UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2013

TENTANG

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang

:

a.

bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian rakyat menjadi tangguh, berdaya, dan mandiri yang berdampak kepada peningkatan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

 

 

b.

bahwa masih terdapat kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan atas layanan jasa keuangan mikro yang memfasilitasi masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat;

 

 

c.

bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, kegiatan layanan jasa keuangan mikro dan kelembagaannya perlu diatur secara Iebih komprehensif sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro;

Mengingat

:

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

 

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

 

dan

 

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO.

 

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

 

 

Pasal 1

   

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelola simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

   

2.

Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada LKM dalam bentuk tabungan dan/atau deposito berdasarkan perjanjian penyimpanan dana.

   

3.

Pinjaman adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan.

 

 

4.

Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan dengan prinsip syariah.

 

 

5.

Penyimpan adalah pihak yang menempatkan dananya pada LKM berdasarkan perjanjian.

 

 

6.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

 

7.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

 

 

8.

Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

 

 

Pasal 2

 

 

LKM berasaskan:

 

 

a.

keadilan;

 

 

b.

kebersamaan;

 

 

c.

kemandirian;

 

 

d.

kemudahan;

 

 

e.

keterbukaan;

 

 

f.

pemerataan;

 

 

g.

keberlanjutan; dan

 

 

h.

kedayagunaan dan kehasilgunaan.

 

 

Pasal 3

 

 

LKM bertujuan untuk:

 

 

a.

meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;

 

 

b.

membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan

 

 

c.

membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

 

 

terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

 

 

BAB III
PENDIRIAN, KEPEMILIKAN, DAN PERIZINAN

 

 

Bagian Kesatu
Pendirian

 

 

Pasal 4

 

 

Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan:

 

 

a.

bentuk badan hukum;

 

 

b.

permodalan; dan

 

 

c.

mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.

 

 

Pasal 5

   

(1)

Bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a adalah:

 

 

 

a.

Koperasi; atau

 

 

 

b.

Perseroan Terbatas.

 

 

(2)

Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.

 

 

(3)

Sisa kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dimiliki oleh:

 

 

 

a.

warga negara Indonesia; dan/atau

 

 

 

b.

koperasi.

 

 

(4)

Kepemilikan setiap warga negara Indonesia atas saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak sebesar 20% (dua puluh persen).

 

 

Pasal 6

 

 

LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing.

 

 

Pasal 7

 

 

(1)

Sumber permodalan LKM disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan badan hukumnya.

 

 

(2)

Ketentuan mengenai besaran modal LKM diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

Bagian Kedua
Kepemilikan

 

 

Pasal 8

 

 

LKM hanya dapat dimiliki oleh:

 

 

a.

warga negara Indonesia;

 

 

b.

badan usaha milik desa/kelurahan;

 

 

c.

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau

 

 

d.

koperasi.

 

 

Bagian Ketiga
Perizinan

 

 

Pasal 9

 

 

(1)

Sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

(2)

Untuk memperoleh izin usaha LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipenuhi persyaratan paling sedikit mengenai:

 

 

 

a.

susunan organisasi dan kepengurusan;

 

 

 

b.

permodalan;

 

 

 

c.

kepemilikan; dan

 

 

 

d.

kelayakan rencana kerja.

 

 

Pasal 10

 

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, kepemilikan LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dan tata cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB IV
KEGIATAN USAHA DAN CAKUPAN WILAYAH USAHA

 

 

Bagian Kesatu
Kegiatan Usaha

 

 

Pasal 11

 

 

(1)

Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

 

 

(2)

Ketentuan mengenai suku bunga Pinjaman atau imbal hasil Pembiayaan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

Pasal 12

 

 

(1)

Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan Simpanan oleh LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

 

 

(2)

Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia.

 

 

Pasal 13

 

 

(1)

Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.

 

 

(2)

Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus serta mengawasi kegiatan LKM agar sesuai dengan prinsip syariah.

 

 

Pasal 14

 

 

Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:

 

 

a.

menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;

 

 

b.

melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;

 

 

c.

melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;

 

 

d.

bertindak sebagai penjamin;

 

 

e.

memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan

 

 

f.

melakukan usaha di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

 

 

Pasal 15

 

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

Bagian Kedua
Cakupan Wilayah Usaha

 

 

Pasal 16

 

 

(1)

Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota.

 

 

(2)

Luas cakupan wilayah usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan skala usaha LKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

 

Pasal 17

 

 

Dalam hal terjadi pemekaran wilayah:

 

 

a.

Pinjaman atau Pembiayaan yang telah disalurkan LKM di luar wilayah usahanya tetap dapat dilanjutkan sampai dengan jangka waktu Pinjaman atau Pembiayaan berakhir; dan

 

 

b.

Simpanan yang telah diterima LKM dari Penyimpan di luar wilayah usahanya tetap dapat dilanjutkan sampai dengan penutupan Simpanan.

 

 

Pasal 18

 

 

LKM yang tempat kedudukan dan cakupan wilayah usahanya mengalami perubahan sebagai akibat dari pemekaran wilayah harus memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB V
PENJAMINAN SIMPANAN

 

 

Pasal 19

 

 

(1)

Untuk menjamin Simpanan masyarakat pada LKM, Pemerintah Daerah dan/atau LKM dapat membentuk lembaga penjamin simpanan LKM.

 

 

(2)

Dalam hal diperlukan, Pemerintah bersama Pemerintah Daerah dan LKM dapat mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

 

BAB VI
INFORMASI

 

 

Pasal 20

 

 

Pengurus LKM dapat melakukan tukar-menukar informasi dan data mengenai penerima Pinjaman atau Pembiayaan dengan LKM lain.

 

 

Pasal 21

 

 

(1)

Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM wajib merahasiakan informasi Penyimpan dan Simpanan.

 

 

(2)

Kewajiban merahasiakan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal informasi Penyimpan dan Simpanan untuk:

 

 

 

a.

kepentingan perpajakan;

 

 

 

b.

kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

 

 

 

c.

kepentingan peradilan dalam perkara perdata; atau

 

 

 

d.

hal lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

(3)

Anggota direksi atau pengurus, dan pegawai LKM wajib memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 

 

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB VII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PEMBUBARAN

 

 

Pasal 22

 

 

(1)

LKM dapat melakukan penggabungan atau peleburan dengan 1 (satu) atau lebih LKM lainnya dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

Pasal 23

 

 

(1)

Dalam hal LKM mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang membahayakan keberlangsungan usahanya, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan agar:

 

 

 

a.

pemegang saham atau anggota koperasi menambah modal;

 

 

 

b.

pemegang saham mengganti dewan komisaris atau pengawas dan/atau direksi atau pengurus LKM;

 

 

 

c.

LKM menghapusbukukan Pinjaman atau Pembiayaan yang macet dan memperhitungkan kerugian LKM dengan modalnya;

 

 

 

d.

LKM melakukan penggabungan atau peleburan dengan LKM lain;

 

 

 

e.

kepemilikan LKM dialihkan kepada pihak lain yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;

 

 

 

f.

LKM menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan LKM kepada pihak lain; atau

 

 

 

g.

LKM menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban LKM kepada LKM atau pihak lain.

 

 

(2)

Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan solvabilitas LKM, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha LKM dan memerintahkan direksi atau pengurus LKM untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, Rapat Anggota atau rapat sejenis guna membubarkan badan hukum LKM dan membentuk tim likuidasi.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB VIII
PERLINDUNGAN PENGGUNA JASA LKM

 

 

Pasal 24

 

 

Untuk kepentingan pengguna jasa, LKM harus menyediakan informasi terbuka kepada masyarakat paling sedikit mengenai:

 

 

a.

wewenang dan tanggung jawab pengurus LKM;

 

 

b.

ketentuan dan persyaratan yang perlu diketahui oleh Penyimpan dan Peminjam; dan

 

 

c.

kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi LKM dengan pihak lain.

 

 

Pasal 25

 

 

Untuk perlindungan Penyimpan dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Penyimpan dan masyarakat yang meliputi:

 

 

a.

memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik dan kegiatan usaha LKM;

 

 

b.

meminta LKM untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan

 

 

c.

tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan Undang-Undang ini.

 

 

Pasal 26

 

 

Otoritas Jasa Keuangan melakukan pelayanan pengaduan Penyimpan yang meliputi:

 

 

a.

menyiapkan perangkat untuk pelayanan pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM;

 

 

b.

membuat mekanisme pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM; dan

 

 

c.

memfasilitasi penyelesaian pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM.

 

 

BAB IX
TRANSFORMASI LKM

 

 

Pasal 27

 

 

LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:

 

 

a.

LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota tempat kedudukan LKM; atau

 

 

b.

LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB X
PEMBINAAN, PENGATURAN, DAN PENGAWASAN

 

 

Pasal 28

 

 

(1)

Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

(2)

Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri.

 

 

(3)

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

 

 

(4)

Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak lain yang ditunjuk.

 

 

(5)

Ketentuan mengenai hal yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan yang didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

Pasal 29

 

 

(1)

LKM wajib melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.

 

 

(2)

Dalam melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi atau pengurus LKM dilarang:

 

 

 

a.

membuat pencatatan palsu dalam pembukuan dan/atau laporan keuangan tanpa didukung dengan dokumen yang sah;

 

 

 

b.

menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan

 

 

 

c.

mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha.

 

 

Pasal 30

 

 

(1)

LKM wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:

 

 

 

a.

laporan keuangan setiap 4 (empat) bulan; dan/atau

 

 

 

b.

laporan lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

(2)

LKM wajib mengumumkan laporan keuangan dalam rangka menerapkan prinsip keterbukaan.

 

 

Pasal 31

 

 

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap LKM.

 

 

Pasal 32

 

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF

 

 

Pasal 33

 

 

(1)

Setiap LKM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12 ayat (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 27, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 30 dikenai sanksi administratif berupa:

 

 

 

a.

denda uang;

 

 

 

b.

peringatan tertulis;

 

 

 

c.

pembekuan kegiatan usaha;

 

 

 

d.

pemberhentian direksi atau pengurus LKM dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; atau

 

 

 

e.

pencabutan izin usaha.

 

 

(2)

Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

 

 

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

BAB XII
KETENTUAN PIDANA

 

 

Pasal 34

 

 

(1)

Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

(2)

Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

 

 

Pasal 35

 

 

(1)

Setiap orang yang dengan sengaja memaksa LKM untuk memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

(2)

Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM yang dengan sengaja memberikan informasi yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

 Pasal 36

 

 

Anggota direksi atau pengurus, atau pegawai LKM yang dengan sengaja tidak memberikan informasi yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

Pasal 37

 

 

(1)

Setiap direksi atau pengurus LKM yang:

 

 

 

a.

membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan dan/atau tanpa didukung dengan dokumen yang sah;

 

 

 

b.

menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan

 

 

 

c.

mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, dan dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha

 

 

 

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

(2)

Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, dan/atau pegawai LKM yang dengan sengaja:

 

 

 

a.

meminta atau menerima suatu imbalan, baik berupa uang maupun barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya:

 

 

 

 

1.

dalam rangka orang lain mendapatkan uang muka atau fasilitas Pinjaman atau Pembiayaan dari LKM;

 

 

 

 

2.

dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas Pinjaman atau Pembiayaan pada LKM;

 

 

 

b.

tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM

 

 

 

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

Pasal 38

 

 

Pemegang saham atau pemilik LKM yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, anggota koperasi, atau pegawai LKM untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan LKM tidak melaksanakan langkah­ langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

 

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 39

 

 

(1)

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.

 

 

(2)

Lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.

 

 

(3)

Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang­ Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang ini.

 

 

Pasal 40

 

 

(1)

Otoritas Jasa Keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi, dan Kementerian Dalam Negeri harus melakukan inventarisasi LKM yang belum berbadan hukum.

 

 

(2)

Inventarisasi LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.

 

 

(3)

Dalam melakukan inventarisasi LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Otoritas Jasa Keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi, dan Kementerian Dalam Negeri dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki infrastruktur memadai.

 

 

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

 

 

Pasal 41

 

 

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

 

 

Pasal 42

 

 

Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

               
             

Disahkan di Jakarta

             

pada tanggal 8 Januari 2013

             

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

             

                          ttd.

             

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

               

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Januari 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,

                               ttd.

                    AMIR SYAMSUDIN

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 12

Penjelasan...............