MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 168/PMK.06/2013
TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN PENGURUSAN PIUTANG
YANG BERASAL DARI PENYERAHAN BADAN USAHA MILIK NEGARA/
BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN BADAN USAHA YANG MODALNYA
SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA DIMILIKI OLEH BADAN
USAHA MILIK NEGARA/
BADAN USAHA MILIK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa dalam rangka menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 terkait perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu mengembalikan pengurusan Piutang yang berasal dari penyerahan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah kepada masing-masing Penyerah Piutang; |
|||
b. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengembalian Pengurusan Piutang Yang Berasal Dari Penyerahan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Usaha Yang Modalnya Sebagian Atau Seluruhnya Dimiliki Oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; |
|||||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); |
|||
2. |
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 90); |
|||||
MEMUTUSKAN: | ||||||
Menetapkan | : |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENGURUSAN PIUTANG YANG BERASAL DARI PENYERAHAN BADAN USAHA MILIK NEGARA/BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN BADAN YANG MODALNYA SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA DIMILIKI OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA/BADAN USAHA MILIK DAERAH. |
||||
Pasal 1 | ||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: |
||||||
1. |
Berkas Kasus Piutang Negara yang selanjutnya disingkat BKPN adalah dokumentasi yang memuat informasi tentang pengurusan piutang yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terhadap piutang Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah atas nama masing-masing Penanggung Hutang; |
|||||
2. |
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. |
|||||
3. |
Panitia Urusan Piutang Negara, yang selanjutnya disebut PUPN adalah Panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. |
|||||
4. |
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara dipisahkan. |
|||||
5. |
Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disebut BUMD adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah dipisahkan. |
|||||
6. |
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang pada Direktorat Jenderal. |
|||||
7. |
Channeling adalah pola penyaluran dana oleh pemerintah kepada masyarakat melalui perbankan atau lembaga pembiayaan non perbankan dimana pemerintah menanggung risiko kerugian apabila terjadi kemacetan. |
|||||
8. |
Risk sharing adalah pola penyaluran dana oleh pemerintah kepada masyarakat melalui perbankan atau lembaga pembiayaan non perbankan dimana pemerintah dan perbankan atau lembaga pembiayaan non perbankan berbagi risiko kerugian apabila terjadi kemacetan. |
|||||
9. |
Penyerah Piutang adalah badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh Negara/Daerah atau dimiliki Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yang telah menyerahkan pengurusan Piutangnya kepada PUPN. |
|||||
10. |
Penanggung Hutang adalah badan/atau orang yang berhutang kepada Penyerah Piutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun, termasuk badan/atau orang yang menjamin penyelesaian seluruh hutang Penanggung Hutang. |
|||||
11. |
Barang Jaminan adalah harta kekayaan milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang yang diserahkan sebagai jaminan penyelesaian hutang. |
|||||
Pasal 2 | ||||||
(1) |
Ruang lingkup pengembalian pengurusan piutang meliputi seluruh piutang yang pengurusannya telah diserahkan oleh Penyerah Piutang kepada PUPN Cabang. |
|||||
(2) |
Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah piutang yang: |
|||||
a. |
masih aktif diurus oleh PUPN Cabang; dan |
|||||
b. |
sudah dinyatakan PUPN Cabang sebagai piutang yang sementara belum dapat ditagih. |
|||||
Pasal 3 | ||||||
(1) |
PUPN Cabang mengembalikan pengurusan piutang yang telah diserahkan oleh Penyerah Piutang dengan menerbitkan Surat Pengembalian Pengurusan Piutang. |
|||||
(2) |
Penerbitan Surat Pengembalian Pengurusan Piutang dapat dilakukan untuk 1 (satu) BKPN atau untuk beberapa BKPN terhadap Penyerah Piutang yang sama. |
|||||
Pasal 4 | ||||||
Penerbitan Surat Pengembalian Pengurusan Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilanjutkan dengan pengembalian BKPN. |
||||||
Pasal 5 | ||||||
(1) |
Sebelum mengembalikan Pengurusan Piutang yang berasal dari Penyerah Piutang, Kantor Pelayanan melakukan: |
|||||
a. |
inventarisasi dan verifikasi jumlah BKPN, nilai piutang pada setiap BKPN, dan data terkait lainnya; |
|||||
b. |
inventarisasi dan verifikasi data dokumen Barang Jaminan; |
|||||
c. |
rekonsiliasi data dengan Penyerah Piutang sesuai data yang diperoleh dari kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; dan |
|||||
d. |
memberitahukan kepada Penanggung Hutang bahwa pengurusan piutang akan dikembalikan kepada Penyerah Piutang. |
|||||
(2) |
Dalam hal saat rekonsiliasi terdapat perbedaan data yang tidak dapat disepakati, maka data yang digunakan adalah data yang ada pada Kantor Pelayanan atau Penyerah Piutang yang didukung dengan dokumen yang sah. |
|||||
(3) |
Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi yang ditandatangani oleh perwakilan Kantor Pelayanan dan perwakilan Penyerah Piutang. |
|||||
(4) |
Rekonsiliasi dapat tidak dilaksanakan dalam hal Penyerah Piutang: |
|||||
a. |
tidak memenuhi undangan tertulis dan undangan tertulis terakhir; dan/atau |
|||||
b. |
tidak bersedia melakukan rekonsiliasi |
|||||
(5) |
Undangan tertulis terakhir, diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal rencana rekonsiliasi yang ditetapkan dalam undangan tertulis. |
|||||
(6) |
Dalam hal Penyerah Piutang sudah tidak beroperasi, sudah melaksanakan aksi korporasi sehingga berubah bentuk, dan/atau akibat proses merger/akuisisi, rekonsiliasi data dilakukan Kantor Pelayanan bersama dengan BUMN/BUMD yang menggantikan Penyerah Piutang dimaksud. |
|||||
Pasal 6 | ||||||
Sumber data BKPN yang dikembalikan kepada Penyerah Piutang yaitu: |
||||||
(1) |
hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); atau |
|||||
(2) |
hasil inventarisasi dan verifikasi yang dilakukan Kantor Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b, dalam hal rekonsiliasi tidak dapat dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). |
|||||
Pasal 7 | ||||||
(1) |
Pengembalian BKPN dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan kepada Penyerah Piutang. |
|||||
(2) |
Pengembalian BKPN dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan dan Pimpinan Penyerah Piutang. |
|||||
(3) |
Dalam hal Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN tidak dapat dibuat, Kantor Pelayanan mengembalikan BKPN kepada Penyerah Piutang dengan mengirimkan surat pengantar pengembalian BKPN. |
|||||
Pasal 8 |
||||||
Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) atau surat pengantar pengembalian BKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) disertai lampiran: |
||||||
a. |
daftar nominatif BKPN, sesuai dengan sumber data BKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; |
|||||
b. |
Surat Pengembalian Pengurusan Piutang yang ditandatangani oleh Ketua atau Anggota PUPN Cabang; |
|||||
c. |
BKPN yang terdiri dari: |
|||||
1) |
fotokopi surat penyerahan pengurusan piutang negara; |
|||||
2) |
fotokopi Perjanjian Kredit atau dokumen lain yang menunjukkan ada dan besarnya piutang; |
|||||
3) |
fotokopi Berita Acara Serah Terima Barang Jaminan dari Penyerah Piutang kepada Kantor Pelayanan dalam hal asli dokumen Barang Jaminan telah diserahkan kepada Kantor Pelayanan; |
|||||
4) |
fotokopi berita acara penitipan dokumen Barang Jaminan dalam hal asli dokumen Barang Jaminan dititipkan kepada Penyerah Piutang; dan |
|||||
5) |
resume hasil inventarisasi dan verifikasi BKPN; |
|||||
d. |
Asli dokumen Barang Jaminan, dalam hal asli dokumen Barang Jaminan telah diserahkan kepada dan disimpan oleh Kantor Pelayanan. |
|||||
Pasal 9 | ||||||
Dalam hal terdapat gugatan terhadap PUPN/Direktorat Jenderal terkait dengan pengurusan piutang negara sebelum BKPN dikembalikan, penanganan perkara tetap dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal berkoordinasi dengan Penyerah Piutang. |
||||||
Pasal 10 |
||||||
Piutang yang penyerahannya berasal dari BUMN/BUMD atau badan-badan usaha yang dimiliki BUMN/BUMD yang menyalurkan dana dari Instansi Pemerintah melalui pola channeling dan risk sharing, tetap diurus PUPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||
Pasal 11 | ||||||
Paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dilakukan Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN atau penerbitan surat pengantar pengembalian BKPN: |
||||||
a. |
PUPN Cabang melakukan: |
|||||
1) |
penerbitan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan atas Barang Jaminan yang tercantum dalam lampiran Berita Acara Serah Terima Pengembalian dalam hal Barang Jaminan telah disita; dan |
|||||
2) |
kegiatan lain yang diperlukan PUPN Cabang sebagai tindak lanjut dari pengembalian BKPN; |
|||||
b. |
Kantor Pelayanan melakukan: |
|||||
1) |
pencabutan pemblokiran atas Barang Jaminan yang tercantum dalam lampiran Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN dalam hal Barang Jaminan telah diblokir; dan |
|||||
2) |
kegiatan lain yang diperlukan Kantor Pelayanan sebagai tindak lanjut dari pengembalian BKPN; |
|||||
c. |
Direktorat Jenderal melakukan pencabutan pencegahan atas objek cegah yang masa pencegahannya belum berakhir setelah Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN. |
|||||
Pasal 12 | ||||||
(1) |
Tahapan pengurusan yang sudah dilakukan oleh PUPN dapat menjadi pedoman bagi Penyerah Piutang dalam melakukan pengurusan piutang. |
|||||
(2) |
Tahapan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah dalam hal ada kesepakatan Penyerah Piutang dan Penanggung Hutang. |
|||||
Pasal 13 | ||||||
(1) |
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi, verifikasi, dan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, kegiatan serah terima BKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dan penerbitan produk hukum pasca pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|||||
(2) |
Bentuk surat dan/atau dokumen yang diperlukan sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri ini sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|||||
Pasal 14 |
||||||
Pengembalian pengurusan piutang yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini tidak dikenakan Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara. |
||||||
Pasal 15 |
||||||
Produk hukum PUPN dan DJKN dalam rangka penyelesaian pengurusan piutang yang dikembalikan kepada Penyerah Piutang dan yang terbit setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi sampai dengan diundangkannya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku. |
||||||
Pasal 16 | ||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||||||
Ditetapkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 25 November 2013 |
||||||
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd. | ||||||
MUHAMAD CHATIB BASRI |
||||||
Diundangkan di Jakarta |
||||||
pada tanggal 25 November 2013 |
||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd. | ||||||
AMIR SYAMSUDIN |
||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1387 |