PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2014
TENTANG
PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan; |
||||||
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
|||||
2. |
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); |
|||||||
MEMUTUSKAN: |
||||||||
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN. |
||||||
BAB I
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: |
||||||||
1. |
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. |
|||||||
2. |
Pungutan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. |
|||||||
3. |
Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang selanjutnya disebut Pihak adalah Lembaga Jasa Keuangan dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. |
|||||||
4. |
Sektor Jasa Keuangan adalah sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. |
|||||||
BAB II
Pasal 2 |
||||||||
(1) |
OJK mengenakan Pungutan kepada Pihak. |
|||||||
(2) |
Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar Pungutan yang dikenakan OJK. |
|||||||
BAB III |
||||||||
(1) |
Pungutan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset, serta kegiatan pendukung lainnya. |
|||||||
(2) |
Pungutan yang diterima OJK pada tahun berjalan digunakan untuk membiayai kegiatan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berikutnya. |
|||||||
(3) |
Dalam hal Pungutan yang diterima OJK pada tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara. |
|||||||
(4) |
Dalam melakukan penyetoran ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), OJK berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. |
|||||||
Pasal 4 |
||||||||
Perhitungan Pungutan yang diterima OJK pada tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan berdasarkan jumlah kas yang diterima OJK. |
||||||||
Pasal 5 |
||||||||
(1) |
Jenis Pungutan yang berlaku pada OJK meliputi: |
|||||||
a. |
biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pengesahan, dan penelaahan atas rencana aksi korporasi; dan |
|||||||
b. |
biaya tahunan dalam rangka pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penelitian. |
|||||||
(2) |
Jenis, satuan, dan besaran Pungutan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
|||||||
Pasal 6 |
||||||||
Bagi Pihak yang melakukan lebih dari satu kegiatan usaha yang diatur dan diawasi oleh OJK, Pihak dimaksud wajib membayar biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b pada besaran Pungutan tertinggi diantara besaran Pungutan dari setiap kegiatan usaha. |
||||||||
BAB IV Pasal 7 |
||||||||
Akuntabilitas pelaksanaan dan penggunaan Pungutan dilakukan OJK melalui laporan keuangan dan laporan kegiatan OJK. |
||||||||
BAB V
PEMBAYARAN PUNGUTAN |
||||||||
(1) |
Biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a wajib dibayar oleh Pihak sebelum pengajuan perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan. |
|||||||
(2) |
Biaya penelaahan atas rencana aksi korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a wajib dibayar oleh Pihak sebelum penyampaian rencana aksi korporasi. |
|||||||
Pasal 9 |
||||||||
(1) |
Biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, besaran tarifnya ditetapkan dalam: |
|||||||
a. |
persentase tertentu yang mengacu pada laporan keuangan tahunan yang telah diaudit; |
|||||||
b. |
nominal tertentu yang mengacu pada laporan keuangan tahunan yang telah diaudit; atau |
|||||||
c. |
nominal tertentu yang tidak mengacu pada laporan keuangan. |
|||||||
(2) |
Biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib dibayar dalam 4 (empat) tahap paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan April, Juli, Oktober dan tanggal 31 Desember pada tahun berjalan. |
|||||||
(3) |
Biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dibayar paling lambat setiap tanggal 15 Juni pada tahun berjalan. |
|||||||
(4) |
Dalam hal tanggal 15 April, 15 Juli, atau 15 Oktober merupakan hari libur, kewajiban pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
|||||||
(5) |
Dalam hal tanggal 31 Desember merupakan hari libur, kewajiban pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelumnya. |
|||||||
(6) |
Dalam hal tanggal 15 Juni merupakan hari libur, kewajiban pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
|||||||
Pasal 10 |
||||||||
Besarnya biaya tahunan yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan huruf b dihitung secara mandiri dengan mengacu pada laporan keuangan tahunan tahun sebelumnya yang telah diaudit dan memenuhi ketentuan: |
||||||||
a. |
Pembayaran Tahap I paling lambat tanggal 15 April tahun berjalan sebesar 25% (dua puluh lima persen); |
|||||||
b. |
Pembayaran Tahap II paling lambat tanggal 15 Juli tahun berjalan sebesar 25% (dua puluh lima persen); |
|||||||
c |
Pembayaran Tahap III paling lambat tanggal 15 Oktober tahun berjalan sebesar 25% (dua puluh lima persen); dan |
|||||||
d. |
Pembayaran Tahap IV paling lambat tanggal 31 Desember tahun berjalan sebesar 25% (dua puluh lima persen) |
|||||||
Pasal 11 |
||||||||
(1) |
Keseluruhan biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dihitung kembali berdasarkan laporan keuangan tahunan tahun bersangkutan yang telah diaudit. |
|||||||
(2) |
Dalam hal terdapat selisih negatif antara biaya tahunan yang dihitung berdasarkan ketentuan dalam Pasal 10 dikurangi biaya tahunan yang dihitung berdasarkan ketentuan pada ayat (1), selisih negatif tersebut ditambahkan pada kewajiban biaya tahunan untuk tahun diketahuinya selisih tersebut. |
|||||||
(3) |
Dalam hal terdapat selisih positif antara biaya tahunan yang dihitung berdasarkan ketentuan dalam Pasal 10 dikurangi biaya tahunan yang dihitung berdasarkan ketentuan pada ayat (1), selisih positif tersebut dikurangkan dari kewajiban biaya tahunan untuk tahun diketahuinya selisih tersebut. |
|||||||
(4) |
Selisih negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau selisih positif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambahkan atau dikurangkan pada pembayaran tahap terdekat setelah diketahuinya selisih tersebut. |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||||||
(1) |
OJK dapat melakukan verifikasi atas perhitungan secara mandiri biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11. |
|||||||
(2) |
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas kewajiban biaya tahunan paling lama 10 (sepuluh) tahun sebelum pelaksanaan verifikasi. |
|||||||
(3) |
Dalam hal terdapat perbedaan hasil perhitungan biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 dengan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hasil perhitungan biaya tahunan yang berlaku adalah hasil verifikasi yang dilakukan oleh OJK. |
|||||||
(4) |
Pihak yang melakukan perhitungan biaya tahunan secara mandiri dapat meminta klarifikasi kepada OJK atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
|||||||
|
|
(5) |
Dalam hal terdapat selisih negatif antara biaya tahunan berdasarkan verifikasi OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi biaya tahunan berdasarkan perhitungan secara mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11, selisih negatif tersebut ditambahkan sebagai kewajiban biaya tahunan pada tahun ditetapkan hasil verifikasi. |
|||||
|
|
(6) |
Dalam hal terdapat selisih positif antara biaya tahunan berdasarkan verifikasi OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi biaya tahunan berdasarkan perhitungan secara mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11, selisih positif tersebut dikurangkan dari kewajiban biaya tahunan pada tahun ditetapkan hasil verifikasi. |
|||||
|
|
(7) |
Selisih negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau selisih positif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditambahkan atau dikurangkan pada tahap pembayaran terdekat setelah ditetapkannya selisih berdasarkan hasil verifikasi. |
|||||
|
|
(8) |
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan OJK. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||||||
|
|
Dalam hal laporan keuangan tahun sebelumnya yang telah diaudit tidak tersedia, besarnya biaya tahunan yang wajib dibayar pada setiap tahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mengacu pada laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||||||
|
|
(1) |
Dalam hal ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan tidak mewajibkan adanya laporan keuangan tahunan yang diaudit, perhitungan besarnya biaya tahunan yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 mengacu pada laporan keuangan tahunan yang tidak diaudit yang disampaikan kepada OJK. |
|||||
|
|
(2) |
Dalam hal ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan tidak mewajibkan adanya laporan keuangan, perhitungan besarnya biaya tahunan yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 mengacu pada buku, catatan, dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara aplikasi online yang mencerminkan capaian kinerja, volume usaha, atau ukuran lain yang menjadi dasar penghitungan Pungutan. |
|||||
|
|
(3) |
Buku, catatan, dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara aplikasi online sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada OJK dalam hal OJK melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||||||
|
|
Tata cara pembayaran Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan OJK. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||||||
|
|
Dalam hal Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak dibayar sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan dan dikategorikan macet oleh OJK, OJK menyerahkan penagihan atas Pungutan kepada Panitia Urusan Piutang Negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VI |
||||||||
|
|
(1) |
Dalam hal Pihak sedang mengalami kesulitan keuangan dan dalam upaya penyehatan dan/atau dalam pemberesan, OJK dapat mengenakan Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sampai dengan 0% (nol persen) dari besaran Pungutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
|||||
|
|
(2) |
Dalam hal sebagian besar atau seluruh Pihak: |
|||||
|
|
|
a. |
tidak mampu mempertahankan tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan/atau |
||||
b. |
mengalami kesulitan keuangan sehingga berpotensi terjadinya kegagalan untuk memenuhi kewajiban kepada konsumennya atau dapat membahayakan kelangsungan usahanya, OJK dapat mengenakan Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sampai dengan 0% (nol persen) dari besaran Pungutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
|||||||
(3) |
Dalam hal OJK akan atau sedang mengembangkan industri, jenis layanan, atau produk keuangan tertentu, baik secara nasional ataupun di daerah tertentu, OJK dapat mengenakan Pungutan paling rendah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari besaran Pungutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
|||||||
(4) |
Penetapan besaran Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan OJK setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. |
|||||||
|
|
(5) |
Tata cara pengenaan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan OJK. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||||||
|
|
Dalam hal sebelum berakhirnya tahun berjalan penerimaan OJK yang berasal dari Pungutan lebih besar dari rencana kerja dan anggaran OJK tahun berikutnya yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, OJK mengenakan biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b sebesar 0% (nol persen) pada sisa tahun berjalan. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||||||
|
|
(1) |
OJK dapat mengenakan Pungutan sampai dengan 0% (nol persen) dari besaran Pungutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini terhadap Lembaga Jasa Keuangan yang secara khusus dibentuk Undang-Undang atau dibentuk oleh Pemerintah. |
|||||
|
|
(2) |
Pengenaan Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan OJK setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VII |
||||||||
|
|
(1) |
Pihak yang tidak melakukan atau terlambat melakukan pembayaran Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda oleh OJK sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah Pungutan yang wajib dibayar dan paling banyak 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah Pungutan yang wajib dibayar dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan. |
|||||
|
|
(2) |
Selain sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK dapat menetapkan sanksi administratif tambahan atau tindakan tertentu kepada Pihak yang tidak melakukan atau terlambat melakukan pembayaran sesuai dengan jenis sanksi atau tindakan tertentu sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan. |
|||||
BAB VIII |
||||||||
|
|
Besaran Pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) untuk tahun 2014 adalah 2/3 (dua pertiga) dari besaran Pungutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
||||||
|
||||||||
Pasal 22 |
||||||||
|
|
Pendapatan yang berasal dari: |
||||||
|
|
a. |
pengelolaan, penyimpanan, atau penggunaan Pungutan; dan |
|||||
|
|
b. |
sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan, merupakan bagian dari penerimaan Pungutan OJK. |
|||||
|
||||||||
BAB IX |
||||||||
|
|
(1) |
Sanksi administratif berupa denda yang dikenakan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan kepada pelaku kegiatan di sektor pasar modal dan lembaga keuangan bukan bank yang belum dibayar dan upaya penagihannya dilakukan oleh OJK merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Keuangan. |
|||||
|
|
(2) |
Biaya Tahunan oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal untuk tahun 2013 merupakan bagian dari penerimaan Pungutan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b. |
|||||
|
|
(3) |
Sanksi administratif berupa denda yang dikenakan oleh OJK kepada Pihak atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini merupakan bagian dari penerimaan Pungutan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b. |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB X
|
||||||||
|
|
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Pungutan kepada Pihak dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. |
||||||
|
||||||||
Pasal 25 |
||||||||
|
|
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
||||||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
|
|
|
pada tanggal 12 Februari 2014 |
|
|
|
|
|
|
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ttd. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Diundangkan di Jakarta |
||||||||
pada tanggal 12 Februari 2014 |
||||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |
||||||||
|
||||||||
ttd. |
||||||||
|
||||||||
AMIR SYAMSUDIN |
||||||||
|
||||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 33 |
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|