MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 173/PMK.011/2014
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN JAMINAN KELAYAKAN USAHA PT PERUSAHAAN
LISTRIK NEGARA (PERSERO)
UNTUK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT
TENAGA LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN,
BATUBARA, DAN GAS YANG DILAKUKAN MELALUI KERJA SAMA
DENGAN PENGEMBANG LISTRIK
SWASTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2011, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.011/2011 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, Dan Gas Yang Dilakukan Melalui Kerja Sama Dengan Pengembang Listrik Swasta; |
||||||
b. |
bahwa dalam rangka merealisasikan Proyek Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik, diperlukan peraturan pelaksanaan mengenai Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang lebih mendorong pemenuhan pembiayaan proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik yang dilakukan melalui kerjasama dengan Pengembang Listrik Swasta; |
||||||||
c. |
bahwa untuk memberikan Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang meliputi risiko gagal bayar dan risiko terminasi dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dengan Pengembang Listrik Swasta pada masa mendatang, perlu dilakukan penambahan persyaratan untuk mendukung pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana yang telah datur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, Dan Gas Yang Dilakukan Melalui Kerja Sama Dengan Pengembang Listrik Swasta; |
||||||||
d. |
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, perlu ditambahkan ketentuan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik yang diadakan oleh Pengembang Listrik Swasta dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang berbeda pada sistem setempat; |
||||||||
e. |
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, Dan Gas Yang Dilakukan Melalui Kerja Sama Dengan Pengembang Listrik Swasta (PMK 225/2013) dipandang perlu untuk dilakukan penyempurnaan dengan mengganti PMK 225/2013 dengan Peraturan Menteri Keuangan yang baru agar terdapat landasan hukum kuat dan komprehensif bagi pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero); |
||||||||
f. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, dan Gas yang Dilakukan Melalui Kerjasama dengan Pengembang Listrik Swasta; |
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||||||
2. |
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); |
||||||||
|
|
3. |
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); |
||||||
|
|
4. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||||||
|
|
5. |
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052); |
||||||
6. |
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530); |
||||||||
|
|
7. |
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423); |
||||||
|
|
8. |
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk
Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang
Menggunakan Batubara, Dan Gas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 48 Tahun 2011; |
||||||
MEMUTUSKAN: |
|||||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN JAMINAN KELAYAKAN USAHA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI TERBARUKAN, BATUBARA, DAN GAS YANG DILAKUKAN MELALUI KERJA SAMA DENGAN PENGEMBANG LISTRIK SWASTA. |
|||||||
|
|||||||||
BAB I Pasal 1 |
|||||||||
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
|||||||
|
|
1. |
Jaminan Kelayakan Usaha adalah jaminan Pemerintah atas kemampuan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk memenuhi kewajiban finansialnya sehubungan dengan terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dengan Pengembang Listrik Swasta. |
||||||
|
|
2. |
Risiko Gagal Bayar adalah peristiwa ketidakmampuan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk membayar kewajiban finansial yang dinyatakan dalam tagihan pembayaran atas pembelian listrik kepada Pengembang Listrik Swasta berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik. |
||||||
|
|
3. |
Risiko Terminasi adalah peristiwa ketidakmampuan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk melaksanakan kewajiban membeli proyek sebesar harga beli sesuai perhitungan sebagaimana diatur dalam PJBTL yang disebabkan oleh Risiko Politik (Political Force Majeur) atau Peristiwa yang tidak dapat diperbaiki (Non Remediable Events) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). |
||||||
|
|
4. |
Risiko Politik adalah: |
||||||
|
|
|
a. |
tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah dalam hal-hal yang menurut hukum atau peraturan perundang-undangan, Pemerintah memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut; dan/atau |
|||||
|
|
|
b. |
penerbitan, penerapan, atau pemberlakuan suatu peraturan, kebijakan atau persyaratan hukum kepada Pengembang Listrik Swasta atau Proyek Pembangkit Listrik oleh Pemerintah yang belum ada atau berlaku terhadap Pengembang Listrik Swasta atau proyek pada tanggal penandatanganan PJBTL. |
|||||
|
|
5. |
Pengembang Listrik Swasta selanjutnya disingkat PLS adalah perusahaan yang menandatangani Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). |
||||||
|
|
6. |
Proyek Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang selanjutnya disingkat Proyek Pembangkit Listrik adalah proyek pembangkit listrik dan transmisi terkait yang dilaksanakan dengan skema kerja sama antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan PLS sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara dan Gas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2011. |
||||||
|
|
7. |
Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang selanjutnya disingkat PJBTL adalah perjanjian jual beli tenaga listrik yang mengatur hak dan kewajiban PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku pembeli dengan PLS selaku penjual. |
||||||
|
|
8. |
Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close) adalah tahapan dimana PLS telah menandatangani perjanjian pinjaman/kredit dan telah mendapatkan pencairan dana (draw-down) untuk pembiayaan Proyek Pembangkit Listrik pada tanggal sebagaimana ditetapkan dalam PJBTL. |
||||||
|
|
9. |
Masa Persiapan Proyek Pembangkit Listrik adalah masa sejak penandatanganan PJBTL sampai dengan tercapainya Pemenuhan Pembiayaan sebagaimana ditentukan dalam PJBTL. |
||||||
|
|
10. |
Masa Konstruksi Proyek Pembangkit Listrik adalah masa sejak tercapainya Pemenuhan Pembiayaan sampai dengan tanggal dimulainya Masa Operasi Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana ditentukan dalam PJBTL. |
||||||
|
|
11. |
Masa Operasi Proyek Pembangkit Listrik adalah masa sejak tanggal dimulainya masa operasi komersial (Commercial Operation Date) sampai dengan tanggal berakhirnya PJBTL sebagaimana ditentukan dalam PJBTL. |
||||||
|
|||||||||
BAB II Pasal 2 |
|||||||||
|
|
Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha dilakukan dalam rangka mengupayakan pemenuhan pembiayaan Proyek Pembangkit Listrik baik yang berasal dari ekuitas maupun yang berasal dari pinjaman. |
|||||||
|
|||||||||
Pasal 3 |
|||||||||
|
|
(1) |
Jaminan Kelayakan Usaha diberikan terhadap Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi. |
||||||
|
|
(2) |
Jaminan Kelayakan Usaha atas Risiko Gagal Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada sebagian atau sepanjang Masa Operasi Proyek Pembangkit Listrik. |
||||||
|
|
(3) |
Jaminan Kelayakan Usaha atas Risiko Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada: |
||||||
|
|
|
a. |
sepanjang Masa Persiapan Proyek Pembangkit Listrik; |
|||||
|
|
|
b. |
sepanjang Masa Konstruksi Proyek Pembangkit Listrik; dan/atau |
|||||
|
|
|
c. |
sebagian atau sepanjang Masa Operasi Proyek Pembangkit Listrik, |
|||||
|
|
|
dengan memperhatikan karakteristik dari masing-masing jenis Proyek Pembangkit Listrik. |
||||||
|
|||||||||
BAB III
Pasal 4 |
|||||||||
|
|
Jaminan Kelayakan Usaha dinyatakan dalam bentuk surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan ditujukan kepada PLS. |
|||||||
Bagian Kedua
Pasal 5 |
|||||||||
|
|
(1) |
Masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha dimulai sejak dicapainya Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close) sampai dengan tanggal yang ditetapkan dalam surat Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
|
|
(2) |
Surat Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi tidak berlaku apabila PLS gagal mencapai Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close) dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan. |
||||||
|
|
(3) |
Untuk Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, yang dipersyaratkan untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan setelah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan diterbitkan oleh Menteri Kehutanan. |
||||||
|
|
(4) |
Dalam hal Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan setelah penerbitan Dispensasi penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PLS harus menyampaikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan kepada Menteri Keuangan sebelum berakhirnya masa berlaku Dispensasi penggunaan kawasan hutan. |
||||||
|
|
(5) |
Dalam hal PLS tidak dapat menyampaikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan kepada Menteri Keuangan sampai dengan berakhirnya masa berlaku Dispensasi penggunaan kawasan hutan, Jaminan Kelayakan Usaha yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku. |
||||||
Bagian Ketiga Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pasal 6 |
|||||||||
|
|
(1) |
Masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha dimulai sejak saat diterbitkan sampai dengan tanggal yang ditetapkan dalam surat Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
|
|
(2) |
Surat Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi berakhir dan tidak memiliki akibat hukum apapun apabila PLS gagal mencapai Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close) dalam waktu 48 (empat puluh delapan) bulan sejak Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan. |
||||||
|
|
(3) |
Untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dipersyaratkan untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan setelah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan diterbitkan oleh Menteri Kehutanan. |
||||||
|
|
(4) |
Dalam hal Jaminan Kelayakan Usaha diterbitkan setelah penerbitan Dispensasi penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PLS harus menyampaikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan kepada Menteri Keuangan sebelum berakhirnya masa berlaku Dispensasi penggunaan kawasan hutan. |
||||||
|
|
(5) |
Dalam hal PLS tidak dapat menyampaikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan kepada Menteri Keuangan sampai dengan berakhirnya masa berlaku Dispensasi penggunaan kawasan hutan, Jaminan Kelayakan Usaha yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir dan tidak mempunyai akibat hukum apapun. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
Bagian Kesatu Pasal 7 |
|||||||||
|
|
(1) |
Jaminan Kelayakan Usaha diberikan terhadap Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang: |
||||||
|
|
|
a. |
Proses pengadaan PLS-nya belum dilaksanakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero); atau |
|||||
|
|
|
b. |
Proses pengadaan PLS-nya telah dilaksanakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini. |
|||||
|
|
(2) |
Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diberikan terhadap: |
||||||
|
|
|
a. |
Proyek yang proses pengadaan PLS-nya telah dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetapi belum ditentukan pemenangnya; atau |
|||||
|
|
|
b. |
Proyek yang proses pengadaan PLS-nya telah dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan telah ditentukan pemenangnya sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini. |
|||||
Pasal 8 |
|||||||||
|
|
(1) |
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar terhadap Proyek Pembangkit Listrik selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
|
|
(2) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a disampaikan setelah proses pengadaan telah dilakukan, dilampiri paling kurang: |
||||||
|
|
|
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
|||||
|
|
|
b. |
Rancangan PJBTL terakhir; |
|||||
|
|
|
c. |
Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan; |
|||||
|
|
|
d. |
Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|||||
|
|
|
e. |
Dokumen pengadaan yang didalamnya telah menyatakan adanya Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 pada proyek terkait; |
|||||
|
|
|
f. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; dan |
|||||
|
|
|
g. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. |
|||||
|
|
(3) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dan Pasal 7 ayat (2), dilampiri paling kurang: |
||||||
|
|
|
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
|||||
|
|
|
b. |
Rancangan PJBTL terakhir atau PJBTL yang telah ditandatangani dalam hal pemenang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf (b) telah menandatangani PJBTL; |
|||||
|
|
|
c. |
Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan; |
|||||
|
|
|
d. |
Dokumen pengadaan yang didalamnya telah menyatakan adanya Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 pada proyek terkait; |
|||||
|
|
|
e. |
Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|||||
|
|
|
f. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; dan |
|||||
|
|
|
g. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. |
|||||
Pasal 9 |
|||||||||
|
|
Dalam hal Proyek Pembangkit Listrik Selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, yang diusulkan untuk memperoleh Jaminan Kelayakan Usaha, belum mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan sebagaimana diatur dalam Pasal 8, maka Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tersebut dapat disampaikan kemudian. |
|||||||
Pasal 10 |
|||||||||
|
|
(1) |
Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum. |
||||||
|
|
(2) |
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan. |
||||||
|
|
(3) |
Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
|
|
(4) |
Dalam hal proses pembahasan untuk penerbitan Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik Selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi telah selesai dilakukan di Kementerian Keuangan, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan belum diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, maka Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan konsep final Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk disampaikan kepada PLS. |
||||||
Pasal 11 |
|||||||||
(1) |
Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). |
||||||||
|
|
(2) |
Menteri Keuangan menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha setelah penandatanganan PJBTL. |
||||||
Bagian Kedua
|
|||||||||
|
|
Jaminan Kelayakan Usaha diberikan terhadap Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dilaksanakan oleh: |
|||||||
|
|
a. |
PLS yang dibentuk oleh pemenang lelang wilayah kerja pertambangan panas bumi; atau |
||||||
|
|
b. |
Perusahaan-perusahaan yang menandatangani PJBTL dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dilaksanakan berdasarkan pemberian kuasa atau izin pengusahaan panas bumi berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||||||||
|
|
(1) |
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar memberikan Jaminan Kelayakan Usaha terhadap Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. |
||||||
|
|
(2) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a untuk proyek yang PJBTL-nya belum ditandatangani, dilampiri paling kurang: |
||||||
|
|
|
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
|||||
|
|
|
b. |
Rancangan PJBTL terakhir; |
|||||
|
|
|
c. |
Financial Model proyek; |
|||||
|
|
|
d. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; |
|||||
|
|
|
e. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan; dan |
|||||
|
|
|
f. |
Dokumen yang disampaikan oleh PLS kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang berisi: |
|||||
|
|
|
|
1) |
Surat dari Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota penerbit Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP) sesuai kewenangannya, yang menyatakan bahwa: |
||||
|
|
|
|
|
a) |
lelang wilayah kerja pertambangan panas bumi telah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|||
|
|
|
|
|
b) |
Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi berlaku dan akan terus berlaku sampai dengan waktu masa berlakunya, kecuali diserahkan kembali oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP) atau dicabut oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi; dan |
|||
|
|
|
|
|
c) |
sesuai dengan kewenangannya dan sepanjang segala persyaratan telah dipenuhi, Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota akan menerbitkan izin-izin lainnya yang diperlukan oleh PLS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
|
|
2) |
Laporan yang harus disiapkan oleh PLS yang berisi hasil: |
||||
|
|
|
|
|
a) |
Studi geosains (geologi, geofisika, dan geokimia); |
|||
|
|
|
|
|
b) |
Magneto-Telluric (MT); dan |
|||
|
|
|
|
|
c) |
Pengeboran landaian suhu atau kegiatan sejenis lainnya yang menunjukkan potensi cadangan panas bumi. |
|||
|
|
(3) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a untuk proyek yang PJBTL-nya telah ditandatangani, dilampiri paling kurang: |
||||||
|
|
|
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
|||||
|
|
|
b. |
PJBTL yang telah ditandatangani; |
|||||
|
|
|
c. |
Financial Model proyek; |
|||||
|
|
|
d. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; |
|||||
|
|
|
e. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan; dan |
|||||
|
|
|
f. |
Dokumen yang disampaikan oleh PLS kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang berisi: |
|||||
|
|
|
|
1) |
Surat dari Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota penerbit Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP) sesuai kewenangannya, yang menyatakan bahwa: |
||||
|
|
|
|
|
a) |
lelang wilayah kerja pertambangan panas bumi telah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; |
|||
|
|
|
|
|
b) |
Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi berlaku dan akan terus berlaku sampai dengan waktu masa berlakunya, kecuali diserahkan kembali oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP) atau dicabut oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi; dan |
|||
|
|
|
|
|
c) |
sesuai dengan kewenangannya dan sepanjang segala persyaratan telah dipenuhi, Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota akan menerbitkan izin-izin lainnya yang diperlukan oleh PLS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||
|
|
|
|
2) |
Laporan yang harus disiapkan oleh PLS yang berisi hasil: |
||||
|
|
|
|
|
a) |
Studi geosains (geologi, geofisika, dan geokimia); |
|||
|
|
|
|
|
b) |
Magneto-Telluric (MT); dan |
|||
|
|
|
|
|
c) |
Pengeboran landaian suhu atau kegiatan sejenis lainnya yang menunjukkan potensi cadangan panas bumi. |
|||
|
|
(4) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b untuk proyek yang PJBTL-nya belum ditandatangani, dilampiri paling kurang: |
||||||
|
|
|
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
|||||
|
|
|
b. |
Rancangan PJBTL terakhir; |
|||||
|
|
|
c. |
Financial Model proyek; |
|||||
|
|
|
d. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; |
|||||
|
|
|
e. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan; dan |
|||||
|
|
|
f. |
Dokumen yang disiapkan dan disampaikan oleh PLS kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang berisi laporan hasil: |
|||||
|
|
|
|
1) |
Studi geosains (geologi, geofisika, dan geokimia); |
||||
|
|
|
|
2) |
Magneto-Telluric (MT); dan |
||||
|
|
|
|
3) |
Pengeboran landaian suhu atau kegiatan sejenis lainnya yang menunjukkan potensi cadangan panas bumi. |
||||
|
|
(5) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b untuk proyek yang PJBTL-nya telah ditandatangani, dilampiri paling kurang: |
||||||
|
|
|
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
|||||
|
|
|
b. |
PJBTL yang telah ditandatangani; |
|||||
|
|
|
c. |
Financial Model proyek; |
|||||
|
|
|
d. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; |
|||||
|
|
|
e. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan; dan |
|||||
|
|
|
f. |
Dokumen yang disiapkan dan disampaikan oleh PLS kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang berisi laporan hasil: |
|||||
|
|
|
|
1) |
Studi geosains (geologi, geofisika, dan geokimia); |
||||
|
|
|
|
2) |
Magneto-Telluric (MT); dan |
||||
|
|
|
|
3) |
Pengeboran landaian suhu atau kegiatan sejenis lainnya yang menunjukkan potensi cadangan panas bumi. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||||||||
|
|
Dalam hal Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, yang diusulkan untuk memperoleh Jaminan Kelayakan Usaha, belum mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan sebagaimana diatur dalam Pasal 13, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tersebut dapat disampaikan kemudian. |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||||||||
|
|
(1) |
Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum. |
||||||
|
|
(2) |
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan. |
||||||
|
|
(3) |
Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
|
|
(4) |
Dalam hal proses pembahasan untuk penerbitan SJKU, untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi telah selesai dilakukan di Kementerian Keuangan, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan belum diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, maka Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan konsep final Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk disampaikan kepada PLS. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||||||||
|
|
(1) |
Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2). |
||||||
|
|
(2) |
Menteri Keuangan menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha setelah penandatanganan PJBTL. |
||||||
Bagian Ketiga
Proyek Pembangkit Listrik Penambahan Kapasitas Pembangkit Pada Pusat
Pasal 17 |
|||||||||
|
|
(1) |
Jaminan Kelayakan Usaha dapat diberikan untuk Proyek Pembangkit Listrik yang diadakan oleh PLS dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama dan terdapat fasilitas yang digunakan bersama (common facilities). |
||||||
|
|
(2) |
Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan terhadap proyek yang proses pengadaan PLS-nya dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) setelah berlakunya Peraturan Menteri ini. |
||||||
|
|
(3) |
Ketentuan mengenai masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengikuti ketentuan masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan jenis pembangkit sebagaimana diatur dalam Bab III Peraturan Menteri ini. |
||||||
Pasal 18 |
|||||||||
|
|
(1) |
Untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) yang dimintakan Jaminan Kelayakan Usaha, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus menyampaikan Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan untuk dikonsultasikan kepada Menteri Keuangan sebelum dimulainya proses pengadaan PLS. |
||||||
|
|
(2) |
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar terhadap Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat diberikan surat Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
(3) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilampiri paling kurang: |
||||||||
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
||||||||
b. |
Rancangan PJBTL terakhir; |
||||||||
c. |
Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan dilampiri dengan Metode perhitungan HPS; |
||||||||
d. |
Dokumen pengadaan yang didalamnya telah menyatakan adanya Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 pada proyek terkait; |
||||||||
e. |
Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
||||||||
|
|
|
f. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; |
|||||
|
|
|
g. |
Persetujuan harga jual listrik dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; |
|||||
|
|
|
h. |
Komposisi pemegang saham pengendali sebelum penambahan kapasitas Proyek Pembangkit Listrik dan pada saat penambahan kapasitas Proyek Pembangkit Listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama; dan |
|||||
|
|
|
i. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. |
|||||
|
|||||||||
Pasal 19 |
|||||||||
|
|
Untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) yang dimintakan Jaminan Kelayakan Usaha kepada Menteri Keuangan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membuat PJBTL tersendiri yang terpisah dengan PJBTL pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama. |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||||||||
|
|
(1) |
Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum. |
||||||
|
|
(2) |
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan. |
||||||
|
|
(3) |
Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||
|
|
(4) |
Dalam hal proses pembahasan untuk penerbitan SJKU, untuk Proyek Pembangkit Listrik Penambahan Kapasitas Pembangkit pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama telah selesai dilakukan di Kementerian Keuangan, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Izin Dispensasi belum diterbitkan Menteri Kehutanan, maka Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan konsep final Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk disampaikan kepada PLS. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||||||||
|
|
(1) |
Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2). |
||||||
|
|
(2) |
Menteri Keuangan menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha setelah penandatanganan PJBTL. |
||||||
|
|||||||||
Bagian Keempat
|
|||||||||
(1) |
Jaminan Kelayakan Usaha dapat diberikan untuk Proyek Pembangkit Listrik yang diadakan oleh PLS dalam rangka penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang berbeda pada sistem setempat. |
||||||||
(2) |
Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan terhadap proyek yang proses pengadaan PLS-nya dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) setelah berlakunya Peraturan Menteri ini. |
||||||||
(3) |
Ketentuan mengenai masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengikuti ketentuan masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan jenis pembangkit sebagaimana diatur dalam Bab III Peraturan Menteri ini. |
||||||||
Pasal 23 |
|||||||||
(1) |
Untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang dimintakan Jaminan Kelayakan Usaha, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus menyampaikan Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan, yang diverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). |
||||||||
(2) |
Hasil verifikasi Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan terlebih dahulu dan digunakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk dimulainya proses pengadaan PLS. |
||||||||
(3) |
Dalam proses pengadaan PLS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersyaratkan hal-hal sebagai berikut: |
||||||||
a. |
Pemilihan langsung harus diikuti oleh minimal 3 (tiga) peserta yang memenuhi syarat teknis, administratif dan keuangan; |
||||||||
b. |
Tanggung jawab proses pengadaan berada pada panitia pengadaan (dengan surat pernyataan); |
||||||||
c. |
Adanya syarat tentang kapasitas peserta (pengalaman dan penguasaan teknologi); dan |
||||||||
d. |
Harga jual listrik harus lebih rendah dari harga terendah pembangkit listrik sejenis yang sudah dilelang/beroperasi dalam sistem dan sudah diverifikasi oleh pihak independent. |
||||||||
(4) |
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar terhadap Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat diberikan surat Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||||
(5) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dilampiri paling kurang: |
||||||||
a. |
Kajian kelayakan operasi; |
||||||||
b. |
Rancangan PJBTL terakhir; |
||||||||
c. |
Financial Model proyek untuk perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS/Owner’s Estimate) beserta besaran financing cost yang digunakan dalam perhitungan dilampiri dengan Metode perhitungan HPS; |
||||||||
d. |
Dokumen pengadaan yang didalamnya telah menyatakan adanya Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 pada proyek terkait; |
||||||||
e. |
Surat pernyataan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
||||||||
f. |
Analisa risiko dan Mitigasi Risiko antara lain terkait dengan pengadaan tanah, kelayakan lingkungan dan pendanaan; |
||||||||
g. |
Persetujuan harga jual listrik dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; |
||||||||
h. |
Komposisi pemegang saham pengendali sebelum penambahan kapasitas Proyek Pembangkit Listrik dan pada saat penambahan kapasitas Proyek Pembangkit Listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama; dan |
||||||||
i. |
Izin lokasi dari Gubernur/Bupati/Walikota untuk pengadaan tanah dan/atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. |
||||||||
|
|||||||||
Pasal 24 |
|||||||||
Dalam hal proyek yang akan dilakukan penambahan kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) atau Pasal 22 ayat (1) adalah Pembangkit Listrik Selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, maka ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan usulan pengajuan Jaminan Kelayakan Usaha harus mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 14 Peraturan Menteri ini. |
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 25 |
|||||||||
Untuk Proyek Pembangkit Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang dimintakan Jaminan Kelayakan Usaha kepada Menteri Keuangan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus membuat PJBTL tersendiri yang terpisah dengan PJBTL pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang berbeda. |
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 26 |
|||||||||
(1) |
Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum. |
||||||||
(2) |
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan. |
||||||||
(3) |
Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||||
|
|||||||||
Pasal 27 |
|||||||||
(1) |
Menteri Keuangan dapat menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2). |
||||||||
(2) |
Menteri Keuangan menerbitkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha setelah penandatanganan PJBTL. |
||||||||
|
|||||||||
BAB V
|
|||||||||
(1) |
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) wajib melakukan usaha terbaiknya untuk mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi. |
||||||||
(2) |
Untuk mengelola dampak terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) wajib menyampaikan laporan mengenai kemungkinan terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal setiap 3 (tiga) bulan untuk periode 1 (satu) tahun mendatang atau pada saat diperlukan. |
||||||||
(3) |
Dalam rangka melakukan usaha terbaiknya untuk mengelola dampak risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dapat membentuk Tim Pemantauan dan Mitigasi Risiko yang keanggotaanya terdiri dari unsur PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan unsur instansi Pemerintah yang terkait. |
||||||||
|
|||||||||
Pasal 29 |
|||||||||
(1) |
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan pemantauan atas Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pada Proyek Pembangkit Listrik yang telah diberikan Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||||
(2) |
Berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Badan Kebijakan Fiskal dapat menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk memberikan dukungan dan/atau melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan Menteri Keuangan dalam rangka mencegah terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi. |
||||||||
|
|||||||||
Pasal 30 |
|||||||||
(1) |
Dalam hal terjadi Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi, PLS mengajukan tagihan pembayaran untuk mendapatkan manfaat Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). |
||||||||
(2) |
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melakukan pembayaran atas tagihan yang diajukan oleh PLS sehubungan dengan terjadinya Risiko Gagal Bayar dan/atau Risiko Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||||||
|
|||||||||
BAB VI
|
|||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: |
|||||||||
1. |
Jaminan Kelayakan Usaha yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku Jaminan Kelayakan Usaha. |
||||||||
2. |
Jaminan Kelayakan Usaha yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan proses penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutannya melebihi ketentuan dalam peraturan kementerian teknis terkait maka batas waktu pencapaian tanggal pembiayaannya (financial close) dihitung 48 (empat puluh delapan) bulan sejak tanggal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan diterbitkan oleh Menteri Kehutanan. |
||||||||
3. |
Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha terhadap Proyek Pembangkit Listrik yang telah diajukan usulannya oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) kepada Menteri Keuangan sebelum Peraturan Menteri ini diterbitkan, dapat dilanjutkan prosesnya mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
||||||||
|
|||||||||
BAB VII
|
|||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara, Dan Gas Yang Dilakukan Melalui Kerja Sama Dengan Pengembang Listrik Swasta, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 33 |
|||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
|||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||||||||
Ditetapkan di Jakarta |
|||||||||
pada tanggal 22 Agustus 2014 |
|||||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
|||||||||
|
ttd. |
||||||||
MUHAMAD CHATIB BASRI |
|||||||||
Diundangkan di Jakarta |
|||||||||
pada tanggal 22 Agustus 2014 |
|||||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
|||||||||
|
|||||||||
ttd. |
|||||||||
|
|||||||||
AMIR SYAMSUDIN |
|||||||||
|
|||||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1193 |