PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2012


TENTANG


KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS
BIDANG PERKERETAAPIAN, BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA
PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA, SERTA PERAWATAN DAN
PENGOPERASIAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Namor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, perlu diatur pelaksanaan kewajiban pelayanan publik dan angkutan perintis bidang perkeretaapian, biaya penggunaan prasarana perkeretaapian milik negara, serta perawatan dan pengaperasian prasarana perkeretaapian milik negara;

   

b.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengaperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara;

Mengingat

:

1.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

   

2.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);

   

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);

   

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086);

   

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN SUBSIDI ANGKUTAN PERINTIS BIDANG PERKERETAAPIAN, BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA, SERTA PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1

   

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

   

1.

Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

   

2.

Kewajiban pelayanan publik (public service obligation) adalah kewajiban Pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau.

   

3.

Angkutan pelayanan kelas ekonomi adalah angkutan orang yang dilaksanakan oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum.

   

4.

Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian.

   

5.

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.

   

6.

Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkeretaapian.

   

7.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

   

8.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

 

BAB II
KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK DAN
ANGKUTAN PERINTIS BIDANG PERKERETAAPIAN


Bagian Pertama
Kewajiban Pelayanan Publik


Pasal 2

   

(1)

Dalam rangka menyediakan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau, Pemerintah menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation).

   

(2)

Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian, Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan menetapkan tarif angkutan penumpang kelas ekonomi.

   

(3)

Selisih antara tarif yang ditetapkan oleh Menteri dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik.

   

(4)

Menteri menetapkan komponen biaya yang dapat diperhitungkan dalam penyelenggaraan angkutan kewajiban pelayanan publik oleh Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.

 

Pasal 3

   

Pelayanan angkutan kereta api yang digunakan untuk menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik harus memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 4

   

(1)

Penetapan penyelenggara kewajiban pelayanan publik dilaksanakan melalui pelelangan umum.

   

(2)

Pelaksanaan pelelangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.

   

(3)

Menteri menetapkan badan usaha pemenang pelelangan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai penyelenggara kewajiban pelayanan publik.

   

(4)

Dalam hal pelelangan umum tidak dapat dilaksanakan, Menteri menugaskan BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian untuk melaksanakan kewajiban pelayanan publik.

   

(5)

Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan paling lambat pada akhir Januari.

 

Pasal 5

   

Dalam rangka penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pemerintah mengalokasikan anggaran dimaksud dalam APBN dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 6

   

(1)

Alokasi anggaran untuk penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik yang sudah ditetapkan dalam APBN digunakan sebagai dasar untuk membuat kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian yang akan melaksanakan kewajiban pelayanan publik.

   

(2)

Kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian ditandatangani segera setelah diterbitkannya DIPA.

   

(3)

Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling kurang memuat:

     

a.

kinerja angkutan;

     

b.

tata cara pembayaran jasa pelaksanaan penugasan;

     

c.

kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk penagihan dari badan usaha;

     

d.

jangka waktu pelaksanaan penugasan;

     

e.

mekanisme verifikasi pelaksanaan penugasan;

     

f.

hak dan kewajiban para pihak;

     

g.

penyelesaian perselisihan dan sanksi; dan

     

h.

ketentuan mengenai keadaan memaksa.

 

Bagian Kedua
Subsidi Angkutan Perintis Perkeretaapian


Pasal 7

   

(1)

Dalam rangka menyediakan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau, Pemerintah menyelenggarakan subsidi angkutan perintis yang dioperasikan dalam waktu tertentu untuk melayani daerah baru atau daerah yang sudah ada jalur kereta apinya, tetapi secara komersial belum menguntungkan.

   

(2)

Dalam hal masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana angkutan perintis perkeretaapian, Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan menetapkan tarif angkutan perintis perkeretaapian.

   

(3)

Selisih antara biaya operasi dengan pendapatan yang diperoleh penyelenggara sarana perkeretaapian berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam bentuk subsidi angkutan perintis.

   

(4)

Menteri menetapkan komponen biaya yang dapat diperhitungkan dalam penyelenggaraan angkutan perintis perkeretapian oleh Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.

 

Pasal 8

   

Pelayanan angkutan kereta api yang digunakan untuk menyelenggarakan angkutan perintis perkeretaapian harus memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 9

   

(1)

Penetapan penyelenggara angkutan perintis perkeretaapian dilaksanakan melalui pelelangan umum.

   

(2)

Pelaksanaan pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.

   

(3)

Menteri menetapkan badan usaha pemenang pelelangan umum sebagai penyelenggara angkutan perintis perkeretaapian.

   

(4)

Dalam hal pelelangan umum tidak dapat dilaksanakan, Menteri menugaskan BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian untuk melaksanakan angkutan perintis perkeretaapian.

   

(5)

Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan paling lambat pada akhir Januari.

 

Pasal 10

   

Dalam rangka penyelenggaraan subsidi angkutan perintis perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pemerintah mengalokasikan anggaran dimaksud dalam APBN dan/atau APBN-P sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 11

   

(1)

Alokasi anggaran subsidi penyelenggaraan angkutan perintis perkeretaapian yang sudah ditetapkan dalam APBN, digunakan sebagai dasar bagi Menteri untuk membuat kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara sarana perkeretaapian yang akan melaksanakan angkutan perintis perkeretapiaan.

   

(2)

Kontrak antara Menteri dengan Badan Usaha penyelenggara sarana Perkeretaapian ditandatangani pada awal tahun anggaran setelah diterbitkannya DIPA.

   

(3)

Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:

     

a.

kinerja angkutan;

     

b.

tata cara pembayaran jasa pelaksanaan penugasan;

     

c.

kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk penagihan dari badan usaha;

     

d.

jangka waktu pelaksanaan penugasan;

     

e.

mekanisme verifikasi pelaksanaan penugasan;

     

f.

hak dan kewajiban para pihak;

     

g.

penyelesaian perselisihan dan sanksi; dan

     

h.

ketentuan mengenai keadaan memaksa.

 

BAB III
BIAYA PENGGUNAAN PRASARANA PERKERETAAPIAN


Pasal 12

   

(1)

Setiap penyelenggara sarana perkeretaapian yang menggunakan prasarana perkeretaapian wajib membayar biaya penggunaan prasarana perkeretaapian kepada Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian.

   

(2)

Besaran biaya penggunaan prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dihitung berdasarkan pedoman penetapan biaya penggunaan prasarana perkeretaapian yang ditetapkan oleh Menteri.

 

Pasal 13

   

Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pemerintah dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian milik negara melalui penugasan kepada BUMN penyelenggara prasarana perkeretaapian.

 

Pasal 14

   

(1)

Dalam hal BUMN penyelenggara prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 belum terbentuk, Menteri menugaskan BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian untuk menyelenggarakan prasarana perkeretaapian milik negara.

   

(2)

BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian yang menggunakan prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), membayar biaya penggunaan prasarana perkeretaapian dengan menyetorkannya ke Kas Negara.

 

Pasal 15

   

Biaya penggunaan prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), merupakan penerimaan negara bukan pajak yang tarifnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB IV
PERAWATAN DAN PENGOPERASIAN PRASARANA
PERKERETAAPIAN MILIK NEGARA


Bagian Pertama
Perawatan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara


Pasal 16

   

Perawatan prasarana perkeretaapian milik negara dilakukan oleh Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerjasama.

 

Pasal 17

   

(1)

Penetapan penyelenggara perawatan prasarana perkeretaapian milik negara dilaksanakan melalui pelelangan umum.

   

(2)

Pelaksanaan pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah.

   

(3)

Menteri menetapkan badan usaha pemenang pelelangan umum sebagai penyelenggara perawatan prasarana perkeretaapian milik negara.

   

(4)

Dalam hal pelelangan umum tidak dapat dilaksanakan, Menteri menugaskan BUMN penyelenggara prasarana perkeretaapian untuk melaksanakan perawatan prasarana perkeretaapian milik negara.

   

(5)

Dalam hal belum terbentuk BUMN penyelenggara prasarana perkeretaapian, Pemerintah dapat menugaskan BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian untuk melaksanakan perawatan prasarana perkeretaapian milik negara.

   

(6)

Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), disampaikan paling lambat pada akhir Januari.

 

Pasal 18

   

Dalam rangka penyelenggaraan perawatan prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, Pemerintah melalui Menteri menyediakan biaya perawatan prasarana perkeretaapian milik negara yang dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 19

   

(1)

Besaran biaya perawatan prasarana perkeretaapian milik negara yang dilakukan oleh Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian atau BUMN yang memperoleh penugasan Pemerintah, ditetapkan berdasarkan pedoman perhitungan biaya perawatan
prasarana yang ditetapkan oleh Menteri.

   

(2)

Besaran biaya perawatan prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling tinggi sebesar alokasi anggaran dalam APBN dan/atau APBN-P.

   

(3)

Besaran biaya perawatan prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar membuat kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian atau dengan BUMN yang memperoleh penugasan Pemerintah.

   

(4)

Kontrak dengan Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian atau BUMN yang memperoleh penugasan Pemerintah ditandatangani segera setelah diterbitkannya DIPA.

 

Bagian Kedua
Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara


Pasal 20

   

(1)

Pemerintah melalui Menteri menugaskan BUMN penyelenggara prasarana perkeretaapian milik negara untuk melaksanakan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara.

   

(2)

Dalam hal belum terbentuk BUMN penyelenggara prasarana perkeretaapian milik negara, maka Pemerintah dapat menugaskan BUMN penyelenggara sarana perkeretaapian untuk melaksanakan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara.

   

(3)

Penugasan pelaksanaan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan paling lambat pada akhir Januari.

 

Pasal 21

   

Dalam rangka penyelenggaraan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pemerintah melalui Menteri menyediakan biaya pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara yang dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 22

   

(1)

Besaran biaya pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara yang dilakukan oleh BUMN yang memperoleh penugasan Pemerintah, ditetapkan berdasarkan pedoman perhitungan biaya pengoperasian prasarana yang ditetapkan oleh Menteri.

   

(2)

Besaran biaya pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling tinggi sebesar alokasi anggaran dalam APBN dan/atau APBN-P.

   

(3)

Besaran biaya pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar untuk membuat kontrak dengan BUMN yang memperoleh penugasan Pemerintah.

   

(4)

Kontrak dengan BUMN yang memperoleh penugasan Pemerintah ditandatangani segera setelah diterbitkannya DIPA.

 

BAB V
PENGAWASAN, LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN AUDIT


Pasal 23

   

Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang menerima penugasan kewajiban pelayanan publik dan subsidi angkutan perintis perkeretaapian, wajib melakukan pemisahan pembukuan mengenai penugasan dimaksud.

 

Pasal 24

   

Pengawasan dan verifikasi terhadap penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik dan subsidi angkutan perintis perkeretaapian, penerimaan atas biaya penggunaan prasarana perkeretaapian milik negara, penyelenggaraan perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian, dilakukan oleh Menteri.

 

Pasal 25

   

(1)

Badan Usaha yang diberi tugas melaksanakan kewajiban pelayanan publik, angkutan perintis perkeretaapian, perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik Negara, wajib membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN dan/atau APBN-P.

   

(2)

Laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN dan/atau APBN-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pemerintah melalui Menteri paling lambat 1 (satu) bulan setelah dilakukan audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 26

   

(1)

Penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik, subsidi angkutan perintis perkeretaapian, penggunaan prasarana perkeretaapian milik negara, perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara yang dilaksanakan oleh badan usaha, dilakukan audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

   

(2)

Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa jumlah biaya penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik dan subsidi angkutan perintis perkeretaapian lebih kecil dari jumlah biaya yang telah dibayarkan Pemerintah, kelebihan pembayaran biaya dimaksud harus disetorkan ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

   

(3)

Apabila hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa jumlah biaya penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik dan subsidi angkutan perintis perkeretaapian lebih besar dari jumlah biaya yang telah dibayarkan Pemerintah, kekurangan pembayaran biaya dimaksud diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN dan/atau APBN-P sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 27

   

(1)

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ditugaskan sebagai penyelenggara kewajiban pelayanan publik, perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara untuk Tahun Anggaran 2012.

   

(2)

Usulan besaran biaya pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) kepada Menteri paling lambat satu bulan setelah berlakunya Peraturan Presiden ini.

   

(3)

Biaya untuk pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibiayai terlebih dahulu oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dan menjadi kewajiban Pemerintah.

   

(4)

Anggaran perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian milik negara Tahun 2012 dialokasikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012.

 

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 28

   

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Presiden ini, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pelaksana penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum milik negara yang ada saat ini tetap melaksanakan tugas perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian umum milik negara sampai dengan terbentuknya Badan Usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.

 

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 29

   

Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai pembiayaan atas pelayanan umum angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi, pembiayaan atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api milik negara, serta biaya atas penggunaan prasarana kereta api milik Negara, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti berdasarkan Peraturan Presiden ini.

 

Pasal 30

   

Peraturan Presiden ini berlaku pada tanggal diundangkan.

   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

           
         

Ditetapkan di Jakarta

         

Pada tanggal 14 Mei 2012

         

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

           
          ttd.
           
          DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO