Menimbang
|
:
|
bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 146 Tahun
2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang
Pemberian dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan atas Impor
dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa
Kena Pajak Tertentu;
|
|
|
|
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undangan
Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
|
|
|
|
|
|
2.
|
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3986);
|
|
|
|
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara
Nomor4061);
|
|
|
|
|
|
4.
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 Tahun
2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
262, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4064); |
|
|
|
|
|
5.
|
Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000; |
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN :
|
|
|
|
|
Menetapkan
|
:
|
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU
DAN ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU
Pasal 1
Barang Kena Pajak Tertentu adalah :
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Barang Kena Pajak Tertentu :
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air,
alat angktan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus
lainnya, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata
dan amunisi oleh PT PINDAD, untuk keperluan TNI dan POLRI;
|
|
|
|
|
|
b.
|
Vaksin Polio dalam eangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
|
|
|
|
|
|
c.
|
Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
|
|
|
|
|
|
d.
|
Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angktan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkan
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan
manusia yang digunakan untuk kegiatan usaha Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional;
|
|
|
|
|
|
e.
|
Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
digunakan untuk kegiatan usaha Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
|
|
|
|
|
|
f.
|
Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana yang digunakan untuk kegiatan usaha PT Kereta Api Indonesia;
|
|
|
|
|
|
g.
|
Peralatan yng digunakan untuk penyediaan data batas atau photo udara
wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia
(TNI) untuk mendukung pertahanan nasional; dan
|
|
|
|
|
.
|
h.
|
Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana,
pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang
batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan
Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah; |
|
|
|
|
2.
|
Jasa Kena Pajak Tertentu adalah : |
|
|
|
|
|
|
a.
|
Jasa yang diterima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional yang meliputi :
|
|
|
|
|
|
|
1)
|
Jasa persewaan kapal;
|
|
|
|
|
|
2)
|
Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan
jasa labuh; dan
|
|
|
|
|
|
3)
|
Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal; |
|
|
|
|
b.
|
Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional yang meliputi : |
|
|
|
|
|
|
1)
|
Jasa persewaan pesawat udara;
|
|
|
|
|
|
2)
|
Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara; |
|
|
|
|
c.
|
Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT Kereta
Api Indonesia;
|
|
|
|
|
|
d.
|
Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf h dan pembangunan tempat yang semata-mata
untuk keperluan ibadah;
|
|
|
|
|
|
e.
|
Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat
sederhana; dan
|
|
|
|
|
|
f.
|
Jasa yang diserahkan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam
rangka tersedianya data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia. |
|
|
|
|
3.
|
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia atau
badan usaha Indonesia yang menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dengan
menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing atas dasar swa
untuk jangka waktu atau perjalanan tertentu ataupun berdasarkan perjanjian
dan telah memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran (SIUPP) dari Departemen
Perhubungan.
|
|
|
|
|
|
4.
|
Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan adalah badan hukum
Indonesia atau badan usaha Indonesia yang menyeleng- garakan usaha pelayaran
jasa angkutan sungai, danau dan penyebe- rangan dengan menggunakan kapal
berbendera Indonesia dan telah memiliki Surat Izin Angkutan Penyeberangan
dari Departemen Perhubungan.
|
|
|
|
|
|
5.
|
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia
yang menyelenggarakan usaha angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran
dan telah memiliki Izin Usaha dari Departemen Perhubungan.
|
|
|
|
|
|
6.
|
Perusahaan Kereta Api adalah Badan Hukun Milik Negara yang mempunyai
tuga pokok penyelenggaraan usaha pelayanan jasa angkutan kereta api dalam
rangka memperlancar arus perpindahan orang dan atau barang secara masal.
|
|
|
|
|
|
7.
|
Kendaraan angkutan khusus lainnya adalah kendaraan khusus yang diperuntukkan
untuk mengangkut pasukan TNI dan POLRI.
|
|
|
|
|
|
8.
|
Suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan
manusia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d adalah sebagaimana ditetapkan
dalan Daftar Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan ini.
|
|
|
|
|
|
9.
|
Suku cadang dan peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan sebagaimana
ditetapkan dalam Daftar Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini.
|
|
|
|
|
|
10.
|
Suku cadang dan peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf f adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Daftar Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan ini. |
|
|
|
|
|
Pasal 2
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 1 huruf a, b, c, d, e, f dan g dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, d, e, f, g dan h dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Atas penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai |
|
|
|
|
|
Pasal 3
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
TNI atau POLRI yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa
senjata, senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah
air, alat angktan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus
lainnya, untuk keperluan TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 1 huruf a, yang belum dibuat di dalam negeri, wajib mempunyai Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
PT PINDAD yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa komponen
atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan
TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, yang
belum dibuat di dalam negeri, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Orang atau badan yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, d, e, dan f, wajib mempunyai
Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(4)
|
TNI yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf g wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(5)
|
Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai atas impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
:
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Pasal 1 angka 1 huruf a diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan dokumen yang menyatakan bahwa Barang Kena
Pajak Tertentu yang diimpor memang diperlukan oleh TNI dan POLRI.
|
|
|
|
|
|
b.
|
Pasal 1 angka 1 huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan Rekomendasi dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial.
|
|
|
|
|
|
c.
|
Pasal 1 angka 1 huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Nasional
untuk impor Buku-buku pelajaran umum atau Rekomendasi dari Menteri Agama
untuk impor kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
|
|
|
|
|
|
d.
|
Pasal 1 angka 1 huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan
pelayaran niaga nasional atau pengusahaan penangkapan ikan nasional.
|
|
|
|
|
|
e.
|
Pasal 1 angka 1 huruf e diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan
angkutan udara niaga nasional.
|
|
|
|
|
|
f.
|
Pasal 1 angka 1 huruf f diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen impor dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan
angkutan kereta api nasional.
|
|
|
|
|
|
g.
|
Pasal 1 angka 1 huruf g diajukan kepada Direktur Jenderal
Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan dokumen yang menyatakan bahwa
Barang Kena Pajak Tertentu yang diimpor memang diperlukan oleh TNI dalam
rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Republik Indonesia. |
|
|
|
|
(6)
|
Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
1 huruf d, e, dan f yang diimpor oleh orang atau badan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) huruf terkait langsung dengan bidang usaha atau kegiatan
orang atau badan yang mengimpor tersebut.
|
|
|
|
|
|
(7)
|
TNI atau POLRI atau orang atau badan yang melakukan
impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (!), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4), wajib membuat Surat Setoran Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai impor
yang dibebaskan. |
|
|
|
|
|
Pasal 4
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
TNI atau POLRI yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
berupa senja, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air,
alat angktan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus
lainnya, untuk keperluan TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 1 huruf a wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
PT PINDAD yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
berupa komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan
amunisi untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 1 huruf a wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, d, e, dan f, wajib
mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(4)
|
TNI yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g wajib mempunyai Surat Keterangan
Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(5)
|
Orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h tidak diwajibkan mempunyai
Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(6)
|
Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan
Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
:
|
|
|
|
|
|
|
a.
|
Pasal 1 angka 1 huruf a diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen pembelian dan dokumen yang menyatakan bahwa Barang
Kena Pajak Tertentu yang diimpor memang diperlukan oleh TNI dan POLRI.
|
|
|
|
|
|
b.
|
Pasal 1 angka 1 huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen pembelian dan Rekomendasi dari Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial.
|
|
|
|
|
|
c.
|
Pasal 1 angka 1 huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen pembelian dan Rekomendasi dari Menteri Pendidikan Nasional
untuk impor Buku-buku pelajaran umum atau Rekomendasi dari Menteri Agama
untuk impor kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
|
|
|
|
|
|
d.
|
Pasal 1 angka 1 huruf d diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen pembelian dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan
pelayaran niaga nasional atau pengusahaan penangkapan ikan nasional.
|
|
|
|
|
|
e.
|
Pasal 1 angka 1 huruf e diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen pembelian dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan
angkutan udara niaga nasional.
|
|
|
|
|
|
f.
|
Pasal 1 angka 1 huruf f diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan dokumen pembelian dan dokumen yang berkenaan dengan pengusahaan
angkutan kereta api nasional.
|
|
|
|
|
|
g.
|
Pasal 1 angka 1 huruf g diajukan kepada Direktur Jenderal
Pajak dengan melampirkan dokumen pembelian dan dokumen yang menyatakan
bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang diimpor memang diperlukan oleh TNI
dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Republik Indonesia. |
|
|
|
|
(7)
|
Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, d, e, f, g dan h wajib melaporkan
usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak.
|
|
|
|
|
|
(8)
|
Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
1 huruf d, e, dan f yang diterima atau diperoleh oleh orang atau badan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus terkait langsung dengan bidang
usaha atau kegiatan orang atau badan yang mengimpor tersebut.
|
|
|
|
|
|
(9)
|
Orang atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 wajib menerbitkan
Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya dibebaskan. |
|
|
|
|
|
Pasal 5
Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur
Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja
setelah surat permohonan diterima dengan lengkap.
Pasal 6
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Atas penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 2, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Pengusaha yang menyerahkan Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, b, c, d, dan e wajib melaporkan usahanya
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Orang atau badan yang menerima penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 tidak diwajibkan mempunyai Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
|
(4)
|
Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dalam ayat
(2) wajib menerbitkan Faktur Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya dibebaskan. |
|
|
|
|
|
Pasal 7
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Apabila dalam jangka waktu tertentu Barang Kena Pajak Tertentu yang
atas impor atau perolehannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai ternyata dijual atau dipindahtangankan untuk digunakan dalam melaksanakan
kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan yang diamksud dalam Pasal 1 angka
1 huruf d, e, dan f, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas
impor atau penyerahan tersebut harus disetor kembali Ke Kas Negara ditambah
sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya
dua puluh empat bulan, yang dihitung dari tanggal diterbitkannya Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau tanggal Faktur Pajak apabila
atas penyerahan tersebut tidak diperlukan Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai, sampai dengan dilakukannya penyetoran kembali.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk selama-lamanya
dua puluh empat bulan, yang dihitung dari tanggal diterbitkannya Surat
Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sampai dengan saat diterbitkannya
Serat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah 5 (lima) tahun untuk Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f. |
|
|
|
|
|
Pasal 8
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku juga bagi Barang
Kena Pajak berupa barang modal, kapal, pesawat terbang dan kereta api,
yang atas impor dan atau perolehannya telah memperoleh fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah, yang digunakan tidak sesuai dengan
tujuan semula atau dijual atau dipindahtangakan kepada pihak lain, baik
sebagian atau seluruhnya.
Pasal 9
|
|
|
|
|
|
|
(1)
|
Pajak Masukan atas impor dan atau atas perolehan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena
Pajak Tertentu dan atau Jasa Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 dan angka 2 yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
|
|
|
|
|
|
(2)
|
Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak yang Pajak Pertembahan
Nilainya dibebaskan yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual
tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
|
|
|
|
|
|
(3)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atau yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8
tidak dapat dikreditkan. |
|
|
|
|
|
Pasal 10
Ketentuan tata cara pemberian dan penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai
dibebaskan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Menteri
Keuangan ini.
Pasal 11
Ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, baik secara bersama-sama maupun sendiri-srndiri.
Pasal 12
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku :
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1086/KMK.00/1988 tentang Penetapan
Barang Modal Tertentu Yang Diimpor oleh Badan Usaha Jasa Penunjang Tertentu
di bidang Migas Yang Didirikan Dalam Rangka Undang-undang Penanaman Modal
asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai Barang Kena Pajak yang mempunyai
nilai strategis untuk Pembangunan Nasional;
|
|
|
|
|
|
2.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 396/KMK.04/1990 tentang Batasan Buku-buku
Pelajaran Umum, Kitab Suci dan Buku-buku Pelajaran Agama yang atas impor
dan penyerahan Pajak Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah;
|
|
|
|
|
|
3.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397/KMK.04/1990 tentang Tatacara dan
Tatausaha Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan
Penyerahan Buku-buku Pelajakan Umum, Kitab Suci dan Buku-buku Pelajaran
Agama;
|
|
|
|
|
|
4.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.04/1998 tentang Pemberian
dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Tertentu
dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 1986 tentang Pajak Pertambahan Nilai yang Terutang atas Impor dan
Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak Tertentu yang ditanggung
oleh Penmerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998;
|
|
|
|
|
|
5.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.04/1998 tentang Penetapan
Makanan Ternak dan Unggas dan/atau Bahan baku Makanan Ternak dan Unggas
sebagai Barang Kena Pajak yang bersifat Strategis untuk Keperluan Pembangunan
Nasional;
|
|
|
|
|
|
6.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 329/KMK.04/1999 tentang Penetapan
Kapal, Pesawat Udara, Kereta Api, serta Suku Cadang dan Peralatan untuk
Perbaikan/Pemeliharaannya sebagai Barang Kena Pajak yang bersifat Strategis
untuk Keperluan Pembangunan Nasional; dan
|
|
|
|
|
|
7.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 414/KMK.04/2000 tentang
Penetapan Uang Kertas, Uang Logam serta Bahan baku untuk Pembuatan Uang
Kertas dan Uang Logam sebagai Barang Kena Pajak yang bersifat Strategis
untuk Keperluan Pembangunan Nasional, |
|
|
|
|
|
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penguman Keputusan Menteri
Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|
|
|
|