KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 91/KMK.05/1997

TENTANG
PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 5 dan 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, ketentuan tentang besarnya tarif cukai dan penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan;
b. bahwa perkembangan industri hasil tembakau pada saat ini menunjukkan peningkatan secara umum, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas;
c. bahwa dengan adanya peningkatan sebagaima-na dimaksud pada huruf b perlu diimbangi dengan ketentuan peraturan yang dapat mengakomo-dasikan antara kepentingan Pengusaha Hasil Tembakau dengan pengamanan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai yang berlaku;
d. bahwa ketentuan mengenai tarif cukai dan Harga dasar yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 229/KMK.05/1996 tanggal 29 Maret 1996 perlu diadakan penyesuaian sesuai dengan perkembangan industri hasil tembakau saat ini;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU.

Pasal 1

(1) Untuk menghitung besarnya cukai atas hasil tembakau ditetap-kan tarif cukai berdasarkan Harga Dasar berupa Harga Jual Eceran.
(2) Besarnya tarif cukai untuk masing-masing jenis hasil tembakau ditetapkan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Lampiran keputusan ini.

Pasal 2

(1) Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan kalkulasi Harga Jual Eceran yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau oleh Importir.
(2) Pengusaha Pabrik atau Importir wajib memberikan bagian keuntungan kepada penyalur/pedagang serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual Eceran.
(3) Pemberian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dicantumkan dalam Kalkulasi Harga Jual Eceran yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau oleh Importir.

Pasal 3

(1) Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tertera pada pita cukai yang dilekatan pada kemasan penjualan eceran hasil tembakau yang bersangkutan.
(2) Dalam hal harga penyerahan suatu hasil tembakau kepada konsumen ternyata telah melampaui 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual Eceran yang tertera pada pita cukai, maka Peng-usaha yang bersangkutan wajib mengajukan Kalkulasi Harga Jual Eceran yang baru untuk mendapatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Pasal 4

(1) Pengusaha Pabrik hasil tembakau jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), sigaret Kelembak Kemenyan (KLM), dan rokok Klobot (KLB), dikelompokkan berdasarkan masing-masing jumlah produki tiap jenis hasil tembakau yang dihasilkan dalam satu tahun takwim, sebagai berikut:
Golongan
Pengusaha Pabrik

Jumlah Produksi (dalam batang) Dalam Satu Tahun Takwim

SKM
a. Besar : lebih dari 5 milyar
b. Menengah : lebih dari 2,5 milyar s.d. 5 milyar
c. Menengah Kecil : lebih dari 1 milyar s.d. 2,5 milyar
d. Kecil : lebih dari 0 s.d. 1 milyar
SKT/KLB/KLM
a. Besar : lebih dari 5 milyar
b. Menengah : lebih dari 2,5 milyar s.d. 5 milyar
c. Kecil : lebih dari 2,8 juta s.d. 2,5 milyar
d. Kecil Sekali : lebih dari 0 s.d. 2,8 juta
(2) Pengusaha Pabrik Golongan Kecil Sekali atau Pengusaha Pabrik yang memproduksi cerutu tidak melebihi 14,4 juta batang atau tembakau iris yang dihasilkan seluruhnya secara lain daripada dengan mesin (tangan) tidak melebihi 2,88 juta bungkus setiap tahun takwimnya, ditetapkan sebagai Pengusaha Bukan Kena Pajak.
(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diizinkan memproduksi hasil tembakau dengan jumlah produksi maksimum setiap harinya:
a. SKT/KLB/KLM      : 80.000 batang, atau
b. Cerutu  (CRT)          : 40.000 batang, atau
c. Tembakau Iris (TIS) : 8.000 bungkus.
(4) Dalam hal Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memproduksi beberapa jenis hasil tembakau sebagai-mana yang ditetapkan pada ayat (3), maka jumlah produksi yang diperbolehkan dihitung dengan memperhatikan perimbangan masing-masing jumlah produksi dari setiap jenis hasil tembakau yang diproduksi.

Pasal 5

Yang dimaksud dengan jumlah produksi dalam satu tahum takwim dalam keputusan ini adalah jumlah total produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan pemesanan pita cukai yang dilakukan oleh Pengusaha yang memiliki satu atau lebih surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 dalam satu tahun takwim sebelumnya.

Pasal 6

Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang untuk:

a. menetapkan Harga Jual Eceran Minimum per batang untuk masing-masing jenis dan kemasan hasil tembakau dari masing-masing Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, termasuk penetapan Harga Jual Eceran untuk hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada karyawan Pabrik atau pihak ketiga;
b. Harga Jual Eceran Minimum sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan sama untuk setiap jenis hasil tembakau dari Golongan Pengusaha Pabrik yang sama pula;
c. mengatur Harga Jual Eceran yang diajukan untuk produk baru dengan prinsip tidak boleh lebih rendah dari Harga Jual Eceran produk yang terendah yang telah beredar di pasar/dimiliki oleh Pengusaha Pabrik yang bersangkutan;
d. mengatur dan menetapkan batasan minimum atau maksimum Harga Jual Eceran hasil tembakau produksi dari Pengusaha Pabrik Golongan Kecil Sekali dan Pengusaha Pabrik yang bukan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) keputusan ini;
e. mengatur dan menetapkan isi kemasan penjualan eceran hasil tembakau untuk masing-masing Golongan Pengusaha Pabrik.
Pasal 7
Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengawasi dan mengatur lebih lanjut ketentuan pelaksanaan keputusan ini.
Pasal 8
Dengan dikeluarkannya keputusan ini maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 229/KMK.05/1996 tanggal 29 Maret 1996 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Keputusan ini mulai berlaku sejak 1 April 1997.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Pebruari 1997
Menteri Keuangan,
Mar’ie Muhammad