman serta memberikan persetujuan pengeluaran pada
formulir BC 2.3.
|
|
|
|
|
(7)
|
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mendistribusikan
formulir BC 2.3 sebagai berikut:
- Lembar ke-2 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
- Lembar ke-3 untuk Kepala Kantor yang mengawasi GB;
- Lembar ke-4 untuk PPGB;
- Lembar ke-5 untuk Pengusaha Kawasan Berikat.
|
|
|
|
|
(8)
|
Pengusaha Kawasan Berikat berkewajiban untuk menyerahkan formulir BC
2.3 lembar ke-2 kepada Kepala Kantor yang mengawasi Kawasan Berikat selambat-lambatnya
dalam waktu 3 (tiga) hari setelah barang tiba di Kawasan Berikat.
|
|
|
|
|
(9) |
Pengusaha Kawasan Berikat berkewajiban untuk menyerahkan
formulir BC 2.3 lembar ke-2 kepada Kepala Kantor yang mengawasi Kawasan
Berikat selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah barang tiba
di Kawasan Berikat. |
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Diimpor dengan Fasilitas Pembebasan/Keringanan
Pasal 14
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari GB ke perusahaan yang mendapatkan fasilitas
pembebasan/ keringanan bea masuk dan penangguhan pembayaran PPN/Pn BM dalam
rangka ekspor dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang sesuai
dengan tata laksana Kepabeanan di bidang impor yang berlaku.
|
|
|
|
|
(2)
|
Terhadap Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi
GB yang bersangkutan. |
|
|
|
|
Bagian Keempat
Diekspor Kembali
Pasal 15
|
|
|
|
|
|
(1) |
Barang impor dari GB yang akan diekspor kembali
dilaksanakan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Tanpa PEB (PETP) dilampiri
Formulir BC 2.3 dalam rangkap 4 (empat) masing-masing :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b.Lembar ke-2 Kepala Kantor yang mengawasi GB;
c. Lembar ke-3 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat;
d. Lembar ke-4 untuk PPGB.
|
|
|
|
|
(2)
|
PPGB mengajukan PETP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala
Kantor yang mengawasi GB.
|
|
|
|
|
(3)
|
Kepala Kantor yang mengawasi GB menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk
melakukan pengawasan atas pelaksanaan stuffing dan melakukan peneraan segel
atau tanda pengaman pada peti kemas/kemasan barang dan mencatat nomor/jenis
segel atau tanda pengaman pada formulir BC 2.3 serta memberikan persetujuan
muat pada PETP.
|
|
|
|
|
(4)
|
Berdasarkan formulir BC 2.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pejabat
Bea dan Cukai di pelabuhan muat melakukan pencocokan dan penelitian keutuhan
segel atau tanda pengaman serta keadaan peti kemas/kemasan barang.
|
|
|
|
|
(5)
|
Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan pengawasan
pemuatan barang ke sarana pengangkut.
|
|
|
|
|
(6)
|
Kepala Kantor di pelabuhan muat memberitahukan penyelesaian pengeksporan
kembali kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB selambat-lambatnya dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pemuatan barang.
|
|
|
|
|
(7)
|
Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian terdapat ketidaksesuaian,
Kepala Kantor di pelabuhan muat melakukan penyelidikan sesuai ketentuan
yang berlaku.
|
|
|
|
|
(8) |
Dalam hal dari hasil penyelidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) terdapat cukup bukti telah terjadi pelanggaran yang
merugikan keuangan negara, Kepala Kantor di pelabuhan muat memberitahukan
kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB tentang dilakukannya penyidikan
atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPGB tersebut. |
|
|
|
|
BAB VI
PEMERIKSAAN PEMBUKUAN DAN SEDIAAN BARANG
Pasal 16
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan,
dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan
dari GB, serta sediaan barang.
Pasal 17
|
|
|
|
|
|
(1) |
Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 terdapat ketidakcocokan dalam jumlah barang yang seharusnya
berada di GB, PPGB bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk, cukai, PPN,
PPn BM, dan PPh Pasal 22 atas selisih kurang dari barang dan/atau bahan
yang seharusnya ada. |
|
|
|
|
(2) |
Terhadap kesalahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), PPGB dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus
persen dari pungutan negara yang seharusnya dibayar. |
|
|
|
|
(3) |
Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 terdapat selisih lebih jumlah dan/atau jenis barang maka
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. |
|
|
|
|
BAB VII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
Pasal 18
Kepala Kantor yang mengawasi GB berdasarkan pemberitahuan dilakukannya
penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, membekukan
untuk sementara waktu izin PPGB yang bersangkutan sampai adanya keputusan
dari Direktur Jenderal.
Pasal 19
|
|
|
|
|
|
(1) |
Kepala Kantor memberikan peringatan tertulis
kepada PPGB yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10. |
|
|
|
|
(2) |
Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sekurang-kurangnya telah diterbitkan sebanyak 3 (tiga) kali,
Kepala Kantor membekukan untuk sementara izin PPGB yang bersangkutan sampai
dipenuhinya kewajiban dimaksud. |
|
|
|
|
Pasal 20
Kepala Kantor melaporkan pembekuan izin PPGB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 dan Pasal 19 kepada Direktur Jenderal.
|
|
|
|
|
|
Pasal 21
|
|
|
|
|
|
(1) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri mencabut
izin Penyelenggaraan GB dalam hal : |
|
|
|
|
|
a. |
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama
berlakunya izin, PGB tidak melakukan kegiatan; |
|
|
|
|
b. |
Atas permohonan PGB yang bersangkutan. |
|
|
|
(2) |
Direktur Jenderal atas nama Menteri mencabut
izin pengusahaan GB dalam hal : |
|
|
|
|
|
a. |
PPGB melakukan pelanggaran ketentuan di bidang
Kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang diancam dengan hukuman penjara sekurang-kurangnya
2 (dua) tahun; |
|
|
|
|
b. |
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut
selama berlakunya izin, PPGB tidak melakukan kegiatan; |
|
|
|
|
c. |
PPGB mengalami pailit; |
|
|
|
|
d. |
Atas permohonan PPGB yang bersangkutan. |
|
|
|
Pasal 22
|
|
|
|
|
|
(1) |
Dalam hal izin PGB dicabut, Kepala Kantor yang
mengawasi GB segera memerintahkan PGB untuk membayar bea masuk, PPN, PPn
BM, dan PPh Pasal 22 atas barang atau peralatan yang dimasukkan untuk pembangunan/konstruksi
GB dan peralatan perkantoran dengan tarif bea masuk sesuai tarif pada waktu
pemasukannya dan nilai pabean pada waktu dilakukan pembayaran, sepanjang
memenuhi ketentuan umum di bidang impor. |
|
|
|
|
(2) |
PGB yang telah dicabut izinnya dibebaskan dari
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang atau peralatan
yang telah diimpor dengan penangguhan bea masuk: |
|
|
|
|
|
a.
|
dipindahtangankan kepada pihak lain yang telah mendapat izin sebagai
PGB atau Penyelenggara Kawasan Berikat;
|
|
|
|
|
b.
|
diekspor kembali; atau
|
|
|
|
|
c. |
dimusnahkan dengan persetujuan dan pengawasan
Kepala Kantor yang mengawasi GB. |
|
|
|
(3) |
Dalam hal izin PPGB dicabut, Kepala Kantor yang
megawasi GB segera mengadakan pencacahan atas barang yang masih tersisa
pada GB yang bersangkutan, dan PPGB dapat : |
|
|
|
|
|
a. |
memindahkan/menyerahkan barang tersebut kepada
PPGB lain atau Kawasan Berikat; |
|
|
|
|
b. |
mengekspor kembali; |
|
|
|
|
c |
memusnahkan barang tersebut dengan persetujuan
dan pengawasan Kepala Kantor yang mengawasi GB; dan/atau |
|
|
|
|
d. |
memasukkan ke DPIL sepanjang memenuhi ketentuan
di bidang impor dengan melunasi bea masuk, cukai, PPN, PPn BM, dan PPh
Pasal 22. |
|
|
|
BAB VIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 23
Untuk pengamanan keuangan negara, Direktur Jenderal dapat mewajibkan
PPGB untuk menyerahkan jaminan berdasarkan perkiraan perhitungan bea masuk,
cukai, dan pajak dalam rangka impor dari importasi yang akan dilakukan
PPGB selama 3 (tiga) bulan.
Pasal 24
Pemindahan lokasi serta penggantian nama PPGB yang telah mendapatkan
izin pengusahaan GB hanya dapat dilakukan dengan persetujuan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 25
|
|
|
|
|
|
(1) |
Terhadap barang dan/atau bahan yang berada dalam
GB yang rusak atau busuk, PPGB wajib mereekspor; dan/atau memusnahkannya
dibawah pengawasan Kepala Kantor. |
|
|
|
|
(2) |
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuatkan berita acara dan dikreditkan pada pembukuan tentang pemasukan
dan pengeluaran barang dari PPGB yang bersangkutan sebagai barang yang
telah dikeluarkan dari GB. |
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Dalam hal diperlukan pengaturan teknis lebih lanjut atas keputusan ini,
pengaturannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 27
|
|
|
|
|
|
(1) |
Dengan berlakunya keputusan ini, semua keputusan
yang berkaitan dengan Gudang Berikat dinyatakan tidak berlaku lagi. |
|
|
|
|
(2) |
Semua urusan Kepabeanan di GB yang belum dapat
diselesaikan, untuk penyelesaiannya tetap berlaku aturan yang lama sampai
dengan tanggal 1 Oktober 1996. |
|
|
|
|
Pasal 28
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|