Menimbang |
: |
bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun
1993 tentang Pemeriksaan Atas Barang Impor yang Dimasukkan Ke Kawasan Berikat
(Bonded Zone), sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor
94 Tahun 1993, dan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993, tentang Perlakuan
Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan
Barang Kena Pajak Ke, Dari, Dan Antar Kawasan Berikat Dan Entrepot Produksi
Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dipandang perlu menetapkan tatalaksana pabean
mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat (Bonded
Zone); |
|
|
|
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; |
2. |
Indische Tariefwet 1873 (Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35) sebagaimana
telah diubah dan ditambah; |
3. |
Rechten Ordonnantie 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471) sebagaimana
telah diubah dan ditambah; |
4. |
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3262); |
5. |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Tahun 3263) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang NOmor 7 tahun 1991 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459); |
6. |
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara
Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Tahun 3459); |
7. |
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat
(Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3334)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990
(Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3407); |
8. |
Peraturan Pemerintah NOmor 23 Tahun 1986 tentang pembubaran Perusahaan
Perseroan (Persero) PT. Bonded Warehouse Indonesia dan Perusahaan Perseroan
(Persero) PT. Sasana Bhanda serta Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero)
Dalam Bidang Pengusahaan Kawasan Berikat (Bonded Zone) (Lembaran Negara
Tahun 1986 Nomor 31); |
9. |
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1990 tentang Pendirian Perusahaan
Perseroan (Persero) Dalam Bidang Pengelolaan Kawasan Industri Tertentu
Yang Diberikan Status Sebagai Kawasan Industri Tertentu Yang DIberikan
Status Sebagai Kawasan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 44); |
10. |
Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993; |
11. |
Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Atas
Barang Impor Yang dimasukan ke Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 94 Tahun 1993 |
12. |
Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1993 tentang Fasilitas Dan Kemudahan
Pabean, Perpajakn Dan Tata Niaga Impor Bagi Entrepot Produksi Untuk Tujuan
Ekspor (EPTE) sebagaimana telah diubah dengan keputusan Presiden Nomor
95 Tahun 1993; |
13. |
Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993 tentang Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan
Barang Kena Pajak ke, Dari dan Antar Kawasan Berikat dengan EPTE. |
14. |
Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia Nomor 136/kpb/VI/93, Nomor 648/KMK.01/1993 dan Nomor 26/1/KEP/GBI
tentang Pencabutan Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan
dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 138/kpb/V/86, Nomor 319/KMK.01/1986 dan
Nomor 19/7/KEP/GBI tentang Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke
Dan Dari Kawasan Bonded; |
15. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 538/KMK.04/1990 tentang Pemungutan
Dan Atau Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Dalam Rangka Impor; |
16. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.05/1990 tentang Bentuk Dan
Isi Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) sebagaimana telah disempurnakan
dengan Keputusan Mneteri Keuangan Nomor 250/KMK.01/1993; |
17. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1318/KMK.01/1990 tentang Tatalaksana
Pabean Di Bidang Impor; |
18. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 737/KMK.00/1991 tentang Tatalaksana
Pabean Di Bidang Impor; |
19. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 738/KMK.00/1991 tentang Tatalaksana
Pabean Di Bidang Ekspor; |
20. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1012/KMK.00/1991 tentang Pemberitahuan
Barang Ekspor (PEB); |
|
MEMUTUSKAN
|
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATALAKSANA
PABEAN MENGENAI PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT
(BONDED ZONE). |
|
|
|
|
|
Atas barang impor yang ditujukan untuk dimasukkan ke Kawasan Berikat
tidak dilakukan pemeriksaan pra pengkapalan.
|
|
|
(1) |
Atas barang impor yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat tidak
dilakukan pemeriksaan pabean, kecuali atas instruksi Menteri Keuangan kepada
Direktur
Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Nota Intelijen karena adanya kecurigaan
akan atau telah terjadinya pelanggaran. |
(2) |
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. |
Jumlah barang; |
b. |
Jenis barang; |
c. |
Tipe barang. |
|
|
|
|
(1) |
Pemindahan barang dari pelabuhan bongkar ke Kawasan Berikat menggunakan
Formulir KB-1 sebagaimana contoh dalam Lampiran
I. |
(2) |
Formulir KB-1 diisi secara lengkap dan benar oleh Perusahaan Pengolahan
Di Kawasan Berikat (PPDKB) dalam rangkap 4 (empat), diketahui oleh Pengusaha/Pengelola
Kawasan Berikat (PKB), untuk selanjutnya diajukan kepada Pejabat Hanggar
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pejabat Hanggar) di pelabuhan bongkar,
dengan dilengkapi Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) dan Invoice. |
(3) |
Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar berdasar Formulir KB-1 mencocokkan
nomor peti kemas/kemasan. |
(4) |
Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
sesuai, Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar menerakan segel pada peti
kemas/kemasan dan mencatat nomor/jenis segel serta memberikan persetujuan
pengeluaran barang pada Formulir KB-1, dan mendistribusikannya untuk :
a. |
Dokumen pelindung pengangkutan; |
b. |
Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar; |
c. |
PPDKB yang bersangkutan. |
|
(5) |
Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
tidak sesuai, Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar mengembalikan Formulir
KB-1 kepada PPDKB untuk kebetulan. |
|
|
|
(1) |
Berdasarkan Formulir KB-1 yang telah diberikan persetujuan pengeluaran
barang oleh Pejabat Hanggar di pelabuhan bongkar, Pejabat Hanggar di Kawasan
Berikat
melakukan pencocokan dan penelitian keutuhan segel serta keadaan peti kemas/kemasan
sebelum barang dimasukkan ke Kawasan Berikat. |
(2) |
Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) sesuai, Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat memberikan persetujuan
masuk ke Kawasan Berikat pada Formulir KB-1. |
(3) |
Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian terdapat ketidaksesuaian,
dilakukan penyelidikan oleh Direktoeat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan
ketentuan yang
berlaku. |
|
|
|
dalam hal terhadap barang yang akan dimasukkan ke Kawasan Berikat dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), hasil pemeriksaan
dituangkan dalam Formulir KB-2 sebagaimana
contoh dalam lampiran II.
|
|
|
(1) |
Pemasukan barang dan/atau bahan dari daerah pabean Indonesia lainnya
ke Kawasan Berikat, menggunakan
Formulir KB-5 sebagaimana contoh dalam
Lampiran III. |
(2) |
Atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari daerah pabean Indonesia
lainnya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang tidak dipungut. |
(3) |
Formulir KB-3 diisi secara
lengkap dan benar oleh PPDKB dalam rangkap
3 (tiga), serta diketahui oleh PKB untuk selanjutnya diajukan kepada Pejabat
Hanggar di Kawasan Berikat. |
(4) |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat berdasarkan Formulir
KB-3 memberikan persetujuan masuk kedalam Kawasan Berikat pada Formulir
KB-3, dan mendistribusikannya untuk :
a. |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat; |
b. |
PKB; |
c. |
PPDKB. |
|
|
|
|
Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung
dengan kegiatan produksi dalam Kawasan Berikat tidak dipungut Bea Masuk
(BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, PPN dan
PPnBM.
|
|
|
PPDKB wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut :
a. |
Melaksanakan pembukuan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia; |
b. |
Mengatur tempat ruangan bagi barang-barang sesuai denga tujuan
pemasukkannya; |
c. |
Menyimpan, mengatur dan menatausahakan barang-barang secara tertib,
baik mengenai pemasukannya maupun pengeluarannya ke dalam dan dari Kawasan
Berikat; |
d. |
Menyampaikan laporan setiap 3 (tiga) bulan kepada Pejabat Hanggar
di Kawasan Berikat mengenai :
1) |
Persediaan bahan baku dan/atau bahan penolong dengan menggunakan
Formulir KB-4A sebagaimana contoh dalam
Lampiran IV-A. |
2) |
Persediaan bahan baku dan/atau bahan penolong dalam proses dengan
menggunakan Formulir KB-4B sebagai
contoh dalam Lampiran IV-B. |
3) |
Persediaan barang jadi dengan menggunakan
Formulir KB-4C sebagaimana contoh dalam Lampiran KB-C. |
|
|
|
|
Pengeluaran barang dan/atau bahan dari Kawasan Berikat dilakukan dengan
tujuan :
a. |
Ekspor; dan/atau |
b. |
Reekspor; dan/atau |
c. |
Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE); dan/atau |
d. |
Kawasan Berikat lainnya; dan/atau |
e. |
Daerah pabean Indonesia lainnya. |
|
|
|
(1) |
Ekspor barang hasil pengelolahan di Kawasan Berikat dilaksanakan
dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dilampiri
Formulir KB-5 sebagaimana contoh
dalam Lampiran V dalam rangkap 5 (lima), masing-masing
untuk :
a. |
dokumen pelindung pengangkutan; |
b. |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat; |
c. |
Pejabat hanggar di Pelabuhan Muat; |
d. |
PKB; |
e. |
PPDKB. |
|
(2) |
Atas barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan
pemeriksaan pabean kecuali atas instruksi Menteri Keuangan kepadda Direktur
Jenderal Bea Cukai berdasarkan Nota Intelijen karena adanya kecurigaan
akan atau telah terjadinya pelanggaran. |
(3) |
Dalam hal terhadap barang ekspor dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), hasil pemeriksaan dituangkan dalam Formulir KB-2. |
(4) |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat melakukan peneraan segel terhadap
peti kemas/kemasan barang, dan mencatat nomor/jenis segel pada Formulir
KB-5 serta memberikan persetujuan muat pada PEB. |
(5) |
Berdasarkan Formulir KB-5 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pejabat
Hanggar di pelabuhan muat melakukan pencocokan dan penelitian keutuhan
segel serta keadaan peti kemas/kemasan. |
(6) |
Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) sesuai, Petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk
melakukan pengawasan pemuatan barang ke alat angkut. |
(7) |
Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian terdapat ketidaksesuaian,
dilakukan penyelidikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. |
|
|
|
(1) |
Reekspor barang atas impor yang tidak diolah di Kawasan Berikat
dilakukan dengan menggunakan Formulir KB-5 tanpa menggunakan PEB. |
(2) |
Reekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 10. |
|
|
|
(1) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke EPTE dilakukan dengan
menggunakan Formulir KB-6 sebagaimana
contoh dalam Lampiran VI dalam rangkap
6 (enam),
masing-masing untuk :
a. |
Dokumen Pelindung Pengangkutan; |
b. |
Pejabat Hanggar di EPTE; |
c. |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikut; |
d. |
Pengusaha EPTE; |
e. |
PKB; |
f. |
PPDKB; |
|
(2) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Kawasan Berikat lainnya
(antar Kawasan Berikat) dilakukan dengan menggunakan
Formulir KB-7 sebagaimana
contoh
dalam Lampiran VII dalam rangkap 7 (tujuh), masing-masing untuk :
a. |
Dokumen Pelindung Pengangkutan; |
b. |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat Tujuan; |
c. |
Pejabat Hanggar di Kawasan Berikat asal; |
d. |
PKB asal; |
e. |
PPDKB asal; |
f. |
PKB tujuan; |
g. |
PPDKB tujuan. |
|
(3) |
Pengeluaran BKP dari Kawasan Berikat dengan tujuan dimasukkan ke
EPTE atau Kawasan Berikat lainnya, PPN dan PPh BM yang terutang tidak dipungut. |
(4) |
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dan ayat
(2) hanya dapat dilakukan dengan syarat :
a. |
Barang tersebut untuk diolah lebih lanjut atau untuk pengemas hasil
produksi; |
b. |
Pengiriman tersebut bukan merupakan realisasi dari transaksi yang
dilakukan berdasarkan kontrak. |
|
(5) |
Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) tidak dilakukan pemeriksaan pabean kecuali atas instruksi Menteri
Keuangan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Nota Intelijen
karena adanya kecurigaan akan atau telah terjadinya pelanggaran. |
|
|
|
Penyerahan BKP dari PPDKB lainnya didalam satu Kawasan Berikat untuk
diolah lebih lanjut, PPN dan PPh BM yang terutang tidak dipungut.
|
|
|
|
|